Anda di halaman 1dari 49

Oleh:

Aries Chandra Kencana


030.03.027
PRESENTASI KASUS
 I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. J
 Umur : 51 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Pendidikan : SLTA
 Status : Menikah
 Tgl Masuk RS : 09 Mei 2012
 Pukul : 21.00 WIB
PRESENTASI KASUS
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 23 Mei 2012
pukul 13.00 WIB.

Keluhan Utama :
Nyeri pada pinggang kanan dan kiri sejak beberapa
jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan:
Nyeri + menjalar ke perut, mual + .
PRESENTASI KASUS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSPAU Dr. Esnawan Antariksa
dengan keluhan mengalami nyeri pada pinggang
kanan dan kiri sejak beberapa jam sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan sangat hebat dan nyeri
juga dirasakan menjalar ke seluruh perut. Penjalaran
ini menyebabkan pasien merasa mual, melilit dan
kembung pada perutnya. Pasien mengaku sulit buang
air kecil, tetapi buang air besar lancar. Pasien
menyangkal adanya pusing dan demam.
PRESENTASI KASUS
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku pernah mengalami kencing batu
kurang lebih dua tahun yang lalu. Pasien menyangkal
adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi,
asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien juga menyangkal adanya riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, alergi, asma di dalam keluarganya.
Pasien juga menyangkal di dalam keluarga ada yang
mengalami penyakit yang sama dengannya.
PRESENTASI KASUS
III. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
B. Tanda Vital
Tekanan darah: 130/80 mmHg, di voler lengan kanan.
Nadi : 80 x/menit, irama regular, cukup.
Suhu : 36,7o C, di aksila kanan.
Pernafasan : 24 x/menit, abdominothorakal.
PRESENTASI KASUS
C. Kepala:
Bentuk : normocephali.
Conjunctiva anemis +/+ , sklera ikterik -/- .

D. Leher:
Tiroid dan kelenjar getah bening regional tidak tampak
membesar. JVP tidak meningkat.

E. Dada:
Cor : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur - ,
gallop - .
Pulmo : Suara napas vesikuler, rhonki - , wheezing - .
PRESENTASI KASUS

F. Abdomen:
Supel, distended, nyeri tekan +, bising usus + normal.

G. Ekstremitas:
Akral hangat dan tidak terdapat oedem pada seluruh
ekstremitas.
PRESENTASI KASUS
IV. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah Lengkap:
 Leukosit : 14.800 /mm3.
 Hemoglobin : 8,0 g/dl.
 Hematokrit : 25 %.
 Trombosit : 574.000 ribu/mm3.
 Gula darah : 93
 Ureum : 100 mg/dl.
 Kreatinin : 2,93 mg/dl.
PRESENTASI KASUS
Pemeriksaan urin rutin:
 Lekosit : 10-12.
 Eritrosit : 45-47.
 Protein : ++.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Röntgent thorax: gambaran kardiomegali,
suspect nodul paru di lobus kanan bilateral.
Direncanakan pasien melakukan pemeriksaan USG
setelah dipindahkan ke ruangan.
PRESENTASI KASUS
VI. RESUME
Pasien datang dengan nyeri pada kedua pinggang yang menjalar ke
seluruh perut sehingga menimbulkan mual, rasa melilit,
kembung di perut. Sulit buang air kecil. Pasien mengalami
anemia, dan didapatkan distended pada seluruh lapang
abdomen. Pasien juga mengalami peningkatan kadar ureum dan
kreatinin di dalam darahnya.

VII. DIAGNOSIS KERJA


 Colic abdomen suspect infeksi saluran kemih suspect
nephrolithiasis.
 Insufisiensi renal.
 Anemia.
PRESENTASI KASUS
VIII. PENGKAJIAN / ASSESMENT
Pasien dikonsulkan kepada dokter Spesialis Penyakit
Dalam dan diberikan terapi sebagai berikut:
 IVFD RL 28 tetes per menit.
 Buscopan 3xI tab.
 Asam mefenamat 3xI tab.
 Ranitidin 2xI tab.
 Antasid 3xC1.
 Di ruangan diberikan diet bubur kasar.
PRESENTASI KASUS
IX. FOLLOW UP PASIEN
1. Follow up dilakukan pada pukul 23.00 WIB:
Pasien mengeluh merasa nyeri perut dan dikonsulkan kepada
dr. Indraka, Sp.PD yang memberikan terapi berupa
profenid suppositoria I (extra), dan menyarankan pasien
dikonsulkan kepada dokter spesialis bedah urologi.

2. Follow up tanggal 10 Mei 2012:


S: Pasien masih mengeluhkan nyeri pada kedua pinggang
yang menjalar ke perut.
O: Tekanan darah : 130/70 mmHg.
Nadi : 84 x/menit.
Suhu : 36,5o C.
PRESENTASI KASUS
Pemeriksaan Darah Lengkap:

 Leukosit : 18.300 /mm3.


 Hemoglobin : 9,0 g/dl.
 Hematokrit : 24 %.
 Trombosit : 545.000 ribu/mm3.
 Gula darah : 89.
 Ureum : 107 mg/dl.
 Kreatinin : 3,25 mg/dl.
 Bilirubin total : 0,65 mg/dl.
 Bilirubin direk : 0,30 mg/dl.
 Bilirubin indirek : 0,35 mg.dl.
PRESENTASI KASUS
 Protein total : 7,0 g/dl.
 Albumin : 3,8 g/dl.
 Globulin : 3,2 g/dl.
 Alkali fosfatase : 715 u/l.
 SGOT : 21 u/l.
 SGPT : 14 u/l.
 Cholesterol : 143 mg/dl.
 Trigliserida : 84 mg/dl.
PRESENTASI KASUS
A: Colic abdomen suspect infeksi saluran kemih suspect
nephrolithiasis.
 Insufisiensi renal.
 Anemia.
P: Terapi dilanjutkan
 Ditambahkan dengan ceftriaxone 2x1 gr (IV) dengan
dilakukan Skin Test terlebih dahulu.
 Laporkan hasil USG bila sudah ada.
 Rencana konsul ahli paru.
PRESENTASI KASUS
3. Follow up tanggal 11 Mei 2012:
S: Pasien masih mengeluhkan nyeri pada kedua pinggang
yang menjalar ke perut.
O: Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 84 x/menit.
Suhu : 36,5o C.
A: Colic abdomen suspect infeksi saluran kemih suspect
nephrolithiasis.
Insufisiensi renal.
Anemia.
P: Terapi dilanjutkan.
CT Scan thorax.
PRESENTASI KASUS
4. Follow up tanggal 12 Mei 2012:
S: Tidak bisa buang air besar 5 hari.
Nyeri perut kanan.
Buang angin 1x sedikit.
O: Tekanan darah : 110/90 mmHg.
Nadi : 80 x/menit.
Suhu : 36o C.
Abdomen : Cembung, keras, BU +, nyeri tekan
+
Ekstremitas : Akral hangat +/+.
PRESENTASI KASUS
Hasil USG : Chronic Renal Disease dextra;
Hipertrofi prostat; cystitis.
Sering hernia inguinalis sinistra.
Ascites perihepar minimal.

Hasil Rö BNO: Suspect ileus dengan dilatasi caecum, e.c ?


Tidak tampak batu radioopaque pada traktus
urinarius.

A: Colic abdomen suspect infeksi saluran kemih suspect


nephrolithiasis.
Insufisiensi renal.
Anemia.
PRESENTASI KASUS

P: Konsul kepada dokter Spesialis Penyakit Dalam:


 Pasang NGT terbuka puasa 2x24 jam.
 Drip Alinamin F 3x1 ampul/hari.
 Lapor dokter bedah umum.
Konsul kepada dokter Spesialis Bedah Umum:
 Beri Dulcolax suppositoria.
PRESENTASI KASUS
5. Follow up tanggal 13 Mei 2012:
S: Pasien sudah diberikan dulcolax supp tetapi buang air besar
sedikit dan kotoran keluar seperti kotoran kambing berwarna
hitam. Setengah jam kemudian pasien buang air besar lagi
dengan konsistensi kotoran lunak dan menurut istri pasien
terdapat cacing pada kotoran pasien. Pasien menyangkal adanya
mual, sesak napas dan mengakui adanya nyeri perut.

O: Tekanan darah : 140/90 mmHg.


Nadi : 80 x/menit.
Suhu : 36o C.
Abdomen : Cembung, keras, asites + , BU, nyeri tekan + .
Cairan NGT : Coklat sedikit tua + lendir merah seperti darah ±
100 cc.
PRESENTASI KASUS
Pemeriksaan Laboratorium Darah:
 Leukosit : 19.800 /mm3.
 Hemoglobin : 7,4 g/dl.
 Hematokrit : 23 %.
 Trombosit : 659.000 ribu/mm3.
 Ureum : 66 mg/dl.
 Kreatinin : 3,13 mg/dl.

A: Suspect ileus.
Ascites.
Insufisiensi renal. (Stad 4?)
Anemia.
PRESENTASI KASUS
P: Konsul dokter Spesialis Penyakit Dalam:
 Transfusi PRC 1000 cc tanpa lasix.
 Ulangi pemeriksaan DPL.

Konsul dokter Spesialis Bedah Umum:


 Transamin 3x1 ampul.
 Vit K 3x1 ampul.
 Metronidazole 3x500 mg.
 Rencana pemeriksaan feses.
PRESENTASI KASUS
Follow up dari tanggal 14 Mei – 18 Mei 2012 masih sama dan
tidak ada penambahan terapi.

Follow up tanggal 19 Mei 2012:


S: Pasien mengeluhkan buang air besar berdarah (melena).
O: Tekanan darah : 172/111 mmHg.
Nadi : 84 x/menit.
Suhu : 36,5o C.
Pernafasan : 22 x/menit.
PRESENTASI KASUS
Pemeriksaan Laboratorium Darah:
 Leukosit : 19.700 /mm3.
 Hemoglobin : 10,3 g/dl.
 Hematokrit : 31 %.
 Trombosit : 388.000 ribu/mm3.

A: Post laparatomy hari ke IV.

P: Mobilisasi.
 Tetap puasa karena ada melena.
 Omeprazole 2x40 mg (IV).
 Terapi lain lanjut sesuai dengan konsulen.
 Setelah terapi dilakukan selama 3 hari keluhan melena hilang.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
 Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi
beberapa tahun belakangan ini.
 Manifestasi dari perdarahan saluran cerna ini sangat bervariasi yang
dimulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga
perdarahan samar yang tidak dirasakan sama sekali.
 Pendekatan yang dilakukan terhadap pasien dengan perdarahan
saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan
lokasi perdarahan.
 Lokasi perdarahan dapat diketahui dengan adanya keluhan berupa
hematemesis dan melena untuk perdarahan saluran cerna bagian atas;
dan adanya hematokezia untuk perdarahan saluran cerna bagian
bawah.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pembagian lokasi terjadinya perdarahan ditandai dengan ligamentum
Treitz:
 Perdarahan di proksimal dari ligamentum ini perdarahan saluran
cerna bagian atas
 Perdarahan di distal dari ligamentum ini perdarahan saluran cerna
bagian bawah.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
 Definisi melena: Tinja yang berwarna hitam ter dengan bau yang
khas yaitu bau busuk yang kebanyakan berasal dari saluran
cerna bagian atas.
 Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi
hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri di saluran
pencernaan setelah 14 jam.
 Umumnya melena menunjukkan adanya perdarahan yang
terjadi di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun
demikian melena juga dapat berasal dari perdarahan kolon
sebelah kanan yang terjadi disertai dengan perlambatan
mobilitas usus tersebut. Pada kasus ini biasanya disebut sebagai
pseudo-melena.1
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
 Pada beberapa kasus harus diperhatikan dengan
seksama apakah tinja berwarna hitam merupakan
kasus melena atau hanya kotoran biasa yang
diperngaruhi obat-obatan yang mengandung besi
misalnya.
 Pemeriksaannya dengan tes Guaiac  bila terdapat
hemoglobin maka ini adalah kasus melena.
 Lokasi perdarahan pada saluran cerna pun harus
ditentukan mulai dari esofagus sampai ke ligamentum
Treitz.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Biasa kasus perdarahan yang sering dilaporkan:

 Pecahnya varises di esophagus


 Gastritis erosive
 Tukak peptik
 Gastropati kongestif
 Sindroma Mallory-Weiss
 Keganasan
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pengelolaan kasus perdarahan saluran cerna bagian atas:
 Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status
hemodinamik.
 Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.

 Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan lain yang diperlukan.
 Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau
bawah.
 Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan.

 Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan


penyebab perdarahan, mencegah perdarahan ulang.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pemeriksaan awal:
 Tekanan darah dan nadi pasien dalam posisi
berbaring.
 Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi.
 Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (ditandai
dengan akral dingin).
 Kelayakan napas.
 Tingkat kesadaran.
 Produksi urine.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Perdarahan Akut  Hemodinamik tidak stabil:

 Hipotensi (< 90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan


frekuensi nadi > 100x per menit.
 Tekanan diastolik ortostatik menurun > 10mmHg atau
sistolik menurun > 20 mmHg.
 Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15x per menit.
 Akral dingin.
 Kesadaran menurun.
 Anuria atau oligouria (produksi urine < 30 ml/jam).
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Tanda lain perdarahan akut:

• Hematemesis.
• Hematokezia (berak darah segar).
• Darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan
dengan lavase tidak segera jernih.
• Hipotensi persisten.
• Dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah
melebihi 800-1000 ml.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Stabilisasi hemodinamik:
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil,  infuse cairan kristaloid misalnya
cairan garam fisiologis dgn tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter
besar (minimal 16G) & pasang monitor CVP (central venous pressure) dengan
tujuan memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.
Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali
pada kondisi hipoalbuminemia berat.
Secepatnya lakukan pemerksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar
hemoglobin, hematokrit, trombosit, lekosit.
Adanya kecurigaan diathesis hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan melakukan
tes Rumple-Leede, pemeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan, retraksi
bekuan darah, PTT dan aPTT.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pemberian transfusi darah sangat individual, tergantung jumlah
darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti,
lamanya perdarahan berlangsung dan akibat klinis perdarahan
tersebut.
Pemberian transfusei dipertimbangkan pada keadaan berikut ini:
• Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil.
• Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1
liter atau lebih.
• Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30%.
• Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pemeriksaan lanjutan dgn anamnesis:
 Sejak kapan terjadi perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar.
 Riwayat perdarahan sebelumnya.
 Riwayat perdarahan pada keluarga.
 Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain.
 Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi non-steroid dan anti
koagulan.
 Kebiasaan minum alkohol.
 Mencari adanya kemungkinan penyakit hati kronik, demam berdarah, demam
tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat-obatan.
 Riwayat transfuse sebelumnya.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pemeriksaan fisik lanjutan:
 Stigmata penyakit hati kronik.
 Suhu badan dan perdarahan di tempat lain.
 Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistematik yang bisa disertai perdarahan saluran
cerna, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jegher.

Pemeriksaan lain:
 Elektrokardiogram; terutama pasien berusia > 40 tahun.
 BUN, kreatinin serum; pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman usus akan
meningkatkan BUN, sedangkan kreatinin serum akan tetap normal atau sedikit
meningkat.
 Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elekrolit bisa terjadi karena perdarahan, transfuse atau
kumbah lambung.
 Pemeriksaan lainnya tergantung macam kasus yang dihadapi.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau
bawah:

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik pada umumnya Hematemesis dan / melena Hematokezia

Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35 Normal

Auskultasi usus Hiperaktif


PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Diagnostik pasti penyebab perdarahan:

 76,9% disebabkan oleh pecahnya varises esophagus.


 19,2% disebabkan oleh gastritis erosive.
 1,0% disebabkan oleh tukak peptik.
 0,6% disebabkan oleh kanker lambung.
 2,6% disebabkan oleh sebab-sebab lain.

Dari penelitian terhadap lebih dari 1500 kasus di salah satu


rumah sakit di Indonesia
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Terapi perdarahan saluran cerna bagian atas:
1. Non-Endoskopik:
 Kumbah lambung: dgn pipa nasogastrik utk perbaiki distensi lambung
dan perbaiki hemostasis, membantu persiapan endoskopi.
 Obat-obatan seperti:
 Vitamin K.
 Vasopressin  vasokonstriktor
 Somatostatin  menurunkan aliran darah splanknik
 Inhibitor pompa proton  mencegah perdarahan ulang o/k tukak
lambung
 Sengstaken-Blakemore tube (SB-tube)  utk esofagus dan lambung
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Terapi perdarahan saluran cerna bagian atas:
2. Endoskopik  utk perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembuluh darah yang tampak:

Terdapat 3 metode:
 Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi,
heather probe).
 Noncontact Thermal (laser).
 Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol,
cyanoacrylate, atau pemakaian klip)
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
 Berbagai metode endoskopi efektif dan aman bila dilakukan ahli endoskopi
yg terampil dan berpengalaman
 Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan saluran
cerna bagian atas, sedangkan 10% sisanya tidak dapat dilakukan oleh karena
alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga menghalangi pengamatan
atau letak lesi tidak dapat dijangkau.
 Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan,
namun pada kasus perdarahan arterial yang dapat berhenti spontan hanya 30%
kasus.
 Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahan dapat
mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang
frekuensinya sekitar 15-20%.5
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Terapi perdarahan saluran cerna bagian atas:
3. Terapi radiologi  terapi angiografi:
 Dilakukan bila endoskopi gagal dan pembedahan
berisiko
 Tindakan hemostasis yang dapat dilakukan adalah
dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial
 Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas
memungkinkan, pada perdarahan varises dapat
dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt)
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Terapi perdarahan saluran cerna bagian atas:
4. Terapi pembedahan 
 Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic,
endoskopi dan radiologi dinilai gagal.
 Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk
tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan
saluran cerna bagian atas untuk menentukan waktu yang
tepat untuk tindakan bedah dilakukan
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pembahasan kasus Tn. J:
 Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna yang dialami oleh
tuan J seharusnya lebih ditingkatkan lagi dengan menjalankan
setiap langkah-langkah yang ada.

 Mulai dari pengevaluasian status hemodinamik pasien dengan


stabilisasi status hemodinamik pasien, lalu dilanjutkan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan lain yang
perlu dilakukan secara lengkap, disusul dengan menentukan
perdarahannya terjadi pada saluran cerna bagian atas atau
bawah, sehingga penegakkan diagnosis pasti penyebab
perdarahan dapat dilakukan dengan setepat-tepatnya yang akan
mendukung terapi spesifik yang akan diberikan pada pasien
tersebut.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Pembahasan kasus Tn. J:
 Namun pada kasus tuan J, hal ini sulit dilakukan
mengingat akan pasien yang menjalani operasi laparatomi
beberapa hari sebelum mengalami perdarahan saluran
cerna ini sehingga pemeriksaan fisik secara lengkap agak
sulit dilakukan dan mengakibatkan proses penanganan
kasus perdarahan dilakukan dengan keadaan yang ada
tanpa dilakukan langkah-langkah yang sudah dibahas.
 Selain itu mengingat tuan J sendiri agak kesulitan dalam
menyampaikan keluhan-keluhan yang dialaminya maka
tidak dapat dilakukan langkah demi langkah secara
berurutan.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
DAN MELENA
Kesimpulan:
 Prioritas utama dalam menghadapi kasus perdarahan saluran
cerna bagian atas ialah penentuan status hemodinamik dan
upaya resusitasi sebelum menegakkan diagnosis atau pemberian
terapinya
 Manfaat terapi medik yang diberikan tergantung macam
kelainan yang menjadi penyebab perdarahan
 Perlu diingat bahwa di dalam penanganan kasus perdarahan
saluran cerna bagian atas yang sulit diperbaiki dengan terapi
non-endoskopis dan terapi endoskopis, keterlibatan dokter ahli
radiologi dan ahli bedah seyogyanya dilakukan sehingga dapat
memberikan pengelolaan kasus perdarahan saluran cerna bagian
atas yang paling baik bagi pasien.

Anda mungkin juga menyukai