Anda di halaman 1dari 11

CASE REPORT

PITRIASIS VERSIKOLOR

Disusun Oleh:

Anggit Stephani

1765050014

Dosen Pembimbing:

Dr.dr. Ago Harlim, MARS,Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


PERIODE 30 SEPTEMBER 2019 – 2 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Pitriasis versicolor adalah infeksi kulit superficial kronik, disebabkan oleh ragi genus
Malassezia. Organisme dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada daerah kulit yang
menunjukkan penyakit kulit.

Lesi PV terutama terdapat pada badan bagian atas, leher, perut, dan ekstremitas sisi
proksimal. Kadang ditemukan pada wajah dan 15 skalp, dapat juga ditemukan pada aksila,
lipat paha, genitalia. Lesi berupa makula berbatas tegas, dapat hipopigmentasi,
hiperpigmentasi, dan kadang eritematosa, terdiri dari atas berbagai ukuran dan berskuama
halus (pytiriasiformim). Umumnya tidak disertai gejala subjektif, hanya berupa keluhan
kosmetis, meskipun kadang ada pruritus ringan.

Pitriasis versikolor dapat terjadi pada orang dari semua latar belakang etnis, dan
kondisi ini lebih umum pada remaja dan dewasa muda. Orang yang tinggal di daerah yang
lembab dan memiliki tingkat sanitasi yang rendah juga rentan terkena Pitriasis versikolor.

Prevalensi PV di daerah tropis mencapai 60%, sedangkan di daerah subtropis atau


daerah dengan empat musim, prevalensi cenderung lebih rendah. Pitriasis versicolor
merupakan salah satu penyakit kulit terbanyak yang disebabkan oleh jamur.
BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.M
b. Usia : 36 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pendidikan terakhir : S1
e. Pekerjaan : Guru
f. Alamat : Ciracas
g. Tanggal pemeriksaan : 3/10/19
h. Status : Menikah

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama : Bercak merah kehitaman pada selangkangan dan perut


b. Keluhan Tambahan : Gatal disertai rasa perih

3. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke poli Penyakit Kulit dan Kelamin dengan keluhan mucul bercak
merah kehitaman pada selangkangan dan perut sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengeluh adanya gatal-gatal. Lalu karena gatal tersebut pasien sering menggaruk-
garuk pada daerah selangkangan dan perut. Sehingga muncul bercak yang semakin hari
semakin meluas. Gatal dirasakan memberat saat malam hari dan saat pasien berkeringat.
Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter dan diberikan obat dan salep,
namun bercak tidak kunjung menghilang dan masih terasa gatal.
Pasien mengaku sering mengunakan pakaian ketat dan berlapis-lapis, selain itu
pasien juga sering berkeringat dan tidak sempat mengganti pakaian dalam saat lembab.
Pasien biasa mandi 2x sehari (pagi dan malam hari) menggunakan sabun batang
antiseptik yang digunakan bersamaan dengan keluarga pasien. Kebiasaan menggunakan
handuk bersamaan disangkal. Pasien tidak memiliki hewan peliharaan dan tidak pernah
kontak dengan hewan, pasien juga tidak pernah berkebun/bercocok tanam.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat adanya
penyakit Diabetes, hipertensi, alergi dan riwayat konsumsi obat lama disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Suami pasien memiliki keluhan yang sama, gatal dan disertai bercak pada sekitar
perut. Pasien sering membantu membersihkan dan mengolesi obat pada bercak di tubuh
suaminya. Riwayat diabetes, hipertensi, alergi dan asma disangkal.

6. Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS

a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan


b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tekanan darah : 120/80 mmHg
d. Frekuensi nadi : 88 kali/menit
e. Frekuensi napas : 18 kali/menit
f. Suhu : 36,6oC
g. Kepala : Normocephali
h. Mata : CA -/-, SI -/-, lagoftalmus (-)
i. Leher : KGB tidak teraba teraba membesar
j. Thorak :
 Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bising nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari di Linea Mid-clavicularis Sinistra ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung dalam batas normal,tidak terdapat bunyi
jantung tambahan
k. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : BU (+) 4x/menit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
l. Ekstremitas
Reflex fisiologis : +/+
Reflex patologis : -/-
Oedem tungkai : -/-
Akral hangat : +/+
Sianosis : -/-
Integumen : kulit sawo matang, urtikaria (-)

7. Diagnosis kerja : Pitriasis versikolor

8. Diagnosa Banding : Tinea cruris et corporis, Morbus Hanse tipe BL

9. Tatalaksana
Obat topikal :
- Selenium sulfide shampoo 1,8%, dioleskan tiap hari selama 15-30 menit kemudian
dibilas
Obat per-oral
- Ketokonazol tab 200mg/hari selama 5-10hari
- Cetirizine 10mg tab 1x1/hari

10. Prognosis
 Quo ad vitam : Ad bonam
 Quo ad Functionam : Ad bonam
 Quo ad sanationam : Ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSAKA

3.1 Anatomi Kuit Manusia

Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya yaitu 15% dari
berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu,
epidermis, dermis dan subkutan atau subkutis.

1. Epidermis Terbagi atas beberapa lapisan yaitu :


a. Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena selselnya terletak
dibagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel di atasnya dan merupakan
sel-sel induk.
b. Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri
dari 5-8 lapisan.
c. Stratum granulosum
d. Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel tersebut hanya terdapat
2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Stratum lusidum Langsung dibawah
lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma.
e. Stratum korneum Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak mempunyai
inti sel dan mengandung zat keratin.
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh
membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak
jelas hanya yang bisa dilihat sebagai tanda yaitu mulai terdapat sel lemak pada bagian
tersebut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar)
dan bagian bawah pars retikularis (stratum retikularis).
3. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut
jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan inti yang terdesak
kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak disebut penikulus adiposus
yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat. Fungsi penikulus adiposus adalah sebagai
shock braker atau pegas bila terdapat tekanan trauma mekanis pada kulit, isolator panas
atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan
tubuh.
Dibawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot. Vaskularisasi kulit
diatur oleh dua pleksus, yaitu pleksus yang terletak dibagian atas dermis (pleksus
superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang terdapat pada
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, sedangkan pleksus yang di
subkutis dan di pars retikular juga mengadakan anastomosis, dibagian ini pembuluh darah
berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah
bening
4. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.Kelenjar kulit terdapat
di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit.Terdapat 2 macam
kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang berukuran kecil, terletak dangkal pada bagian
dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih
dalam dan sekretnya lebih kental

PITRIASIS VERSIKOLOR

3.2.Definisi
Pitriasis versicolor adalah infeksi kulit superficial kronik, disebabkan oleh ragi genus
Malassezia. Umumnya tidak Memberikan gejala subyektif, ditandai oleh area
depigmentasi atau diskolorasi berskuama halus, tersebar diskret/berkonfluens dan
terutama terdapat pada badan bagian atas. 1

3.3.Epidemiologi
Pitriasis versicolor merupakan penyakit universal, terutama ditemukan di daerah
tropis. Tidak terdapat perbedaan berdasarkan jenis kelamin, tetapi terdapat kerentanan
berdasarkan usia, yakni lebih banyak pada pada usia remaja dan dewasa muda. Jarang
pada anak dan orangtua. Di Indonesia, Pitriasis versicolor merupakan salah satu penyakit
kulit terbanyak yang disebabkan oleh jamur.

3.4. Etiologi
Pitriasis versikolor disebabkan oleh organisme dimorfik, lipofilik pada genus
Malassezia, yang sebelumnya dikenal sebagai Pityrosporum. Empat belas spesies diakui
dalam klasifikasi ragi ini, di antaranya Malassezia globosa, Malassezia sympodialis, dan
Malassezia furfur adalah spesies dominan yang diisolasi dalam Pitriasis versicolor.
Organisme bersifat lipofilik, dan lipid sangat penting untuk pertumbuhan in vitro dan in
vivo.
Organisme dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada daerah kulit yang
menunjukkan penyakit kulit. Pada pasien dengan penyakit klinis, organisme ini
ditemukan dalam tahap ragi (spora) dan bentuk filamen (hifa). Faktor-faktor yang
menyebabkan konversi ragi saprofit menjadi parasit, bentuk morfologis miselium
termasuk kecenderungan genetik; lingkungan yang hangat dan lembab; imunosupresi;
kekurangan gizi; kehamilan; dan penyakit Cushing.

3.5. Patogenesis
Pitiriasis versikolor timbul bila Malassezia furfur berubah menjadi bentuk miselium,
karena faktor predisposisi baik eksogen maupun endogen. Faktor eksogen meliputi panas,
kelembaban, penutupun kulit oleh kosmetik atau pakaian, dimana terjadi peningkatan
CO2, mikoflora, dan pH. Sedangkan, faktor endogen berupa malnutrisi, terapi
imunosupresan, hiperhidrosis.19 Beberapa mekanisme dianggap merupakan penyebab
perubahan warna pada lesi kulit, yakni Malassezia furfur memproduksi asam
dikarboksilat (a.l. asam azeleat) yang mengganggu pembentukan pigmen melanin, dan
memproduksi metabolit (pityriacitrin) yang mempunyai kemampuan absorbsi sinar
ultraviolet. Sehingga menyebabkan lesi hiperpigmentasi, satu studi menunjukkan pada
pemeriksaan mikroskop elektron didapati ukuran melanosom yang lebih besar dari
normal. Lapisan keratin yang lebih tebal juga dijumpai pada lesi hiperpigmentasi

3.6.Gambaran Klinis
Lesi PV terutama terdapat pada badan bagian atas, leher, perut, dan ekstremitas sisi
proksimal. Kadang ditemukan pada wajah dan 15 skalp, dapat juga ditemukan pada
aksila, lipat paha, genitalia. Lesi berupa makula berbatas tegas, dapat hipopigmentasi,
hiperpigmentasi, dan kadang eritematosa, terdiri dari atas berbagai ukuran dan berskuama
halus (pytiriasiformim). Umumnya tidak disertai gejala subjektif, hanya berupa keluhan
kosmetis, meskipun kadang ada pruritus ringan

3.7.Pemeriksaan Penunjang
a. Lampu wood
Lampu wood merupakan sumber sinar ultraviolet yang difilter dengan nikel oksida.
Penggunaan lampu Wood dapat membantu mendiagnosis awal mengenai keterlibatan
jamur Malassezia sp. dan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi.
Penyinaran dengan lampu Wood dilakukan dengan jarak penyinaran 10 -15 cm dari
permukaan kulit. Dari penyinaran akan memperlihatkan floresensi kekuningan akibat
metabolit asam dikarboksilat.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan kerokan mengunakan skalpel tumpul atau
menggunakan selotip yang dilekatkan pada lesi. Sedikit kerokan pada epidermis akan
mengangkat skuama dari kulit yang dicurigai. Kemudian sampel ditambahkan KOH
10%. Hasil pemeriksaan dikatakan positif jika terlihat kelompok sel ragi bulat
berdinding tebal dengan 18 miselium terputus – putus (pendek - pendek) yang akan
lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta parker blue black atau biru
laktofenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering disbut sebagai spaghetti
meatballs/ bananas and grapes.”

3.8.Diagnosis
Untuk penegakan dugaan diagnosa PV jika ditemukangambaran klinis adanya lesi di
daerah predileksi berupa makula berbatas tegasberwarna putih, kemerahan, sampai
dengan hitam, yang berskuama halus,pemeriksaan dengan lampu Wood untuk melihat
fluoresensi kuning keemasanakan membantu diagnosis klinis. Konfirmasi diagnosis
dengan didapatkannyahasil positif pada pemeriksaan mikologis kerokan kulit.

3.9.Diagnosis Banding
Beberapa kelainan dengan klinis yang mirip dan perlu dibedakan dari PV, antara lain
adalah pitriasis alba, eritrasma, vitiligo, dermatitis seboroik, pitriasis rosea, morbus
Hansen tipe Tuberkuloid, dan tinea.
3.10. Tatalaksana

Mengidentifikasi faktor predisposisi dan menyingkirkan yang dapat dihindari


merupakan hal yang paling penting dalam tatalaksana PV selain terapi. Terapi dapat
menggunakan terapi topical atau sistemik, dengan beberapa pertimbangan antara lain
luas lesi, biaya, kepatuhan, kontraindikasi dan efek samping.
Sebagai obat topical dapat digunakan antara lain Selenium sulfide bentuk
shampoo 1,8% atau bentuk lotio 2,5% yang dioleskan tiap hari selama 15-30 menitdan
kemudian dibilas. Aplikasi yang dibiarkan sepanjang malam dengan frekuensi 2 kali
seminggu juga dapat digunakan, dengan perhatian akan kemungkinan reaksi iritasi.
Pengolesan dianjurkan seluruh badan selain kepala dan genitalia. Ketokonazole 2%
bentuk shampoo juga dapat digunakan serupa dengan shampoo selenium sulfide.
Alternatif lain adalah solution natrium hiposulfit 20%, solusio propilen glikol 50%.
Untuk lesi terbatas, berbagai krim derivate azol misalnya mikonazol, klotrimazol,
isokonazol, ekonazol dapat digunakan , demikian pula dengan krim tolsiklat , tolnafat,
siklospiroksolamin dan haloprogin. Obat topical sebaiknya diteruskan 2 minggu setelah
hasil pemeriksaan dengan lampuwood dan pemeriksaan mikologis langsung kerokan
kulit negative.
Obat sistemik dipertimbangkan pada lesi luas, kekambuhan, dan gagal dengan
terapi topical. Antara lain dengan ketokonazol 200mg/hari selama 5-7 hari
Pengobatan rumatan dipertimbangkan untuk menghindari kekamhan pada
pasien yang sulit menghindari faktor predisposisi antara lain dengan shampoo selenium
sulfide secara periodis atau dengan obat sistemikketokonazol 400mg/sekali setiap bulan
atau 200mg sehari selama 3 hri tiap bulan.

3.11. Prognosis
Prognosis baik jika pengobatan dilakukan secara tekun dan konsisten, serta
faktor predisposisi dapat dihindari. Lesi hipopigmentasi dapat bertahan sampai
beberapa bulan setelah jamur negative, hal ini perlu dijelaskan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai