Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke
(terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi
pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada
otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal,
penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain.
Pada tahun 1997 sebanyak 15 juta penduduk Indonesia mengalami hipertensi tetapi hanya
4% yang melakukan kontrol rutin. Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT, 2001) di kalangan
penduduk umur 25 tahun ke atas menunjukkkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita
hipertensi; 0,3% mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke. Terdapat 50% penderita tidak
menyadari sebagai penderita, sehingga penyakitnya lebih berat karena tidak merubah dan
menghindari faktor risiko. Sebanyak 70% adalah hipertensi ringan, maka banyak
diabaikan/terabaikan sehingga menjadi ganas (hipertensi maligna) dan 90% hipertensi esensial dan
hanya 10% penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal dan kelainan
pembuluh darah. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2001, angka kesakitan Hipertensi
pada dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung meningkat menurut peningkatan usia.
Beberapa penyakit tidak menular yang ada tersebut, penyakit kardiovaskular mempunyai
kontribusi cukup besar terhadap tingginya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat PTM
(Aris Sugiharto, 2007).
Menurut Depkes dalam Ekowati, dkk (2009), Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%, dan MONICA
Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara
untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%. Hasil SKRT 1995,
2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab
kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi.
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus
dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di masa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan klasifikasi Hipertensi ?
2. Apa saja faktor resiko Hipertensi ?
3. Bagaimana patofisiologi Hipertensi ?
4. Bagaimana mendiagnosis Hipertensi ?
5. Bagaimana penatalaksana Hipertensi ?
6. Bagaimana prognosis Hipertensi ?
7. Bagaimana pencegahan Hipertensi ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Menetahui definisi dan Klasifikasi Hipertensi
b. Mengetahui faktor resiko Hipertensi
c. Mengetahui patofisiologi Hipertensi
d. Mengetahui bagaimana mendiagnosis Hipertensi
e. Mengetahui penatalaksana Hipertensi
f. Mengetahui prognosis Hipertensi
g. Mengetahui pencegahan Hipertensi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi


A. Definisi Hipertensi
 Menurut Lanny Sustrani, dkk dalam Nurhaedar Jafar (2010), Hipertensi atau penyakit darah
tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya.
 Hipertensi adalah peningkatan tekanan pada sistole, yang tingginya tergantung umur individu
yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas – batas tertentu, tergantung pada posisi
tubuh, umur dan tingkat stress. Hipertensi juga dapat digolongkan sebagai ringan, sedang atau
berat, berdasarkan diastole. Hipertensi ringan apabila tekanan diastole 95 – 104 mmHg,
hipertensi sedang apabila tekanan diastole 105 – 114 mmHg, hipertensi berat apabila tekanan
diastole > 115 mmHg.
 Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg
dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Hipertensi adalah peningkatan tekana darah di atas normal yaitu bila tekanan sistolik (atas) 140
mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebih.

B. Klasifikasi Hipertensi
1. Menurut Kausanya :
a. Hipertensi esensial (Hipertensi Primer)
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya
(terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer kemungkinan
memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembulu darah kemungkinan
bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
b. Hipertensi sekunder : Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh adanya
penyakit lain. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Sekitar 5-10%
penderita hipertensi disebabkan oleh penyakit ginjal.
2. Menurut Gangguan tekanan darah
a. Hipertensi Sistolik: Peninggian tekanan darah sistolik saja
b. Hipertensi Diastolik : Peninggian tekanan darah diastolik.
3. Menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah
a. Hipertensi Ringan
b. Hipertensi Sedang
c. Hipertensi Berat

KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUT WHO


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

2.2 Faktor Resiko Penyakit Hipertensi


Menurut Ade Dian Anggraini, dkk (2009), faktor resiko hipertensi adalah :
a. Faktor genetic
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko
menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 14 Selain itu didapatkan 70-80% kasus
hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas
60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal
ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi
merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor.
Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada
lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai
decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi
perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia
lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari
penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah
dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun.
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Sampai
saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan
kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar.
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik
di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan
darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk
pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional). Menurut
Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan
dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf
simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi
energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya
reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung
iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam
kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang
umumnya boros menggunakan garam dan MSG.
g. Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan
peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari
Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak
ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek
merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari.
Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu
kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15
batang perhari.
h. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi hipertensi.
Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian
menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu
dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang
dapat menyebabkan prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah
terjadinya aterosklerosis. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

2.3 Patofisiologis Hipertensi


Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-
faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi
mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah,
curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial
dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi
persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di
aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi
dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung)
kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer
meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi
hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.

2.4 Diagnosis Hipertensi


Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up, atau kunjungan
ke dokter untuk beberapa keluhan lain - kadang-kadang seseorang mungkin didiagnosis
mengalami stroke atau serangan jantung dan kemudian ditemukan memiliki tekanan darah tinggi.
Tekanan darah diukur adalah dengan menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer, yang
memiliki manset karet yang dibungkus di sekitar lengan atas dan ditiup dengan udara melalui
bola karet yang berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam manset mendapat cukup tinggi, itu
memotong aliran darah pada arteri utama dari lengan atas - udara ini kemudian perlahan-lahan
dilepaskan dari manset melalui katup dan sebagai tekanan dalam manset turun suara darah
mengalir deras melalui arteri didengar melalui stetoskop ditempatkan di atas arteri. Tekanan di
mana pertama kali mendengar suara seperti manset dilepaskan adalah tekanan sistolik dan
tekanan di mana suara terakhir adalah mendengar seperti darah kembali ke alirannya diam, tanpa
hambatan - adalah tekanan diastolik. Otomatis alat ukur elektronik melakukan hal yang sama
tetapi lebih akurat, lebih mudah digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien untuk pemantauan
tekanan darah di rumah.
Seorang dokter tidak akan mendiagnosa hipertensi berdasarkan satu membaca abnormal
karena tekanan darah berfluktuasi dan biasanya memakan waktu tiga bacaan abnormal tinggi
berturut-turut, yang diambil pada kesempatan yang berbeda, sebelum diagnosis hipertensi dapat
dibuat. Titik di mana pembacaan tekanan darah tinggi dianggap abnormal akan tergantung pada
usia seseorang - ahli menyarankan bahwa orang di bawah usia 65 tahun harus memiliki tekanan
darah pada sisa tidak lebih dari 130/85 mm Hg - dan mereka lebih dari 65 tahun harus bertujuan
untuk pembacaan tekanan darah tidak lebih dari 140/90 mm Hg. Ketika tekanan darah seseorang
dipandang tinggi secara konsisten, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa
apakah ada penyakit yang mendasarinya bisa pelakunya dan juga memeriksa apakah ada tanda-
tanda kerusakan pada organ-organ tubuh seperti pulsa absen di anggota badan, bukti dari
penyakit arteri di retina mata, atau jejak mikroskopis darah dalam urin (tanda penyakit ginjal).
Bahkan jika tekanan darah menjadi normal ditemukan setelah tiga cek itu masih harus
diperiksa secara teratur karena dapat berubah dan hipertensi sebelumnya didiagnosa dan
dikendalikan, semakin sedikit kerusakan akan ada pada, otak jantung, ginjal dan organ lainnya.
Mereka yang tidak memiliki riwayat pribadi atau keluarga dari kondisi harus memiliki
memeriksa setiap dua tahun dan selama kunjungan rutin ke dokter - mereka yang memiliki
riwayat pribadi atau keluarga tekanan darah tinggi Stroke, atau serangan jantung harus diperiksa
lebih sering.
Untuk anak-anak, tekanan darah tinggi ditentukan dengan membandingkan tekanan darah anak
dengan distribusi tekanan darah untuk anak-anak yang sama, usia jenis kelamin dan tinggi.

2.5 Penatalaksana Penyakit Hipertensi


Menurut Pharmaceutical Care untuk penyakit hipertensi Departemen Kesehatan RI (2006),
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan
darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien
dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang
sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel sesuai dengan rekomendasi
dari JNC VII.

Tabel Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi


Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan
tekanan darah, range
Penurunan berat Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10-kg
badan (BB) (BMI 18.5 – 24.9) penurunan BB
DASH Diet kaya dengan buah,
Adopsi pola
sayur, dan produk susu rendah 8-14 mm Hg
makan
lemak
Mengurangi diet sodium, tidak
Diet rendah
lebih dari 100meq/L (2,4 g 2-8 mm Hg
sodium
sodium atau 6 g sodium klorida)
Regular aktifitas fisik aerobic
Aktifitas fisik seperti jalan kaki 30 menit/hari, 4-9 mm Hg
beberapa hari/minggu
Limit minum alkohol tidak lebih
dari 2/hari (30 ml etanol
Minum alkohol
(mis.720 ml beer, 300ml wine) 2-4 mm Hg
sedikit saja
untuk laki-laki dan 1/hari untuk
perempuan

Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi


gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien
dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat
menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau
gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya
akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit
saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu
obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan
berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan
pemasukan natrium dan alkohol.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan
produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah
raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk
kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan
kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Merokok merupakan faktor
resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus
dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
2. Terapi farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi yakni Diuretikm, Tiazid, Loop, Penahan kalium, Antagonis
Aldosteron, ACE inhibitor, Penyekat reseptor angiotensin, Penyekat beta, Antagonis kalsium.
Obat-obat antihipertensi alternatif yakni : Penyekat alfa-1, Agonis sentralα-2, Antagonis
Adrenergik, Perifer, Vasodilator arteri langsung.
Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa
dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana
perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau
efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator
digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama.
Terapi Kombinasi
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium
6. Agonis α-2 dengan diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretic

2.6 Prognosis Hipertensi


Tanpa pengobatan maka hipertensi akan berakibat lanjut sesuai dengan target organ yang
diserangnya. Factor-faktor yang mempengaruhi prognosis seorang penderita hipertensi adalah :
1. Etiologi hipertensi; hipertensi sekunder yang ditemukan pada tahap dini akan lebih baik
prognosisnya
2. Komplikasi; adanya komplikasi memperberat prognosis
2.7 Pencegahan Hipertensi
Menurut Bustan (2007), upaya pencegahan terhadap Hipertensi meliputi :
1. Pencegahan primodial, yaitu upaya pencegahan munculnya factor predisposisi terhadap
hipertensi dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya factor yang menjadi resiko
Hipertensi.
2. Promosi Kesehatan berkaitan dengan penyakit Hipertensi
3. Proteksi spesifik yakni dengan : kurangi mengkonsumsi garam sebagai salah satu factor risiko.
4. Diagnosis dini dengan melakukan screening dan pemeriksaan check-up
5. Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan kausal awal keluhan
6. Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati

2.8 Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 81 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Suku : Jawa
Alamat : Kradenan Rt 02/Rw 01 Gombong
Diagnosa Medis : HHD ( Hipertensi Heart Disease)
No. RM : 104888
Tanggal masuk RS : 13 Januari 2011 Jam 16.00
Tanggal / Waktu pengkajian : 14 Januari 2011 Jam 08.00

b.Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. E
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kradenan Rt 02/Rw 01
Hubungan dengan pasien : anak

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien merasa sering sakit kepala ( pusing)
b. Keluhan tambahan
Pasien mengatakan badanya terasa lemas dan sakit pinggang

c. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD pada tanggal 13 Januari 2011 jam 16.00 WIB dengan diantar keluarganya,
pasien mengatakan kepalanya sakit, badanya lemas dan pinggang terasa sakit, keluarga pasien
mengatakan bahwa sebelum di bawa ke RS pasien jatuh saat ke kamar mandi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sudah lama menderita hipertensi, dan sering mengeluh sakit kepala, tetapi belum sampai di
rawat di RS.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit menular dan hanya mempunyai penyakit menurun
yaitu hipertensi, keluarga pasien mengatakan ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki
penyakit hipertensi.

3. Pengkajian Saat Ini


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan tahu tentang pentingnya kesehatan sehingga apabila ada salah satu keluarganya
yang sakit langsung dibawa ke RS.
b. Pola nutrisi
a. Sebelum sakit
1) Makan : 3 x 1 sehari (Nasi, sayur, lauk) habis 1 porsi
2) Minum : 6 – 7 gelas sehari (air putih dan teh)
b. Selama sakit
1) Makan : 2 x 1 sehari, diit BKRG dari RS, habis ½ porsi
2) Minum : 5 – 6 gelas ukuran 200 cc, infus ± 900 CC jenis RI.
c. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit
a) BAB normal ± 2 kali sehari, bentuk padat, warna kuning.
b) BAK normal ± 6-8 kali sehari, warna kekuning – kuningan

2) Selama Sakit
a) BAB cair ± 1-2 kali sehari, bentuk padat, warna kuning, bau khas.
b) BAK cair ± 6-8 kali sehari, bau khas.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Sebelum sakit

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4


Makan/ Minum √
Mandi √
Torleting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ Rom √

2) Selama sakit
Kemampuan Perawatan 0 1 2 3 4 Keterangan:
Diri 0: Mandiri
Makan/ Minum √ 1: Dibantu alat
Mandi √ 2: Dibantu orang
lain
Torleting √
Dibantu orang
Berpakaian √ 3:
lain dan alat
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √ 4: Tergantung
Ambulasi √ Total

e. Pola Tidur dan Istirahat


1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit tidur 7-8 jam / hari
2) Selama sakit
Pasien hanya tidur 3-5 jam / hari karena sering pusing
f. Pola Persepsual
(Penglihatan, Pendengaran, Pengecapan, Sensasi)
1) Sebelum sakit
a) Pendengaran pasien sudah agak terganggu karena sudah tua
b) Penglihatan pasien sudah kabur
c) Pengecapan pasien masih baik
d) Sensasi pasien masih baik
2) Selama sakit
a) Pendengaran pasien sudah agak terganggu karena sudah tua
b) Penglihatan pasien sudah kabur
c) Pengecapan pasien kurang baik karena bibir pasien terasa pahit
d) Sensasi pasien masih baik
g. Pola Persepsi Diri
1) Sebelum sakit
a) Kecemasan : Tidak ada kecemasan atau kegelisahan
b) Konsep Diri : -
2) Selama sakit
a) Klien terlihat lemah dan pucat
b) Tingkat kecemasan klien dapat dilihat saat pasien akan dilakukan tindakan keperawatan, sering
bertanya sesuatu tentang penyakitnya
h. Pola Seksual dan Reproduksi
1) Sebelum sakit
Pasien sudah menopouse
2) Selama sakit
Pasien tidak memiliki gairah seksual
i. Pola Peran Hubungan
1) Komunikasi : Dalam berkomunikasi pasien berkomunikasi baik dengan keluarganya.
2) Hubungan dengan orang lain : Pasien bersosialisasi baik dengan lingkungan dan keluarganya,
terbukti banyak saudara ataupun kerabat yang menjenguknya.
3) Kemampuan keuangan : Keluarga pasien dapat digolongkan dalam kelompok sosial kelas
menengah.
j. Pola Managemen Kopping dan Stress
1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan senang bergaul dengan warga sekitar
2) Selama sakit
Pasien terlihat jenuh karena ruang gerak pasien diabatasi.
k. Sistem nilai keyakinan.
1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan beragama islam dan rajin beribadah
2) Selama sakit
Pasien tidak melaksanakan ibadah sholat seperti biasanya karena penyakitnya, tetapi pasien
selalu berdoa untuk kesembuhanya.

4. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : cukup
b. Kesadaran : composmetis
c. Tanda-tanda vital : - TD : 220/100 mmHg
- N : 87 x/menit
- S : 36,60 C
- R : 23 x/menit
2. Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala : mesochepal
b. Rambut : bersih, beruban dan potongan pendek
c. Mata : reflek terhadap cahaya baik
d. Hidung : bersih, tidak ada polip
e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen
f. Mulut dan gigi : mulut bersih, kemampuan bicara baik
g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
h. Torak
: Bentuk simetris, bergerak dengan mudah saat respirasi
si : Tidak ada nyeri tekan
usi : Perkusi diatas permukaan paru dalam keadaan normal
si : Paru-paru dalam keadaan normal, yaitu terdapat 3 tipe suara : 1)
Bronchial
2) Bronchovaskuler
3) Vaskuler

i. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskulturasi : Bising usus 22 x /menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
j. Genetalia : berjenis kelamin Perempuan, dan terpasang DC
k. Kulit : bersih, turgor jelek
l. Ekstremitas : - atas : kekuatan otot lemah, tangan kanan
terpasang infuse RL 20 Tpm
- bawah : tidak ada edema
5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Januari 2011

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal


GDS 106 mg/dl < 200
Creatinin 1,0 mg/dl 0,5 – 0, 9
HB 13,7 gr % 12 – 14
Leukosit 6,800 /mk 400 – 11000
Eosonofil 2,00 % 1,00 – 3,00
Eritrosit 3,60 juta/ml 4,60 – 5,50
Hematokrit 30,00 % 31,00 – 45,00
Trombosit 172,00 ribu/ml 150,00 – 450,00

Pemeriksaan EKG tanggal 17 januari


Kesimpulan
- OMI anterior
- VES

Terapi Farmakologis
- Meloxilam 2x7,5 mg
- Captopril 2x2,5 mg
- Monacto 2x1/2 tab
- CPG 1x1 tab
- Ospal 1x1 tab
- Cefotaxime 2x1 gram
- Torasic 2x1 amp

B. Analisa Data
NO Data Problem Etiologi
1. DS : pasien mengatakan kepalnya Nyeri akut Peningkatan
terasa sakit dan lehernya terasa kaku tekanan vaskuler
DO : -pasien terlihat menahan nyeri serebral
-skala nyeri 7

2. DS : pasien mengatakan Resiko injuri Gangguan fungsi


pandanganya terlihat kabur da penglihatan
berkunang-kunang saat berdiri dan
berjalan
DO : pasien terlihat sempoyongan
saat berjalan dan selalu berpegangan

3. Intoleransi aktivitas Penurunan cardiac


DS : pasien mengatakan badannya output
terasa lemas dan susah untuk
melakukan aktivitasnya secara
mandiri
DO : - pasien terlihat bedres
-Pasien terlihat dibantu orang
lain saat melakukan aktivitas karena
lelah

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler cerebral ditandai dengan pasien
mengatakan kepalnya terasa sakit, pasien terlihat menahan nyeri, skala nyeri 7.
2. Resiko injuri berhubungan dengan gangguan penglihatan ditandai dengan pasien mengatakan
pandanganya terlihat kabur da berkunang-kunang saat berdiri dan berjalan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output ditandai dengan pasien
mengatakan badannya terasa lemas dan susah untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri,
Pasien terlihat dibantu orang lain saat melakukan aktivitas

E. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler cerebral ditandai dengan pasien
mengatakan kepalnya terasa sakit, pasien terlihat menahan nyeri, skala nyeri 7.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pada
pasien dapat berkurang, dengan kriteria hasil:
-pasien mengatakan tidak sakit kepala lagi
-sakit kepala terkontrol
1. Berikan kompres dingin pada dahi
R : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat resspon simpatis
efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
2. Minimalkan aktivitass vasokontriksi yang menyebabkan peningkatan sakit kepala
R : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatan vaskuler serebral
3. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut
R : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi
4. Jelaskan penyebab nyeri dan lama nyeri bila di ketahui
R : meningkatkan pengetahuan
5. Kolaborasi pemberian analgetik
R: analgetik menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang system saraf
simpatis.

2. Resiko injuri berhubungan dengan gangguan penglihatan ditandai dengan pasien mengatakan
pandanganya terlihat kabur da berkunang-kunang saat berdiri dan berjalan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko injuri
dapat berkurang dengan criteria hasil:
-pasien mampu mengidentifikasi faktor – faktor yang meningkatkan kemungkinan cidera
-menunjukan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cidera
-pasien tidak mengalami injuri / jatuh
-pasien akan mengubah lingkungan sesuai indikassi meningkatkan kenyamanan
1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, dan orang lain
R : memberikan peningkatan kenyamanan dan mengurangi resiko injuri
2. Pertahankan tirah baring ketat dalam posisi terlentang yang ditentukan
R : untuk memungkinkan viterus human bekerja sebagai kekuatan memotifasi untuk mengontrol
perdarahan.
3. Anjurkan pasien untuk mengistirahatkan mata agar tidak lelah
R : mengurangi resiko perlukaan / pembuluh darah retina yang akan menyebabkan menurunnya
penglihatan.
4. Modifikasi lingkungan sekitar pasien
R : meningkatkan rasa nyaman,
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output ditandai dengan pasien
mengatakan badannya terasa lemas dan susah untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri,
Pasien terlihat dibantu orang lain saat melakukan aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat
melakukan aktivitasnya sendiri dengan kriteria hasil
-meningkatnya energi untuk melakukan aktivitas
-menurunnya gejala – gejala intoleransi aktivitas
1. Berikan dorongan untuk aktivitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan
bantuan sesuai kebutuhan
R : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba – tiba, memberikan
bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
2. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energy
R : tekhnik menghemat energy mengurangi penggunaan energy, dan juga membantu
kesimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3. Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat sepanjang siang
dan sore
R : istirahat memungkinkan penghematan energy
4. Kolaborasi pemberian obat digixin
R : pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung.

Implementasi

Hari/ Dx Implementasi Respon Paraf


Tanggal
14.01.2011 I Mengkaji keluhan pasien - pasien mengeluh kepala
O8.00 pusing dan leher kaku.

-P: peningkatan tekanan


I Mengkaji nyeri pasien vaskuler
Q: nyeri seperti di remas
R: di kepala
S:7
T:saat bergerak dan
berjalan
- KU pasien cukup
I,II,III Mengobservasi KU pasien

- pasien mulai mengenal


II -Meorientasikan linkingan lingkungan
kepada pasien - pasien istirahat dalam
-Mempertahankan tirah baring posisi terlentang
keteat dalam posisi berbaring
- pasien memahami
III Mendorang pasien untuk
melakukan aktivitas mandiri Obat masuk melalui IV
I Memberi injeksi
Cetorolax 2X1 gram
Torasix 2X1 amp
TD: 200/100 mmHg
11.00 II Mengukur TTV N: 86x/mnt
R: 23x/mnt
S: 36,7 C

15-01- -Pasien lemas dan masih


2011 I.II.III -Mengobservasi keadaan umum berbaring di tempat tidur.
pasien -skala nyeri 6
14.00 -Pasioen kooperatif saat di
I -,Mengkaji skala nyeri lakukan kompres dingin
- member kompres air dingin -pasien tidur terlentang
14.30

II -Mempertahankan klien pada


posisi -pasien memahami
Terlentang. anjuran yang di brikan

-Menganjurkan pasien untuk -pasien dapat melakukan


tetap istirahat untuk menghemat tehnik menghilangkan
energi’ nyeri
15.30 I -pasien nyaman pda posisi
-Melatih pasien tehnik relaksasi tidur
dan distraksi -pasien mendapat obat
16.00 analgesic
-Mengatur posisi klien pada -pasien mulai istarahat
20.00 posisi nyaman
-Memberi obat analgesic
21.00 II
-Mengajurkan pasien untuk
mengistirahatkan mata

-pasien Nampak lebih


rileks
-KU cukup
16-01- I
2011 -,Mengkaji skala nyeri dengan -pasien tidur dalam posisi
14.00 skala 4 terlentang
-Mengobservasi KU pasien
-pasien berlatih ROM
-Mempertahankan klien pada
14.30 posisi Terlentang. -pasien bias melakukan
tekhnik menghilangkjan
15.30 -Membantu ROM pada pasien rasa nyeri
’ -pasien kooperatif
III -Melatih pasien tehnik relaksasi
dan distraksi -pasien mendapat
I analgetik
- minimalkan aktivitas yang -TD :180/70mmHg
menyebabkan nyeri -N : 87x/m
- member obat analgetik -S :36,5
I,II,III -R : 24x/m
- mengukur TTV -pasien istirahat
-pasien sudah tidak nyeri

II
-Mengajurkan pasien untuk
I istirahat
-Mengkaji nyeri pasien skala

G. Evaluasi
Tanggal/ DX Catatan perkembangan Paraf
jam
16/01/2011 I S: Pasien mengatakan kepelanya sakit seperti diremas-remasa
saat berjalan
O: Pasien terlihat menahan nyeri
Skala nyeri 7
A: Masalah nyeri belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1,5

II
S: pasien mengatakan pandangannya kaburdan berkunang-
kunang
O: Pasien masih terbaring ditempat tidur
A:Masalah resiko injuri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,4
III
S: Pasien mengatakan lemas dan belum bisa melakukan ak tifitas
secara mandiri
O: Masalah intolenransi aktifitas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,4
17/01/2011 I
S: Pasien mengatakan kepelanya sakit sudah berkurang
O: Pasien terlihat sudah lebih rileks
Skala nyeri 7
A: Masalah nyeri teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,2 dan 3
II
S: pasien mengatakan pandangannya masih kabur dan berkunang-
kunang
O: Pasien terlihat sempoyongan
A:Masalah resiko injuri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,4
III
S : Pasien mengatakan sudah tidak terlalu lemas dan bisa
melakukan aktifitas seperti duduk dan minum
O: Pasien sudah Nampak bertenaga
A: Masalah intolenransi aktifitas teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 1,2

18/01/2011 I
S : Pasien mengatakan sudah tidak pusing
O: Pasien sudah Nampak lebih rileks
A: Masalah nyeri akut pada pasien dapat teratasi
P: Hentikan intervensi
II
S: Pasien mengatakan pandangannya berkunang-kunang ketika
berdiri terlalu lama
O: Pasien lebih tenang jika dalam posisi tidur
A: Masalah resiko injuri teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 1 – 4
III
S: Pasien mengatakan badanya masih lemas
O: Pasien terlihat tiduran dan masih dibantu keluarganya
A: Masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 1, 2
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan pada sistole, yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas – batas tertentu, tergantung pada
posisi tubuh, umur dan tingkat stress. Hipertensi juga dapat digolongkan sebagai ringan, sedang
atau berat, berdasarkan diastole. Hipertensi ringan apabila tekanan diastole 95 – 104 mmHg,
hipertensi sedang apabila tekanan diastole 105 – 114 mmHg, hipertensi berat apabila tekanan
diastole > 115 mmHg.
Menurut Kausanya hipertensi di bedakan menjadi : Hipertensi esensial (Hipertensi Primer)
dan Hipertensi sekunder. menurut Gangguan tekanan darah : Hipertensi Sistolik dan Hipertensi
Diastolik. Sedangkan menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah dibagi menjadi
Hipertensi Ringan, Hipertensi Sedang dan Hipertensi Berat. Beberapa factor resiko hipertensi
adalah Faktor genetic, Jenis kelamin, Etnis, Obesitas, Pola asupan garam dalam diet, Merokok,
Tipe kepribadian, Aktivitas Fisik, dan Stress. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal)
akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah.
Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up, atau kunjungan
ke dokter untuk beberapa keluhan lain. Penatalaksana hipertensi dapat dilakukan dengan terapi
non farmakologi dan terapi farmakologi. Tanpa pengobatan maka hipertensi akan berakibat lanjut
sesuai dengan target organ yang diserangnya dan mempengaruhi prognosis seorang penderita
hipertensi. Pencegahan hipertensi dapa dilakukan dengan Pencegahan primodial, Promosi
Kesehatan berkaitan dengan penyakit Hipertensi, Proteksi spesifik, Diagnosis dini, Pengobatan
dan Rehabilitasi.

Anda mungkin juga menyukai