Anda di halaman 1dari 39

KASUS

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Identitas Pasien
Nama pasien : An. D
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat rumah : Jl. Kepang Utara I
Tanggal lahir/umur : 10 Januari 2006/ 28 bulan
Pendidikan :-
No. reg : A080501595
Tanggal masuk RS : 15 Mei 2008

Identitas Ayah
Nama : Hasanudin
Agama : Islam
Pekerjaan : Cleaning Servis
Penghasilan : Rp. 400.000 / bulan
Hubungan dengan Anak : Ayah Kandung
Suku Bangsa / Bangsa : Betawi / Indonesia

Identitas Ibu
Nama : Sasonah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan :-
Hubungan dengan Anak : Ibu Kandung
Suku Bangsa / Bangsa : Jawa / Indonesia

1
Riwayat Penyakit
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa dengan Ibu pasien pada tanggal 17 Mei 2008 pukul
13.20 WIB
Keluhan utama :
Kejang sebanyak 1 kali, 1 jam sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan :
Demam, batuk berdahak, pilek

Riwayat perjalanan penyakit :


1 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) pasien (Os) mengalami batuk berdahak,
pilek dan demam sejak siang hari. Orang tua Os kemudian membawanya berobat ke dokter
dan diberikan obat batuk dan obat panas. Pada malam hari, demam bertambah tinggi. Orang
tua Os kemudian mengkompresnya tetapi demam tidak turun. Tidak lama kemudian Os
mengalami kejang selama + 2 menit dengan seluruh ekstremitas lemas dan bibir membiru.
Setelah kejang Os kemudian menangis dan tidur. Orang tua Os kemudian membawanya ke
IGD RS Koja kemudian Os dirawat di bangsal lantai 4 kamar 405 RS Koja.

Riwayat penyakit dahulu :


Orang tua Os mengatakan kejang yang dialami Os merupakan kejang yang ke 4, dimana
sebelumnya Os pernah kejang pada usia 13 bulan, 17 bulan, 22 bulan dan selalu diawali
dengan demam. Orang tua Os menyangkal bahwa Os pernah pernah mengalami trauma kepala
pada waktu lahir maupun setelah lahir.

Riwayat penyakit keluarga


Orang tua Os menyangkal adanya riwayat kejang dalam keluarga

2
Riwayat kehamilan/ kelahiran

Kehamilan Morbiditas -
Perawatan Antenatal -
Kelahiran Tempat kelahiran rumah bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Penyulit -
Masa gestasi 8 bulan 2 minggu
Keadaan bayi Berat lahir : 2900 gr
Panjang : Ibu lupa
Lingkar Kepala : Ibu lupa
Langsung Menangis (+)
Kulit kemerahan
Nilai Apgar 7/8
Kelainan Bawaan : Tidak ada

Riwayat Perkembangan
 Pertumbuhan gigi I : 7 bulan
 Psikomotor
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 12 bulan
membaca & menulis :-
 Gangguan perkembangan mental / emosi : -
Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI / PASI Buah/Biskuit Bubur susu Nasi Tim

0-2 ASI - - -
2-4 ASI Pisang - Nasi tim
4-6 ASI Pisang - Nasi tim
6-8 ASI Pisang - Sayur
8-10 ASI Buah lain - Sayur
10-12 ASI Buah lain - Nasi

3
Umur di atas 1 tahun

Jenis makanan Frekuensi dan jumlah


Nasi/Pengganti 3 kali / hari ; cukup
Sayur 3 kali / hari ; cukup
Daging 1 minggu sekali
Telur Jarang
Ikan 1 minggu sekali
Tahu Setiap hari ; cukup
Tempe Setiap hari ; cukup
Susu (Merk / Takaran) Jarang
Lain-lain -
Tidak ada gangguan makan

Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bulan X X
DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan
POLIO 0 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis 0 bulan 1 bulan 6 bulan
MMR 15 bulan X X

Riwayat keluarga Ibu pasien :


Tidak ada riwayat kejang

Anggota keluarga lain yang serumah :


Adik, Kakak dan Ibu dari pihak Ibu

Perumahan : Milik sendiri

Keadaan rumah : Terdiri dari 2 kamar tidur,1 kamar mandi.


Daerah / Lingkungan : Pemukiman padat penduduk

4
Ayah Ibu
Nama Hasanudin Sasonah
Perkawinan ke pertama Pertama
Umur saat menikah 25 tahun 22 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku / Bangsa Betawi Jawa
Keadaan kesehatan Baik Baik
Penyakit bila ada - -

Riwayat Penyakit yang pernah diderita anak

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteria - Peny. -
Jantung
Cacingan - Diare 12 bulan Peny. Ginjal -
Demam - Kejang 13 bulan Peny. Darah -
berdarah 17 bulan
22 bulan
28 bulan
Demam - Kecelakaan - Radang paru -
tifoid
Otitis - Morbili - TB -
Parotitis - Operasi - Lainnya -

Pemeriksaan fisik (Tanggal : 17 Mei 2008, Pukul :13.20 WIB )


Status Generalis

 Keadaan umum:
Kesadaran : compos mentis
Sianosis : tidak ada
Oedema umum : tidak ada
Habitus : asthenikus
Cara berjalan : normal
Mobilitas (Aktif / Pasif) : aktif
Penampilan : tidak tampak sakit

5
Data Antropometri :
Umur ( bulan ) : 28 bulan
Berat badan (BB) : 10 kg
Tinggi badan (TB): 83 cm

 Status gizi
Berat badan = 10 x 100 % = 74,6 % ( gizi kurang (tanpa edema))
Umur 13,4

Tinggi badan = 83 x 100 % = 91,2 % ( tinggi normal )


Umur 91

Berat badan = 10 x 100 % = 86,2 % ( gizi kurang )


Tinggi badan 11,6

 Tanda Vital
Frekuansi nadi : 120 x /menit
Frekuensi napas : 36 x /menit
Suhu tubuh : 37°C

 Kepala : Normocephali

 Rambut : Hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut

 Mata :
Alis mata : Hitam, penyebaran merata
Bulu mata : Hitam, penyebaran merata
Kelopak mata : Tidak oedem
Konjugtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-

6
Reflex cahaya langsung : +/+
Reflex cahaya tak langsung : +/+

 Telinga :
Daun telinga bentuk normal dan posisi normal
Serumen +/+
Tidak ada nyeri telinga

 Hidung :
Bentuk normal, tidak ada septum deviasi
Mukosa tidak hiperemis
Sekret hidung +/+
Tidak ada epistaksis

 Tenggorokan :
Faring hiperemis

 Tonsil :
T1-T1 hiperemis

 Leher :
KGB submandibulla, posterior cervical, supraklavikula dan ketiak tidak teraba membesar
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

 Toraks :
Tampak simetris, gerakan cepat
Tidak terdapat penonjolan atau pembengkakan lokal.
Pembuluh darah tidak tampak.

7
 Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : dalam batas normal
Batas atas jantung : sela iga II kiri
Batas kiri jantung : sela iga V, 1 cm lateral dari garis
midklavikula kiri
Batas kanan jantung : sela iga IV, garis sternalis kanan
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), Gallop (-)

 Paru :
Inspeksi :
Kiri dan kanan simetris dalam kondisi statis dan dinamis
Palpasi :
Vokal fremitus simetris
Perkusi :
Kiri : sonor
Kanan : sonor
Auskultasi:
Kiri : Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Kanan : Vesikuler, Rh (-), Wh (-)

 Abdomen
Inspeksi : normal, simetris, tidak terdapat gambaran vena dan tidak terdapat
penonjolan lokal.
Palpasi :
Dinding perut : nyeri tekan abdomen (-)
Hati : tidak teraba membesar
Limpa : tidak teraba membesar
Ginjal : balotemen - / -

8
Lain-lain :-
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal

 Ekstremitas
Lengan
Kanan Kiri
 Memar: tidak ada tidak ada
 Otot
-Tonus: normotonus normotonus
-Massa: eutrofi eutrofi
 Sendi: tidak bengkak tidak bengkak
 Gerakan: aktif aktif
 Oedema: tidak ada tidak ada
 Lain-lain : petekie (-) (-)
tidak terdapat kelainan kongenital.

Tungkai dan kaki


Kanan Kiri
 Memar: tidak ada tidak ada
 Otot
-Tonus: normotonus normotonus
-Massa: eutrofi eutrofi
 Sendi: tidak bengkak tidak bengkak
 Gerakan: aktif aktif
 Oedema: tidak ada tidak ada
 Lain-lain : petekie (-) (-)
tidak terdapat kelainan kongenital.

9
 Kulit :
Warna : sawo matang
Jaringan parut : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : merata
Lembab / kering : lembab
Suhu raba : hangat
Turgor : baik
Keringat Umum :+
Ikterus : -

 Status Neurologis
Kaku kuduk : tidak ada
Perasat Brudzinski I :(-)
Perasat Brubzinski II :(-)
Perasat Kernig :(-)

Hasil pemeriksaan laboratorium (Tanggal 15 mei 2008)

 Darah tepi
Hb : 10,5 g/dl
Ht : 32 %
Tr : 231.000 /uL
L : 9.400 /uL
 Glukosa sewaktu : 153 mg/dl
 Elektrolit
Na : 141 mmol/L
K : 3,76 mmol/L
Cl : 104 mmol/L

10
Ringkasan

 Seorang anak laki-laki berumur 28 bulan dengan keluhan :


Kejang sebanyak 1 kali 1 jam sebelum masuk RS. Orang tua mengatakan sebelumnya
pasien mengalami batuk, pilek dan demam sejak siang hari dan telah diberikan obat panas
dari dokter tetapi demam tidak turun.

Keadaan pada saat di IGD tanggal 15 Mei 2008


Nadi : 138 x/menit, Suhu : 39,4 °C, Pernapasan : 42 x/menit, tidak kejang

 Telah dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil :


Kesadaran : compos mentis
Faring : hiperemis
Tonsil : T1-T1 hiperemis

 Telah dilakukan pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 15 Mei 2008 dengan hasil :

Darah tepi :
Hb : 10,5 g/dl
Ht : 32 %
Tr : 231.000 /uL
L : 9.400 /uL

Gula darah sewaktu : 153 mg/dl

Elektrolit :
Na : 141 mmol/L
K : 3,76 mmol/L
Cl : 104 mmol/L

11
 Diagnosa Kerja
Kejang demam sederhana ec ISPA atas

 Diagnosa Banding
Kejang demam kompleks ec Infeksi SSP

Anjuran Pemeriksaan Penunjang


 Darah tepi
 Elektrolit
 Gula darah sewaktu
 Urinalisis
 EEG

Penatalaksanaan
Supportif : Oksigen 2 liter/menit
Medika mentosa : IVFD KA-EN 2A 12 tetes/menit
Pamol 100 mg per rektal
Stesolid 5 mg per rektal
Bioxon 2 x 500 mg
Sagestam 2 x 25 mg
Pamol 4 x 1 cth
Dexametason 3 x 0,5 mg
Ranitidin 2 x 10 mg

Prognosis
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Fungsionam : Bonam
 Ad Sanasionam : Bonam

12
Follow Up

Tanggal 16 mei 2008


 S : batuk berdahak (+), pilek (+), demam turun, sudah tidak kejang, belum BAB sejak
kemarin
 O : Keadaan umum : sehat
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 144 x / menit
Nafas : 34 x / menit
Suhu : 36,4 °C
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
THT : faring hiperemis & tonsil T1-T1
Jantung : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru - paru : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat
 A : Kejang demam sederhana ec ISPA atas
 P : IVFD KA-EN 3 B 10 tetes/menit
Bioxon 1 x 1 gr
Bufect syrup 3 x 1 cth
Proza syrup 1 x 1 cth
Fartolin exp. 3 x 0,5 cth
Puyer panas 1 x 1 bks
Hasil Lab. tanggal 16 Mei 2008
 Urin lengkap :
Warna : Kurang Jernih
BJ : 1.005
PH :6
Albumin :-

13
Glukosa :-
Keton :-
Bilirubin :-
Darah samar :-
Nitrit :-
Urobilinogen : 0,2 EU
 Sedimen :
Leukosit : 0-1 / LPB
Eritrosit : 0-1 / LPB
Silinder :-
Epitel :+
Bakteri :-
 Kristal:
Ca Oxalat :-
Carbonat :-
Fosfat :-
As. Urat :-
Amorf :-
Sel ragi :-
Lain-lain :-
 Hematologi :
Hb : 10,2 g/dl
Leukosit : 7400 /UL
Ht : 30 %
Eritrosit : 4,42 juta /UL
MCV : 69 fL
MCH : 23 Pg
MCHC : 34 g/dl
Basofil :0%
Eosinofil : 0 %

14
Batang :1%
Segmen : 81 %
Limfosit :8%
Monosit : 10 %
Trombosit : 220.000/UL
LED : 30 mm/jam

Tanggal 17 mei 2008


 S : batuk berdahak (+), pilek (-), demam (-), sudah tidak kejang, mual (+)
 O : Keadaan umum : sehat
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 128 x / menit
Nafas : 48 x / menit
Suhu : 37 °C
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
THT : faring hiperemis & tonsil T1-T1
Jantung : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru - paru : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat
 A : Kejang demam sederhana ec ISPA atas
 P : IVFD KA-EN 1 B 10 tetes/menit
Bioxon 1 x 1 gr
Rantin 2 x 10 mg
Antrain 100 mg (jika perlu)

Sore harinya pasien diizinkan pulang


Pada hari senin tanggal 19 Mei 2008 pasien kontrol.
Pada hari jum’at tanggal 23 Mei 2008 pasien kontrol.

15
Analisa Kasus

Pada pasien ini ditegakkan diagnosa kerja Kejang Demam berdasarkan dari :
 Anamnesa :
Kejang didahului dengan demam. Frekuensi kejang hanya 1 kali dalam 24 jam dengan
durasi kurang dari 15 menit yaitu ± 2 menit. Pasca kejang Os sadar dan menangis.
Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya dan tidak ada riwayat kejang
dalam keluarga.

 Pemeriksaan fisik :
Didapatkan : keadaan umum: tampak sakit, kesadaran : kompos mentis, Nadi : 138 x /
menit, Nafas : 42 x /menit, Suhu : 39,4 °C, faring hiperemis dan tonsil T1-T1, batuk
berdahak dan pilek.
Didapatkan pada pemeriksaan dibangsal, keadaan umum : tampak sehat, kesadaran:
kompos mentis, Nadi : 120 x/ menit, Nafas: 36 x/menit, Suhu: 37°C, batuk berdahak,
faring hiperemis dan tonsil T1-T1.

 Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
demam. Pemeriksaan dapat meliputi : darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit serum
(Ca, fosfor, Mg), ureum, kreatinin, urinalis, biakan darah, urin atau feses. Pada pasien
ini telah dilakukn pemeriksaan darah lengkap, glukosa darah, elektrolit dan urin
lengkap.

 Terapi pada pasien terdiri atas :


Oksigen 2 liter / menit

IVFD KA-EN 2A 12 tetes/menit


Dosis : Kebutuhan cairan = 100 cc ( 10 kg I )
= 1000 cc / hari

16
1000 x 20 = 13,8  14 tetes/ menit
60 x 24

Pamol 100 mg per rektal


Dosis : Anak 10 mg/kgBB tiap pemberian

Stesolid 5 mg per rektal


Dosis : Anak 1 – 5 tahun 5 mg tiap pemberian

Bioxon 2 x 500 mg
Dosis : Bayi dan anak <12 tahun 50 – 70 mg/kgBB/hari max 2 gr/hari dalam
2 dosis bagi

Sagestam 2 x 25 mg
Dosis : Anak 6 – 7,5 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis

Pamol 4 x 1 cth
Dosis : Anak 1 – 3 tahun 0,5 – 1 cth

Dexametason 3 x 0,5 mg/tab


Dosis : 1 – 3 tab sehari atau menurut petunjuk dokter

Ranitidin
Dosis : 2 x 10 mg

IVFD KA-EN 3 B 10 tetes/menit


Dosis : Kebutuhan cairan = 100 cc ( 10 kg I )
= 1000 cc / hari
1000 x 20 = 13,8  14 tetes/ menit
60 x 24

17
Bioxon 1 x 1gr
Dosis : Bayi dan anak <12 tahun 50 – 70 mg/kgBB/hari max 2 gr/hari dalam
2 dosis bagi

Bufect syrup 3 x 1 cth


Dosis : Anak 20 mg/kgBB suspensi atau suspensi forte dalam dosis terbagi

Proza syrup 1 x 1 cth


Dosis : Anak 2 – 6 tahun 1 – 3 kali sehari 5 ml syrup

Fartolin exp. 3 x 0,5 cth


Dosis : 6 – 12 tahun 2 – 3 kali sehari 5 ml syrup

Puyer panas
Dosis : 1 x 1 bungkus

IVFD KA-EN 1 B 10 tetes/menit


Dosis : Kebutuhan cairan = 100 cc ( 10 kg I )
= 1000 cc / hari
1000 x 20 = 13,8  14 tetes/ menit
60 x 24

Bioxon 1 x 1gr
Dosis : Bayi dan anak <12 tahun 50 – 70 mg/kgBB/hari max 2 gr/hari dalam
2 dosis bagi

Rantin 2 x 10 mg

Antrain 100 mg (jika perlu)


Dosis : Anak 10 mg/kgBB tiap pemberian

18
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM

Definisi
Kejang demam didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi otak yang involunter
yang dimanifestasikan sebagai penurunan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik yang
abnormal, perilaku yang abnormal, gangguan sensorik, atau kelainan otonom.1
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380c) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat (SSP) atau gangguan elektrolit
akut, terjadi pada anak diatas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya.2 Menurut consensus statement on febrile seizures (1980), kajang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.2,4,9,23
Definisi ini menyingkirkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau
ensefalopati. Kejang keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena
keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.1

Epidemiologi
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada
bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5 % anak pernah mengalami kejang demam sebelum
mereka mencapai usia 5 tahun.19 Sebanyak 2-5% anak-anak yang berumur antara 6 bulan
sampai 5 tahun pernah mengalami kejang yang disertai demam. Kejang demam jarang terjadi
sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya kejang demam
adalah sekitar usia 14-18 bulan.1,12,13,17
Kira-kira dari tiap 25 orang anak, setidaknya satu kali akan mengalami kejang demam.
Beberapa anak mengalami lebih dari 3 kali kejang selama hidupnya.5,21,23 Makin tua umur
anak saat kejang pertama timbul, makin kecil kemungkinan terjadinya kejang tambahan. Kira-
kira 80% dan mungkin mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam

19
sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus merupakan
kejang demam kompleks.20 Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan
(17-23 bulan).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kejang demam agak lebih sering dijumpai pada
anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan yang berkisar 1,25 : 1.6,14

Etiologi
Pada tingkat pengetahuan kita saat ini dapat dikatakan bahwa infeksi pada sebagian besar
kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi
demam yang terjadi. Faktor-faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang
demam, misalnya:6
1. demam itu sendiri
2. efek produk toksin dari mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
3. respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
encefalopati toksi sepintas
6. gabungan semua fakktor diatas
Biasanya demam yang mencetuskan kejang demam disebabkan oleh suatu infeksi. Insiden
infeksi yang paling sering adalah tonsilitis dan atau faringitis (34%), otitis media akut(31%),
gastroenteritis(27%), bronkopneumonia(12,8%), morbil(0,04%).6

Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + menjadi rendah
sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron.7 Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

20
2. Rangsangan yang datangnya mendadak dapat terjadi difusi tiba-tiba, misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%.14 Pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam
waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.7
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 380C, sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40 0C atau
lebih.5
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernapasan tidak
efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadinya hipoksemia, hiperkapnea,
hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh kerena
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
Pengaturan suhu tubuh ada disusunan saraf pusat yaitu ”set-point” hipothalamus dimana
terjadi keseimbangan antara pembentukkan dan pengeluaran panas. Infeksi menimbulkan
demam karena endotoksin merangsang sel lekosit (PMN) membuat pirogen endogen (PE)

21
yang bekerja di hipothalamus membentuk prostaglandin yang akan meningkatkan set-
point.13,18

Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Prichard dan McGreal membagi kejang demam
menjadi 2 golongan, yaitu:6
1. Kejang-demam sederhana
2. Kejang demam tidak khas
Ciri-ciri kejang demam sederhana adalah:6
1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang
sama seperti yang kanan
2. usia penderita antara 6 bulan – 4 tahun
3. suhu 1000F (37,80C) atau lebih
4. lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
5. keadaan neurologi (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal
6. EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal
Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai kejang demam
tidak khas.
Klasifikasi kejang demam menurut Livingston juga membagi kejang demam menjadi 2
golongan:6
1. kejang demam sederhana
2. Epilepsi yang dicetuskan oleh demam
Ciri kejang demam ialah:
1. kejang yang bersifat umum
2. lamanya kejang berlangsung singkat (<15 menit)
3. usia waktu kejang demam pertama muncul < 6 tahun
4. frekuensi serangan 1 – 4 kali dalam 1 tahun
5. EEG normal
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut di atas disebut sebagai epilepsi yang
di cetuskan oleh demam.

22
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama membagi kejang demam menjadi 2
golongan, yaitu:6
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut, yaitu:
1. Di keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan
Klasifikasi yang dibuat oleh Prichard dan McGreal, Livingston, dan Fukuyama antara lain
mengacu kepada kemungkinan anak menjadi epilepsi di kemudian hari.6
Saat ini klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi berdasarkan kesepakatan UUK
Neurologi IDAI, saraf Anak PERDOSSI, yang membagi kejang demam menjadi 2 yaitu:7
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kriteria kejang demam sedehana
 Kejang berlangsung singkat umumnya serangan akan berhenti sendiri dalam waktu
kurang dari 10 menit
 Bangkitan kejang tonik atau klonik tanpa gerakan fokal
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam
Kriteria kejang demam kompleks
 Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
 Kejang fokal atau partial satu sisi atau kejang umum didahului kejang partial.
 Kejang berulanhg atau lebihdari 24 jam.
Manifestasi Klinik

23
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak terkait dengan kenaikan suhu yang cepat
dan biasanya terjadi jika suhu tubuh (rektal) mencapai 38 0C atau lebih dan kejang
umumnya berlangsung selama 3 – 4 menit.20
Manifestasi klinik yang sering dijumpai adalah:13,15,22,24
 Didahului oleh kenaikan suhu yang cepat, biasanya terjadi bila suhu diatas 390C
 Kehilangan kesadaran
 Kejang menyeluruh
 Serangan berupa kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
 Mata mendelik ke atas
 Anak dapat menahan nafasnya tanpa sadar, susah bernafas
 Dapat mengeluarkan suara seperti teriakan melengking atau menangis
 Mungkin mengompol
 Selanjutnya diikuti gerakan ritmis berulang seluruh tubuh yang involunter yang
tidak dapat dihentikan
 Setelah kejang pasien mengalami periode mengantuk singkat
 Setelah beberapa detik atau menit anak akan bangun dan sadar kembali tanpa
adanya defisit neurologis

Faktor resiko kejang demam


Faktor resiko kejang demam pertama5,14,15
 Riwayat keluarga dengan kejang demam
 Permulaan neonatus >28 hari
 Perkembangan terlambat
 Anak dengan pengawasan
 Kadar natrium rendah
 Temperatur yang tinggi
Bila seorang anak mempunyai 2 atau lebih faktor resiko tersebut diatas, maka resiko untuk
mendapatkan kejang demam kira-kira 30%.5

Faktor risiko berulangnya kejang

24
Kejang demam sering berulang kembali. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
4,5,16,17

1. riwayat kejang demam dalam keluarga


2. usia kurang dari 18 bulan
3. tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam,
makin kecil risiko berulangnya kejang demam.
4. lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya demam dengan
terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko berulangnya kejang demam.
Catatan :
 bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah 80%
 bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam kembali
adalah 10-15%
 kemungkinan kejang demam kembali paling besar pada tahun pertama.
Rekurensi lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1
tahun yaitu sebanyak 50% dan bila terjadi pada usia lebih dari 1 tahun rekurensi menjadi
28%.5,16

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari13,14


1. perkembangan saraf terganggu
2. kejang demam kompleks
3. riwayat epilepsi dalam keluarga
Catatan :
 masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10-15%
 kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumat pada kejang demam

Pemeriksaan penunjang2,4,8,16

25
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit serum
dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak menunjukan kelainan yang
berarti.
2. Indikasi pungsi lumbal pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Bila pasti kejang tersebut bukan disebabkan
meningitis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.
Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis bervariasi
tergantung pengalaman dokter. Rekomendasi yang dapat digunakan adalah :
 Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala
meningitis sering tidak jelas.
 Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal kecuali
pasti bukan meningitis.
 Bayi > 18 bulan umumnya gejala meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila
pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.
3. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi kemungkinan
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi di
kemudian hari. Oleh sebab itu pemeriksaan EEG pada kejang demam tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas, misalnya bila frekuensi kejang semakin sering dan semakin
bertambah lama meskipun dengan pemberian terapi antikonvulsan adekuat.
Pemeriksaan EEG pada kasus tersebut dapat digunakan untuk menentukan kapan
pemberian antikonvulsan dihentikan.8
4. Pemeriksaan foto kepala, CT scan dan atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukan gambaran normal. CT scan
dan MRI boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan
kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.

Komplikasi

26
1. Kerusakan Otak
Umumnya dapat dikatakan bahwa bertambah dekat gambaran klinik kepada
kejang demam sederhana, bertambah sedikit kemungkinan terjadi gangguan saraf
setelah kejang demam. Aicardi, mengemukakan bahwa kerusakan otak yang terjadi
bukan karena kejangnya melainkan adanya penyakit dasar daridemam
sertaditemukan kelainan neurologis. Westerlain dan Shirasaka, berpendapat bahwa
bangkitan kejang dapat merusak otak, hal ini terjadi karena adanya mekanisme
eksitotosik.2,5,6
2. Epilepsi
Pada penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative
Perinatal Project diidentifikasi 3 faktor untuk mendapatkan epilepsy pada
penderita kejang demam, yaitu:6,13,14
 Terdapat kelainan neurologis sebelum kejang demam pertama
 Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
 Kejang demam kompleks (berlangsung lama atau fokal, atau multipel
selama satu hari)
Mereka yang mempunyai salah satu faktor diatas, kemungkinan menjadi
epilepsi ialah 2%. Bila didapatkan 2 atau lebih faktor di atas, kemungkinan
epilepsi ialah 10%. Bila tanpa faktor resiko di atas kemungkinannya ialah 1,6%.
95-98% anak yang mengalami kejang demam tidak berlanjut menjadi epilepsi.17,19
3. Penurunan IQ
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang
berlangsung lama dan sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau
kelainan neurologis.2,5,6

Tatalaksana
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan:5
1. Pengobatan pada fase akut
2. Mencari dan mengobati penyakit

27
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan pada fase akut


Pada anak yang masih mengalami kejang dilakukan perawatan yang adekuat meliputi:
semua pakaian yang ketat dilonggarkan, kemudian penderita dimiringkan agar jangan terjadi
aspirasi ludah atau lendir dari mulut, jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin, bila
perlu diberikan tambahan oksigen. Kemudian selanjutnya kejang harus segera
dihentikan.2,5,12,13
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan
kejang. Dosis diazepam rektal adalah :4,16,17,18
 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun atau
 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg atau
 0,5-0,75 mg/kgBB/kali
Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak 0,2-0,5 mg/kgBB.
Diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit. Bila kejang berhenti sebelum
dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara intramuskuler karena tidak diabsorpsi
dengan baik.17
Bila tetap masih kejang berikan fenitoin intravena sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-
lahan. Bila tetap masih kejang rawat di ruang rawat intensif, berikan pentobarbital dan pasang
ventilator bila perlu.17
Berikut algoritma tatalaksana penghentian kejang

ALGORITMA TATALAKSANA PENGHENTIAN KEJANG3

KEJANG
5-15 menit Perhatikan jalan nafas, kebutuhan O2 atau
bantuan pernafasan

Bila kejang menetap dalam 3-5 menit

28
Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB
5-10 kg : 5 mg
> 10 kg : 10 mg
atau
Diazepam IV (0,2-0,5 mg/kgBB/dosis)
dapat diberikan 2 kali dosis dengan
interval 5 menit

15-20 menit

Pencarian akses vena dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

Kejang (-) Kejang (+)

Fenitoin IV (15-20 mg/kg)


diencerkan dgn NaCl 0,9%
diberikan selama 20-30menit
atau dgn kecepatan 50mg/mnt

> 30 menit : status konvulsivus

Kejang (-) Kejang (+)

Dosis pemeliharaan Fenobarbital IV/IM


Fenetoin IV 5-7 mg/kg 10-20 mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

Kejang (-) Kejang (+)

Dosis pemeliharaan PERAWATAN RUANG INTENSIF


Mencari dan mengobati penyakit
Fenobarbital IV/IM 5-7 mg/kg Pentobarbital IV 5-15 mg/kg bolus atau
diberikan
Mencari faktor penyebab 12 jam
sesuai kemudian
dengan midazolam
pemeriksaan penunjang 0,2 mg/kg
yang tersedia. Kejang
demam biasanya disebabkan oleh suatu infeksi sehingga pemberian antibiotik yang tepat
sangat diperlukan.5

Pengobatan profilaksis

29
Pengobatab profilaksis di bagi menjadi 2, yaitu:2,5
1. Profilaksis Intermitten
2. Profilaksis jangka panjang (rumat)

Profilaksis Intermitten
Pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami
demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan
antikonvulsan.2,4,5
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam berulang. Namun kesepakatan Saraf anak menyatakan bahwa antipiretik tetap
bermanfaat.
Antipiretik yang dapat digunakan adalah :4,15,17,24
 Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari.
 Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali dinerikan 3 kali sehari.
Antikonvulsan pada saat demam
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang atau dapat juga diberikan diazepam rektal dengan
dosis 0,5 mg/kgBB/kali diberikan sebanyak 3 kali per hari setiap 8 jam bila demam diatas
380C. Namun pemberian diazepam ini memiliki efek samping seperti ataksia, mengantuk dan
hipotoni.2,5,17
Pemberian fenobarbital, karbamazepin, fenitoin tidak berguna untuk mencegah kejang
demam bila diberikan secara intermiten. Fenobarbital dosis kecil baru mempunyai efek
antikonvulsan dengan kadar stabil di dalam darah bila telah diberikan selama 2 minggu.17

Profilaksis jangka panjang (rumat)


Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus menerus untuk waktu
yang lama. Pengobatan ini diberikan bila terdapat lebih dari satu keadaan dibawah ini:2,4,16
 Kejang lebih dari 15 menit
 Adanya defisit neurologis yang nyata baik sebelum maupun setelah kejang, misalnya
hemiparesis, cerebral palsy, retardasi mental

30
 Kejang demam fokal
 Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga
 Pertimbamgkan bila terdapat hal-hal berikut dibawah ini:
 Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan
 Kejang demam berulang dalam waktu 24 jam
 Kejang demam berulang (lebih dari 4 kali per tahun)

Obat rumat yang dapat menurunkan resiko berulangnya demam hanya fenobarbital (3–
5 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis) dan asam valproat (15 – 40 mg/kgBB/hari dan dibagi
dalam 2-3 dosis per hari), obat ini diberikan terus menerus selama satu tahun setelah kejang
terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan. Gangguan perilaku dan
kesulitan belajar adalah efek samping pemakaian fenobarbital setiap harinya, sedangkan
pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi hati, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT setelah 2 minggu,
satu bulan kemudian setiap 3 bulan.1,7 Kejang demam yang terjadi memanjang harus diterapi
dengan Midazolam intranasal atau buccal.3

Imunisasi dan kejang demam


Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang
demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis
imunisasi sebagai berikut : 4,13,17,24
 DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.
 MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar
daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak
akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi
imunisasi.

Prognosis
Prognosis umumnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Hanya 1% yang menjadi
epilepsi di kemudian hari. Frekuensi berulangnya kejang demam berkisar antara 30 – 50%.7

31
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ATAS (ISPAA)

Batasan
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) termasuk penyakit yang sering terjadi pada
anak. Ada 2 pembagian ISPA yaitu ISPA atas dan ISPA bawah. Yang termasuk ISPA atas
antara lain faringitis, sinusitis, epiglotitis, laringotrakeitis, dan common cold, sedangkan ISPA

32
bawah antara lain bronkitis akut dan pneumonia. Virus berperan penting pada patogenesis
terjadinya ISPA atas.9
Faringitis adalah peradangan pada laring, hipofaring, uvula dan tonsil yang disebabkan
oleh infeksi virus dan atau bakteri. Faringitis umumnya disebabkan oleh virus dan
Streptococcus ß-hemolytic group A. Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal
(maksila, frontal, ethmoid, sphenoid), umumnya merupakan komplikasi infeksi bakteri
(Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis) terhadap ISPA
atas karena infeksi virus. Common cold merupakan sindrom influenza yang ringan dan self-
limited. Sebagian penderita common cold mengalami komplikasi infeksi bakteri pada sinus
paranasal dan telinga tengah. Penyebab tersering common cold adalah Rhinovirus.9

Diagnosis9,10
Faringitis
Faringitis bakterial
Gejala : nyeri tenggorokan, demam, sakit kepala dan gejala gastrointestinal. Faring berwarna
merah, tonsil membesar dan tertutup oleh eksudat berwarna kuning kemerahan, bisa terdapat
petekiae dan lesi doughnut pada palatum molle dan faring posterior, uvula bengkak, berbintik-
bintik dan berwarna merah, kelenjar limfe servikalis anterior membengkak dan nyeri tekan.

Faringitis viral
Umumnya memberikan gejala pilek, batuk dan diare.

Commom cold
Gejala hampir sama dengan faringitis. Pada yang ringan gejala demam tidak timbul.
Gejala yang dapat timbul adalah batuk, pilek dan hidung tersumbat.

Sinusitis

33
Gejala : hidung tersumbat, cairan hidung berwarna kuning-hijau (unilateral atau bilateral),
demem, batuk kronik berulang, halitosis, menurunnya penciuman dan edema periorbital. Bisa
didapatkan nyeri kepala dan nyeri di daerah muka yang menjalar ke geraham atas (geligi).
Pemeriksaan fisik : pembengkakan mukosa hidung yang kemerahan disertai dengan cairan
hidung berwarna kuning-hijau. Nyeri tekan di lokasi sinus maksilaris dan frontalis. Dengan
spatel lidah kadang dapat dilihat post-nasal drip di dinding belakang faring. Dapat ditemukan
adanya deviasi septum atau polip hidung sebagai faktor predisposisi atau efusi cairan di
telinga tengah.

Pemeriksaan penunjang9,10
Faringitis
 Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis
 Kultur swab tenggorokan, dapat ditemukan kuman Streptococcus ß-hemolytic group A

Sinusitis
 Transluminasi
 Foto rontgen adalah cara diagnostik yang dipakai sampai saat ini. Foto baku untuk
diagnostik sinusitis :
o Waters (occipitomental) untuk melihat sinus frontalis dan maksilaris.
o Caldwell (postero-anterior) untuk melihat sinus frontalis dan ethmoid.
o Lateral untuk melihat sinus sphenoid dan adenoid.
Kriteria adanya sinusitis (maksilaris), jika ditemukan air-fluid level, gambaran opaque,
penebalan mukosa >50%.

 CT-scan, indikasi :
o Persiapan operasi karena pengobatan dengan antibiotik gagal
o Memastikan diagnosis yang sudah ditegakkan dengan foto rontgen normal tapi
gejala masih ada.
o Evaluasi kemungkinan adanya penyebaran infeksi ke orbita.

34
 MRI, jika ada dugaan keganasan, infeksi jamur atau penyebaran intrakranial.

Common cold
 Pemeriksaan darah perifer, hitung jenis leukosit

Terapi
Peta kuman pada saluran nafas diperoleh dari spesimen pada infeksi saluran nafas atas
dan saluran nafas bawah (kedua daerah dibatasi oleh pita suara).11
Pada saluran nafas atas pengamatan dilakukan terhadap bidang otologi, laring dan faring. Infeksi telinga yang tersering adalah infeksi telinga tengah.

Kuman yang dominan dan antimikroba yang sensitif adalah :11

Kuman Antimikroba
Pseudomonas (57,1%) Sulbenicillin (92%)
Gentamicin (87,5%)
Staphylococcus (11,4%) Cotrimoxazole (87,5%)
Oxacillin (75%)
Ampicillin (12,5%)
Escherichia coli

Sementara untuk infeksi daerah laring-faring, isolat diambil dari tonsil pasca
tonsilektomi. Dari 340 isolat yang diperoleh jenis kuman dan antimikroba dapat dilihat di
bawah ini :11
Kuman Antimikroba
Klebsiella pneumoniae (54,5%) Cephalosporin-III
Gentamicin
Cotrimoxazole
Moraxella catarrhalis (26,5%) Cephalosporin-III
Azithromicin

35
Gentamicin
Escherichia coli (19%)
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus aureus

Tujuan terapi faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus ß-hemolytic group A


adalah untuk mengurangi lama dan keparahan gejala, mencegah komplikasi lokal dan
mencegah terjadinya demam rheumatik akut dan glomerulonefritis akut.9

Terapi faringitis dan common cold umumnya :


 Analgetik-antipiretik : asetaminofen 10-15 mg/kg/kali, diberikan 4-6 kali/hari atau
ibuprofen 10 mg/kg/kali, diberikan 3-4 kali/hari.
 Dekongestan/agonis α-adrenergik : pseudoefedrin
o <2 tahun : 4 mg/kg/hari, dibagi 2-4 kali/hari
o 2-5 tahun : 15 mg/kali, diberikan 3-4 kali/hari, tidak melebihi 60 mg/hari
o 6-12 tahun : 30 mg/kali, diberikan 3-4 kali/hari, tidak melebihi 120 mg/hari
 Steroid : deksametason 0,5-2 mg/kg/hari, diberikan 3-4x/hari

Faringitis pada keadaan tertentu (detritus pada tonsil, KGB leher membesar, leukositosis)
memerlukan terapi antibiotik. Antibiotik lini pertama : amoksisilin 50 mg/kg/hari, diberikan 3
kali/hari. Jika alergi penisilin dapat diberikan eritromisin 20-40 mg/kg/hari, diberikan 4
kali/hari selama 10 hari. Pada pasien defisiensi imun dapat diberikan asiklovir 5 mg/kg/hari,
diberikan 4 kali/hari selama 5-10 hari.9,10
Terapi utama sinusitis adalah pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama : amoksisilin
50 mg/kg/hari, diberikan 3 kali/hari. Jika alergi penisilin dapat diberikan eritromisin 20-40
mg/kg/hari, diberikan 4 kali/hari selama 10 hari. Setelah pemberian antibiotik yang tepat, bila
sinusitis masih menetap atau masih rekuren, konsul ke THT untuk mempertimbangkan
diperlukannya pembedahan.9,10

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB. Febrile seizure. Nelson Text book of
Pediatrics. Philadelphia 17th Ed. WB Saunders, 2004; 1813-29.
2. Panduan Pelayanan Kesehatan Medis. Kejang Demam. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. EGC, Jakarta 2005; 151-4.
3. Panduan pelayanan Medis. Kejang Demam. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM
2007; 278-82.
4. Widodo PD. Pedoman Nasional Penatalaksanaan Kejang Demam. Breakfast
symposium PIT IKA II, Batam 2004.
5. Widodo PD. Kejang Demam, Apa yang perlu diwaspadai?. Penanganan Demam pada
Anak Secara Profesional. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM 2005; 58-66.

37
6. Lumbantobing SM. Kejang Demam (Febrile Convulsions) FKUI, Jakarta; 1-45.
7. Kapita Selekta Kedokteran. Kejang Demam. Media Aesculapius, FKUI 2000; 434-37.
8. Guggenheim MA MD. Febrile Seizure. Current Pediatrics Therapy. Philadelphia 15th
Ed. WB Saunders 2000; 105-6.
9. Panduan pelayanan Medis. Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM 2007; 458-60.
10. Dadiyanto WD, Zain SM. Gangguan Pernafasan pada Anak. Pedoman Pelayanan
Medik Anak. Sub- Bag Pulmonologi Anak Bag. IKA FKUNDIP 1997; 69-75.
11. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Konsensus FKUI tentang Peta Kuman dan
Pilihan Antimikroba. FKUI, 2002; 4.
12. Sekartini Rini. Kejang Demam. Available at : http://www.idai.or.id/hottopics/detil.asp?
q=88
13. Dewi Yuliana. Kejang Demam. Available at : http://www.mail-
archive.com/milis_nakita@news.gramedia-majalah.com/
14. Wilkinson IMS. Febrile seizure. Available at : http://en.wikipedia.org/wiki/febrile-
convulsions
15. Pediatric Presentations to The Accident and Emergency Department. Febrile
Convulsions. Available at :
http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/febrileconvulsions.htm
16. Hardiono PD. Anakku Kejang Demam, Bagaimana Mengobatinya?. Available at :
http://anakkublog.blogspot.com/2006/02/kejang-demam-bagaimana-
mengobatinya.html
17. Hanadi Nurul. Kejang Demam (Guidline). Available at :
http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=1089
18. Puskesmas Palaran. Kejang Demam. Available at :
http://puskesmaspalaran.wordpress.com/2006/11/05/kejang-demam/
19. American Academy of Pediatric. Febrile Convulsions. Available at :
http://www.medem.com/MedLB/article_detaillb.cfm?
article_ID=ZZZPUZFNDDC&subcat=108

38
20. Marliana Liana. Kejang Demam. Available at : http://www.mer-c.org/?
pilih=lihat&id=42
21. Selamihardja N. Tetaplah Tenang Jika Anak Kejang Demam. Available at :
http://www.indomedia.com/intisari/2001/Mei/terapi.htm
22. Kentos. Cara Tepat Tangani Anak Kejang. Available at : http://www.suarakarya-
online.com/news.html?id=121006
23. Emergency Department. Febrile Convulsions. Available at :
http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.cfm?doc-id=3722
24. Febrile convulsions. Available at : http://www.nhsdirect.nhs.uk/articles/article.aspx?
articleId=160#

39

Anda mungkin juga menyukai