Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

DBD ENSEFALOPATI

Pembimbing
dr. Dewi I. , Sp. A

Penyusun
Atiqah binti Mohamad Rahizam
030.05.250

Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Koja
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 13 Juli 19 September 2009

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama pasien : Rizki Ramadhan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat rumah : Jalan baru, Celincing
Tempat dan tanggal lahir : 3 Disember 2002, PUSKESMAS Jalan Duren, Jakarta
Umur : 6 tahun 7 bulan
Anak ke- : pertama dari 3 bersaudara
Pendidikan : Sekolah Dasar I
Orang tua:
Nama:
Agama :
Alamat
Pekerjaan
Penghasilan

Ayah
Rahmat
Islam
Jalan baru, Celincing
Buruh
700.000/bulan

Hubungan dengan orangtua : Anak kandung

Ibu
Tirah
Islam
Jalan baru, Celincing
Ibu Rumahtangga
-

Suku bangsa : Jawa


II. ANAMNESA
Alloanamnesa dengan ibu kandung dan bapa kandung pasien tanggal 21 Juli 2009.
KELUHAN UTAMA:
Panas tinggi satu hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS) dan kejang 2 kali.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Pasien menderita demam tinggi 1 hari SMRS dan kejang 2 kali pada jam 6 pagi dan 11
pagi lebih dari 15menit. Kejang seluruh tubuh dan diantara kejang tidak sadar. Pasien
hanya sadar kembali jam 10 malam dan setelah kejangnya itu pasien kaku. Sebelum
kejang terdapat panas tinggi terus-menerus. Tidak ada sakit dada, pasien sakit perut, ada
mual muntah, tidak nafsu makan, minum biasa, terdapat pusing, diare 1 kali disertai
ampas berwarna hitam, batuk berlendir, tidak ada sesak. Pasien sering diminta memijat
kakinya karena sering terasa pegal dan sakit. Pasien tidak kuat untuk berjalan lama,
mudah kecapaian dan jalannya sempoyongan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien pertama kali kejang sewaktu berusia 3 bulan dan setiap kali setelah kejang pasien
lemas. Pasien sering kejang dengan frekuensi 5-6 kali per tahun. Sebelum kejang
didahului panas tinggi. Dahulu gusi pasien sering berdarah. Sewaktu masih bayi pasien
sering terjatuh dari buaian dan terbentur di kepalanya tetapi tidak ada perdarahan atau
luka terbuka, hanya berupa benjolan dan memar. Pasien sering jatuh sebelum timbul
kejangnya yang pertama. Pasien didiagnosa flek paru ketika berusia setahun setengah dan
telah diobati sehingga sembuh. Tetapi flek parunya kambuh lagi ketika pasien berusia 4
tahun. Sewaktu kecil pasien sering menangis.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Sewaktu ibu pasien hamil, ibu pasien sering pingsan, dikatakan sebulan satu kali pada
trimester satu dan dua. Ibu pasien mengatakan ada mengambil obat antimual bulat
berwarna putih dan vitamin di awal kehamilan. Ibu pasien tidak pernah menderita
penyakit dan tidak demam sewaktu hamil, kontrol ke bidan rutin setiap bulan. Ibu pasien
melahirkan pasien spontan di bidan dan kondisi pasien normal. Ibu pasien tidak pernah
aborsi.
RIWAYAT PERKEMBANGAN:
Pertumbuhan gigi 1: 2 tahun
Psikomotor :
Tengkurap :

4 bulan

Bicara : 3 tahun

Duduk :

9 bulan

Baca :

tidak bisa membaca

Berdiri :

1 tahun

Tulis :

6 tahun

Berjalan :

2 tahun

Perkembangan pubertas :
Rambut pubis : tidak diperiksa
Belum muncul tanda-tanda seksual sekunder
Gangguan perkembangan mental dan emosi :
Sering rewel, proses belajar pasien lambat dan lama, tidak bisa konsentrasi dalam waktu
yang lama, apabila belajar sering mengeluh sakit kepala dan berkeringat, tidak memberi
perhatian apabila dipanggil dan disuruh melakukan sesuatu.
Kesimpulan riwayat perkembangan: pertumbuhan dan perkembangan pasien lambat
dibanding anak normal seusianya.
RIWAYAT MAKANAN:

Umur (bulan)
0-2
2-4
4-6
6-8
8-10
10-12

ASI/PASI
ASI
PASI
PASI
PASI
PASI
PASI

Buah/Biskuit
+
+
+
+

Bubur Susu
+
+
+
+
+

Nasi Tim
+
+
+
+

Umur diatas 1 tahun :


Jenis Makanan
Nasi/ pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu (merk/takaran)
Lain-lain

Frekuensi dan Jumlah


Setiap hari, sehari 2 kali, banyak
Setiap hari, sehari 2 kali, banyak
Tidak pernah
3 kali seminggu, banyak
3 kali seminggu, banyak
3 kali seminggu, banyak
3 kali seminggu, banyak
Setiap hari, banyak
Tidak ada

Kesulitan makan : Tidak sulit makan


Kesimpulan riwayat makanan : sebelum pasien sakit nafsu makannya baik dan sering
makan

RIWAYAT IMUNISASI:
Vaksin
BCG

Dasar (umur)
sewaktu
-

Ulangan (umur)
-

DPT/PT
Polio

baru lahir
2 bulan
Waktu

3 bulan
2 bulan

3 bulan

Campak

lahir
-

Hepatitis

B
MMR
TIPA

Kesimpulan : Imunisasi tidak lengkap


RIWAYAT KELUARGA
A. Corak Reproduksi
No Tanggal
1
2
3

lahir
3/12/2002
5/5/2006
10/5/2008

Jenis kelamin Hidup

Lahir

Abortus

Mati

Keterangan

Laki-laki
Laki-laki
Perempuan

mati
-

(sebab)
-

kesehatan
(pasien)
Sehat
Sehat

Ya
Ya
Ya

B. Riwayat Pernikahan

Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Kosanguitas
Penyakit

Ayah
Rahmat
Satu
25 tahun
SMP
Islam
Jawa
Tidak ada
Tidak ada

Ibu
Tirah
Satu
20 tahun
SMP
Islam
Jawa
Tidak ada
Tidak ada

C. Riwayat keluarga orang tua pasien


Ibu kepada bapa pasien mempunyai riwayat penyakit rematik dan asam urat.
Bapa kepada bapa pasien mempunyai penyakit asma

D. Riwayat anggota keluarga lain yang serumah


Tidak ada

RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN


Perumahan : Rumah di sewa, kecil dengan satu kamar, terletak di jalan gang
Keadaan rumah : Sempit, pencahayaan kurang, ventilasi kurang
Daerah/lingkungan : Padat, kotor dan gelap
Kesimpulan keadaan lingkungan perumahan : Sanitasi kurang baik

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Penyakit
Alergi

Umur
1 tahun

Cacingan

(Asma)
-

Penyakit
Difteria

Umur
-

Diare

jantung
3 bulan(berbusa- Penyakit

ginjal
Panyakit

darah
Radang paru

Demam

Kejang

busa)
3 bulan

berdarah
Demam

Kecelakaan

6 tahun (jatuh

tifoid
Otitis
Parotitis

Morbili
Operasi

PEMERIKSAAN FISIK

sepeda)
5 tahun

Penyakit
Penyakit

Umur
-

Tuberkulosis 1 tahun
Lain-lain

Keadaan umum : tampak sakit sedang, lemah


Kesadaran : compos mentis
Data Antropometri
Berat badan : 19kg
Tinggi badan : 78cm
Lingkar kepala : 47cm
Lingkar dada : 63cm
Lingkar lengan atas : 6,5cm:
Status gizi :
Keadaan gizi : BB/U = 19 100% = 86% gizi baik
22
TB/U = 78 100% = 65% tinggi sangat kurang
120
Tanda vital
Frekuensi nadi : 126 kali/menit
Tekanan darah: 85/40 mmHg
Frekuensi nafas : 33kali/menit
Suhu tubuh : 39,2 C
Kepala : normosefali, muka simetris
Rambut : tidak rontok, warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera kemerahan, tidak ikterik, pupil bulat isokor
Telinga : bentuk telinga normal, tidak keluar sekret, tidak ada septum deviasi
Hidung : bentuk normal, tidak ada nafas cuping hidung, tidak keluar lendir atau sekret

Bibir : tidak ada palatoskezia, tidak pucat, sedikit kering


Gigi dan Lidah : terdapat karies, lidah sedikit putih
Tonsil : T1/T1, tidak hiperemis
Tenggorokan : tidak hiperemis, tidak ada benjolan
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Toraks :
Jantung : iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis teraba, bunyi jantung 1 dan 2 reguler,
tidak ada murmur, tidak ada gallop
Paru : bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak ada,
suara nafas vesikuler, pernafasan abdomino-torakal, tidak ada ronki, tidak ada wheezing
Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak ada asites, bising
usus positif normal
Genitalia : tidak diperiksa
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Anggota gerak : warna kulit agak gelap, keempat akral hangat, tidak ada udem, tidak
sianosis, tidak ada petekia, turgor dan elastisitas kulit baik
Tulang belakang: normal, tidak ada skoliosis, tidak ada lordosis, tidak ada kifosis, tidak
kekakuan tulang belakang

Susunan saraf : normal, kaku kuduk negatif, Brudzinski I,II negatif, Kernig negatif,
Babinsky negatif, tonus otot lemah, hipotrofi otot, refleks biseps dan triseps +/+, refleks
patella +/+,
Kulit : agak gelap, tidak sianosis, turgor dan elastisitas baik
Rumple Leed : negatif

Pemeriksaan penunjang :
Hasil laboratorium:

15 Juli 2009
12,1g/dL

16 Juli 2009
12,6g/dL

17 Juli 2009
11,5g/dL

18 Juli 2009
12,1g/dL

Hematokrit(40-48)

35 %

38%

32 %

34 %

Lekosit

12.800/uL

8.700/uL

1.800/u L

1.600/uL

Hemoglobin
(13,0-16,0)

(5.000 10.000)

Trombosit(200.000- 117.000/uL

73.000/uL

77.000/uL

61.000/uL

500.000)
Elektrolit : Na

132mmol/L

133mmol/L

(135-147)
19 Juli 2009

19 Juli 2009

(jam 13.14.42)

( jam 21.44.25)

14,1g/dL

14,4g/dL

12,5g/dL

12,7g/dL

11,8/dL

Hematokrit(40-48)

34 %

45 %

34 %

36 %

35 %(

Lekosit

2.400/uL

5.500/uL

7.200/uL

7.400/uL

4.600/uL

(5.000 10.000)
Trombosit(200.000- 43.000/uL

31.000/uL

36.000/uL

50.000/uL

143.000/uL

500.000)
Ig G Dengue

positif

Ig M Dengue

negatif

Hemoglobin

20 Juli 2009

21 Juli 2009

22 Juli
2009

(13,0-16,0)

Analisa gas darah diperiksa tanggal 15 dan 16 Juli 2009 dalam batas normal

Urinalisa ( urin lengkap) diperiksa tanggal 16 Juli 2009 didapatkan albumin +1,keton +2,
darah samar +3, yang lain di dalam batas normal
Kesimpulan : - Hemoglobin turun naik
- Hematokrit rendah, peningkatan Ht 40% (>20%)
- Lekosit rendah (lekopenia) tetapi sudah mencapai batas normal pada hari
rawat ke 5
- Trombosit turun mendadak (trombositopenia) sehingga hari rawat ke-7
sudah meningkat kembali
Darah tepi : tidak diperiksa

Tinja : tidak diperiksa


Urin : tidak diperiksa
Hasil Rontgen 17 Juli 2009
Cor : ukuran normal
Infiltrat pada lapangan atas paru kanan, kedua perikardial.
Diafragma dan kedua sinus normal.
Kesan : proses spesifik
Anjuran pemeriksaan penunjang : Uji HI, Rontgen dada RLD, USG, Tes IQ,

RESUME :
Pasien seorang anak laki-laki berumur 6 tahun 7 bulan datang ke UGD dengan keluhan
demam tinggi 1 hari SMRS dan kejang 2 kali. Pasien ada riwayat flek ketika berusia 3
bulan, sering kejang didahului panas tinggi dan menderita campak sewaktu berusia 5
tahun. Pasien belum pernah menderita DBD. Riwayat imunisasi tidak lengkap dan
perkembangan mental, emosi dan psikomotor pasien agak lambat. Pasien bicaranya
masih cadel, sering iritabel dan malaise. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak lemah, Pasien panas selama 6 hari dan terdapat nyeri tekan di kuadran tengah
atas. Pasien hipotensi, nadi meningkat dan lemah. Dari hasil lab pasien anemia ringan,
trombositopenia berat, hiponatremia dan Ig G dengue positif.

PENATALAKSANAAN:
1. Istirahat
2. IVFD RL 10 tetes/menit
3. O2 3 liter/menit

4. Antrain 200mg intravena


5. Stesolid 10mg
6. IVFD KN1B 70cc/jam
7. Ceftizoxim 3x500mg
8. Antrain 200mg
9. Pamol supp
10.Stesolid 10mg
Diagnosis banding: dengue shock syndrome, kejang demam, demam tifoid, demam
Chikungunya
Diagnosis kerja : DBD Ensefalopati, retardasi mental dan kejang demam.

Prognosis : dubia ad malam


HASIL FOLLOW-UP

Tanggal
S

15 Juli 2009
Panas, sesak,

16 Juli 2009
panas, ada mual,

17 Juli 2009
panas +

18 Juli 2009
panas, batuk

kejang 2x, mual

muntah tidak ada,

mual muntah -

berdahak, pilek,

muntah,

BAB 1x cair,warna BAB,BAK

muntah 1x,

hitam

normal

BAB,BAK

sesak

normal, sesak - ,

kejang -

kejang -nyeri
perut, pusing.

KU lemah,

KU lemah

somnolen,

Nadi : 90x/menit

Nadi :

Kesadaran: CM

TD : 90/50

Nafas:47x/menit

90x/menit

Nadi:100x/menit

Nadi : 135xmenit

Suhu : 37 C

Nafas

Nafas:32x/menit

Suhu : 38 C

rhonki +/+,

30x/menit Suhu

Suhu : 38 C

NT -

: 37 C

rhonki -/-,

rhonki +/+
A

NT DBD dan ISPA

Observasi kejang

Observasi kejang

DBD dan suspek

demam,

demam, DBD dan

trombositopenia
IVFD RL 10

ISPA
IVFD KN1B +

IVFD K-1B

IVFD K-1B

tetes/menit

KCL 6meq

14tetes/menit

14tetes/menit

O2 3 liter/menit

16tetes/menit

Ceftizoxime

Ceftizoxime

Antrain 200mg i.v

Fartolin exp 3x

3x500mg

3x500m

Stesolid 10mg

cth

Antrain 200mg

Fartolin exp 3x

Calpol forte 3x1

Pamol supp

cth

cth

250mg

Calpol forte 3x1

Proza syrup 1x1

Stesolid 10mg

cth

cth

Inhalasi pagi

Proza syrup 1x1

Ceftizoxime

dan sore

cth

ensefalitis

3x500mg

Antrain 200mg

Antrain 200mg

Periksa H2TL /

Pamol supp 250mg

24jam

Stesolid 10mg
Inhalasi pagi dan
sore

19 Juli 2009
Panas+

20 Juli 2009
panas masih tinggi,

21 Juli 2009
panas berkurang,

22 Juli 2009
panas berkurang,

batuk berdahak

batuk berdahak,

batuk berdahak,

batuk berdahak

pilek +

pilek, mual muntah - mual +, muntah -,

ngerok-ngerok +

mual muntah -

, BAB,BAK normal,

pilek, BAB cair,

sesak +, mual

sesak +

sesak - , kejang -

berdarah - , lendir - ,

muntah -

kejang -

nyeri perut +

ada ampas, tidak

nyeri perut +

pusing +

mimisan, nyeri sendi

pusing +

di kedua lutut, sesak


+, batuk -

KU lemah, CM

KU lemah, CM

Nadi 100x/menit

Nadi : 80x/mnt

Nadi :

Nadi : 84x/menit

Nafas 36x/menit

Nafas : 40x/mnt

100x/menit

Nafas : 30x/menit

Suhu : 36,4 C

Suhu : 35,2 C

Nafas :

Suhu : 37,3 C

NT di kuadran atas

rhonki -/-

32x/menit

rhonki -/-,

tengah, rhonki -/-,

akral dingin

Suhu : 38 C

NT -, akral hangat

Akral hangat

rhonki -/-,
NT -, akral
A

hangat
DBD

DBD Ensefalopati

DBD Ensefalopati

DBD Ensefalopati

ensefalopati
KN1B 14

KN1B 14

IVFD KN1B

IVFD KN1B

tetes/menit

tetes/menit

70cc/jam

70cc/jam

IVFD RL

IVFD RL 24cc/jam

Terapi cairan

Ceftizoxim

24cc/jam loading

Ceftizoxim 500mg

diteruskan

3x500mg

Ceftizoxim

Periksa H2TL/24jam

Periksa H2TL /

500mg

Inhalasi pagi dan

24jam

Inhalasi pagi dan

sore

sore

Antrain
200mg
Pamol supp
(kalau perlu)

Stesolid 10mg
(kalau perlu)
Inhalasi pagi
dan sore
Periksa H2TL /
24jam

Demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS)


Definisi
Penyakit demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus dengue yang
ditandai dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan dan
kematian.
Epidemiologi
Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis. Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes
yaitu :
1) Aedes agypti : paling sering ditemukan, hidup di daerah tropis dan berkembang
biak dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih.
2) Aedes albopictus : tempat habitat di air jernih, di sekitar rumah atau pohon.
Etiologi
Virus dengue tipe 1,2,3,4 (golongan Arthropod borne virus group B) yang ditularkan
melalui gigitan banyak spesis nyamuk Aedes ( antara lain Aedes aegypti dan Aedes
albopictus)

Klasifikasi
Menurut WHO 1997 dibagi atas:
Derajat I : demam dan uji tourniquet (+)
Derajat II : demam dengan perdarahan spontan, pada umumnya di kulit dan/atau
perdarahan di tempat lain
Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi rendah (<20mmHg) atau hipotensi dengan kulit dingin, lembab
dan gelisah.
Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang tidak dapat diukur

Patofisiologi
- Permeabilitas pembuluh darah meningkat menyebabkan volume plasma menurun lalu
menimbulkan syok
-

trombositopenia dan diatesis hemoragik yang menyebabkan perdarahan


4 gejala utama DBD :
1. Demam
Mendadak terus menerus : 2 7 hari cepat
40C kejang demam
Akhir fase demam = fase kritis awal penyembuhan/ awal fase syok
2. Tanda perdarahan
Penyebab : vasculopathy, trombositopenia, gangguan fungsi trombosit,
DIC
Jenis perdarahan :
Kulit uji tourniquet rumple leede = uji bendung fragilitas
kapiler
Penyakit virus (campak, demam chikungunya)
Infeksi bakteri (tifus abdominalis)
Awal penyakit : 70% uji tourniquet

2,8 cm (1 inch) : > 10 20 petechiae (bag volar lipatan siku/


fossa cubiti)
3. Hepatomegali
Dapat diraba (just palpable) 2 4 cm bawah arcus aorta
Nyeri tekan, kadang-kadang ikterus
4. Syok (kegagalan sirkulasi)
Kasus ringan sedang : demam , gejala klinis hilang berkeringat,
perubahan denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung) ektremitas
dingin, kongesti kulit.
Beri IVFD sembuh spontan
Kasus berat : kulit dingin/ lembab, sianosis sekitar mulut, gelisah, nadi
cepat/ lemah/ kecil ( tak teraba), tekanan nadi ( 20 mmHg)
Fase kritis = syok berat (profound shock) : nadi, tek darah tak dpt
diukur lagi
Meninggal dalam 12 24 jam/ sembuh cepat setelah IVFD
Komplikasi :

Asidosis metabolik

prognosis

Perdarahan saluran cerna

buruk

Perdarahan intraserebral kejang, koma

Ensefalopati

Penyembuhan : sinus bradikardi, denyut nadi tak teratur (aritmia), ruam petechiae daerah
distal (kaki, tangan, kadang-kadang muka)

Patogenesis DBD dan SSD(sindrom syok dengue)


Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversi. Dua teori yang
umum dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD, yaitu
hipotesis infeksi sekunder(theory secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien
yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection
yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue
yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigenantibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang
tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal, oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik
pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu
beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.
Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat
satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi
trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah
trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang
terjadi.
Gejala

Terdapat 4 gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali
dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai
dengan muka kemerahan dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala
demam dengue seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri pada otot dan sendi.
Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorok dan pada pemeriksaan ditemukan
farings hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di
bawah lengkung iga kanan, kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.
Keempat gejala utama DBD adalah :
1. demam :
penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus
berlangsung 2-7hari, kemudian turun secara cepat. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi sampai 40C dan dapat dijumpai kejang demam. Akhir fase demam
merupakan fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal
penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.
2. tanda-tanda perdarahan:
penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopeni dan
gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis
perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet positif,
petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama
demam. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan
melena. Perdarahan gastrointestinal biasanya terjadi menyertai syok. Kadangkadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau hematuri. Tanda
perdarahan ini tidak semuanya terjadi pada seorang pasien DBD. Perdarahan yang
paling ringan adalah uji tourniquet positif, berarti fragilitas kapiler meningkat.
3. pembesaran hati :
pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya
sekedar dapat diraba sampai 2-4cm di bawah lengkung iga kanan. Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan
pembesaran hati, harus dilakukan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan.

4. syok :
pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut
nadi dan tekanan darah, akral ekstremitas teraba dingin, disertai dengan kongesti
kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat
dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien
biasanya akan smebuh spontan setelah pemberian cairan dan elektrolit. Pada
kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari
demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7,
terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembap terutama pada
ujung jari tangan dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi
cepat dan lemah, kecil sampai tak teraba. Walaupun pada beberapa pasien tampak
sangat lemah, pada saat terjadi syok, pasien sangat gelisah. Sesaat sebelum syok
seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun( menjadi 20mmHg atau kurang), jadi untuk
menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolik, misalnya 100/90
mmHg berarti tekanan nadi 10mmHg atau hipotensi, kulit dingin dan lembab.
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius oleh
karena dapat menyebabkan kematian bila tidak diatasi dengan baik. Pasien dapat
dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat, pada saat itu tekanan
darah dan nadi tidak dapt terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang
sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam 12-24jam atau sembuh cepat
setelah mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat
segera diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik,
perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis
buruk. Sebagian pasien masih tetap sadar walaupun telah memasuki fase terminal.
Pasien dengan perdarahan intraserebral dapat disertai kejang dan koma.
Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan gangguan metabolik dan
elektrolit.
Tanda-tanda syok :

1. anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis.


2. nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba.
3. tekanan darah turun, tekanan nadi <10mmHg
4. akral dingin, capillary refill menurun
5. diuresis menurun sampai anuria
Apabila syok tidak dapat segera diatasi akan terjadi komplikasi berupa asidosis metabolik
dan perdarahan hebat.

Kriteria diagnosis
-

kontak dengan penderita DBD dan DSS

kriteria WHO (1997) :


gejala klinis : demam tinggi mendadak 2-7hari
manifestasi perdarahan
uji tourniquet +
perdarahan spontan (petekia,purpura, ekimosis,
epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena)
hepatomegali
tanpa atau dengan gejala renjatan :
nadi lemah, cepat, kecil sampai tidak teraba
tekanan nadi < 20mmHg
tekanan darah rendah
kulit teraba dingin dan lembab(terutama daerah akral)
sianosis sekitar mulut

Laboratorium : Trombositopenia (<100.000/mm3)


Hemokonsentrasi (Ht 20%)

Diagnosis klinis ditegakkan bila didapatkan > 2 gejala klinis dengan trombositopeni

dan
Hemokonsentrasi

Diagnosis pasti :
Hemaglutination inhibition test (HI)
Tes netralisasi
Dot-blot immunoassay
Tes fiksasi komplemen

Diagnosis banding
- demam tifoid
- infeksi virus lain

Pemeriksan penunjang
- HI
- IgG
- IgM
- Isolasi virus
Komplikasi
- perdarahan organ
- disseminated intravascular coagulation (DIC)
Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DBD dan SSD adalah gangguan
keseimbangan elektrolit. Gangguan keseimbangan elektrolit biasanya dijumpai pada fase
leakage/kritis dan yang paling sering adalah hiponatremia dan hipokalsemia, sedangkan
hipokalemia sering pada fase konvalesen.
Hiponatremia : karena intake yang tidak cukup dan mendapat cairan yang hipotonik
misalnya N/2 atau N/3. Jika penderita tidak mengalami kejang tidak perlu diberikan NaCl
3%, tetapi cukup diberikan NaCl 0,9% atau RL-D5 %

Hipokalsemia : karena leakage Ca mengikuti albumin ke ruangan peritoneum dan pleura.


Diobati dengan Ca glukonas 10% sebanyak 1ml/kgBB (maksimal 10ml) diencerkan dan
diberi intravena perlahan-lahan dapat diulangi tiap 6 jam hanya pada penderita risiko
tingi atau yang mungkin akan mengalami komplikasi, misalnya pada derajat IV dan pada
penderita dengan overhidrasi.
Terapi
A. Tanpa renjatan
Pengawasan : Tanda vital setiap 1-2 jam
Ht setiap 3-4 jam
Monitior intake,output dan kondisi pasien
bila dapat minum dianjurkan banyak minum. Bila penderita muntah,
nyeri ulu hati, Ht cenderung meningkat, kejang atau trombosit menurun
maka diberikan infus glukosa 5% dilarutkan dalam 1:2 atau 1:1 larutan
NaCL fisiologis
Dengan kebutuhan :
- inisial : 10mL/kgBB untuk setiap kehilangan cairan 1% dari BB
- rumatan :
BB(kg)
0-10
11-20
>20

Voluime rumatan (mL) untuk 24jam


100 mL/kg BB
1000 mL+ 50mL/kgBB
1500 mL+ 20mL/kgBB

Simtomatik : antipiretik parasetamol tiap 6jam bila hiperpireksia (>39) atau


mempunyai
kecenderungan kejang demam
Umur
< 1 tahun
3-6 tahun
>6 tahun

Dosis
60 mg/dosis
120mg/dosis
240mg/dosis

B. Renjatan
- Diberikan RL, Ringer asetat atau glukosa 5% dilarutkan dalam NaCL fisiologis 1:1
atau 1:2 secara cepat (<20 menit) intravena bolus 10-20ml/kgBB.
- Bila masih terdapat syok, oksigen bisa diberikan dan periksa Ht. Jika Ht meningkat.
berikan plasma/plasma pengganti atau albumin 5% sebanyak 10-20mL/kgBB secara
bolus, bisa diulangi bila perlu dengan cairan koloid 20-30ml/kgBB
- bila masih terdapat juga syok, diberikan fresh whole blood 10ml/kgBB(jika Ht
tetap diatas 35%)
- bila terdapat renjatan lagi pemberian cairan sesuai dengan terapi cairan tanpa
renjatan
- koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
- sedativa : kloral hidrat 12,5-50 mg/kgBB peroral/rektal
Pemantauan
Observasi tanda vital dan keadaan klinis
Periksa secara serial Hb, Ht dan trombosit. Pada kasus ringan setiap 4 jam
Bila ditemukan sakit ulu hati, mual, Ht meningkat, trombosit menurun, pemeriksaan
setiap 2 jam
Pada renjatan dilakukan pemeriksaan :
-

tanda vital setiap 15-30 menit

intake dan output

elektrolit dan serum, analisis gas

PT,PTT,TT,FDP

Tes fungsi hati

Ensefalopati Dengue
Kurang dari 5% DBD/DSS disertai manifestasi yang tidak lazim berupa :
-

ensefalopati/ensefalitis. Penderita biasanya gelisah, iritabel atau koma. Pemeriksaan


neurologis biasanya menunjukkan hiperefleksia, Babinski +.

Gagal hepar disertai ikterus.

Gagal ginjal dapat disebabkan oleh syok lama, hepatorenal sindrom dan
hemoglobinuria.

Infeksi kombinasi disebabkan oleh infeksi dengue disertai dengue pada penderita
Thalasemia, defisiensi G6PD dan penyakit jantung kongenital.

Penyebab ensefalopati yang sering adalah :


-

hepatik ensefalopati:
o syok berat menyebabkan hipoksia dan iskemia, dapat terjadi bila
penatalaksanaan kurang baik, misalnya overhidrasi.
o Inborn error of metabolism, misalnya sindrom Reye
o Penggunaan obat hepatotoksik.
o Penyakit hepar yang mendasari, misalnya karier hepatitis B, talasemia.

imbalans elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia.

Gangguan metabolisme, misalnya hipoglikemia.

Perdarahan intrakranial, trombosis/ iskemia serebral.

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan


dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati bersifat sementara , maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara
sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi
jaringan otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD/SSD. Apabila
pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya
ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dulu. Apabila syok telah teratasi, maka perlu
dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan
kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah trombosit < 50.000/uL). Pada ensefalopati
dengue dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT
memanjang, kadar gula darah turun, alkalosis pada analisa gas darah dan hiponatremia.
Telah dilakukan penelitian tentang hubungan serotipe virus Dengue dengan beratnya penyakit yang ditimbulkan dalam hal ini kematian. Spesimen darah diambil dari
penderita klinis Demam Berdarah Dengue yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta periode 1986. Kriteria klinis Demam
Berdarah Dengue dari WHO 1975 dipakai untuk menentukan diagnosis. Karena penderita meninggal maka hanya didapatkan satu spesimen darah saja yaitu darah akut.
Selama periode ini yaitu tahun 1986 sebanyak 1100 kasus Demam Berdarah
Dengue dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo.
Dan sebanyak itu 51 anak meninggal. Dan anak yang meninggal tersebut 37 penderita
dapat diambil spesimen daranhnya. Secara klinis dari ke 51 penderita yang meninggal, 22

penderita adalah Grade IV, 27 penderita Grade III dan 2 penderita Grade II. Kebanyakan
yaitu 39% adalah Dengue Shock Syndrome dengan ensefalopati.
Sebanyak 12 Dengue virus serotipe 3 dapat diisolasi, 5 Dengue serotipe 2 dan 2 Dengue
serotipe I. Dan sebanyak 12 Dengue serotipe 3,8 penderita menunjukkan gejala Dengue
Shock Syndrome, saturdengan ensefalopati dan satu tidak. Dua menunjukkan gred III dan
satu gred II. Untuk Dengue 1, keduanya dari gred II.
Dengue 3 merupakan serotipe yang paling dominan. Diikuti Dengue 2 dan kemudian
Dengue 1. Tidak ada Dengue 4 yang dapat diisolasi dari penderita yang meninggal ini.
Dari berat ringannya penyakit yang ditimbulkannya terlihat bahwa Dengue 3 sangat
berhubungan dengan kasus yang berat. Dari 12 virus Dengue yang dapat diisolasi ke-12
nya merupakan Grade III/IV delapan dengan ensefalopati sedang untuk Dengue 2, dua
dari 5 penderita adalah Grade III/IV dengan satu ensefalopati.Untuk Dengue 1, semua
penderita yang virusnya dapat diisolasi hanya Grade II saja. Dengue 4 rupa-rupanya tidak
berhubungan dengan kasus yang berat seperti terlihat tidak adanya isolasi virus.
KESIMPULAN
1) Dengue 3 masih merupakan serotipe yang dominan dan paling berhubungan dengan
kasus
yang berat/meninggal.
2) Dengue 2 dan Dengue 1 menyusul di belakangnnya.
3) Dengue 4 rupa-rupanya tidak menyebabkan kasus Demam Berdarah Dengue yang
berat.
4) Gejala ensefalopati banyak diketemukan
Penanganan

Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3, dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan
NaCL 0,9%: glukosa 5% = 3:1. Untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid
tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 60mg/dl, mencegah, mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik),
koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat.. untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah
dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kg BB/hari +
kloramfenikol 75mg/kgBB/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat
dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat.
Bila diperlukan transfusi tukar, pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino
rantai pendek.
Prognosis
Penyembuhan DBD dengan atau tanpa syok akan terjadi cepat, akan tetapi kadangkadang sulit diramalkan. Walaupun dari sebagian besar pasien dengan syok berat, bila
pengobatan adekuat pasien akan sembuh kembali dalam waktu 2-3hari. Timbulnya nafsu
makan merupakan tanda prognosis yang baik. Pada saat penyembuhan seringkali disertai
sinus bradikardi atau denyut nadi tidak teratur(aritmia) dan adanya ruam petekie yang
menyeluruh dengan bagian kulit sehat berupa bercak putih diantaranya, terdapat pada
daerah distal tubuh.

Daftar pustaka
1. Sri Rezeki S.H, Hindra Irawan S, Demam Berdarah Dengue, Pelatihan bagi Pelatih
Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
DBD, , Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. hal 103.
2. Sumarmo S. P.S, Herry Garna, Sri Rezeki H.H, Hindra Irawan S, Infeksi Virus
Dengue, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2, Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2008. hal 175.
3. Herry Garna, Heda Melinda, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome,
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 3, Bandung : Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, 2005. hal 247-54
4. T.H. Rampengan, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome, Penyakit
Infeksi Tropik pada Anak, Edisi 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008. hal
123-47.
5. Demam Berdarah Dengue, Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, Jakarta, Agustus 2007. hal 175-84.

6. Soetono, Anggoro DB Sacho, PW Irawan, Koeswardono Hendro. Pemeriksaan


Serologi Dengue Blot IgG Untuk Konfirmasi Diagnosis Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Kedokteran Media Medika Indonesiana [abstract]. 2005 [cited 2009 July 29]; 33:17 22.
Available

from:

http://www.mediamedika.net/modules.php?

name=Jurnal&file=index&a1=jurnal&a2=314&sort=&recstart=0
7. Suharyono Wuryadi, Isolasi Virus Dengue dari Penderita Demam Berdarah Dengue
yang meninggal di Jakarta,lndonesia1986, Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I., Jakarta. 1990.
Available from :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04_IsolasiVirusDengue.pdf/04_IsolasiVirusDengue
.html
8. Soegeng Soegijanto, Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Pada Anak, Lab. Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Tropical Disease Center
Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai