Pendahuluan
1
karena itu, semua pihak harus ikut serta dalam memberantas korupsi. Tidak
hanya pemerintah, tetapi juga kalangan intelektual, para pemuka
agama,serta kalangan pejabat itu sendiri. Peran masyarakat yang aktif berpartisip
asidalam memberantas korupsi akan membuat perubahan yang jauh lebih baik.
2
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian Korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu “corruptie” atau “corruptus”
selanjutnya kata corruptio berasal dari kata corrumpore (suata kata latin yang tua).
Dari bahsa latin inilah kemudian diikuti dalam bahasa eropa seperti inggris : corruption,
corrupt; Belanda: corruptie. Dari ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi
(dari latin corruptio= penyuapan dan corrumpore = merusak) yaitu gejala bahwa para
pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta
ketidakberesan lainnya. 1
Pengertian korupsi secara harfiah dapat berupa:
a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidak jujuran
b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya.
c. Perbuatan yang keyataannya menimbukan keadaan yang bersifat
buruk; penyuapan dan bentuk-bentuk ketidakjujuran.
Dalam definisi tersebut, terdapat tiga unsur dari pengertian korupsi, yaitu:
a. Menyalahgunakan kekuasaan
b. Kekuasaan yang dipercayakan, memiliki akses bisnis atau keuntungan materi
c. Keuntungan pribadi 2
Berdasarkan beberapa pengertian tentang korupsi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
korupsi merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat merugikan perekenomian atau keuangan negara yang dari segi
materil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai
keadilan masyarakat.3
1
Ensiklopedia Indonesia, 1983, jilid 4, Ikhtiar Baru van Hoeve dan Elsevier Publishing Project, Jakarta,
hlm: 9
2
Pope, J., 2003, Strategi Memberantas Korupsi, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, hal: 6
3
Lubis, M dan
3
a. Korupsi Transaktif, jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan tmbal
balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada kedua
belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan yang biasanya
melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah
b. Korupsi Perkerabatan, yang menyangkut penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman atau sanak saudara dan kroni-
kroninya
c. Korupsi yang memeras, adalah korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak
yang biasanya disertai ancaman, teror, penekanan terhadap kepentingan orang-
orang dan hal-hal yang dimilikinya
d. Korupsi investif, adalah memberikan sesuatu jasa atau barang tertentu kepada
pihak lain demi keuntungan dimasa depan
e. Korupsi defensif, adalah pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlibat di
dalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban pembuatan
korupsi
f. Korupsi otogenik, adalah korupsi yang dilakukan seorang diri, tidak ada orang
lain atau pihak lain yang terlibat
g. Korupsi suportif, adalah korupsi dukungan dan tak ada orang atau pihak lain
yang terlibat.
2.12. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE
Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:
Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
Opportunities (kesempatan): berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan.
Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4
Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi
yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor
Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu
organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
5
karyawan yang tak layak sesuai standar minimal kebutuhan hidup sehingga
menjadi potensial dengan elemen perbuatan korupsi.
c. Lemahnya manajemen kepemimpinan institusi pemerintahan termasuk para
pelaku bisnis seperti BUMN, Koperasi, swasta/pengusaha yang tidak
memberikan keteladanan, kesederhanaan atau pola hidup sederhana
sehingga kurnagnya fungsi kontrol melalui pengawasan melekat sehingga
menjadi sangat toleran dengan perbuatan korupsi.
d. Terjadinya erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat, rendahnya
kadar keimanan moralitas ajaran-ajaran agama dan etka yang hasilnya
terjebak dengan mental pengabdian yang buruk dalam perilaku sebagai
pegawai, karyawan serta pelaku bisnis yang lain dengan korupsi karena ego
kepentingan pribadi jauh lebih tinggi daripada kepentingan umum, bangsa
dan negara.
e. Gaya hidup sangat konsumtif, sebagai pengaruh negatif yang sangat kuat
dari pola kehidupan eforia neo liberalism, sehingga menjadi terkaku interes
dan individualistis bahwa nepotisme dan kepentingan kaluarga di atas
segalanya.
f. Adanya kemiskinan dan pengangguran, yang terstruktur dalam kehidupan
masyarakat, disertai diskriminasi perlakuan hukum bagi pelaku korupsi dan
kejahatan biasa dengan cara penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang
menjadi peluang suburnya perilaku korupsi.
g. Produk politik hukum yang menghasilkan instrumen peraturan perundang-
undangan yang potensial korupsi, misalnya pembentukan peraturan
perundang-undangan melalui proses demokrasi dengan legislasi nasional
yang sarat rekayasa atau interpretasi politik dan perbuatan grtifikasi sehingga
menetapkan undang-undang tergolong korupsi dan saling bertentangan
seperti pada UU Keuangan Negara jika hasil korupsi dikembalikan bisa
bebas sedangkan UU Keuangan Negara jika hasil korupsi dikembalikan bisa
bebas sedangkan dalam UU Pemberantasan Korupsi, mengembalikan hasil
korupsi tidak menghentikan suatu proses peradilan pidana.
h. Penerapan hukum terhadap pelaku korupsi di samping lamban juga tidak
menimbulkan efek jera dan dianggap kasus biasa (ordinary crime)
6
i. Kurangnya pemahaman masyarakat yang membedakan antara perbuatan
korupsi dengan perbuatan kriminalitas lainnya atau perbuatan maling
(kejahatan penvurian) pada umumnya.
j. Penindakan kasus korupsi oleh institusi penegak hukum yang berwenang
(Polisi, Jaksa, KPK, dan Hakim), hasis vonis peradilan kasus korupsi relative
masih kecil dan banyak penyelesaian perkara korupsi tidak tuntas sampai
tingkat peradilan, serta sering putusan peradilan kontroversial hanya dengan
vonis bebas yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
2.1.3 Dampak Negatif Akibat Korupsi
Akibat korupsi menimbulkan dampak negative yang serius terkait dengan
permaalahan pembangunan nasional meliputi beberapa aspek, yakni:
a. Kehidupan Politik dan ekonomi nasioanal
b. Kebocoran anggran pada organisasi atau administrasi pemerintahan
c. Terkoporasi pada kelemahan pengawasan pembangunan nasioanal
Aspek pertama, yaitu mengenai kehidupan politik dan ekonomi nasional,
Kebijaksanaan pemerintah mengenai devisa serta penggunaanya, masalah
perizinan serta pengawasan pemerintah terhadap pertumbuhan industry,
kelangkaan barang-barang modal, serta berbagai pengendalian pemerintahan
terhadap aktivitas perekonomian, dapat mendorong berkembangnya korupsi.
Berlakunya berbagai lisensi dan praktik biroktarisme bagi dunia usaha
menimbulkan hambatan-hambatan, yang dalam hal ini pencahayaannya melalui
“uang pelumas atau pelicin” atau speed money. Dengan adanya pelumas ini akan
membuat semakin banyak “meja” yang harus dilewati suatu dokumen perizinan
atau dapat berbentu “korupsi diam” yakni dengan tidak mengerjakan atau
mendiamkan sesuatu yang harus diproses sampai adanya pelumas.
Aspek kedua berhubungan dengan kebocoran anggaran pada segi organisasi atau
administrasi pemerintahan. Pertumbuhan yang pesat dalam berbagai kegiatan
perekonomian dan pemerintahan memerlukan apparat pemerintahan yang harus
dapat mendukungnya. Namun kenyataanya tidak dapat cepat mengikuti
pertumbuhan dimaksud.
Aspek ketiga adalah lemahnya fungsi pengawasan pembangunan nasional.
Deanga tenaga manusia yang relative tidak banyak mengalami perubahan
7
dibidang pengawaan pembangunan, harus melaksanakan tugas pengawasan atau
pemeriksaan kegiatan pembangunan nasional. Keadaan demikian akan dapat
memberikan peluang-peluang yang memungkinkan tindakan korupsi atau
kebocoran lainnya dalam pengelolaan keuangan negara.
8
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Usaha pemberantasan korupsi di Indonesia pada saat ini dilakukan oleh elemen-elemen
berikut:
9
j. honor menyeluruh kepada pegawai yang didasarkan pengukuran atas
prestasi kerja;
k. Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini
l. Mengembangkan Materi Pendidikan Anti Korupsi Untuk Orang Tua dan
Pengajar
m. Memasukkan pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum sekolah sejak
dini
n. Pembenahan sistem pendidikan moral value
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat merugikan perekenomian atau keuangan negara
yang dari segi materil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. faktor-faktor penyebab
korupsi antara lain : Masih melekatnya budaya feodal,Lemahnya manajemen
kepemimpinan institusi pemerintahan termasuk para pelaku bisnis,Terjadinya
erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat, Gaya hidup sangat konsumtif,
Produk politik hukum yang menghasilkan instrumen peraturan perundang-
undangan yang potensial korupsi. Tindak Pidana Korupsi juga menimbulkan
dampak negative bagi negara dan semua kalangan dalam negara itu sendiri.
Indonesia merupakan salah satu negara pelaku korupsi terbesar. Maka dari itu
10
ada usaha pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia salah satunya
dengan adanya KPK, dan Lembaga swadaya masyarakat dalam pengawasan
korupsi.
3.2 Saran
Korupsi harus di hapuskan mulai petinggi-petinggi di Negara ini contohnya
presiden menteri, gubernur agar tidak menjadi contoh dalam anggota-anggota bawahan
di Negara kita seperti bupati, kepala desa, dll.
Peran KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi harus di perkuat melalui
dipertegasnya undang-undang tindak pidana korupsi, memilih ketua KPK yang netral
dan tegas, serta menempatkan KPK di tiap kabupaten/kota agar tindakan korupsi di
tingkat daerah dapat diberantas secepatnya
11
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Joko. (2016). Pancasila Sebagai Ideologi Negara dan Perbandingan dengan
Ideologi Lain. Jurnal Ideologi Negara. Vol. 1, hal. 1-3.
Darmodiharjo,Darji . 1981. Orientasi Singkat Pancasila, Surabaya : PT Gramedia
Pustaka Utama
Rudini, dkk. 1982. Wawasan Nusantara Menghadapi Globalisasi Dunia. Padang: Pusat
Kajian Kebudayaan Universitas Bung Hatta
Wahidin, Samsul. 2015 .Dasar-Dasar Pendikdikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
WJS Poerwadarminta. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai
Pustaka
12