Anda di halaman 1dari 2

NPL-Bruto

 2014 1,7%
 2015 2,7%
 2016 8,8%

2014
(NPL) gross tercatat sebesar 1,7% naik dari 1,0% di 2013. Akibat penurunan kualitas aset serta
kenaikan beban pencadangan kredit (loan impairment).
Banking berhasil mempertahankan kinerja yang baik dengan mencatat pertumbuhan
penyaluran kredit sebesar 13% pada tahun 2014.
Kenaikan pada kredit bermasalah (NPL) bruto dan neto masing-masing dari 1,0% dan 0,3% pada
tahun 2013 menjadi masing-masing 1,7% dan 0,6% di tahun 2014. Hal ini mendorong kenaikan
beban pencadangan kredit yang meningkat 132% yoy menjadi Rp1,15 triliun.

Saldo NPL tercatat sebesar Rp2.318,64 miliar pada akhir tahun 2014, meningkat dibandingkan
Rp1.224,37 miliar setahun sebelumnya. Hal ini disebabkan melemahnya kinerja beberapa
sektor industri dan memburuknya kredit beberapa debitur. Kenaikan tersebut terutama
dikontribusikan oleh kredit ke sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan kecil,
konstruksi, transportasi, pergudangan dan komunikasi, pertambangan dan penggalian, serta
kredit kepada individu (konsumer).

Dari segi kualitas aset, Permata Bank berhasil tetap menjaga kualitas aset yang baik dengan NPL
bruto yang rendah yaitu 1,7% dan lebih baik dibandingkan dengan NPL ratarata industri
perbankan yang sebesar 2,1%.

2015
Kondisi makro ekonomi masih menantang, terutama karena situasi ekonomi global yang belum
membaik, termasuk di Amerika Serikat, negara negara Eropa, dan RRT. Di Indonesia,
perlambatan ekonomi global mengakibatkan pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 4,8% pada
tahun 2015, angka terendah sejak tahun 2009. Pertumbuhan kredit tahun 2015, 10,4%, tidak
setinggi di tahun sebelumnya disertai dengan peningkatan NPL dalam industri perbankan
nasional. Pertumbuhan kredit ini lebih rendah daripada tahun 2014 yang sebesar 12,0% dan
tahun 2013 yang sebesar 21,1%. -> (Kondisi ekonomi - factor external)
Tantangan berikutnya adalah dampak dari kondisi likuiditas yang ketat dan kenaikan tingkat
suku bunga di pasar pada tahun-tahun sebelumnya dan perlambatan kondisi ekonomi,berakibat
pada memburuknya kualitas aset pada tahun 2015.
Namun demikian kualitas kredit PermataBank masih terdampak oleh beratnya kondisi
perekonomian, sehingga NPL meningkat dan Bank harus meningkatkan kerugian penurunan
nilai aset keuangan menjadi sebesar Rp3,68 triliun yang menyebabkan penurunan laba
bersih.
Meningkatnya jumlah kredit bermasalah (NPL), khususnya berasal dari kredit kepada segmen
middle market korporasi dan UKM dari berbagai sektor industri. Hal ini mendorong kenaikan
kerugian penurunan nilai aset keuangan sebesar 212,2% yoy menjadi Rp3,68 triliun.
Saldo NPL tercatat meningkat dari nilai sebesar Rp2.318,64 miliar pada akhir tahun 2014
menjadi sebesar Rp3.583,44 naik sebesar Rp1.264,81 miliar. Hal ini disebabkan melemahnya
kinerja beberapa sektor industri seperti industri pengolahan, komoditas, pertambangan,
transportasi, dan memburuknya kredit beberapa debitur.
2016

Didorong oleh semakin ketatnya risiko pembiayaan konsumen, jumlah kredit bersih secara
keseluruhan turun 24,7% YOY. Kinerja perbankan nasional turut dipengaruhi oleh kondisi
eksternal. Pertumbuhan kredit dan simpanan dana pihak ketiga tercatat lebih rendah dibanding
tahun 2015.

PermataBank meningkatkan jumlah pencadangannya atas kredit bermasalah menjadi Rp12,21


triliun pada tahun 2016 sehingga membukukan kerugian sebesar Rp6,48 triliun.
Peningkatan kredit bermasalah (NPL) tersebut terjadi hampir di semua sektor ekonomi.
Kenaikan yang signifikan terjadi pada sektor perdagangan, industri pengolahan,
pertambangan, dan transportasi. Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor
pertambangan, industry pengolahan, dan perdagangan merupakan sektor-sektor ekonomi yang
mengalami kontraksi pertumbuhan selama tahun 2016.

Saldo NPL tercatat meningkat dari nilai sebesar Rp3.566,79 miliar pada akhir tahun 2015
menjadi sebesar Rp9.611,60 miliar naik Rp6.044,81 miliar. Rasio NPL bruto adalah berturut-
turut 8,8% dan 2,7% pada tahun 2016 dan 2015, sedangkan rasio NPL net adalah 2,2% dan
1,4%.

Anda mungkin juga menyukai