Anda di halaman 1dari 26

Laboratorium Mineralogi Petrologi

Program Studi Teknik Lingkungan


Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 1

BAB I
DASAR TEORI
1 .1 Mineral
1.1.1 Definisi Mineral
Menurut L.G Berry dan B. Masson (1959) mineral adalah suatu benda
padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk secara anorganik,
mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu, dan mempunyai
atom-atom yang tersusun rapi.
Benda padat homogen artinya bahwa mineral itu hanya terdiri satu fase
padat, hanya satu macam material, yang tidak dapat diuraikan menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh suatu proses fisika.
Terbentuk secara anorganik artinya benda-benda padat homogen yang
dihasilkan oleh binatang dan tumbuh-tumbuhan tidak termasuk, maka dari
itu kulit tiram (dan mutiara di dalamnya), meskipun terdiri dari calcium
carbonat yang tidak dapat dibedakan secara kimia maupun fisika dari
mineral aragonit, tidak dianggap sebagai mineral.
Mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu artinya bahwa
mineral itu ialah merupakan senyawa kimia dan senyawa kimia
mempunyai komposisi pada batas-batas tertentu yang dinyatakan dengan
suatu rumus (Mawardi, 2008).
Sedangkan Bates dan Jackson mengatakan bahwa mineral merupakan
materi penyusun bumi yang merupakan unsur atau senyawa anorganik,
terbentuk secara alami, mempunyai sifat dan komposisi kimia tertentu,
mempunyai struktur dalam yang teratur dan berbentuk kristal.
1.1.2 Sifat Fisik Mineral
Sifat fisik mineral merupakan sifat yang dimiliki oleh suatu mineral
yang dapat kita lihat dengan mata, yang jelas terlihat tanpa melalui proses
kimia. Oleh karena mineral mempunyai komposisi kimia dan struktur
dalam kristal tertentu, maka ia mempunyai sifat-sifat fisik yang khas. Sifat
fisik ini digunakan sebagai pengidentifikasian dan merupakan penilaian
subjektif, tergantung dari penilaian masing-masing kemampuan pengamat
(Mawardi,2008)

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024 1
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 2

1.1.2.1 Warna
Warna mineral adalah warna yang kita tangkap dengan mata
bilamana mineral tersebut terkena sinar. Warna ini penting untuk
membedakan antara warna yang disebabkan oleh campuran atau
pengotoran dan warna asli elemen-elemen utama pada mineral
tersebut (Mawardi, 2008).
Warna dari mineral sendiri dibedakan menjadi dua macam,
yakni idiochromatic dan allochromatic.
Idiochromatic merupakan warna mineral yang tetap dan tertentu
akibat elemen-elemen utama yang menyusunnya.
Contoh : Magnetite – hitam Fe3O4
Pyrite – kuning loyang, FeS2
Sulfur – kuning
Allochromatic merupakan warna mineral akibat adanya
campuran atau zat pengotor dari unsur lain, sehingga memberikan
warna yang berubah-ubah tergantung dengan zat pengotornya.
Contohnya kuarsa; tidak berwarna, tetapi karena adanya zat pengotor
atau campuran, maka warnanya berubah menjadi merah muda, coklat-
hitam, dan violet.Sedangkan, Chronophores adalah warna mineral
yang tertentu akibat kehadiran kelompok ion asing (Suharwanto,
2017).
Faktor yang dapat mempengaruhi warna adalah :
a. Komposisi kimia
b. Struktur Kristal dan ikatan atom
c. Pengotoran dari mineral
1.1.2.2 Perawakan Kristal
Apabila dalam pertumbuhannya tidak mengalami gangguan
apapun, maka mineral akan mempunyai bentuk kristal yang sempurna.
Tetapi bentuk sempurna ini jarang didapatkan karena di alam
gangguan-gangguan tersebut selalu ada. Mineral yang dijumpai di
alam sering bentuknya tidak berkembang sebagaimana mestinya,
sehingga sulit untuk mengelompokkan mineral kedalam sistem

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 3

kristalografi (Pengelompokkan mineral yang didasarkan pada


perbandingan panjang, letak (posisi), jumlah dan nilai sumbu tegaknya
serta berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal
tersebut).
Sebagai gantinya dipakai istilah perawakan kristal (Crystal
Habit), bentuk khas mineral ditentukan oleh bidang yang
membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran relatif bidang-bidang
tersebut (Suharwanto, 2017).
Richard M Pearl (1975) membagi perawakan kristal kedalam 3
(tiga) golongan, yaitu :
1. Elongated habits (meniang/berserabut)
2. Flattened habits (lembaran tipis)
3. Raunded habits (membutir)
1.1.2.3 Kilap
Merupakan sifat optis dari mineral yang rapat hubungannya
dengan refleksi dan refraksi. Kilap sebagai hasil pantulan cahaya
dari permukaan mineral. Intensitas dari kilap sebenarnya tergantung
kwantitas cahaya pantul dan pada umumnya tergantung pada
besarnya indeks refraksi mineral. (Mawardi, 2008)
Terdapat 3 (tiga) kilap mineral, yaitu :
 Kilap Logam (Metallic Luster)
 Kilap Sub-metalik (Sub Metallic Luster)
 Kilap Bukan Logam (Non Metallic Luster)
1.1.2.4 Kekerasan
Kekerasan mineral pada umumnya diartikan sebagai daya
tahan suatu mineral terhadap goresan. Kekerasan mineral diperlukan
untuk mendapatkan perbandingan kekerasan mineral satu terhadap
mineral yang lain, dengan cara mengadakan saling gores antar
mineral.Cara menentukan kekerasan dilakukan dengan menggores
mineral skala Mosh pada mineral yang akan diselidiki (Mawardi,
2008).

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 4

Mohs membuat skala kekerasan mineral mulai dari yang paling


rendah sampai yang paling keras, yaitu :
Tabel 1.1 Skala Mohs
1. Talk Mg3Si4O10(OH)2
2. Gipsum CaSO42H2O
3. Kalsit CaCO3
4. Fluorite CaF2
5. Apatit Ca2(PO4)3F
6. Orthoklas K(AlSi3O8)
7. Kuarsa SiO2
8. Topaz Al2SiO4(FOH)2
9. Korundum Al2O3

10. Intan C

(Sumber:Suharwanto,2017)
1.1.2.5 Gores
Gores adalah warna asli dari suatu mineral apabila mineral
ditumbuk halus. Gores dapat lebih pasti karena selalu stabil dan
penting untuk membedakan 2 mineral yang warnanya sama tetapi
goresnya berbeda. Gores ini bisa diperoleh dari menggoreskan
mineral pada keping porselin, tetapi apabila mineral mempunyai
kekerasan lebih dari 6, maka dapat dicari dengan cara menumbuk
sampai halus seperti tepung (Suharwanto, 2017).
Mineral-mineral silikat biasanya mempunyai gores putih
kadang-kadang abu-abu coklat. Mineral-mineral oksida, sulfida,
karbonat, dan phosphat, arsenat, sulfat juga mempuyai goresan yang
karakteristik. Untuk mineral-mineral yang transparan dan
mempunyai kilap bukan logam, saat digores akan lebih terang dari
warnanya, sedangkan mineral-mineral dengan kilap logam kerap
kali mempunyai gores yang lebih gelap dari warnanya. Pada
beberapa mineral warna dan gores sering menunjukkan warna yang
sama(Mawardi, 2008).

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 5

1.1.2.6 Belahan
Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang melampaui
batas elastisitas dan plastisitasnya, maka pada akhirnya akan pecah.
Belahan merupakan pecahan mineral yang teratur mengikuti arah
permukaan yang sesuai dengan struktur kristalnya. Belahan mineral
akan selalu sejajar dengan bidang permukaan kristal yang rata,
karena belahan merupakan gambaran dari struktur dalam dari
kristal(Suharwanto, 2017).
Berdasarkan bagus atau tidaknya permukaan bidang
belahannya, maka belahan dapat dibagi menjadi :
 Sempurna (Perfect)
Bila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya
yang merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain
melalui bidang belahannya.
 Baik (Good)
Bila mineral muudah terbelah melalui bidang belahannya
yang rata, tetapi dapat pula memotong atau tidak melalui
bidang belahannya.
 Jelas (Distinct)
Bila bidang belahannya terlihat jelas, tetapi mineral
tersebut sukar membelah apabila melalui bidang
belahannya yang tidak rata.
 Tidak Jelas (Indistinct)
Bila arah belahan masih terlihat, tetapi membentuk
belahan dan pecahan sama besar.
 Tidak Sempurna (Imperfect)
Apabila mineral suda tidak terlihat arah belahannya dan
mineral tersebut akan pecah dengan permukaan yang
tidak rata.
1.1.2.7 Pecahan
Bila tidak membelah secara teratur, maka mineral akan pecah
dengan arah yang tidak teratur. Ada beberapa macam dari pecahan,

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 6

 Choncoidal, Pecahan yang menyerupai pecahan botol


dan kulit bawang.
 Hackly, Pecahan yang runcing-runcing tajam, serta kasar
tidak beraturan atau bergerigi.
 Even, Pecahan dengan ujung permukaan bidang pecah
kecil-kecil dengan ujung pecahan masih mendekati
bidang datar.
 Uneven, Pecahan yang menunjukkan permukaan bidang
pecahnya kasar dan tidak teratur.
 Splintery, Pecahan yang hancur menjadi kecil-kecil dan
tajam menyerupai benang atau serabut.
 Earthy, Pecahan mineral yang hancur seperti tanah.
1.1.2.8 Daya Tahan Terhadap Pukulan
Daya tahan terhadap pukulan adalah suatu daya tahan mineral
terhadap pemecahan, pembengkokkan, penghancuran, dan
memotongan(Suharwanto, 2017).
Macam-macam daya tahan terhadap pukulan :
 Brittle, Apabila mudah hancur menjadi tepung halus
 Sectile, Apabila mineral mudah dipotong tipis dengan
pisau
 Malleable, Apabila mineral ditempa dengan palu akan
memipih
 Ductile, Mampu ditarik atau diregangkan menjadi
kawat tipis.
 Flexible, Apabila mineral dilengkungkan akan tetap
melengkung setelah dilepaskan.
 Elastic, Apabila mineral dilengkungkan akan kembali
ke bentuk semula setelah dilepas.
1.1.2.9 Berat Jenis
Berat jenis adalah angka perbandingan antara suatu mineral
dibandingkan dengan berat air pada volume yang sama.

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 7

Berat Mineral
𝐵𝐽 =
Volume Mineral
Dalam penentuan berat jenis dipergunakan alat-alat :
 Piknometer
 Timbangan analitik
 Gelas ukur
1.1.2.10 Rasa dan Bau
Adapula mineral-mineral yang mempunyai sifat rasa dan bau.
Rasa hanya dimiliki oleh mineral yang bersifat cair, yaitu :
 Astringet, rasa yang umumnya dimiliki oleh sejenis
logam
 Sweetist, rasa seperti pada tawas
 Saline, rasa yang dimiliki garam
 Alkaline, rasa seperti pada soda
 Bitter, rasa seperti rasa garam pahit
 Cooling, rasa seperti rasa sendawa
 Sour, rasa seperti asam belerang
Melalui gesekan dan penghilang dari beberapa zat yang
bersifat volatile melalui pemanasan atau melalui penambahan suatu
asam, maka kadang-kadang bau (Odour) akan terjadi ciri-ciri yang
khas dari suatu mineral.
 Alliaceous, bau seperti bawang
 Horse Radish Odour, bau dari lobak kuda yang
menjadi busuk
 Sulphurous, bau yang ditimbulkan oleh proses
pereaksian pirit atau pemanasan mineral yang
mempunyai kandungan silika
 Bitominous, bau seperti aspal
 Fetid, bau seperti telur busuk atau bau yang
ditimbulkan dari asam sulfida
 Argiilaceous, bau seperti lempung basah

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 8

1.1.3 Sifat-sifat Kimia


Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan
menjadi mineral Silikat danmineral Non-silikat.Terdapat 8 (delapan)
kelompok mineral Non-silikat, yaitu kelompok oksida,sulfida, sulfat, native
elemen, halid, karbonat, hidroksida, dan phospat (Noor, 2009).
Pengujian sifat-sifat kimia mineral meliputi :
 Pengujian dengan tetesan larutan HCl 0.1 N
Untuk mengetahui kandungan mineral karbonat. Jika beraksi
akan menimbulkan buih.
 Pengujian dengan tetes larutan kobal nitrat
Untuk membedakan mineral-mineral kelompok potash-
feldspar dari mineral-mineral plagioklas.
 Pengujian dengan larutan Alizarin Red
Untuk membedakan antara kalsit dan dolomit. Kalau kalsit
akan berubah jadi abu-abu sedangkan dolomit akan berwarna
putih.
1.1.4 Seri Reaksi Bown

Gambar 1.1 Reaksi Bown

Deret bowen adalah deret yang menjelaskan urutan pengkristalan


magma berdasarkan temperature pembentukan magma tersebut ultramafic,
mafic,intermediate, atau felsic. Keristensian mineral yang terbentuk dan
komposisi kimia yang ada dalam mineral tersebut. Dimana dalam deret ini
semakin ke bawah maka akan terbentuk pada suhu yang lebih rendah dan
semakin resisten suatu mineral dalam magma.
Nama : Aliendina Jwalita
NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 9

Mineral dalam magma, terdapat material dengan sifat yang berbeda,


yaitu Volatil (bersifatmenguap), contohnya Karbondioksida, air, dan
fraksigas, seperti CH4, HCl, H2S, SO2, NH3 yang menyebabkan magma
dapat bergerak. Dan Non-Volatil yang merupakan material padat bersifat
basa yang dijumpai pada batuan beku. Deret Bowen menyimpan dua poin
penting, yaitu tentang temperature terbentuknya mineral, dan tentang sifat
mineral yang terbentuk. Ketika magma bergerak menuju permukaan bumi,
maka temperaturnya berangsur turun dan mulai membentuk mineral.
Mineral yang pertama kali terbentuk merupakan mineral–mineral yang
bersifat basa, yang tersusun dari unsur-unsur magnesium ,ferrum, dan
kalsium, contohnya Olivin dan Piroksen, lalu selanjutnya terbentuk mineral-
mineral bersifat intermediet seperti hornblend dan biotit,dan yang terakhir
adalah mineral-mineral bersifat asam yang mengandung banyak silika dan
aluminium, seperti muskovit dan kuarsa.Deret Bowen juga memberikan
informasi soal kandungan asam-basa batuan berdasarkan kandungan silika-
nya (Howie dan Deer, 1992).
Reaksi Bown merupakan suatu bagan yang menunjukkan susunan
mineral-mineral pembentuk batuan. Pembagian tersebut membagi 2 (dua)
jenis yaitu mineral mafik dan mineral felsik. Mineral mafik itu mineral yang
berwarna gelap, sedangkan mineral felsik berwarna terang.
Discontinuous Series : Mineral yang terbentuk secara tidak menerus
dan didominasi oleh mineral mafik (warna gelap).
Continuous Series : mineral yang terbentuk secara menerus dan
didominasi oleh mineral felsik (warna terang).
1.2 Mineral Pirit
Bentuk mineral ini berbentuk kristal kubik, pyritohedral, atau oktahedral,
kembar biasa. Wajah kristal sering lurik. Pirit bisa besar, granular, reniform,
stalaktit, botryoidal, dan nodular. Memiliki kilau metalik. Mineral pirit
termasuk dalam mineral sulfida. Mineral sulfida sendiri terbentuk dari
kombinasi antara unsur tertentu dengan sulfur. Pembentukan mineral kelas ini
pada umumnya terbentuk disekitar wilayah gunung api yang memiliki
kandungan sulfur yang tinggi (Pellant, 1992).

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 10

Mineral – mineral urat primer adalah mineral yang terbentuk pertama


hasildari larutan magma yang membeku, sedangkan mineral sekunder berasal
dari ubahanmineral primer karena pengaruh dari larutan atau air yang
mengandung O2. Mineral-mineral primer yang penting ialah Pyrite,
Chalchopyrite, Sfalerite dan Galena (Danisworo, 2015).
1.3 Mineral Piroksen
Piroksen merupakan kumpulan mineral-mineral yang komposisi
kimianya hampir sama dengan amfibole, yaitu senyawa silikat dari Al, Fe, Mg,
dan Ca. Kristal dari mineral ini berbentuk prismatik pendek. Pada sayatan pipih
kedua mineral tersebut, yaitu mineral hornblende dan piroksen, mempunyai
warna yang sama, yakni kuning keemasan atau hijau menyala, namun
dibedakan berdasarkan atas sudut belahannya (Sukandarrumidi, 2014).
Pada pembentukan mineral piroksen, terjadi proses pendinginan dan
penghabluran lelehan silikat. Mineral mineral yang mempunyai berat-jenis
tinggi karena kandungan Fe dan Mg seperti olivine, piroksen, akan menghablur
paling awal dalam ke adaan suhu tinggi. Akibatnya oada suatu keadaan tertentu
kita akan mendapatkan suatu bentuk dimana hablur hablur padat dikelilingi
lelehan (Noor,2009).
1.4 Mineral Hornblende
Amphibol adalah kelompok mineral silikat yang berbentuk prismatik
atau kristal. Mineral amphibole umumnya mengandung besi (Fe), magnesium
(Mg), kalsium (Ca), dan alumunium (Al), silika (Si), dan oksigen
(O).Hornblende tampak pada foto yang berwarna hijau tua kehitaman.Mineral
ini banyak dijumpai pada berbagai jenis batuan beku dan batuan metamorf
(Noor, 2009) selanjutnya karena horblende terbentuk secara padat kompleks
dengan beberapa mineral amphibol lainnya bertempat untuk spesies lainnya.
Penyebab warna hitam gelap yaitu karnya unsur pembentuknya adalah terdapat
nya unsur besi dan magnesium (Prinz dkk, 1978).
Dalam pembentukannya mineral hornblende terbentuk akibat adanya
proses diferensiasi magma yaitu proses penurunan temperatur magma yang
terjadi secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya mineral mineral
seperti yang ada di deret bowen, termasuk mineral hornblende (Noor, 2009).

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 11

1.5 Mineral Kalsit


Mineral Kalsit merupakan mineral kalsium karbonat yang murni. Jenis
mineral ini terjadi karena penghambluran kembali larutan batu gamping
akibat pegaruh air tanah atau air hujan dengan rumus kimia CaCO3 dan
kekerasan Mohs berderajat 3 dengan berat jenis 2,71,sistem kristal
heksagonal, mempunyai warna bervariasi, yang murni tidak berwarna yang
terkadang disebabkan oleh kontaminasi mineral lain misalnya oksida besi,
mangan, dan lain-lain (Sukandarrumini, 2009).
1.6 Mineral Kuarsa
Kuarsa merupakan mineral yang terbentuk pada suhu dibawah 600oC dan
mineral yang terbentuk terakhir pada reaksi Bowen. Pembentukan mineral
kuarsa terjadi oleh adanya pembekuan magma yang besifat asam. Kuarsa dapat
ditemukan pada batuan beku asam seperti granit dan rolit. Pada batuan sedimen
klastik sebagai detrital material, pada batuan metamorf yaitu phyllite, kuarsit,
granuli, dan eklogit (Simon, 1983).

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 12

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mineral Pirit

Gambar 1.2 Mineral Pirit


(Koleksi Pribadi)
Mineral yang diamati di laboratorium memiliki ukuran panjang 15 cm,
lebar 9 cm, dan tinggi 9,5 cm. Berwarna kuning Loyang, hampir mirip dengan
mineral emas. Terdapat mineral lain yang juga menempel bersamaan mineral ini
pada batuan.Mineral ini mempunyai warna kilap logam saat disoroti
menggunakan senter.Berdasarkan hasil pengamatan, perawakan kristalnya
adalah membutir.Ketika ditetesi dengan larutan HCl, mineral ini tidak
berbuih.Maka berdasarkan sifat fisik yang ada, mineral ini bernama pirit dan
digolongkan ke dalam mineral sekunder, karena tidak termasuk dalam reaksi
bown.Karena berdasarkan penyusunnya, mineral pirit adalah bentuk turunan dari
mineral primer.Fe didapat dari reaksi bown, sedangkan S didapat dari
lingkungan tempat terbentuknya.
Bentuk mineral ini adalah kristal kubik, pyritohedral, atau oktahedral,
kembar biasa. Pirit bisa besar, granular, reniform, stalaktit, botryoidal, dan
nodular. Memiliki kilau metalik. Formasi pirit adalah mineral aksesori umum
pada batuan beku, sedimen, dan metamorf melepaskan percikan api jika dipukul
dengan benda logam keras.
Pirit saat ditetesi dengan larutan HCl0.1 N tidak beraksi karena pirit tidak
mengandung senyawa karbonat CaCO3 di dalamnya. Pirit memiliki rumus kimia
FeS2. Terbentuk dari kombinasi sulfur dengan unsur lainnya di alam. Mineral
pirit dapat terbentuk di wilayah-wilayah yang terdapat banyak unsur S,
Nama : Aliendina Jwalita
NIM : 114170024
12
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 13

contohnya pada wilayah gunung berapi dan dapat pula ditemukan di sekitar
wilayah penambangan batubara. Namun, mineral pirit yang paling bagus
pembentukannya adalah yang ada di sekitar gunung api, karena kandungan S
lebih tinggi daripada tempat lainnya. Proses mineralisasinya terjadi pada tempat-
tempat keluarnya sumber sulfur. Pirit terbentuk pada suhu antara 600-700ºC,
unsur utama yang bercampur dengan sulfur berasal dari magma yang kemudian
terkontaminasi oleh sulfur yang ada di sekitarnya (khusus pembentukan pada
lingkungan gunung berapi). Pada umumnya unsur yang terkandung dalam
mineral pirit adalah logam, karena banyak kandungan Fe dan S.
Pada umumnya mineral pirit berada di batuan plutonik, volkanik, sedimen,
dan metamorf. Jika tidak teliti maka akan sulit membedakan antara pirit dengan
emas karena warna keduanya hampir sama, sehingga sering disebut “emas
palsu”. Cara membedakannya yaitu dengan goresan. Pirit jika digoreskan maka
akan timbul warna hitam, sedangkan emas murni tidak menghasilkan warna
karena emas mengandung unsur Aurum (Au). Emas mudah untuk ditempa dan
tidak hancur ketika dipukul, sedangkan pirit akan hancur bila dipukul.
Bentuk perawakan yang membutir akibat kristal dari mineral itu sendiri
yang cenderung membentuk sistem Kristal membutir. Mineral pirit memiliki
kilap logam karena banyak mengandung unsur Fe. Pirit banyak digunakan
sebagai sumber dari asam sulfat untuk keperluan industri asam belerang,
meskipun ada beberapa asam sulfat yang didapat dari hydrogen-gas sulfida yang
diambil dari udara. Pirit (FeS2) atau mineral sulfida merupakan kandungan
oksidasi batuan yang menghasilkan air asam tambang (AAT). Permasalahan
AAT biasanya terletak pada penambangan batubara dan bijih karena banyak
mineral sulfida (pirit) yang terkandung di dalamnya.
Penyebab Terjadinya Air Asam Tambang (AAT) yaitu bila teroksidasinya
mineral-mineral sulfida yang terdapat pada batuan hasil galian dengan air (H2O)
dan oksigen (O2). Oksidasi logam sulfida dalam membentuk asam terjadi dalam
beberapa persamaan reaksi sebagai berikut :
1. FeS2 + 7/2O2 + H2O Fe+2 + 2SO4-2 + 2H+
2. Fe+2 + ¼O2 + H + Fe+3 + ½H2O
3. Fe+3 + 3H2O Fe(OH)3 + 3H+

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 14

4. FeS2 + 14Fe+3 + 8H2O 15Fe+2 + 2SO4-2 + 16H+


AAT dapat dikendalikan dengan mengisolasi mineral sulfida dengan
memisahkan material yang mengandung mineral sulfida dari air dan udara
sehingga akan mencegah adanya oksidasi, selain itu dapat melapisinya dengan
tanah liat. Mineral pirit dapat digunakan untuk memulihkan besi, emas, dan
tembaga. Pirit banyak terdapat di Daerah Istimewa Aceh, Kabupaten Aceh
Tenggara, dan Formasi Andesit Tua, kompleks Gunung Klitiran,
Cokrokembang, Tanjung lor dan Bogoharjo, Kecamatan Ngadirejo Kabupaten
Pacitan.
2.2 Mineral Piroksen

Gambar 1.3 Mineral Piroksen


(Koleksi Pribadi)
Mineral yang diamati di laboratorium memiliki panjang 1cm, lebar 0,4cm,
dan tinggi 0,6cm. Berwarna hitam kecoklatan serta memiliki pengotor. Ketika
disorot senter, mineral ini memiliki kilap non-logam yaitu kilap kaca.
Berdasarkan pengamatan perawakan Kristal dari mineral ini termasuk kategori
prismatik. Ketika ditetesi dengan larutan HCl mineral ini tidak mengeluarkan
buih. Dari sifat fisik yang ada dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut
merupakan piroksen.Dan termasuk dalam jenis mineral primer, karena terdapat
dalam deret reaksi bown.
Proses pembentukan piroksen yaitu melalui pembekuan magma yang
bersifat basa pada suhu tinggi ±1200ºC dan mengalami pembekuan yang lambat.
Piroksen terbentuk pada batuan beku terutama yang kaya akan kalsium, besi, dan
magnesium. Lingkungan terbentuknya yaitu pada lingkungan magmatic dengan
tekanan dan temperature tinggi.Piroksen tergolong sebagai mineral mafic atau
mineral yang mengandung sedikit silica sehingga warnanya gelap. Proses
Nama : Aliendina Jwalita
NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 15

pembentukan piroksen berdasarkan reaksi bowen, termasuk dalam proses


diskontinu.
Menurut teori, mineral piroksen biasanya memiliki warna yang bervariasi
yaitu hitam, cokelat, dan abu-abu, hal ini dipengaruhi oleh zat-zat pengotor
lainnya.Sedangkan mineral yang diamati memiliki warna hitam, ketika disorot
cahaya mineral ini banyak memantulkan cahaya dan termasuk dalam kilap kaca.
Piroksen terbentuk pada suhu yang tinggi yaitu sekitar 1000-1200ºc.Warna
piroksen adalah hitam disebabkan oleh tingginya suhu dan tekanan ketika
mineral ini terbentuk.Sedangkan perawakan kristalnya yang meniang disebabkan
oleh ikatan antar unsur yang masing-masing membentuk sistem kristal. Sistem
kristal ini memiliki kecenderungan untuk membentuk perawakan meniang. Kilap
kaca dari piroksen terbentuk karena lambatnya proses pendinginan pada suhu
yang tinggi yang dialami piroksen serta kandungan mineralnya yang banyak
mengandung magnesium, besi, dan titanium silikat. Mineral ini tidak memiliki
senyawa karbonat sehingga tidak dapat bereaksi dengan HCl dan tidak berbuih
saat ditetesi larutan HCl.
Piroksen banyak terkandung pada pasir besi.Piroksen dimanfaatkan dalam
industri logam, penelitian para ahli tentang struktur batuan pada bumi, dan
dipakai dalam industri semen. Pasir besi di Indonesia banyak ditemukan di
wilayah pantai selatan Jawa seperti Cilacap, Karangnunggal, dan pesisir
Yogyakarta.
2.3Mineral Hornblende

Gambar 1.4 Mineral Hornblende


(Koleksi Pribadi)
Menurut reaksi Bowen series mineral amphibole termasuk pada
discontinuous series oleh karena itu termasuk jenis mineral primer. Mineral
Nama : Aliendina Jwalita
NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 16

amphibole atau hornblende merupakan mineral silikat dan terbentuk pada suhu
sekitar 900oC baik dalam andesit maupun diorite. Pada umumnya mineral
hornblende mengandung unsur Fe, Mg, Ca, Al, Si, dan O.
Berdasarkan hasil pengamatan mineral di laboratorium mineral berwarna
hitam, sehingga termasuk ke dalam golongan mineral mafik. Kilap yang dimiliki
adalah kilap arang yang termasuk dalam kilap non logam. Perawakan pada
mineral hornblende adalah meniang atau prismatik. Di dalam mineral
hornblende terdapat zat pengotor. Jika ditetesi dengan larutan HCl tidak bereaksi
atau berbuih.Mineral ini termasuk jenis mineral primer. Mineral ini memiliki
panjang 1,1 cm, lebar 1 cm, dan tinggi 0,5 cm.
Hornblende merupakan bagian dari mineral ampibol bewarna hitam yang
mengalami proses pembentukan dalam suhu yang yang sedang atau intermediet
dan berjenis mineral primer. Hornblende memiliki perawakan kristal yang
prismatik yang disebabkan oleh suhu, temperatur, dan dari bentuk kristal yang
cenderung membentuk sistem kristal meniang. Kilap hornblende adalah kilap
arang yang disebabkan adanya proses pengkristalan yang berlangsung lama.
Warna pada mineral hornblende dipengaruhi oleh banyaknya unsur Fe dan Mg
yang ada di dalamnya.
Mineral Hornblende dalam kehidupan dapat digunakan sebagai bahan
rekontruksi seperti bahan bangunan rumah, hotel, dan jalan. Selain itu dapat pula
digunakan sebagai bahan baku lantai, wastafel, dan meja. Hornblende banyak
ditemukan di daerah sekitar gunung berapi yang menghasilkan batuan andesit.

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 17

2.4Mineral Kalsit

Gambar 1.5 Mineral Kalsit


(Koleksi Pribadi)
Mineral yang diamati di laboratorium tidak memiliki warna atau bening
dan memiliki panjang 4,3 cm, lebar 1,3 cm, dan tinggi 1,1 cm. Mineral ini
setelah disorot dengan senter, menghasilkan kilap kaca. Berperawakan Kristal
meniang, prismatic.Terdapat zat pengotor warna oranye kecoklatan, dan saat
ditetesi larutan HCl, bereaksi dengan menghasilkan buih.Nama mineral ini
adalah kalsit, dan termasuk jenis mineral sekunder.
Mineral kalsit merupakan mineral non silikat yang tergolong dalam
mineral karbonat dan memiliki komposisi kimia CaCO3. Mineral kalsit terbentuk
dalam lautan. Hal ini disebabkan karena banyak organisme bercangkang di laut,
sedangkan cangkang sendiri banyak mengandung unsur Ca yang dapat dipakai
untuk membentuk mineral kalsit. Ketika organisme skeletal tersebut mati maka
akan terjadi proses presipitasi atau pengendapan kalsit di laut.
Mineral kalsit termasuk mineral sekunder karena mineral ubahan dari
plagioklas sebagai mineral utama yang terjadi akibat adanya proses pelapukan,
reaksi dari hidrotermal, ataupun proses metamorfisme terhadap mineral-mineral
yang utama. Mineral kalsit tidak memiliki warna karena proses
pembentukkannya terjadi pada suhu rendah sehingga mineral ini bersifat asam
(felsik). Kilap kalsit adalah kilap kaca karena adanya kandungan silika
mengakibatkan mineral tersebut memantulkan cahaya saat disorot lampu.
Perawakannya prismatik disebabkan oleh suhu, temperatur, dan keadaan dari
mineral itu sendiri. Mineral kalsit ditetesi larutan HCl 0.1 N akan membuih oleh
karena itu mineral kalsit disebut juga mineral karbonat.

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 18

Reaksi antara kalsit dengan HCl adalah sebagai berikut:


CaCO3(s) + 2 HCl(aq) --> CaCl2(aq) + CO2(g) + H2O(l)
Unsur karbon akan berikatan dengan oksigen membentuk CO2yang
berbentuk gas, sesuai sifat gas yang ringan CO2 ini menghasilkan buih.
Dalam kehidupan ini mineral kalsit digunakan pada industri kaca, industri
baja, dan produksi kapur. Pada bidang lingkungan, kalsit yang berupa batuan
kapur dapat digunakan untuk menetralkan tanah yang asam. Persebaran kalsit di
Indonesia yaitu di daerah D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
dan Sulawesi Selatan.
2.5Mineral Kuarsa

Gambar 1.6 Mineral Kuarsa


(Koleksi Pribadi)
Mineral ini berwarna putih susu, mempunyai panjang 4 cm, lebar 3,5 cm,
dan tinggi 3 cm. Saat disoroti cahaya, mineral ini mempunyai kilap non-logam,
yaitu kilap lemak. Perawakan kristalnya adalah membutir.Terdapat pengotor
berwarna kecoklatan.Ketika ditetesi larutan HCl tidak menghasilkan buih.Nama
mineral ini adalah kuarsa, termasuk jenis mineral primer.
Kuarsa merupakan mineral yang terbentuk pada suhu dibawah 600oC dan
mineral yang terbentuk terakhir pada reaksi Bowen. Pembentukan mineral
kuarsa terjadi oleh adanya pembekuan magma yang bersifat asam. Kuarsa dapat
ditemukan pada batuan beku asam seperti granit dan rolit.
Mineral kuarsa merupakan mineral yang paling stabil di dalam reaksi
Bowen karena pembentukannya paling akhir setelah muskovit. Mineral kuarsa
merupakan gabungan dari discotinuous series dan continuous series pada suhu
yang rendah. Kuarsa banyak ditemukan di permukaan bumi, kandungan magma

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 19

yang banyak oksigen dan silika. Kuarsa termasuk dalam kelompok primer
karena terdapat dalam reaksi Bowen.
Berdasarkan reaksi Bowen kuarsa termasuk dalam jenis felsik (asam) dan
berwarna putih. Adanya silika dan natrium membuat kuarsa berwarna putih.
Adanya zat pengotor berwarna coklat di mineral kuarsa tidak merubah warna
utama atau warna keseluruhannya. Mineral kuarsa memiliki kilap kaca karena
kandungan silika yang ada di dalamnya dan proses pembentukannya yang
melibatkan oksidasi. Perawakan kuarsa yang membutir disebabkan oleh proses
pendinginannya yang cepat dan spontan. Mineral kuarsa tidak berbuih saat di
tetesi larutan HCl karena tidak mengandung CaCO3 dan tidak terbentuk di laut.
Dalam kehidupan mineral kuarsa digunakan padalensa optik, komponen
listrik, untuk perhiasan, dan dapat juga sebagai batu bangunan untuk bahan
keramik, serta digunakan untuk perlengkapan di radio. Kuarsa terdapat banyak
di permukaan bumi untuk itu ada di beberapa daerah, yaitu Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di laboratorium pada beberapa


sampel mineral dapat di tarik kesimpulan
3.1 Pirit
Berwarna kuning loyang, merupakan jenis mineral sekunder,
mempunyai kilap logam, perawakan kristalnya membutir, menempel
pada batuan , tidak berbuih ketika ditetesi larutan HCl, terdapat mineral
lain yang menempel.
3. l Piroksen
Berwarna hitam kecoklatan, merupakan jenis mineral primer,
mempunyai kilap non-logam (kilap kaca), perawakan kristalnya
membutir / tabular, tidak berbuih ketika ditetesi larutan HCl, terdapat
pengotor, merupakan anggota grup mineral amphibole.
3.3 Hornblende
Berwarna hitam, merupakan jenis mineral primer, mempunyai kilap
non-logam (kilap arang), perawakan kristalnya meniang / prismatik
panjang, tidak berbuih ketika ditetesi larutan HCl, terdapat pengotor
berwarna putih, merupakan anggota grup mineral amphibole.
3.4 Kalsit
Tidak berwarna / bening, merupakan jenis mineral sekunder,
mempunyai kilap non-logam (kilap kaca), perawakan kristalnya meniang
atau prismatik, berbuih ketika ditetesi larutan HCl, terdapat pengotor
berwarna oranye kecoklatan.
3.5 Kuarsa
Berwarna putih susu, merupakan jenis mineral primer, mempunyai
kilap non-logam (kilap lemak), perawakan kristalnya membutir, tidak
berbuih ketika ditetesi larutan HCl, terdapat pengotor berwarna coklat.

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2 20
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 2

DAFTAR PUSTAKA

Deer,W.A. & Howie,R.A. & Zussman,J.1992.An Introduction to the Rock


Forming Minerals ,2nd Edition.Longmann Scientific anf Technical :
London

Hamblin, W. Keneth. 2009. Earth Dynamic System 10thEdition. United State


of America: Prentince Hall

Mawardi. 2008. Modul Deskripsi Mineralogi. Yogyakarta : SMK Negeri 2


Depok Sleman

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor : Program Studi Teknik


Geologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan

Pellant, Christ. 1992. Rocks And Minerals. London : Dorling Kindersley


Limited

Suharwanto. 2017. Penuntun Praktikum Mineralogi Petrologi. Yogyakarta:


Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta

Sukandarurumidi. 2009. Bahan Galian Industri. Yogyakarta Gadjah Mada


University Press.

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018 3

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Nama : Aliendina Jwalita


NIM : 114170024
Plug : 2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

NIM : 114170024
Plug :2

Anda mungkin juga menyukai