DBD ENSEFALOPATI
Pembimbing
dr. Dewi I. , Sp. A
Penyusun
Atiqah binti Mohamad Rahizam
030.05.250
Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Koja
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 13 Juli 19 September 2009
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama pasien : Rizki Ramadhan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat rumah : Jalan baru, Celincing
Tempat dan tanggal lahir : 3 Disember 2002, PUSKESMAS Jalan Duren, Jakarta
Umur : 6 tahun 7 bulan
Anak ke- : pertama dari 3 bersaudara
Pendidikan : Sekolah Dasar I
Orang tua:
Nama:
Agama :
Alamat
Pekerjaan
Penghasilan
Ayah
Rahmat
Islam
Jalan baru, Celincing
Buruh
700.000/bulan
Ibu
Tirah
Islam
Jalan baru, Celincing
Ibu Rumahtangga
-
Sewaktu ibu pasien hamil, ibu pasien sering pingsan, dikatakan sebulan satu kali pada
trimester satu dan dua. Ibu pasien mengatakan ada mengambil obat antimual bulat
berwarna putih dan vitamin di awal kehamilan. Ibu pasien tidak pernah menderita
penyakit dan tidak demam sewaktu hamil, kontrol ke bidan rutin setiap bulan. Ibu pasien
melahirkan pasien spontan di bidan dan kondisi pasien normal. Ibu pasien tidak pernah
aborsi.
RIWAYAT PERKEMBANGAN:
Pertumbuhan gigi 1: 2 tahun
Psikomotor :
Tengkurap :
4 bulan
Bicara : 3 tahun
Duduk :
9 bulan
Baca :
Berdiri :
1 tahun
Tulis :
6 tahun
Berjalan :
2 tahun
Perkembangan pubertas :
Rambut pubis : tidak diperiksa
Belum muncul tanda-tanda seksual sekunder
Gangguan perkembangan mental dan emosi :
Sering rewel, proses belajar pasien lambat dan lama, tidak bisa konsentrasi dalam waktu
yang lama, apabila belajar sering mengeluh sakit kepala dan berkeringat, tidak memberi
perhatian apabila dipanggil dan disuruh melakukan sesuatu.
Kesimpulan riwayat perkembangan: pertumbuhan dan perkembangan pasien lambat
dibanding anak normal seusianya.
RIWAYAT MAKANAN:
Umur (bulan)
0-2
2-4
4-6
6-8
8-10
10-12
ASI/PASI
ASI
PASI
PASI
PASI
PASI
PASI
Buah/Biskuit
+
+
+
+
Bubur Susu
+
+
+
+
+
Nasi Tim
+
+
+
+
RIWAYAT IMUNISASI:
Vaksin
BCG
Dasar (umur)
sewaktu
-
Ulangan (umur)
-
DPT/PT
Polio
baru lahir
2 bulan
Waktu
3 bulan
2 bulan
3 bulan
Campak
lahir
-
Hepatitis
B
MMR
TIPA
lahir
3/12/2002
5/5/2006
10/5/2008
Lahir
Abortus
Mati
Keterangan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
mati
-
(sebab)
-
kesehatan
(pasien)
Sehat
Sehat
Ya
Ya
Ya
B. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Kosanguitas
Penyakit
Ayah
Rahmat
Satu
25 tahun
SMP
Islam
Jawa
Tidak ada
Tidak ada
Ibu
Tirah
Satu
20 tahun
SMP
Islam
Jawa
Tidak ada
Tidak ada
Umur
1 tahun
Cacingan
(Asma)
-
Penyakit
Difteria
Umur
-
Diare
jantung
3 bulan(berbusa- Penyakit
ginjal
Panyakit
darah
Radang paru
Demam
Kejang
busa)
3 bulan
berdarah
Demam
Kecelakaan
6 tahun (jatuh
tifoid
Otitis
Parotitis
Morbili
Operasi
PEMERIKSAAN FISIK
sepeda)
5 tahun
Penyakit
Penyakit
Umur
-
Tuberkulosis 1 tahun
Lain-lain
Susunan saraf : normal, kaku kuduk negatif, Brudzinski I,II negatif, Kernig negatif,
Babinsky negatif, tonus otot lemah, hipotrofi otot, refleks biseps dan triseps +/+, refleks
patella +/+,
Kulit : agak gelap, tidak sianosis, turgor dan elastisitas baik
Rumple Leed : negatif
Pemeriksaan penunjang :
Hasil laboratorium:
15 Juli 2009
12,1g/dL
16 Juli 2009
12,6g/dL
17 Juli 2009
11,5g/dL
18 Juli 2009
12,1g/dL
Hematokrit(40-48)
35 %
38%
32 %
34 %
Lekosit
12.800/uL
8.700/uL
1.800/u L
1.600/uL
Hemoglobin
(13,0-16,0)
(5.000 10.000)
Trombosit(200.000- 117.000/uL
73.000/uL
77.000/uL
61.000/uL
500.000)
Elektrolit : Na
132mmol/L
133mmol/L
(135-147)
19 Juli 2009
19 Juli 2009
(jam 13.14.42)
( jam 21.44.25)
14,1g/dL
14,4g/dL
12,5g/dL
12,7g/dL
11,8/dL
Hematokrit(40-48)
34 %
45 %
34 %
36 %
35 %(
Lekosit
2.400/uL
5.500/uL
7.200/uL
7.400/uL
4.600/uL
(5.000 10.000)
Trombosit(200.000- 43.000/uL
31.000/uL
36.000/uL
50.000/uL
143.000/uL
500.000)
Ig G Dengue
positif
Ig M Dengue
negatif
Hemoglobin
20 Juli 2009
21 Juli 2009
22 Juli
2009
(13,0-16,0)
Analisa gas darah diperiksa tanggal 15 dan 16 Juli 2009 dalam batas normal
Urinalisa ( urin lengkap) diperiksa tanggal 16 Juli 2009 didapatkan albumin +1,keton +2,
darah samar +3, yang lain di dalam batas normal
Kesimpulan : - Hemoglobin turun naik
- Hematokrit rendah, peningkatan Ht 40% (>20%)
- Lekosit rendah (lekopenia) tetapi sudah mencapai batas normal pada hari
rawat ke 5
- Trombosit turun mendadak (trombositopenia) sehingga hari rawat ke-7
sudah meningkat kembali
Darah tepi : tidak diperiksa
RESUME :
Pasien seorang anak laki-laki berumur 6 tahun 7 bulan datang ke UGD dengan keluhan
demam tinggi 1 hari SMRS dan kejang 2 kali. Pasien ada riwayat flek ketika berusia 3
bulan, sering kejang didahului panas tinggi dan menderita campak sewaktu berusia 5
tahun. Pasien belum pernah menderita DBD. Riwayat imunisasi tidak lengkap dan
perkembangan mental, emosi dan psikomotor pasien agak lambat. Pasien bicaranya
masih cadel, sering iritabel dan malaise. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak lemah, Pasien panas selama 6 hari dan terdapat nyeri tekan di kuadran tengah
atas. Pasien hipotensi, nadi meningkat dan lemah. Dari hasil lab pasien anemia ringan,
trombositopenia berat, hiponatremia dan Ig G dengue positif.
PENATALAKSANAAN:
1. Istirahat
2. IVFD RL 10 tetes/menit
3. O2 3 liter/menit
Tanggal
S
15 Juli 2009
Panas, sesak,
16 Juli 2009
panas, ada mual,
17 Juli 2009
panas +
18 Juli 2009
panas, batuk
mual muntah -
berdahak, pilek,
muntah,
muntah 1x,
hitam
normal
BAB,BAK
sesak
normal, sesak - ,
kejang -
kejang -nyeri
perut, pusing.
KU lemah,
KU lemah
somnolen,
Nadi : 90x/menit
Nadi :
Kesadaran: CM
TD : 90/50
Nafas:47x/menit
90x/menit
Nadi:100x/menit
Nadi : 135xmenit
Suhu : 37 C
Nafas
Nafas:32x/menit
Suhu : 38 C
rhonki +/+,
30x/menit Suhu
Suhu : 38 C
NT -
: 37 C
rhonki -/-,
rhonki +/+
A
Observasi kejang
Observasi kejang
demam,
trombositopenia
IVFD RL 10
ISPA
IVFD KN1B +
IVFD K-1B
IVFD K-1B
tetes/menit
KCL 6meq
14tetes/menit
14tetes/menit
O2 3 liter/menit
16tetes/menit
Ceftizoxime
Ceftizoxime
Fartolin exp 3x
3x500mg
3x500m
Stesolid 10mg
cth
Antrain 200mg
Fartolin exp 3x
Pamol supp
cth
cth
250mg
Stesolid 10mg
cth
cth
Inhalasi pagi
Ceftizoxime
dan sore
cth
ensefalitis
3x500mg
Antrain 200mg
Antrain 200mg
Periksa H2TL /
24jam
Stesolid 10mg
Inhalasi pagi dan
sore
19 Juli 2009
Panas+
20 Juli 2009
panas masih tinggi,
21 Juli 2009
panas berkurang,
22 Juli 2009
panas berkurang,
batuk berdahak
batuk berdahak,
batuk berdahak,
batuk berdahak
pilek +
ngerok-ngerok +
mual muntah -
, BAB,BAK normal,
sesak +, mual
sesak +
sesak - , kejang -
berdarah - , lendir - ,
muntah -
kejang -
nyeri perut +
nyeri perut +
pusing +
pusing +
KU lemah, CM
KU lemah, CM
Nadi 100x/menit
Nadi : 80x/mnt
Nadi :
Nadi : 84x/menit
Nafas 36x/menit
Nafas : 40x/mnt
100x/menit
Nafas : 30x/menit
Suhu : 36,4 C
Suhu : 35,2 C
Nafas :
Suhu : 37,3 C
NT di kuadran atas
rhonki -/-
32x/menit
rhonki -/-,
akral dingin
Suhu : 38 C
NT -, akral hangat
Akral hangat
rhonki -/-,
NT -, akral
A
hangat
DBD
DBD Ensefalopati
DBD Ensefalopati
DBD Ensefalopati
ensefalopati
KN1B 14
KN1B 14
IVFD KN1B
IVFD KN1B
tetes/menit
tetes/menit
70cc/jam
70cc/jam
IVFD RL
IVFD RL 24cc/jam
Terapi cairan
Ceftizoxim
24cc/jam loading
Ceftizoxim 500mg
diteruskan
3x500mg
Ceftizoxim
Periksa H2TL/24jam
Periksa H2TL /
500mg
24jam
sore
sore
Antrain
200mg
Pamol supp
(kalau perlu)
Stesolid 10mg
(kalau perlu)
Inhalasi pagi
dan sore
Periksa H2TL /
24jam
Klasifikasi
Menurut WHO 1997 dibagi atas:
Derajat I : demam dan uji tourniquet (+)
Derajat II : demam dengan perdarahan spontan, pada umumnya di kulit dan/atau
perdarahan di tempat lain
Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi rendah (<20mmHg) atau hipotensi dengan kulit dingin, lembab
dan gelisah.
Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang tidak dapat diukur
Patofisiologi
- Permeabilitas pembuluh darah meningkat menyebabkan volume plasma menurun lalu
menimbulkan syok
-
Asidosis metabolik
prognosis
buruk
Ensefalopati
Penyembuhan : sinus bradikardi, denyut nadi tak teratur (aritmia), ruam petechiae daerah
distal (kaki, tangan, kadang-kadang muka)
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection
yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue
yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigenantibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang
tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal, oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik
pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu
beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.
Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat
satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi
trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah
trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang
terjadi.
Gejala
Terdapat 4 gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali
dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai
dengan muka kemerahan dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala
demam dengue seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri pada otot dan sendi.
Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorok dan pada pemeriksaan ditemukan
farings hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di
bawah lengkung iga kanan, kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.
Keempat gejala utama DBD adalah :
1. demam :
penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus
berlangsung 2-7hari, kemudian turun secara cepat. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi sampai 40C dan dapat dijumpai kejang demam. Akhir fase demam
merupakan fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal
penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.
2. tanda-tanda perdarahan:
penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopeni dan
gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis
perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet positif,
petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama
demam. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan
melena. Perdarahan gastrointestinal biasanya terjadi menyertai syok. Kadangkadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau hematuri. Tanda
perdarahan ini tidak semuanya terjadi pada seorang pasien DBD. Perdarahan yang
paling ringan adalah uji tourniquet positif, berarti fragilitas kapiler meningkat.
3. pembesaran hati :
pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya
sekedar dapat diraba sampai 2-4cm di bawah lengkung iga kanan. Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan
pembesaran hati, harus dilakukan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan.
4. syok :
pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut
nadi dan tekanan darah, akral ekstremitas teraba dingin, disertai dengan kongesti
kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat
dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien
biasanya akan smebuh spontan setelah pemberian cairan dan elektrolit. Pada
kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari
demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7,
terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembap terutama pada
ujung jari tangan dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi
cepat dan lemah, kecil sampai tak teraba. Walaupun pada beberapa pasien tampak
sangat lemah, pada saat terjadi syok, pasien sangat gelisah. Sesaat sebelum syok
seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun( menjadi 20mmHg atau kurang), jadi untuk
menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolik, misalnya 100/90
mmHg berarti tekanan nadi 10mmHg atau hipotensi, kulit dingin dan lembab.
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius oleh
karena dapat menyebabkan kematian bila tidak diatasi dengan baik. Pasien dapat
dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat, pada saat itu tekanan
darah dan nadi tidak dapt terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang
sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam 12-24jam atau sembuh cepat
setelah mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat
segera diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik,
perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis
buruk. Sebagian pasien masih tetap sadar walaupun telah memasuki fase terminal.
Pasien dengan perdarahan intraserebral dapat disertai kejang dan koma.
Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan gangguan metabolik dan
elektrolit.
Tanda-tanda syok :
Kriteria diagnosis
-
Diagnosis klinis ditegakkan bila didapatkan > 2 gejala klinis dengan trombositopeni
dan
Hemokonsentrasi
Diagnosis pasti :
Hemaglutination inhibition test (HI)
Tes netralisasi
Dot-blot immunoassay
Tes fiksasi komplemen
Diagnosis banding
- demam tifoid
- infeksi virus lain
Pemeriksan penunjang
- HI
- IgG
- IgM
- Isolasi virus
Komplikasi
- perdarahan organ
- disseminated intravascular coagulation (DIC)
Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DBD dan SSD adalah gangguan
keseimbangan elektrolit. Gangguan keseimbangan elektrolit biasanya dijumpai pada fase
leakage/kritis dan yang paling sering adalah hiponatremia dan hipokalsemia, sedangkan
hipokalemia sering pada fase konvalesen.
Hiponatremia : karena intake yang tidak cukup dan mendapat cairan yang hipotonik
misalnya N/2 atau N/3. Jika penderita tidak mengalami kejang tidak perlu diberikan NaCl
3%, tetapi cukup diberikan NaCl 0,9% atau RL-D5 %
Dosis
60 mg/dosis
120mg/dosis
240mg/dosis
B. Renjatan
- Diberikan RL, Ringer asetat atau glukosa 5% dilarutkan dalam NaCL fisiologis 1:1
atau 1:2 secara cepat (<20 menit) intravena bolus 10-20ml/kgBB.
- Bila masih terdapat syok, oksigen bisa diberikan dan periksa Ht. Jika Ht meningkat.
berikan plasma/plasma pengganti atau albumin 5% sebanyak 10-20mL/kgBB secara
bolus, bisa diulangi bila perlu dengan cairan koloid 20-30ml/kgBB
- bila masih terdapat juga syok, diberikan fresh whole blood 10ml/kgBB(jika Ht
tetap diatas 35%)
- bila terdapat renjatan lagi pemberian cairan sesuai dengan terapi cairan tanpa
renjatan
- koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
- sedativa : kloral hidrat 12,5-50 mg/kgBB peroral/rektal
Pemantauan
Observasi tanda vital dan keadaan klinis
Periksa secara serial Hb, Ht dan trombosit. Pada kasus ringan setiap 4 jam
Bila ditemukan sakit ulu hati, mual, Ht meningkat, trombosit menurun, pemeriksaan
setiap 2 jam
Pada renjatan dilakukan pemeriksaan :
-
PT,PTT,TT,FDP
Ensefalopati Dengue
Kurang dari 5% DBD/DSS disertai manifestasi yang tidak lazim berupa :
-
Gagal ginjal dapat disebabkan oleh syok lama, hepatorenal sindrom dan
hemoglobinuria.
Infeksi kombinasi disebabkan oleh infeksi dengue disertai dengue pada penderita
Thalasemia, defisiensi G6PD dan penyakit jantung kongenital.
hepatik ensefalopati:
o syok berat menyebabkan hipoksia dan iskemia, dapat terjadi bila
penatalaksanaan kurang baik, misalnya overhidrasi.
o Inborn error of metabolism, misalnya sindrom Reye
o Penggunaan obat hepatotoksik.
o Penyakit hepar yang mendasari, misalnya karier hepatitis B, talasemia.
penderita adalah Grade IV, 27 penderita Grade III dan 2 penderita Grade II. Kebanyakan
yaitu 39% adalah Dengue Shock Syndrome dengan ensefalopati.
Sebanyak 12 Dengue virus serotipe 3 dapat diisolasi, 5 Dengue serotipe 2 dan 2 Dengue
serotipe I. Dan sebanyak 12 Dengue serotipe 3,8 penderita menunjukkan gejala Dengue
Shock Syndrome, saturdengan ensefalopati dan satu tidak. Dua menunjukkan gred III dan
satu gred II. Untuk Dengue 1, keduanya dari gred II.
Dengue 3 merupakan serotipe yang paling dominan. Diikuti Dengue 2 dan kemudian
Dengue 1. Tidak ada Dengue 4 yang dapat diisolasi dari penderita yang meninggal ini.
Dari berat ringannya penyakit yang ditimbulkannya terlihat bahwa Dengue 3 sangat
berhubungan dengan kasus yang berat. Dari 12 virus Dengue yang dapat diisolasi ke-12
nya merupakan Grade III/IV delapan dengan ensefalopati sedang untuk Dengue 2, dua
dari 5 penderita adalah Grade III/IV dengan satu ensefalopati.Untuk Dengue 1, semua
penderita yang virusnya dapat diisolasi hanya Grade II saja. Dengue 4 rupa-rupanya tidak
berhubungan dengan kasus yang berat seperti terlihat tidak adanya isolasi virus.
KESIMPULAN
1) Dengue 3 masih merupakan serotipe yang dominan dan paling berhubungan dengan
kasus
yang berat/meninggal.
2) Dengue 2 dan Dengue 1 menyusul di belakangnnya.
3) Dengue 4 rupa-rupanya tidak menyebabkan kasus Demam Berdarah Dengue yang
berat.
4) Gejala ensefalopati banyak diketemukan
Penanganan
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3, dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan
NaCL 0,9%: glukosa 5% = 3:1. Untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid
tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 60mg/dl, mencegah, mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik),
koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat.. untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah
dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kg BB/hari +
kloramfenikol 75mg/kgBB/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat
dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat.
Bila diperlukan transfusi tukar, pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino
rantai pendek.
Prognosis
Penyembuhan DBD dengan atau tanpa syok akan terjadi cepat, akan tetapi kadangkadang sulit diramalkan. Walaupun dari sebagian besar pasien dengan syok berat, bila
pengobatan adekuat pasien akan sembuh kembali dalam waktu 2-3hari. Timbulnya nafsu
makan merupakan tanda prognosis yang baik. Pada saat penyembuhan seringkali disertai
sinus bradikardi atau denyut nadi tidak teratur(aritmia) dan adanya ruam petekie yang
menyeluruh dengan bagian kulit sehat berupa bercak putih diantaranya, terdapat pada
daerah distal tubuh.
Daftar pustaka
1. Sri Rezeki S.H, Hindra Irawan S, Demam Berdarah Dengue, Pelatihan bagi Pelatih
Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
DBD, , Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. hal 103.
2. Sumarmo S. P.S, Herry Garna, Sri Rezeki H.H, Hindra Irawan S, Infeksi Virus
Dengue, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2, Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2008. hal 175.
3. Herry Garna, Heda Melinda, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome,
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 3, Bandung : Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, 2005. hal 247-54
4. T.H. Rampengan, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome, Penyakit
Infeksi Tropik pada Anak, Edisi 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008. hal
123-47.
5. Demam Berdarah Dengue, Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, Jakarta, Agustus 2007. hal 175-84.
from:
http://www.mediamedika.net/modules.php?
name=Jurnal&file=index&a1=jurnal&a2=314&sort=&recstart=0
7. Suharyono Wuryadi, Isolasi Virus Dengue dari Penderita Demam Berdarah Dengue
yang meninggal di Jakarta,lndonesia1986, Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I., Jakarta. 1990.
Available from :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04_IsolasiVirusDengue.pdf/04_IsolasiVirusDengue
.html
8. Soegeng Soegijanto, Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Pada Anak, Lab. Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Tropical Disease Center
Universitas Airlangga