I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Polsek Tanah Abang, Jakarta Pusat
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Status : Menikah
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 14 Pebruari 2012 pukul 04.00 WIB.
A. Keluhan Utama :
Luka tembak peluru tembus pada lengan atas kanan.
B. Keluhan Tambahan:
Nyeri + , perdarahan + .
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan mengalami luka
tembak peluru tembus pada lengan atas kanan. Luka tembak dialami pasien 15 menit
sebelum ia dibawa ke RSAL. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, merasa nyeri dan
mengalami perdarahan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, asma.
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien juga menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, asma di
dalam keluarganya.
III.Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
1
- Kesadaran : compos mentis
B. Tanda Vital
1. Tekanan darah : 110/70 mmHg, di voler lengan kanan
2. Nadi : 100 x/menit, irama regular, cukup
3. Suhu : 36,5o C, di aksila kanan
4. Pernafasan : 36x/menit, abdominothorakal
C. Kepala:
Bentuk : normocephali,
Conjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/- .
D. Leher:
Kelenjar getah bening regional tidak tampak membesar.
F. Dada:
Cor : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur - , gallop - .
Pulmo : Suara napas vesikuler, rhonki - , wheezing - .
G. Abdomen:
Supel, datar, timpani, bising usus + normal.
H. Ekstremitas:
Ekstrimitas atas : palmar eritema - , tremor - , sianosis - , hiperpigmentasi - ,
ptechiae - , clubbing finger - , benjolan - , oedem - , ruam - , suhu teraba
hangat, pengisian kapiler < 3 detik.
Ekstrimitas bawah : oedem - .
I. Status lokalis lengan atas kanan:
Luka tembak peluru tembus + , perdarahan + .
2
Trombosit : 265.000 ribu/mm3.
Pemeriksaan lain:
Gula darah : 127
Golongan darah :O
Rhesus :+
Bleeding time : 3 menit
Clotting time : 11 menit
SGOT : 18 μ/L
SGPT : 20 μ/L
Ureum : 25 mg/dl.
Kreatinin : 1,2mg/dl
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen lengan atas kanan:
Terlihat adanya luka tembak peluru tembus dari setinggi 1/2 lengan atas depan menuju
1/3 lengan atas belakang.
Tidak ada gambaran peluru atau pecahan peluru yang menetap pada jalur luka tembak.
Kesan: Luka tembak peluru tembus pada lengan atas kanan.
VI. RESUME
Pasien datang dengan luka tembak peluru tembus pada lengan atas kanan, luka tembak terasa
nyeri dengan disertai perdarahan. Tidak terdapat peluru maupun pecahan peluru pada jalur luka
tembak.
LUKA TEMBAK
3
PENDAHULUAN
Luka tembak merupakan salah satu jenis luka yang cukup sering ditemukan pada kasus-
kasus trauma dalam periode waktu beberapa puluh tahun ini. Dengan disertai perkembangan
perakitan senjata pada jaman ini, maka kasus-kasus luka tembak akan semakin meningkat
terutama di daerah perang. Akibat dari luka tembak ini begitu bervariasi mulai dari luka kecil
yang cukup dalam sampai yang paling parah mengakibatkan kematian. Maka pembahasan
mengenai luka tembak sangat diperlukan agar setiap praktisi medis dapat menangani kasus luka
tembak ini dengan baik.
LUKA TEMBAK
Luka tembak adalah cedera pada tubuh penderita yang diakibatkan oleh tenaga dari luar
yang berupa benturan, perlambatan, dan kompresi oleh peluru dari sebuah senjata berapi. Luka
ini dapat mengakibatkan luka berupa luka jaringan lunak, cedera muskuloskeletal, dan kerusakan
organ. Luka tembak mempuyai ciri yang khas. Berat ringannya cedera akibat luka tembak ini
tidak hanya tergantung dari jaringan yang terkena dan jaringan sekitarnya saja tetapi juga dari
jenis senjata dan juga peluru yang dipakai.
Beratnya cedera akibat luka tembak tergantung dari energi kinetik yang membentur
jaringan. Besarnya energi ini dipengaruhi oleh massa, kecepatan dan gaya berat peluru. Dari sini
kita dapat mempelajari bahwa cedera luka tembak dapat disebabkan oleh peluru berkecepatan
rendah maupun tinggi. Adapun perhitungan mengenai energi dan kecepatan peluru adalah
sebagai berikut:
KE= mv/2g
KE : energi kinetik
m : massa peluru
v : kecepatan laras
g : percepatan gravitasi
4
Ketika peluru mengenai jaringan, timbul suatu gelombang kejut yang menyebar dari
peluru secepat kecepatan di dalam air (1500 m/detik). Kerusakan yang diakibatkan dapat jauh
lebih luas dari jalur pelurunya sendiri. Gelombang kejut tersebut akan menyebabkan terjadinya
rongga di sekitar jalur peluru. Hampa udara yang terjadi akan menyedot kotoran dari luar, juga
menyedot pembuluh darah dan saraf ke dalam jalur peluru. Kejadian ini menyebabkan
kerusakan, perdarahan dan kontaminasi yang luas.
Luka akibat peluru yang tidak berubah bentuk pada benturan tidak separah luka akibat
peluru yang pecah pada benturan (soft bullet) karena peluru ini menghabiskan semua energi pada
waktu mengenai jaringan dan menyebabkan cedera lokal yang lebih serius. Lalu peluru yang
mengenai tulang akan menyebabkan cedera yang lebih gawat oleh karena pecahan tulang
menjadi peluru sekunder yang akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut yang pastinya lebih luas
dari kasus peluru tidak mengenai tulang. Kemudian peluru yang melesatnya jungkir balik pun
akan menyebabkan cedera yang luas karena peluru merusak jadingan bukan dengan ujungnya
melainkan dengan panjang badannya dan dengan kecepatan seperti kecepatan keluarnya peluru
dari laras senapan.
5
D : peluru kecepatan tinggi mengakibatkan lubang yang dikelilingi oleh kerusakan
jaringan yang terkontaminasi karena kotoran terhisap hampa udara.
E : ujung peluru terbuat dari logam lunak seperti timah, waktu berbenturan dengan
Jaringan kepalanya berubah bentuk dan mengakibatkan kerusakan lebih luas.
F, G : gerakan peluru yang disebabkan alur dinding dalam laras senjata api memperluas
luka tembak.
Pada pasien yang mengalami luka tembak di abdomen, insidens dari cedera visceral pada
pasien-pasien dengan luka tembak abdominal paling sedikit 90% jika dibandingkan dengan
insidens yang sama pada pasien dengan luka tusuk abdominal yang hanya mencapai 30-40%.
Lalu terdapat perbedaan yang sangat besar di antara angka kematian yang ditunjukkan oleh
pasien luka tembak dan luka tusuk. Untuk dapat menelusuri jalur peluru dapat dilakukan dengan
melihat jalur masuk dan keluar luka tembak ini atau melalui garis yang menghubungkan antara
jalur masuknya luka tembak dengan gambaran peluru yang nampak pada x-ray.
6
dipastikan bahwa peluru tidak tertinggal di tubuh penderita. Pada kasus luka tembak peluru
tembus ini harus diperhatikan jalur masuk dan keluarnya peluru. Luka tembak peluru tembus ini
dipengaruhi oleh posisi penderita ketika menerima hantaman peluru.
Pemeriksaan lebih lanjut difokuskan pada perdarahan yang terjadi. Setelah mengetahui
luka tembak dan kerusakan yang disebabkan oleh peluru, pastikan apakah perdarahan yang
keluar itu disebabkan oleh pembuluh darah besar atau tidak. Hal ini tergantung pada lokasi luka
tembak yang dialami penderita. Perlu diperhatikan apakah pada daerah tersebut ada pembuluh
darah (arteri) besar atau tidak. Hal ini penting untuk melakukan penatalaksanaan luka tembak
karena jikalau pembuluh darah besar yang terluka maka akan membahayakan penderita karena
kehilangan darah yang cukup banyak.
Setelah memeriksa cedera pada pembuluh darah, pemeriksaan dilanjutkan kepada
pemeriksaan daerah kerusakan. Apakah terdapat kerusakan muskuloskeletal yang berat atau
tidak. Lalu apakah luka tembak ini juga mengenai saraf yang ada di daerah tersebut. Jikalau
mengenai saraf harus diperiksa apakah menyebabkan saraf terputus atau tidak. Lalu diperiksa
juga apakah menyebabkan kelumpuhan pada pasien. Semua pemeriksaan ini sangat penting
untuk menentukan penanganan yang akan dikerjakan.
Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah luka tembak ini
adalah luka tembal peluru tembus atau bukan. Dengan foto Rontgen dapat dilihat apakah masih
7
terdapat peluru pada jalur luka tembak tersebut. Pada foto pasien luka tembak tembus tidak akan
ditemukan gambaran peluru di dalam jalur luka tembak yang tampak dari jalur masuknya.
8
Jikalau terdapat peluru masuk ke rongga peritoneal maka dibutuhkan eksplorasi
celiotomy8. Celiotomy ini dilakukan ketika peluru menembus bukan hanya pada abdomen tetapi
ketika ia menembus tubuh mulai dari ruang interkostal lima. Dengan bantuan foto x-ray
pencarian peluru yang tertinggal di dalam tubuh akan lebih mudah.
Humerus
Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri serta dengan radius dan ulna
pada articulatio cubiti. Ujung atas humerus mempunyai sebuah caput, yang membentuk sekitar
sepertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapulae. Tepat di bawah caput
humeri terdapat collum anatomicum. Di bawah collum terdapat tuberculum majus dan minus
yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan
9
corpus humeri terdapat penyempitan yang disebut collum chirurgicum. Sekitar pertengahan
permukaan lateral corpus humeri terdapat peninggian kasar yang disebut tuberositas deltoidea.
Di belakang dan bawah tuberositas terdapat sulcus spiralis yang ditempati oleh nervus radialis.
Ujung bawah humerus mempunyai epicondylus medialis dan epicondylus lateralis untuk
tempat melekatnya musculi dan ligament, capitulum humeri yang bulat bersendi dengan caput
radii dan trochlea humeri yang berbentuk katrol untuk bersendi dengan incisura trochlearis ulna.
Di atas capitulum terdapat fossa radialis, yang menerima caput radii pada saat siku
difleksiokandi anterior, di atas trochlea, terdapat fossa coronoidea, yang selama pergerakan yang
sama menerima processus coronoideus ulnae. Di posterior, di atas trochlea, terdapat fossa
olecrani, yang bertemu dengan olecranon pada waktu sendi siku pada keadaan extensio.
10
semua pada acromion (sensorik) menarik margo
vertebrae dan spina medialis scapulae ke
thoracicae scapulae bawah
M. latissimus Crista iliaca, fa Dasar sulcus N. C6, C7, Extensio, adduction,
dorsi scia lumbalis, bicipitalis thoracodo C8 dan endorotasi
processus spi humeri rsalis lengan atas
nosus 6 thora
cicae bagian
atas, 3-4 iga ba
gian bawah
dan angulus in
ferior scapulae
M. levator Processus trans Margo C3, C4 C3, C4, Mengangkat margo
scapulae verses 4 verte medialis dan N. C5 medialis scapulae
bra cervicale scapulae dorsalis
pertama scapulae
M. rhomboi- Lig. Nuchae Margo N. C4, C5 Mengangkat margo
deus minor dan processus medialis dorsalis medialis scapulae ke
spinosus verte scapulae scapulae atas dan medial
bra C7 dan T1
M. Processus Margo N. C4, C5 Mengangkat margo
rhomboideus transverses T2 medialis dorsalis medialis scapulae ke
major sampai T5 scapulae scapulae atas dan medial
11
ngan atas
M. Fossa Tuberculum N. C4, C5, Abductio lengan atas dan
supraspinatus supraspina majus humeri; suprasca- C6 menstabilkan articulatio
ta capsula art. pularis humeri
Humeri
M. Fossa Tuberculum N. (C4), Exorotatio lengan atas
infraspinatus infraspina majus humeri; suprasca- C5, C6 dan menstabilkan articu-
ta capsula art. pularis latio humeri
Humeri
M. teres Sepertiga Bibir medial N. subsca- C6, C7 Endorotatio dan adductio
major bawah mar sulcus bicipi- pularis in- lengan atas; dan mensta-
go lateralis talis humeri ferior bilkan articulation humeri
scapulae
M. teres Duapertiga Tuberculum N. (C4), Exorotatio lengan atas
minor atas margo majus humeri; axillaris C5, C6 dan menstabilkan articu-
lateralis capsula art. latio humeri
scapulae Humeri
M. Fossa Tuberculum N. subsca- C5, C6, Endorotatio dan adductio
subscapularis subscapula minus humeri pularis su C7 lengan atas; dan mensta-
ris perior dan bilkan articulation humeri
inferior
Adapun otot-otot lengan atas yang berfungsi untuk menggerakan lengan atas dibagi
menjadi dua kelompok yaitu:
Otot-otot lengan atas kompartemen anterior:
Nama Otot Origo Insertio Persarafan Asal Saraf Fungsi
M. biceps Tuberculum Tuberositas radii N. C5, C6 Supinator lengan
brachii caput superglenoi dan apo neurosis musculocuta bawah dan fleksor
longum dale bici-pitalis pada neus articulatio cubiti;
scapulae fas cia profunda fleksi lemah
lengan bawah articulatio humeri
M. biceps Processus Permukaan N. C5, C6, Fleksio lengan
brachii caput coracoideus medial corpus Musculocuta C7 atas dan adduktor
brevis scapulae humeri neus lemah
M. Processus Processus N. C5, C6 Fleksor articulatio
12
coracobrachi coracoideus coronoideus Musculocuta cubiti
alis scapulae ulnae neus
M. Facies ante
brachialis rior seteng
ah bagian
bawah
humerus
13
subclavian. Sedangkan vena superficial menerima aliran darah balik dari daerah distal lengan
atas dalam v. basilica dan v. chepalica yang juga meneruskannya ke v. axillaris. Pembuluh limfe
dari lengan atas adalah pembuluh limfe cubitalis dan axillaris10.
14
keluar dari C5, C6, C7 yang bergabung menjadi corda lateralis yang akan memberikan cabang
yaitu N. musculocutaneus. Jalur kedua dimulai dari saraf perifer C6, C7 yang bergabung menjadi
corda posterior yang mengeluarkan cabang yaitu N. axillaris dan bergabung dengan saraf perifer
C8 menjadi N. radialis yang bercabang dan mengeluarkan N. subscapularis dan N.
thoracodorsalis. Jalur ketiga adalah saraf perifer C8 dan T1 bergabung membentuk corda medial
yang mengeluarkan cabang menjadi N. cutaneus brachialis medialis, N. cutaneus antebrachialis
medialis, N. ulnaris serta memberikan cabang saraf yang bergabung dengan saraf perifer C6, C7
yang menghasilkan N. pectoralis medialis dan lateralis; dan pada ujungnya corda medial ini akan
bergabung dengan corda lateralis menjadi N. medianus. Dari saraf perifer C6 sendiri keluar
cabang berupa N. suprascapularis dan N. subclavian. Inilah kumpulan saraf-saraf yang akan
memberikan persarafan pada lengan atas dan melewati lengan atas untuk mempersarafi bagian
distal lengan atas.
15
perawatan secara khusus. Berikut adalah gambaran anatomis yang didapatkan pada potongan
melintang dari posisi 1/2 lengan atas kiri:
Posisi luka tembak yang dialami Tn. B terletak di lateral lengan atas kanan sehingga
kalau diperhatikan dalam gambar di atas tidak begitu membahayakan wilayah terkumpulnya
pembuluh darah besar dan saraf-saraf yang terletak pada posisi medial. Namun jika diperhatikan
lebih detail maka posisi luka tembak Tn. B sebenarnya membahayakan karena di daerah lateral
terdapat N. radialis, A. brachialis profunda dan V. brachialis profunda yang diberikan nomer 6
pada gambar di atas. Jikalau luka tembak ini mengenai daerah tersebut, akan menyebabkan
terputusnya N. radialis, pecahnya arteri dan vena brachialis profunda. Komplikasi yang terjadi
cukup serius dan membutuhkan penanganan serius pula.
Di dalam anatomi normal manusia, N. radialis akan berlanjut ke lengan bawah sampai ke
tangan dan mempersarafi daerah-daerah yang dilewatinya. Jikalau N. radialis ini terputus oleh
karena luka tembak, maka akan terjadi kelumpuhan yang disebabkan N. radialis tidak dapat
berfungsi kembali. Berikut adalah gambar yang menjelaskan fungsi N. radialis:
16
Kerja otot-otot di lengan atas, lengan bawah dan tangan akan terganggu sehingga seluruh
persarafan daerah yang digambarkan dengan warna merah muda akan rusak. Maka baik fungsi
sensorik dan motorik pada tangan kanan tersebut akan terganggu selama permasalahan
terputusnya N. radialis ini belum ditangani dengan baik. Hal ini akan menyulitkan orang sakit
karena menyebabkan ia mengalami kelumpuhan dan mati rasa (sensorik) sehingga menyebabkan
adanya kecacatan padanya.
Di pihak lain jikalau pembuluh darah pecah dan tidak mendapat penanganan dengan baik
maka akan menyebabkan seluruh jaringan di lengan atas dan lengan bawah tidak mendapatkan
perdarahan sebagaimana seharusnya dari A. brachialis profunda. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan jaringan setempat. Pada lengan bawah yang sudah melebihi 1/3 batas proksimal tidak
akan terjadi kerusakan jaringan karena masih bisa mendapatkan perdarahan dari A. brachialis
yang melanjutkan diri menjadi A. radialis.
Selain itu, permasalahan juga terdapat pada banyaknya darah yang keluar dari robeknya
A. radialis ini. karena yang robek adalah arteri maka perdarahan yang keluar akan cukup banyak
sehingga dapat membahayakan orang sakit karena menyebabkan kekurangan darah. Maka
17
robeknya pembuluh darah ini juga harus mendapatkan penanganan yang benar. Juga
permasalahan dapat timbul pada robekan pembuluh darah berupa infeksi kuman yang akan
sangat membahayakan orang sakit.
Penanganan yang harus diberikan dengan baik adalah penyambungan kembali N. radialis
yang tidak akan dapat dilakukan dengan mudahnya karena akan membutuhkan tenaga ahli yang
menguasai bidang ini, lalu menutup robekan pada pembuluh darah secepat mungkin sebelum
perdarahan yang cukup berat membahayakan orang sakit dengan menyebabkan kekurangan
darah. Juga penanganan yang baik akan memperhatikan supaya pada robekan pembuluh darah
tidak terjadi infeksi.
Selain permasalahan di atas, permasalahan lain dapat timbul bila peluru yang digunakan
besar dan senjata yang digunakan jenis senjata api berat akan dapat merusak otot pada daerah
lengan atas yang terkena luka tembak tersebut. Pada kasus yang cukup parah, kerusakan bisa
sangat parah sehingga sangat sulit mengembalikan jaringan otot yang sudah hancur. Selain itu
peluru yang menembus tulang dan membuatnya pecah sehingga menusuk ke jaringan di
sekitarnya pun merupakan masalah yang tidak dapat ditangani dengan mudah. Pembersihan
jaringan tersebut dari pecahan tulang dan mempersatukan bagian tulang yang pecah untuk
reposisi membutuhkan ketelitian yang sangat baik.
KESIMPULAN
Permasalahan luka tembak merupakan permasalahan yang diperlukan pada penanganan
medis beberapa tahun belakangan ini. Kesulitan yang ada dalam beberapa tahun belakangan ini
adalah bahwa penggunaan senjata api semakin meningkat sehingga kasus luka tembak pun
meningkat dan dibutuhkan penanganan yang tepat.
Dalam penanganan yang baik melibatkan proses yang harus memperhatikan satu
ketelitian dan kecekatan dalam menangani masalah utama pada kasus yang berat. Hal ini akan
menghasilkan prognosis yang baik. Pada beberapa kasus berat dapat menimbulkan kecacatan
pada penderita bahkan menyebabkan kematian tetapi pada kasus yang tidak terlalu berat
biasanya prognosis baik.
Daftar Pustaka
1. http://dokteryudabedah.com/luka-wound/
18
2. Shires, G.T: Principles of Trauma Care, New York, McGraw-Hill, 1985.
3. Shires, G.T: Principles of Trauma Care, New York, McGraw-Hill, 1985.
4. Burke, J.F: The Effective Period of Antibiotics Action In Experimental Incisions and
Dermal Lesions, Surgery 50: 161, 1961.
5. Burke, J.F: The Effective Period of Antibiotics Action In Experimental Incisions and
Dermal Lesions, Surgery 50: 161, 1961.
6. Shires, G.T: Principles of Trauma Care, New York, McGraw-Hill, 1985.
7. Shires, G.T: Principles of Trauma Care, New York, McGraw-Hill, 1985.
8. Nance, F.C, Wennar, M.H, et al: Surgical Judgment in the Management of Penetrating
Wounds of the Abdomen; Experience With 2212 Patients, Ann Surg 179: 639, 1974.
9. Snell, R.S: Clinical Anatomy for Medical Students 6th ed, New York, Lippincott Williams
and Wilkins Inc., 2000.
10. Snell, R.S: Clinical Anatomy for Medical Students 6th ed, New York, Lippincott Williams
and Wilkins Inc., 2000.
19