Dengan hormat,
Presentasi kasus pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 7
Desember 2019 – 22 Februari 2020 dengan judul “Meningitis TB” yang disusun oleh :
NIM : 1765050014
Pembimbing,
1
BAB 1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Identitas Pasien
- MR No. : 18201096
- Nama : An.MNS
- Umur : 10 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Agama : Islam
- Suku bangsa :Sunda
- Alamat : Cibitung, Kabupaten Bekasi
IBU
- Nama : Ny. S
- Umur : 45 tahun
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Pendidikan : SD
- Agama : Islam
- Suku : Sunda
- Alamat : Idem
- Penghasilan/bln : -
AYAH
- Nama : Tn. R
- Umur : 48 tahun
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Pendidikan : SMP
- Agama : Islam
- Suku : Betawi
- Alamat : idem
- Penghasilan/bln: Rp.1.500.000,
2
II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis pada hari Selasa, 20 Januari 2020
Keluhan Utama : sesak
Keluhan Tambahan : batuk, mata merah, lemas, berat badan turun
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Anak RS Kota Bekasi dengan keluhan sesak sejak 1 tahun yang lalu,
hilang timbul dan memberat sejak 3 hari terakhir. Sesak dirasakan hampir sepanjang hari disertai
batuk berdahak berwarna putih kekuningan tanpa disertai darah. Ibu pasien juga mengatakan
anaknya sering berkeringat dingin terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga mengeluh
anaknya tampak semakin kurus akibat penurunan nafsu makan yang dialami.
1 tahun terakhir pasien sudah tidak bisa berdiri karena kaki terasa nyeri dan lemas. Sehingga
pasien hanya bisa duduk dan berbaring. Mata pasien juga memerah tidak berkurang dengan obat
tetes mata. Pasien juga sering mengeluh pusing, tidak nafsu makan hingga berat badan yang
semakin menurun.
Keluhan yang sama dialami oleh pasien sekitar 5 tahun yang lalu, pasien pernah
menjalani pengobatan flek paru. Namun tidak sampai tuntas karena terkendala biaya. Kemudian
setelah 2 tahun kemudia pasien kembali menjalani pengobatan paru, namun kembali berhenti
karena alasan yang sama.
Karena keluhan anaknya dirasa semakin memberat , orangtua pasien membawa anaknya
ke RS terdekat dan oleh dokter dikatakan penyakitnya sudah sampai ke otak dan kemudian
dirujuk ke RSUD.
Riwayat Perkembangan
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : 9 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor:
Tengkurap : 5 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : 10 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 14 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 2 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan terlambat
0-2 + _ - - -
2-4 + _ + - -
4-6 + - + - -
6-8 + - + + _
8-9 + - + + _
10-12 + - + + +
12-24 + - + + +
Riwayat Imunisasi
Vaksin Umur
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 18 bulan
BCG √
DPT √
Polio √
Campak √
Hepatitis B √
Kesan : Imunisasi dasar PPI tidak lengkap
Kepala
- Kepala : normocephali
- Rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Wajah : pucat (-), sianosis (-), tidak ada kelainan bentuk
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera hiperemis -/-, pupil isokor,
simetris, RCL +/+, RCTL +/+, flighten eyes +/+
- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
- Hidung : bentuk normal, lapang, sekret (-), septum deviasi (-)
pernafasan cuping hidung (-)
- Mulut : faring hiperemis (-), T1/T1
Laboratorium Darah
Hematologi Hasil Hematologi Hasil
LED 17 mm ⬆ MCHC 33,6
Leukosit 15,4 ribu/uL ⬆ Trombosit 520 rb/uL ⬆
Eritrosit 5,13 juta/uL Ureum 14 mg/dL ⬇
MCV 83,1 fL Kretinin 0,40 mg/dL ⬇
MCH 27,9 pg GDS 131 mg/dL
Hb 14,3 g/dL Ht 42,6%
SGOT 24 U/L ⬇ SGPT 11 U/L ⬇
Na : 143, K : 4,5, Cl : 97 (mmol/L)
Foto Thorax
Meningitis TB
- Meningitis Bakterial
- Abses Cerebri
- Meningitis viral
VIII. Penatalaksanaan
- Prednison 3x 7,5mg
- Konsul mata
- B6 1 x 10mg - Konsul gizi
- Omeprazole 1 x 20mg
IX. Prognosis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3. Etiologi
Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan cairan serebrospinal, dan
memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu dura mater,
araknoid, dan pia mater (Whiteley, 2014).
Dura mater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang
berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang membungkus
medula spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang epidural, yang
mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat terikat, dan jaringan lemak. Dura mater
selalu dihapus dari arachnoid oleh celah sempit, ruang subdural. Permukaan dalam dura
mater, juga permukaan luarnya pada medulla spinalis, mengatur epitel selapis gepeng
yang asalnya dari mesenkim.
Araknoid memiliki 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan dura mater dan
sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan Piamater. Rongga antara
trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang berisi cairan serebrospinal dan terpisah
sempurna dari ruang subdural. Ruang ini membuat bantalan hidrolik yang melindungi
syaraf pusat dari trauma. Ruang subaraknoid terkait dengan ventrikel otak. Araknoid
terdiri atas jaringan ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dibuka oleh epitel selapis
gepeng seperti dura mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit trabekelnya,
maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada beberapa daerah, araknoid menembus
dura mater membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura
mater. Juluran ini, yang dipindahkan oleh sel-sel endotel dari vena disebut Vili Araknoid.
Fungsinya adalah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah dari sinus
venosus.
Pleksus koroid terdiri atas lipatan-lipatan ke dalam dari pia mater yang menyusup ke
bagian dalam ventrikel. Dapat ditemukan pada atap ventrikel ketiga ventrikel lateral.
Plexus koroid merupakan struktur yang dibuat dari kapiler fenestra yang berdilatasi.
Pleksus koroid terdiri dari jaringan yang diikat dari pia mater, dibungkus oleh epitel
selapis kuboid atau silindris, yang memiliki karakteristik sitologi dari sel pengangkut
ion. Fungsi utama pleksus koroid adalah membuat cairan serebrospinal, yang hanya
berisi sedikit bahan padat dan mengisi penuh ventrikel, kanal sentral dari medula
spinalis, ruang subaraknoid, dan ruang perivasikular. Hal ini penting untuk dipahami
merupakan alat pelindung, terdiri dari cairan dalam ruang subaraknoid. Cairan itu jernih,
memiliki densitas rendah (1,004-1,008 gr / ml), dan komposisi proteinnya sangat rendah.
Juga ada beberapa sel deskuamasi dan dua sampai lima limfosit per mililiter. Cairan
serebrospinal mengalir melalui ventrikel, dari sana ia meluncurkan ruang subaraknoid.
Disini vili araknoid merupakan jalur utama untuk absorbsi Cairan Serebrospinal ke
dalam sirkulasi vena. Proses menurunnya cairan serebrospinal atau penghambatan aliran
keluar cairan dari ventrikel menimbulkan keadaan yang disebut hidrosefalus, yang
terjadi pembesaran progresif dari kepala dan diperbesar dengan mental dan mental
Kelemahan otot (Scanlon, 2007).
Jumlah bakteri yang masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk kolonisasi dari
nasofaring atau hematogen menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, atau selaput
meningen. Vena-vena yang memperbaiki penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde
transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dapat menyebabkan fraktur, bedah saraf, infeksi
steroid epidural, tindakan anestesi, keberadaan benda asing seperti implan koklear, VP shunt,
dan lain-lain. Sering juga kolonisasi tanaman pada kulit dapat menyebabkan meningitis.
Meskipun meningitis dianggap sebagai peradangan selaput meningen, Kerusakan pada otak
yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan menghalang aliran cairan
serebospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, Peningkatan tekanan intrakranial dan
herniasi (Schlossberg, 2011).
1. Araknoiditis Proliferatif
Proses ini terjadi di basal otak, terbentuklah massa fibrotik yang mengaktifkan saraf
kranialis dan kemudian menembus kapal darah. Reaksi radang akut di leptomeningen ini
ditandai dengan keberadaan eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di dasar otak.
Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis
perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan Memperbaiki organisasi kalsifikasi.
Sementara saraf kranialis yang akan ditingkatkan paralisis. Saraf yang paling sering
diperbesar adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul diplopia
dan strabismus. Bila Mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik
dan timbul akibat penglihatan kabur bahkan bisa sangat besar bila terjadi atrofi papil
saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan
pendengaran yang sifatnya permanen (Frontera, 2008).
2. Vaskulitis
Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi
membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal inilah yang menyebabkan
timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang
meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Kapan infark terjadi di daerah
sekitar media cerebri atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan
pengumpulan infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis
ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika Adventisia
ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis
perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya sel infiltrasi yang ringan dan
kadang-kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima terdiri dari infiltrasi
subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering disebut arteri
serebri media dan anterior serta cabang- cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena
selaput otak dapat Menurunkan flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis dan oklusi sebagian atau total. Proses transisi flebitis tidak jelas,
hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan
fibrin (Schwartz, 2005).
3. Hidrosefalus
Hidrosefalus komunikan akibat naik inflamasi ke sisterna basalis yang akan sirkulasi dan
resorpsi cairan serebrospinalis tampak kelainan, hanya sel infiltrasi yang ringan dan
kadang-kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima terdiri dari infiltrasi
subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering disebut arteri
serebri media dan anterior serta cabang- cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena
selaput otak dapat Menurunkan flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis dan oklusi sebagian atau total. Proses transisi flebitis tidak jelas,
hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan
fibrin (Schwartz, 2005).
2.6. Manifestasi Klinis
a. Stadium I
Prodormal Selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi
biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit menyerang subakut, sering tanpa demam,
berhenti-buang, nafsu makan berkurang, murung, berat badan menurun, mudah
tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terselubung dan gangguan kearah sadar
terbentuk. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi,
kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
b. Stadium II
Transisi Berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala penyakit yang lebih berat dimana
penderita bertambah parah kepala yang hebat dan kadang- kadang-kadang lebih tinggi
daripada bayi dan anak-anak. Tanda- tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh
tubuh dapat menjadi kaku, ada tanda-tanda Meningkatkan intrakranial, ubun- ubun
menonjol dan muntah yang lebih hebat.
c. Stadium III
Terminal Ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada
stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu.
2.7. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri kepala dan
kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu makan, mudah
mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang, penurunan kesadaran Kehadiran kontak dengan
pasien tuberkulosis. Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat membentuk
sepsis, berbentuk bayi malas minum, letargi, kesulitan pernafasan, ikterus, muntah, diare,
hipotermia. Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat disetujui jika
tidak diizinkan untuk autoanamnesa.
b. Pemeriksaan Fisik
Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan perpindahan pasif berbentuk
fleksi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapat kekakuan dan tahanan pada
saat pergerakan nyeri dan spasme otot.
Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi padas sendi panggul
mungkin perluas tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa sakit.
Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 ° (kaki
tidak dapat di ekstensikan sempurna) pulih spasme otot paha
Brudzinski I (Brudzinski leher) Pasien berbaring dalam posisi terlentang, tangan kanan
diletakkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu
lagi ditempatkan didada pasien untuk dikeluarkan Badan yang ditunjuk kemudian
pasien difleksikan agar dagu membahas dada. BrudzinskiI positif (+) bila gerakan
fleksi kepala disusul dengan gerakan diseksi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik
Brudzinski III (Brudzinski Pipi) Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan
kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum. Tanda Brudzinski III
positif (+) jika ada flexi involunter extremitas superior.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Lanjutkan Endap Darah (LED), kadar kadar, kadar ureum dan kreatinin, fungsi
hati, elektrolit
- Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk pengaturan fungsi organ dan
evaluasi dosis terapi.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan penapisan tuberkulosis yang paling
bermanfaat. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga saat ini cara
mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan penyuntikan PPD
(Turunan Protein Murni) dari kuman Mycobacterium TBC.
Lokasi penyuntikan uji mantoux pada umumnya ½ bagian atas lengan bawah kiri
bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48-72 jam dan lebih diutamakan pada 72 jam setelah penyuntikan dan
memutuskan diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. Reaksi positif yang
muncul setelah 96 jam masih dianggap valid. Bila pasien tidak kontrol dalam 96 jam
dan hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang. Tes Mantoux dinyatakan
positif apabila diameter indurasi > 10 mm. kontrol dalam 96 jam dan hasilnya
negative maka tes Mantoux harus diulang. Tes Mantoux dinyatakan positif apabila
diameter indurasi > 10 mm.
Lumbal Pungsi
Lumbal Pungsi Biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial. Pungsi lumbal adalah tindakan memasukkan jarum lumbal pungsi ke
dalam kandung dura lewat processus spinosus L4-L5 / L5-S1 untuk mengambil
cairan serebrospinal. Pada meningitis bakteri biasanya ditemukan adanya
peningkatan tekanan, peningkatan sel darah putih (>80% neutrophil), penurunan
glukosa, peningkatan protein, dan ditemukan patogen bakteri.
Hasil Analisis Cairan Serebrospinal
-
2.8. Penatalaksanaan
1. Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 hingga 5 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
2. Terapi yang dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid dan rifampisin
hingga 12 bulan. Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis tuberkulosis
terdiri:
a. Rifampisin (R)
Rifampisin aktif bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat Membuka semua jaringan
dan dapat membunuh semumanan yang tidak dapat dihentikan oleh isoniazid. Rifampisin
diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam
sebelum makan) dan kadar serum mencapai puncak dalam 2 jam. Rifampisin diberikan
dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per
hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan
isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid
10 mg / kgBB / hari. Informasi lengkap ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal. Distribusi rifampisin ke dalam cairan serebrospinal lebih baik pada
keadaan selaput otak yang sedang diselesaikan per cadangan dari keadaan normal. Efek
samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, dahak, dan air menjadi
warna oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik,
dan trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg,
dan 450 mg (Heemskerk, 2011).
b. Isoniazid (H)
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan ekstrasel,
dapat berdifusi ke seluruh jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal,
cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki reaksi buruk yang rendah.
Isoniazid diberikan secara lisan. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg /
kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali pemberian.
Isoniazid yang tersedia secara umum dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam
bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak darah, dahak, cairan serebrospinal dapat
dicapai 1-2 jam dan paling sedikit 6-8 jam. Isoniazid Ada di dalam air susu ibu yang
mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid memiliki dua
efek toksik utama, yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer. Jarang terjadi pada anak,
biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan bertambahnya jumlah
bertambah dengan bertambahnya usia. Bagi Menghindari timbulnya neuritis perifer, bisa
diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap
100 mg isoniazid (Heemskerk, 2011)
c. Pirazinamid (Z)
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan
cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Obat ini hanya bakterisid pada intrasel dan
suasana asam dan diabsorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg /
kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 ug / ml
mencapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena
pirazinamid sangat baik diberikan pada saat pertemuan asam yang timbul jumlah kuman
yang masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia,
iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia
dalam bentuk tablet 500mg (Heemskerk, 2011).
d. Etambutol (E)
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat berinteraksi bakterisid jika
diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan
pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis
etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis
tunggal. Kadar serum puncak 5 ug dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk
tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak
pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik
pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama
etambutol adalah neuritis optik dan sangat besar Penggunaan pada anak yang belum bisa
digunakan penglihatannya. Rekomendasi WHO yang terbaru Pelaksanaan tuberkulosis
pada anak, etambutol direkomendasikan penggunaannya pada anak dengan dosis 15-25
mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan berat dan kecurigaan TB
TB-obat jika obat-obat lain tidak tersedia atau tidak dapat digunakan (Heemskerk, 2011)
e. Streptomisin (S)
- Mencegah perlekatan
Indikasi Steroid :
- Kesadaran menurun
Dosis steroid
2.9. Komplikasi
Cairan subdural
Abses otak
Cedera kepala
Gangguan pendengaran
Kerusakan otak
Kejang
Araknoiditis
2.10. Prognosis
Umur penderita.
DAFTAR PUSTAKA