Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ENERGI BAHAN ORGANIK

MATA KULIAH TEKNOLOGI ENERGI BERSIH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. Akhmad Pancang Bintang K. 114160003


2. Hana Fusfajari 114160013
3. Aliendina Jwalita 114170024
4. Marela Zhafira Purwaningtyas 114170025

KELAS B

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan


meningkatnya populasi manusia tidak seimbang dengan
kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia beserta
aktivitas ekonomi dan sosialnya. Sejak lima tahun terakhir
Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional
akibat menurunnya secara alamiah cadangan minyak pada
sumur-sumur produksi. Selain kebutuhan BBM yang terus
meningkat kebutuhan listrik bagi kehidupan manusia untuk
beraktivitas juga meningkat.
Konsumsi energi biomassa di Indonesia mencapai
18% dari total konsumsi energi total, dimana konsumsi
tersebut terbatas pada sektor rumah tangga dalam bentuk
kayu bakar dan arang (ESDM 2014). Sedangkan konsumsi
energi dalam bentuk energi listrik dari PLN di Indonesia
berasal dari pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil
sebesar 88% sedangkan sisanya merupakan 8% tenaga air
dan 5% tenaga panas bumi (ESDM 2014).
Diperlukan cara untuk mengatasi permasalahan
kebutuhan listrik yang terus meningkat, yaitu dengan upaya-
upaya pemanfaatan berbagai sumber alternatif. Salah
satunya adalah melalui pemanfaatan sisa hasil-hasil
pertanian, perkebunan ataupun sisa hasil hutan berupa
biomassa. Biomassa memiliki potensi untuk menjadi salah
satu sumber energi utama dimasa mendatang, dan
modernisasi sistem bioenergi disarankan sebagai kontributor
penting bagi pengembangan energi berkelanjutan di masa
depan, khususnya bagi pembangunan berkelanjutan.
Biomassa merupakan istilah untuk semua bahan organik
yang berasal dari tanaman (termasuk alga, pohon dan
tanaman). Biomassa diproduksi oleh tanaman hijau yang
mengkonversi sinar matahari menjadi bahan tanaman
melalui proses fotosintesis. Sumber daya biomassa dapat
dianggap sebagai materi organik, di mana energi sinar
matahari disimpan dalam ikatan kimia. Ketika ikatan antar
karbon berdekatan, molekul hidrogen dan oksigen akan
rusak oleh pencernaan, pembakaran, atau dekomposisi,
sehingga melepaskan energi kimia yang mereka simpan
(McKendry P, 2002).
Pada umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar
adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau
merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu kandungan
air, zat mudah menguap, karbon terikat, dan abu. Sumber
energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui
(renewable) sehingga dapat menyediakan sumber energi
secara berkesinambungan (suistainable). Selain itu,
ketersediaan biomassa cukup banyak di Indonesia, biomassa
kayu juga cenderung tidak menyebabkan dampak negatif
pada lingkungan.
Penggunaan biomassa sebagai bahan bakar
pembangkit listrik akan mendorong pertumbuhan luas hutan
tanaman termasuk hutan tanaman yang ditanam khusus
untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik.
Sehingga diperlukan kebijaksanaan dalam pemanfaatan
sumber daya alam yang ada agar dapat lestari dan
berkelanjutan dengan menanamkan sikap serasi dengan
lingkungan agar sumber daya alam dapat bermanfaat dalam
jangka waktu yang lama.

1.2 Tujuan
Memberikan informasi tentang biomassa dari kayu dan
pengolahannya sebagai sumber energi terbarukan sehingga
dapat mengembangkan Industri di Indonesia khususnya
dalam rangka mengatasi krisis bahan bakar minyak.
BAB II

PEMBAHASAN

BIOMASSA
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui pross
fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh
biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi,
limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Umum
yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai
ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil
produk primernya.

Gambar 2.1 : Transformasi Biomassa


(http://web.ipb.ac.id/indexBIOMASSA.htm)

Sumber energi biomassa mempunyai beberapa


kelebihan antara lain merupakan sumber energi yang dapat
Ta
diperbaharui (renewable) sehingga dapat menyediakan sumber
energi secara berkesinambungan (suistainable). Di Indonesia,
biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting
dengan berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak,
bahan pangan dan lain-lain yang selain digunakan untuk
memenuhi kebutuhan domestik juga diekspor dan menjadi
tulang punggung penghasil devisa negara.

PERKEMBANGAN BIOMASSA
Biomassa adalah material yang berasal dari organisme hidup
yang meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan produk
sampingnya seperti sampah kebun, hasil panen dan sebagainya.
Istilah biomassa pertama kali muncul pada Journal of Marine
Biology Association pada tahun 1934 oleh ilmuwan Rusia
bernama Bogorov. Biomassa sendiri dikelompokkan dalam
berbagai macam golongan, di antaranya adalah bioetanol
(tanaman), biodiesel (minyak sawit dan kedelai), biogas,
biobriket serta biokerosen (minyak nabati). Hal itu dikarenakan
sumber bahan bakunya yang berbeda dan juga pengolahan yang
dilakukan.

Potensi sumber daya biomassa di Indonesia salah satu yang


terbesar dibandingkan negara lain, menurut laman Kementerian
ESDM, potensinya apabila dikembangkan adalah 50 Giga Watt
(GW). Selain itu, data dari (ZREU,2000) menyebutkan bahwa
Indonesia memproduksi 146,7 Juta ton atau setara 470 Giga
Joule (GJ)biomassa per tahun yang mana sumber utamanya
berasal dari residu pertanian yaitu sebesar 150 GJ per tahun dan
karet kayu 120 GJ per tahun. Berikut adalah sebaran potensi
biomassa di Indonesia.
Gambar 2.2 : Sebaran potensi energi biomassa di Indonesia
(Sumber : ZREU,2000)

Biomassa telah menjadi sumber energi paling penting di


setiap Wilayah dunia. Biomassa memiliki potensi untuk menjadi
Ta
salah satu sumber energi utama dimasa mendatang, dan
modernisasi sistem bioenergy disarankan Sebagai kontributor
penting bagi pengembangan energi berkelanjutan di masa
depan, khususnya bagi pembangunan berkelanjutan di negara-
negara industri maupun di negara-negara berkembang (Berndes
G, et al, 2003). Sebagai akibatnya, akan terjadi mobilisasi
penyediaan biomassa secara besar-besaran sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan energi di setiap wilayah (Welfe Aet al,
2014).

Pemanfaatan potensi biomassa sebagai sumber energi listrik,


telah mulai dikembangkan di beberapa negara di dunia. Seperti
halnya di Negara Cina, dengan potensi biomassa yang tersedia,
memungkinkan untuk menghasilkan energi listrik dengan
kapasitas sebesar 30 GW (Xingang Z et al, 2013). Begitu pula
halnya dengan di wilayah Uni Eropa, bahkan permintaan bahan
baku biomass melebihi kemampuan pasokan yang dapat
disediakan untuk kebutuhan pembangkit listrik (Bertrand V et al,
2014). Indonesia khususnya di wilayah Provinsi Riau, rasio
elektrifikasi telah mencapai 77,56%. Namun demikian, di
beberapa kabupaten, dari 12 Kabupaten / Kota yang ada di
Provinsi Riau, 7 diantaranya memiliki rasio elektrifikasi yang lebih
rendah dari rata-rata nasional (Dirjen Ketenagalistrikan ESDM,
2013).

Hal ini tentu perlu mendapat perhatian dari berbagai


kalangan, khususnya pemerintah daerah, demi menanggulangi
permasalahan kebutuhan listrik yang terus meningkat di masa
mendatang. Untuk mengatasi permasalahan kebutuhan listrik
yang terus meningkat, diperlukan upaya-upaya pemanfaatan
berbagai sumber alternatif. Salah satunya adalah melalui
pemanfaatan sisa hasil-hasil pertanian, perkebunan ataupun sisa
hasil hutan berupa biomassa.

Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan sektor


perkebunan dan pertanian dapat berkembang sangat cepat di
Indonesia. Potensi inilah yang tersebut menunjukkan sumber
bahan baku pembuat biomassa di Indonesia sangat tinggi.

Menurut DITJEM EBTKE, KEMJEN ESDM tahun 2013, potensi


penghasil biomassa di Indonesia berhasil dipetakan oleh
pemerintah dari berbagai sektor. Peta yang dihasilkan dapat
memperlihatkan daerah mana saja yang memiliki potensi
penghasil biomassa paling tinggi hingga paling rendah. Daerah
dengan potensi sumberdaya biomassa tinggi dapat dijadikan
lokasi produksi energi biomassa yang lebih efisien.
Gambar 2.3 : Peta Potensi Biomassa di Indonesia (Tajalli,2015)

Peta tersebut dapat memperlihatkan lokasi-lokasi dengan


tingkat energi yang dapat dihasilkan
Ta dari ketersediaan sumber
biomassanya. Dari seluruh lokasi tersebut Indonesia dapat
menghasilkan energi biomassa sangat besar 5.083 Mwe. Namun
Indonesia belum dapat memaksimalkan besarnya daya yang
dihasilkan, sehingga masih sangat sedikit energi biomassa yang
termanfaatkan.

Gambar 2.4 : Diagram potensi biomassa dan pemanfaatannya


(Tajalli,2015)

Ta
BIOMASSA SEBAGAI SUMBER ENERGI
Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan
semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan
perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat
dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati memberi tiga
keuntungan langsung antara lain:

a. Peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan, karena


kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup
besar dan akan terbuang percuma jika tidak
dimanfaatkan.
b. Penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah
bisa lebih mahal dari pada memanfaatkannya.
c. Mengurangi keperluan akan tempat penimbunan
sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan
menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah
perkotaan.

Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai


sumber energi jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal
dari hewan maupun tumbuhan semuanya potensial untuk
dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan menghasilkan
limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk
keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah
sebagai bahan bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung.
Pertama, peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan karena
kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan
akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua,
penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa
lebih mahal dari pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi
keperluan akan tempat penimbunan sampah karena penyediaan
tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal,
khususnya di daerah perkotaan.

Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama


untuk sumber energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara
pesat. Kelapa sawit, jarak, kedelai merupakan beberapa jenis
tanaman yang produk utamanya sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel. Sedangkan ubi kayu, jagung, sorghum, sago
merupakan tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan
sebagai bahan pembuatan bioethanol (Web IPB E-Learning)

JENIS TEKNOLOGI BIOMASSA


A. BIOGAS

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh bakteri apabila bahan


organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor
(biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Reaktor yang
dipergunakan untuk menghasilkan biogas umumnya disebut
digester atau biodigester, karena di tempat inilah bakteri
tumbuh dengan mencerna bahan-bahan organik. Untuk
menghasilkan biogas dalam jumlah dan kualitas tertentu, maka
digester perlu diatur suhu, kelembaban, dan tingkat keasaman
supaya bakteri dapat berkembang dengan baik. Biogas sendiri
merupakan gabungan dari gas metana (CH4 ), gas CO2 dan gas
lainnya.

Di Indonesia, pemanfaatan biogas masih terbatas pada


bahan bakar kompor untuk memasak. Pemanfaatan biogas untuk
kebutuhan rumah tangga ini, beberapa penduduk di Indonesia
sudah mampu membuat reaktor biogas sendiri dengan skala
kecil. Reaktor biogas (biodigester) untuk skala kecil umumnya
dibuat dari plastik maupun dari drum. Bahan baku biogas
diperoleh dari kotoran sapi dengan jumlah sapi bervariasi dari 3-
5 ekor untuk skala kecil (Suyitno, dkk. 2010).

Biogas sangat potensial sebagai sumber energi terbarukan


karena kandungan methane (CH4 ) yang tinggi dan nilai kalornya
yang cukup tinggi. CH4 sendiri mempunyai nilai kalor 50 MJ/kg.
Methane (CH4 ) yang memiliki satu karbon dalam setiap
rantainya, dapat menghasilkan pembakaran yang lebih ramah
lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang.
Hal ini disebabkan karena jumlah CO2 yang dihasilkan selama
pembakaran bahan bakar berantai karbon pendek adalah lebih
sedikit (Suyitno, dkk. 2010).

Potensi Pengembangan Biogas di Indonesia

Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup


besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi ternak.
Jumlah sapi 11 juta ekor, kerbau 3 juta ekor dan kuda 500 ribu
ekor . Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan ± 2 m3
biogas per hari (BPTP Riau).

Potensi Ekonomis Biogas

Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut


mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan
0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang
dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai
nilai ekonomis yang tidak kecil pula (BPTP Riau).
Prinsip Pembuatan Biogas

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan


organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk
menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan
(yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas
inilah yang disebut biogas. Proses dekomposisi anaerobik
dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan.
Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55⁰C, dimana
pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan
bahan organik secara optimal.

Gambar 2.5 : Skema pembuatan Biogas (Internet)

Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah


gas
Ta metan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini (BPTP
Riau):
Tabel 2.1. Komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran
kotoran ternak dengan sisa pertanian

Biogas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,


diantaranya adalah (Suyitno, dkk. 2010) :

1. Sumber bahan bakar gas digunakan untuk kompor


rumah tangga, penerangan, pemanas air, dan lainnya.
2. Sumber bahan bakar gas untuk menghasilkan panas yang
dapat digunakan untuk berbagai keperluan misalnya
pemanas air, pemanas udara, pengering, dan lainnya.
3. Sumber bahan bakar gas untuk menggerakkan motor
bakar, turbin, dan lainnya yang kemudian torsi yang
diperoleh dapat digunakan untuk menggerakkan pompa
atau mesin-mesin yang lain.
4. Torsi dari motor bakar dan turbin berbahan bakar biogas
selanjutnya dapat dipergunakan untuk menggerakkan
generator dan diperoleh listrik.

Secara teoritis dapat dibuat suatu prediksi umum bahwa (Uli


Werner, 1989):

 Untuk keperluan memasak, 1orang rata-rata per hari


membutuhkan biogas sebanyak 0,1 – 0,3 m3
 Untuk penerangan (lampu petromaks), rata-rata
membutuhkan biogas sebanyak 0,1 – 0,15 m3 per
jam. Pendapat lain mengatakan bahwa 1 m3 dapat
digunakan untuk penerangan yang sebanding
dengan lampu 60-100 W selama 6 jam.
 Untuk pengganti bahan bakar bensin sebanyak 0,7 kg
dibutuhkan biogas sebanyak 1 m3.
 Untuk menggerakkan motor 1 hp selama 2 jam
dibutuhkan biogas sebanyak 1 m3.
 Untuk pembangkit listrik dengan motor bakar
dibutuhkan biogas sebanyak 0,6 m3 per kWh.
B. BIOFUEL
Bahan bakar hayati atau biofuel adalah setiap bahan bakar
baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-
bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari
tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri,
komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk
pembuatan biofuel antara lain pembakaran limbah organik
kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan
pertanian), fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan)
tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga
60% metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk
menghasilkan alcohol dan ester, dan energi dari hutan
(menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai
bahan bakar) (Aditya, 2013).
Proses fermentasi menghasilkan dua tipe biofuel yaitu
alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan
untuk menggantikan bahan bakar fosil tetapi karena kadang-
kadang diperlukan perubahan besar pada mesin, biofuel
biasanya dicampur dengan bahan bakar fosil. Biofuel
menawarkan kemungkinan memproduksi energi tanpa
meningkatkan kadar karbon di atmosfer karena berbagai
tanaman yang digunakan untuk memproduksi biofuel
mengurangi kadar karbondioksida diatmosfer, tidak seperti
bahan bakar fosil yang mengembalikan karbon yang tersimpan di
bawah permukaan tanah selama jutaan tahun ke udara. Dengan
begitu biofuel lebih bersifat carbon neutral
dan sedikit meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di
atmosfer. Penggunaan biofuel mengurangi pula ketergantungan
pada minyak bumi serta meningkatkan keamanan energi.

TEKNOLOGI KONVERSI BIOMASSA


Teknologi konversi biomassa untuk menjadi bahan bakar
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung,
konversi termokimiawi, dan konversi biokimiawi. Pembakaran
langsung merupakan teknologi yang paling sederhana karena
pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar hanya
saja pada beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu
dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi
termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan
termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam
menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi
merupakan teknologi konversi yang menggunakan bantuan
mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
Gambar 2.6 : Mata rantai konversi biomassa menjadi Energi
Panas, Listrik dan Bahan bakar kendaraan (Heriansyah, 2005)

Gambar diatas merupakan skema dari konversi biomassa


Ta
menjadi energi panas, listrik, dan bahan bakar kendaraan. Panas
hasil pembakaran biomassa akan dikonversi menjadi energi
listrik menggunakan turbin dan generator. Hasil pembakaran
biomassa selanjutnya akan menghasilkan uap dalam boiler, uap
hasil pembakaran akan diteruskan kedalam turbin. Proses ini
menghasilkan putaran dan menggerakan generator. Putaran
turbin akan dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-
magnet yang terdapat dalam generator.

Untuk mengonversi biomassa, terdapat tiga teknik, yaitu


teknik fisika, kimia, dan biologi. Teknologi yang digunakan dalam
konversi harus sesuai dengan tujuan penggunaan biomassa
tersebut. Konversi fisika yaitu penggerusan, penggerindaan, dan
pengukusan untuk mengurai struktur biomassa dengan tujuan
meningkatkan luas permukaan sehingga proses selanjutnya,
yaitu kimia, termal, dan biologi bisa dipercepat. Proses ini juga
meliputi pemisahan, ekstraksi, penyulingan, dan sebagainya
untuk mendapatkan bahan berguna dari biomassa serta proses
pemampatan, pengeringan atau control kelembaban dengan
tujuan membuat biomassa lebih mudah diangkut dan disimpan.
Teknologi konversi fisika sering digunakan pada perlakuan
pendahuluan untuk mempercepat proses utama.

Konversi kimia meliputi proses hidrolisis, oksidasi parsial,


pembakaran, karbonisasi, pirolisis, reaksi hidrotermal untuk
penguraian biomassa, serta sintesis, polimerisasi, hidrogenasi
untuk membangun molekul baru atau pembentukan kembali
biomassa. Penghasilan electron dari proses oksidasi biomassa
dapat digunakan pada sel bahan bakar untuk menghasilkan
listrik.

Konversi biologi umumnya terdiri atas proses fermentasi


seperti fermentasi etanol, fermentasi metana, fermentasi
aseton-butanol, fermentasi hydrogen, dan perlakuan enzimatis
yang berperan penting pada penggunaan bioethanol generasi
kedua. Aplikasi proses fotosintesis dan fotolisis akan menjadi
lebih penting untuk memperbaiki system biomassa menjadi lebih
baik.

Perancangan system konversi dan penggunaan seharusnya


mempertimbangkan aspek-aspek penting yang berpengaruh
pada biaya konversi, seperti naik turunna pasokan biomassa,
cara dan biaya transportasi dan penyimpanan, manajemen
organisasi dan peraturan, dan dari aspek ekonomi secara
keseluruhan system.
Penerapan Teknologi Konversi Biomassa

A. BIOBRIKET
Biobriket merupakan salah satu proses yang dapat
digunakan untuk mengkonversi sumber energi biomassa
menjadi bentuk biomassa lain. Proses yang digunakan
biobriket dengan cara memampatkan sehingga bentuknya
menjadi lebih teratur dan berbentuk. Briket adalah arang
dengan bentuk tertentu yang dibuat dengan teknik
pengepresan tertentu dan menggunakan bahan perekat
tertentu sebagai bahan pengeras. Biobriket merupakan
bahan bakar briket yang dibuat dari arang biomassa hasil
pertanian (bagian tumbuhan), baik berupa bagian yang
memang sengaja dijadikan bahan baku briket maupun sisa
atau limbah proses produksi/pengolahan agroindustri.
Biomassa hasil pertanian, khususnya limbah agroindustri
merupakan bahan yang seringkali dianggap kurang atau tidak
bernilai ekonomis. Dengan demikian pemanfaatannya akan
berdampak positif, baik bagi bisnis maupun bagi kualitas
lingkungan (IPB E-Learning).
Biobriket yang berkualitas mempunyai ciri antara lain
tekstur halus, tidak mudah pecah, keras, aman bagi manusia
dan lingkungan, dan memiliki sifat-sifat penyalaan yang baik.
Sifat penyalaan ini diantaranya mudah menyala, waktu nyala
cukup lama, tidak menimbulkan jelaga, asap sedikit dan
cepat hilang serta nilai kalor yang cukup tinggi (Jamilatun,
2008).
Penggunaan biobriket sebagai bahan bakar lebih baik
dibandingkan biomassa yang tidak diolah. Samsyiro dan
Saptoadi (2007) menyatakan bahwa biobriket dengan nilai
kalor yang tinggi dapat mencapai suhu pembakaran yang
tinggi dan pencapaian suhu optimumnya cukup lama.
Keuntungan lain penggunaan biobriket adalah kandungan
gas buang hasil pembakaran relatif lebih aman dibandingkan
briket batubara.

Gambar 2.7 : Diagram alir pembuatan biobriket (Vachlepi, 2013)

B. GASIFIKASI
Gasifikasi merupakan suatuTa proses konversi untuk
merubah material baik cair maupun gas dengan pemberian
temperatur yang tinggi. Proses pemberian temperatur yang
tinggi ini menghasilkan produk bahan bakar cair yang bersih
dan efisien. Gasifikasi juga merupakan alternatif untuk
penghemat energi. Gasifikasi dapat membantu mengatasi
masalah penanganan dan pemanfaatan limbah kayu.
Proses gasifikasi mempunyai 2 stage reaksi yaitu proses
oksidasi dan reduksi. Sub-stoikiometerik oksidasi menggiring
gas mudah menguap dari biomassa dan proses ini adalah
eksotermis (melepaskan energi). Proses ini berlangsung pada
temperatur 1100 – 1200 ⁰C dan terjadi pembangkitan
produk gas seperti karbon monoksida, hidrogen dan karbon
dioksida (CO2) serta uap air yang mana pada gilirannya di-
reduksi ke karbon monoksida dan hidrogen dengan bed
charcoal panas yang dibangkitkan selama proses gasifikasi.
Sedangkan reaksi reduksi adalah sebuah reaksi endotermis
(membutuhkan panas) untuk membangkitkan produk yang
mudah terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida dan
metan (IPB E-Learning).
Gasifikasi terdiri dari empat tahapan terpisah:
pengeringan, pirolisis, oksidasi/pembakaran dan reduksi.
Keempat tahapan ini terjadi secara alamiah dalam proses
pembakaran. Dalam gasifikasi keempat tahapan ini dilalui
secara terpisah sedemikian hingga dapat menginterupsi
“api” dan mempertahankan gas mudah terbakar tersebut
dalam bentuk gas serta mengalirkan produk gasnya ke
tempat lain. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang
berlangsung pada gasifier jenis ini adalah dengan
mengetahui rentang temperatur masing-masing proses,
yaitu:
 Pengeringan: T > 150 °C
 Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 °C
 Oksidasi/pembakaran: 700 < T < 1500 °C
 Reduksi: 800 < T < 1000 °C
Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat
menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi
bersifat melepas panas (eksotermik).
Gambar 2.8 : Gasifer Biomassa (UGM, 2015)

C. PIROLISA
Ta merupakan salah satu proses
Pirolisa atau thermolisis
konversi energi biomassa dengan dekomposisi kimia
menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Pirolisa
sebenarnya bagian dari proses karbonisasi atau proses untuk
memperoleh karbon atau arang. Proses pirolisis
menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu
karbon, yaitu cairan berupa campuran tar dan beberapa zat
lainnya. Produk lain dari proses pirolisa adalah gas berupa
karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan lain-lain (IPB E-
Learning).
D. LIQUIFICATION
Liquification merupakan proses konversi biomassa
dengan perubahan wujud dari gas ke cairan. Liquification
menggunakan proses kondensasi. Melalui pendinginan, atau
perubahan dari padat ke cair dengan peleburan, pemanasan
atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain
untuk memutuskan ikatan (Suyitno, dkk.2010).
E. BIOKIMIA
Biokimia adalah pemanfaatan energi biomassa dengan
cara proses hidrolis, fermentasi dan an-aerobic digestion. An-
aerobic digestion adalah proses penguraian bahan organik
atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses
biokimia. Proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong
dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan
karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai
menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus
mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi
glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai
kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya
sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus
didestilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol diatas
99,5% (IPB E-Learning).

F. KARBONISASI
Selain proses sebelumnya terdapat pula karbonisasi.
Karbonasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi
bahan orgranik menjadi arang. Proses karbonisasi sendiri
dengan cara melepaskan zat yang mudah terbakar seperti
CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid
serta zat yang tidak terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair.

Meskipun energI dari biomassa umumnya tidak


kompetitif dari hal biaya jika dibandingkan dengan bahan bakar
fosil dengan kondisi teknologi dan pasar pada saat ini, namun
produksi biomassa untuk bahan baku dan energy akan
membawa berbagai macam manfaat. Manfaat yang paling
berpengaruh pada lingkungan sekitar yaitu mengurangi dan
mengimbangi emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan
bakar fosil, menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan
melalui pengembangan industry baru dan pemanfaatan bahan
baku local, serta meningkatkan keamanan energy dengan
mengurangi ketergantungan terhadap barang impor.

Penggunaan biomassa sebagai sumber energy sangat


menarik, karena biomassa merupakan sumber energy dengan
jumlah bersih CO2 nol, yang berarti ia tidak berkontribusi pada
peningkatan emisi gas rumah kaca. Biomassa dikatakan memiliki
jumlah bersih CO2 sebesar nol berdasarkan anggapan bahwa
pohon-pohon yang baru atau tumbuhan lain yang ditanam
kembali akan memberika O2 delama penggunaan energy
biomassa. Konsep ini merujuk pada perkebunan energy yang
dikelola secara tepat. Tetapi, konsep ini tidak dapat dtiterapkan
di negara berkembang, karena sebagian besar energy biomassa
diperoleh dari huta yang tidak ditanam kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Abe, Toshimi, dkk. 2008. Buku Panduan Biomassa Asia: Panduan
untuk Produksi dan Pemanfaatan Biomassa. The Japan
Institutr of Energy.
Arhamsyah. 2010. Pemanfaatan Biomassa Kayu Sebagai Sumber
Energi Terbarukan. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan
Vol.2, No.1
Heriansyah, I. 2005. Potensi Pengembangan Energi dari
Biomassa Hutan di Indonesia.
http://io.ppi.Jepang/article.
Jamilatun, S. 2008. Sifat-sifat penyalaan dan pembakaran briket
biomassa, briket batubara dan arang kayu. Jurnal
Rekayasa Proses Vol. 2, No. 2.
Kurniawan, R., C. Holmes, dan R. Muttaqien. 2007. Pembuatan
briket dari tempurung kelapa dengan penambahan
polietilen. Prosiding Seminar Tjipto Utomo Volume 5.
Institut Teknologi Nasional, Bandung.
McKendry, P. 2002. Energy production from biomass (part 1):
overview of biomass, Journal of Bioresource Technology,
Vol. 83, Hal. 37-46.
Tajalli, Arief. 2015. Panduan Penilaian Potensi Biomassa Sebagai
Sumber Energi Alternatif Di Indonesia. Penabulu Alliance
Bertrand, V., Dequiedt, B., & Cadre, E., L. 2014. Biomass for
electricity in the EU-27: Potential demand CO2
abatements and break even prices for co-firing, Journal
of Energy Policy, Vol. 73, Hal. 631-644
Berndes,G., Hoogwijk, M., & Broek, R.V.D. 2003. The
contribution of biomass in the
future global energy supply: a review of 17 studies,
Journal of Biomass and Bioenergy Vol. 25, Hal. 1-28.
Welfe, A., Gilbert, P., & Thornley, P. 2014. Increasing biomass
resource availability through supply chain analysis,
Journal of Biomass and Bioenergy, Vol. 70, Hal.
249-266.
Dirjen Ketenagalistrikan ESDM. 2013. Buletin Bioenergi EBTKE
Edisi 2014.
http://gerai-arsitek.blogspot.com/2015/07/proses-pembuatan-
biogas-dari-kotoran.html (diakses, 5 Desember 2019
pukul 6:37 WIB)
BPTP. Teknologi Pembuatan Biogas Dari Kotoran Ternak. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau Jl. K.
Nasution No 341, Marpoyan. Pekanbaru
S. Simamora, Salundik, S. Wahyuni, Surajudin, Membuat
Biogas Pengganti
Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak, Jakarta: Agromedia
Pustaka, 2006
Suyitno, dkk. 2010. Teknologi Biogas. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai