Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pada awalnya obesitas di pandang sebagai tren atau gaya hidup sebagai tanda
kesuksesan seseorang, dengan memiliki badan yang gemuk menandakan seseorang hidup
berkecukupn. Namun sekarang obesitas telah menjadi masalah yang serius karena memicu
timbulnya berbagai komplikasi penyakit yang menyertainya. Masalah obesitas kini telah
menjadi perhatian khusus badan kesehatan dunia
Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga
kepada lokasi penimbunan lemak tubuh.Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita
cenderung berbeda.Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga
memberikan gambaran seperti buah pir.Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di
sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel.
Masalah ini yang menjadikan bahasan dalam asuhan keperawatan dengan obesitas
menjadi sangat menarik untuk di angkat dan di pelajari kelompok kami, semoga apa yang
kami tulis dalam karya kami dapat menjadi sesuatu yang berguba bagi kami mahasiswa
keperawatan khususnya dan khalayak ramai pada umunya.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian dari obesitas?
2. Bagaimana klasifikasi dari obesitas?
3. Bagaimana komplikasi dari obesitas?
4. Bagaimana etiologi dari obesitas?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari obesitas?
6. Bagaimana patofisiologi dari obesitas?
7. Bagaimana pathway dari obesitas?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari obesitas?
9. Bagaimana pemeriksaan Diagnostik dari obesitas?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan obesitas?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem
Pencernaan II yang berjudul “Obesitas”.Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah
menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun
pembaca tentang konsep skoliosis serta proses keperawatan dan pengkajiannya.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai referensi dan
internet
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Obesitas


Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai kelebihan akumulasi lemak tubuh
sedikitnya 20 % dari berat rata-rata untuk usia, jenis kelamin dan tinggi badan. Prognosis
umum untuk peningkatan dan mempertahankan penurunan berat badan buruk.Namun
keinginan untuk pola hidup lebih sehat dan penurunan faktor resiko sehubungan dengan
ancaman penyakit terhadap hidup memotivasi beberapa orang mengikuti diet dan program
penurunan berat badan.

2.2 Klasifikasi
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
1. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
2. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
3. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari
antara orang-orang yang gemuk)
Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI)
BMI Klasifikasi
< 18.5 berat badan di bawah normal
18.5–24.9 Normal
25.0–29.9 normal tinggi
30.0–34.9 Obesitas tingkat 1
35.0–39.9 Obesitas tingkat 2
≥ 40.0 Obesitas tingkat 3

BMI merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan (membandingkan) berat badan


dengan tinggi badan.
Dengan Rumus:
Satuan Metrik menurut sistem satuan internasional : BMI = kilogram / meter2
Rumus :BMI = b / t2
dimanab adalah berat badan dalam satuan metrik kilogram dan t adalah tinggi badan dalam
meter.

2.3 Komplikasi
Seorang obesitas menghadapi risiko masalah kesehatan yang berat, antara lain:
2.3.1 Hipertensi.
Penambahan jaringan lemak meningkatkan aliran darah. Peningkatan kadar insulin berkaitan
dengan retensi garam dan air yang meningkatkan volum darah. Laju jantung meningkat dan
kapasitas pembuluh darah mengangkut darah berkurang.Semuanya dapat menungkatkan
tekanan darah.
2.3.2 Diabetes.
Obesitas merupakan penyebab utama DM t2.Lemak berlebih menyebabkan resistensi insulin,
dan hiperglikemia berpengaruh negatif terhadap kesehatan.
2.3.3 Dislipidemia.
Terdapat peningkatan kadar low-density lipoprotein cholesterol (jahat), penurunan kadar
high-density lipoprotein cholesterol (baik) dan peningkatan kadar trigliserida. Dispilidemia
berisiko terbentunya aterosklerosis.
2.3.4 Penyakit jantung koroner dan Stroke
Penyakit-penyakit ini merupakan penyakit kardiovaskular akibat aterosklerosis.
2.3.5 Osteoartritis.
Morbid obesity memperberat beban pada sendi-sendi.
2.3.6 Apnea tidur.
Obesitas menyebabkan saluran napas yang menyempit yang selanjutnya menyebabkan henti
napas sesaat sewaktu tidur dan mendengkur berat.

2.3.7 Asthma
Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak mengalami serangan asma atau
pembatasan keaktifan fisik.
2.3.8 Kanker
Banyak jenis kanker yang berkaitan dengan BBL misalnya pada perempuan kanker payudara,
uterus, serviks, ovarium dan kandung empedu; pada lelaki kanker kolon, rektum dan prostat.
2.3.9 Penyakit perlemakan hati
Baik peminum alkohol maupun bukan dapat mengidap penyakit perlemakan hati (non
alcoholic fatty liver disease = NAFLD) atau non alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat
berkembang menjadi sirosis.
2.3.10 Penyakit kandung empadu
Orang dengan BBL dapat menghasilkan banyak kolesterol yang berisiko batu kandung
empedu.

2.4 Etiologi
Obesitas dapat di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain , keturunan,pola makan,
obat-obatan,psikososial ekonomi, aktivitas, pola pikir dan konsentrasi intake makanan

2.5 Manifestasi klinis


Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak biasanya
timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama anak wanita, selain berat badan
meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika
periksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan matang itu
akan mempunyai tinggi badan yang relative rendah dibandingkan dengan anak yang
sebayanya.
Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas :
a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil dengan jari – jari
yang berbentuk runcing.
b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan dagu yang
berbentuk ganda.
c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh
pada anak pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.
d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng, kadang –
kadang terdapat strie putih atau ungu.
e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan biasanya pada biseb dan
trisebnya
Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin merupakan
penyebab atau keadaan dari obesitas.
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada
bisa menekan paru – paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun
penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat
tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu),
sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung
bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan
kaki).Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit.Seseorang yang menderita obesitas
memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya,
sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang
lebih banyak.Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan)
di daerah tungkai dan pergelangan kaki.

2.6 Patofisiologi pada obesitas


Makanan yang adekuat, yang di sertai dengan ketidak seimbangan antara intake dan
out put yang keluar – masuk dalam tubuh akan menyebabkan akumulasi timbunan lemak
pada jaringan adiposa khususnya jaringan subkutan. Apabila hal ini terjadi akan timbul
berbagai masalah, diantaranya
Timbunan lemak pada area abdomen yang emnyebabkan tekanan pada otot-otot
diagfragma meningkat sehingga menggagu jalan nafas , BB yang berlebihan menyebabkan
aktifitas yang terganggu sehingga mobilitas gerak terbatasi dan timbul perasaan tidak
nyaman, obat-obatan golongan steroid yang memicu nafsu makan tidak terkontrol
mengakibatkan perubahan nutrisi yang berlebih, dan krisis kepercayaan diri karena timbunan
lemak pada tubuh telah mengubah bentuk badannya

2.7 Pathway
1. Genetik
2. Pola fungsi kesehatan
3. Obat – obatan
4. Aktifitas
5. Pola fikir konsentrasi intake makanan

Makanan yang adekuat

Intake yang berlebih – out put yang kurang


Non balance intake and out put

Akumulasi lemak pada seluruh jaringan adiposa (subkutan)

Timbunan lemak BB yg berlebih obat-obatan steroid krisis kepercayaan


diri
Pada area abdomen mobilitas terbatas nafsu makan meningkat karena sangat
gemuk
Menekan difragma

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Obesitas dianjurkan agar melalui banyak cara secara bersama-sama.
Terdapat banyak pilihan antara lain:

1. Gaya hidup
Perubahan perilaku dan pengaturan makan.Prinsipnya mengurangi asupan kalori dan
meningkatkan keaktifan fisik, dikombinasikan dengan perubahan perilaku.Kata pepatah Cina
kuno “makan malam sedikit akan membuat Anda hidup sampai sembilan puluh sembilan
tahun”.Pertama usahakan mencapai dan mempertahankan BB yang sehat.Konsumsi kalori
kurang adalah faktor penting untuk keberhasilan penurunan BB. Pengaturan makan
disesuaikan dengan banyak faktor antara lain usia, keaktifan fisik. Makan jumlah sedang
makanan kaya nutrien, lemak rendah dan kalori rendah.Pilih jenis makanan dengan kepadatan
energi rendah seperti sayur-sayuran dan buah-buahan, jenis makanan sehat, jenis karbohidrat
yang berserat tinggi, hindari manis-manisan, kurangi lemak. Awasi ukuran porsi, dan hitung
kalori misalnya makanan yang diproses mengandung lebih banyak kalori daripada yang
segar. Perbanyak kerja fisik, olahraga teratur, dan kurangi waktu nonton TV.

2. Bedah bariatrik
Di Amerika Serikat cara ini dianjurkan bagi mereka dengan IMT 40 kg/m2 atau IMT
35,0-39,9 kg/m2 disertai penyakit kardiopulmonar, DM t2, atau gangguan gaya hidup dan
telah gagal mencapai penurunan BB yang cukup dengan cara non-bedah. (NIH Consensus
Development Panel pada tahun 1991). Kemudian pada tahun 2004 ASBS Consensus
menganjurkan juga cara ini untuk mereka dengan IMT 30,0–34,9 kg/m2 dengan keadaan
komorbid yang dapat disembuhkan atau diperbaiki secara nyata. Dapat diharapkan penurunan
BB maksimal 21–38%.

3. Obat-obat anti obesitas


Ada obat yang mempunyai kerja anoreksian (meningkatkan satiation, menurunkan selera
makan, atau satiety, meningkatkan rasa kenyang, atau keduanya), contohnya
Phentermin.Obat ini hanya dibolehkan untuk jangka pendek.Orlistat menghambat enzim
lipase usus sehingga menurunkan pencernaan lemak makanan dan meningkatkan ekskresi
lemak dalam tinja dengan sedikit kalori yang diserap. Sibutramine meningkatkan statiation
dengan cara menghambat ambilan kembali monoamine neurotransmitters (serotonin,
noradrenalin dan sedikit dopamin), menyebabkan peningkatan senyawa-senyawa tersebut di
hipotalamus. Rimonabant termasuk kelompok antagonuis CB1, yang menghambat ikatan
cannabinoid endogen pada reseptor CB1 neuronal, sehingga menurunkan selera makan dan
menurunkan BB.Orlistat, sibutramin dan rimonabant dapat dipergunakan untuk jangka lama
dengan memperhatikan efek sampingnya; rimonabant masih ditunda di Amerika
Serikat.Sayangnya obat-obatan tersebut tiada yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan
orang.Oleh karena itu industri farmasi masih mengembangkan banyak calon obat baru.

4. Balon Intragastrik
Balon Intragastrik adalah kantung poliuretan lunak yang dipasang ke dalam lambung
untuk mengurangi ruang yang tersedia untuk makanan.

5. Pintasan Usus
Pintasan usus meliputi penurunan berat badan dengan cara malabsorbsi. Tindakan ini
kadang-kadang dilakukan dengan diversi biliopankreatik, yang memerlukan reseksi parsial
lambung dan eksisi kandung empedu dengan transeksi jejunum .jejunum proksimal
dianastomosiskan (dihubungkan melalui pembedahan) ke ilium distal, dan jejunum distal
dianastomosiskan ke bagian sisa dari lambung.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan metabolik atau endorin : Dapat menyatakan ketidaknormalan misalnya
hipotiroidisme, hipogonadisme, peningkatan pada insulin, hiperglikemi.Dapat juga
menyebabkan gangguan neuroendokrin dalam hipotalamus yang mengakibatkan berbagai
gangguan kimia.
2. Pemeriksaan antropometrik : Dapat memperkirakan rasio lemak dan otot.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN OBESITAS

3.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.

2. Riwayat kesehatan
Riwayat Kesehatan sekarang : keluhan pasien saat ini
Riwayat Kesehatan masa lalu : kaji apakah ada keluarga dari pasien yang pernah menderita
obesitas
Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada ada di antara keluarga yang mengalami
penyakit serupa atau memicu
Riwayat psikososial,spiritual : kaji kemampuan interaksi sosial , ketaatan beribadah ,
kepercayaan
3. Pemerikasaan fisik :
Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena
jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
Sistem respirasi : untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesulitan napas
Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan.
Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit
pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
4. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan metabolik / endokrin dapat menyatakan tak normal, misal : hipotiroidisme,
hipopituitarisme, hipogonadisme, sindrom cushing (peningkatan kadar insulin)
5. Pola fungsi kesehatan
a) Aktivitas istirahat
Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan / kurang keinginan untuk
beraktifitas.
b) Sirkulasi
Pola hidup mempengaruhi pilihan makan, dengan makan akan dapat menghilangkan
perasaan tidak senang : frustasi
c) Makanan / cairan
Mencerna makanan berlebihan
d) Kenyamanan
Pasien obesitas akan merasakan ketidaknyamanan berupa nyeri dalam menopang berat badan
atau tulang belakang
e) Pernafasan
Pasien obesitas biasanya mengalami dipsnea
f) Seksualitas
Pasien dengan obesitas biasanya mengalami gangguan menstruasi dan amenouria

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake makanan
yang lebih
2. Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan biofisika atau psikosial pandangan px
tehadap diri
3. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ungkapan atau tampak tidak nyaman
dalam situasi sosial
4. Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri , ansietas ,
kelemahan dan obstruksi trakeobronkial

3.3 Perencanaan
Setelah pengumpulan data, megelompokkan dan menentukan diagnosa keoerawatan
yang mungkin muncul, maka tahapan selanjutnya adalah menentukkan prioritas, tujuan dan
rencana tindakkan keperawatan.
Diagnosa 1
1. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake makanan
yang lebih
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi kembali normal
Kriteria hasil :
Perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam program latihan
Menunjukan penurunan berat badan
Intervensi :
1. Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan dengan pasien
2. Timbang berat badan secara periodik
3. Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentujan keb kalori dan nutrisi untuk penurunan berat
badan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penekan nafsu makan (ex.dietilpropinion)
Rasional :
1. Mengidentifikasi / mempengaruhi penentuan intervensi
2. Memberikan informasi tentang keefektifan program
3. Mendorong px untuk menyusun tujuan lebih nyata dan sesuai dg rencana
4. Kalori dan nurtisi terpenuhi secara normal
5. Penurunan berat badan

Diagnosa 2
2. Gangguan pencitraan diri b.d biofisika atau psikosial pandangan px tehadap diri

Tujuan :
Menyatakan gambaran diri lebih nyata
Kriterian hasil :
Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari pandangan idealisme
Mengakui indiviu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
Intervensi :
Beri privasi kepada px selama perawatan
Diskusikan dengan px tentang pandangan menjadi gemuk dan apa artinya bagi px
trsebut
Waspadai mitos px / orang terdekat
Tingkatkan komunikasi terbuka dengan px untuk menghondari kritik
Waspadai makan berlebih
Kolaborasi dengan kelompok terapi
Rasional :
Individu biasanya sensitif terhadap tubuhnya sendiri
Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau motifasi dapat menjadi upaya penurunan
berat badan
Meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan rasa ingin menyelesaikan masalahnya
Pola makan terjaga
Kelompok terapi dapat memberikan teman dan motifasi

Diagnosa 3
3. Hambatan interaksi sosial b.d ungkapan atau tampak tidak nyaman dalam situasi sosial
Tujuan :
Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang menyebabkan interaksi sosial yang buruk
Kriteria hasil :
Menunjikan peningkatan perubahan positif dalam perilaku sosial dan interpersonal
Intervensi :
Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
Kaji penggunaan ketrampilan koping pasien
Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan indikasi

Rasional :
Keluarga dapat membantu merubah perilaku sosial pasien
Mekanisme koping yang baik dapat melindungi pasien dari perasaan kesepian isolasi
Pasien mendapat keuntungan dari keterlibatan orang terdekat untuk memberi dukungan

Diagnosa 4
4. Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri , ansietas ,
kelemahan dan obstruksi trakeobronkial
Tujuan :
Mengembalikan pola napas normal
Kriteria hasil :
Mempertahankan ventilasi yang adekuat
Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain
Intervensi :
Awasi , auskultasi bunyi napas
Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
Bantu lakukan napas dalam, batuk menekan insisi
Ubah posisi secara periodik
Berikan O2 tambahan / alat pernapasan lain

Rasional :
Peranapasan mengorok/ pengaruh anastesi menurunkan ventilasi, potensial atelektasis,
hipoksia
Mendorong pengembangan diafragma sehingga ekspansi paru optimal, pasien lebih nyaman
Ekspansi paru maksimal, pembersihan jalan napas, resiko atelektasis minimal
Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan penurunan kerja napas

3.4 Penatalaksanaan (Contoh tinjauan kasus asuhan keperawatan klien dengan obesitas)
A. PENGKAJIAN
· Identitas
Nama : Nn. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Dignosa medis : Obesitas berat
Umur : 19 tahun
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 120 kg
Pendidikan : Mahasiswi
Pekerjaan :-
Status : Belum kawin
Agama : Islam
Alamat : Brondong Lamongan
1. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Pasien mengatakan susah sekali berdiri sehabis duduk dari lantai.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien tidak mengalami keluhan apa-apa selain merasakan berat badannya semakin
bertambah, disamping itu pasien mengalami kesusahan untuk berdiri sehabis duduk dari
lantai.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya pasien memiliki berat badan yang normal tapi setelah 2 tahun kemudian berat
badan pasien mengalami perubahan, itu terjadi saat pasien beranjak kelas 2 SMA.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami obesitas.
5. Riwayat Psiko-Sosial-Spiritual
1) Psikologi pasien
Pasien dapat menerima dengan keadaan yang dialami sekarang dan merasa enjoy atas apa
yang dianugerahkan meski terkadang merasa minder.
2) Sosial
Pasien berinteraksi dan bergaul dengan lingkungannya dengan baik dapat menerima dan
diterima oleh orang lain.
3) Spiritual
Dalam kondisi dengan badan yang berlebih pasien masih tetap aktif menjalankan ibadah.

· Pemeriksaan fisik
1. Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Pernafasan : 24 x/menit
Nadi : 85 x/menit
Suhu : 370C
2. Keadaan umum : Baik
3. Pemeriksaan Head to Toe
it : Inspeksi (warna kulit sawo matang)
Palpasi (turgor normal < 3 dtik)
pala : Inspeksi (kulit kepala bersih, bulat sempurna, rambut panjang lurus, tidak ada
benjolan atau lesi)
Palpasi (tidak ada benjolan)
inga: : Inspeksi (normal tidak ada lesi, bersih tidak ada serumen)
Palpasi (normal tidak ada lipatan)
ta : Inspeksi (bulat besar, bersih tidak cowong)
lut : Inspeksi (bersih, lembab, gigi normal)
da : Inspeksi (bentuk dada simetris/normal)
Palpasi (tidak ada benjolan atau lesi)
Perkusi (terdengar bunyi sonor paru, tidak ada benjolan atau lesi)
Auskultasi (terdengar bunyi sonor paru, tidak ada suara tambahan)
domen : Inpeksi (buncit terdapat lipatan)

· Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Nutrisi
a. Kebiasaan sehari-hari
Pasien makan 3x sehari dengan porsi biasa
b. Saat sekarang
Pasien makan lebih dari 3x sehari dengan porsi banyak dan kadang-kadang ditambah dengan
makanan ringan, pasien selalu ingin ngemil.
2. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan sehari-hari
Pasien BAB dan BAK normal
b. Saat sekarang
Pasien BAB dan BAK normal
3. Pola Istirahat-Tidur
a. Pasien tidur pada jam-jam istirahat
b. Sesudah mengalami obesitas pasien lebih sering mengantuk dan memperbanyak tidurnya.
4. Pola Aktivitas
a. Kebiasaan sehari-hari
Pasien dalam menjalankan aktivitas tidak mengalami keluhan / hambatan.
b. Saat sekarang
Pasien mengalami hambatan, cepat capek dan lelah, malas dengan berat badan yang
berlebihan.
· Pengkajian Psiko-Sosial-Spiritual
1. Psikologi pasien
Pasien dapat menerima dengan keadaan yang dialami sekarang dan merasa enjoy atas apa
yang dianugerahkan meski terkadang merasa minder.
2. Sosial
Pasien berinteraksi dan bergaul dengan lingkungannya dengan baik dapat menerima dan
diterima oleh orang lain.
3. Spiritual
Dalam kondisi dengan badan yang berlebih pasien masih tetap aktif menjalankan ibadah.

B. ANALISA DATA
Data Fokus
DS : Pasien mengatakan terkadang tidak nyaman dengan berat badan yang dimilikinya.
DO :
- pasien tampak terganggu dalam melaksanakan aktivitas karena berat badannya
- pasien sering kali kesusahan berdiri sehabis duduk dari lantai
Symptom Etiologi Problem
a. DS :Pasien mengatakan Berat badan yang Gangguan dalam
terkadang merasa berlebihan beraktivitas
kurang nyaman dengan
berat badan yang
dimilikinya
DO : Pasien tampak
kesusahan dalam
beraktivitas karena barat
badannya

b. DS : Pasien mengatakan Harga diri rendah Gangguan dalam


kurang percaya diri jika bersosialisasi dengan
berinteraksi / orang lain dan
bersosialisasi dengan pandangan negatif
orang lain terhadap diri
DO: Pasien kelihatan
minder saat
berkomunikasi dan
bergaul dengan
temannya.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan berat badan yang ditandai dengan kesusahan
dalam beraktivitas.
2. Resiko terhadap kerusakan interaksi social yang berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mempertahankan hubungan akibat perasaan malu dan respon negatif dari orang lain.

C. PERENCANAAN
No. Dx
Tgl Tujuan Intervensi Rasional
Kep
12- 1 Setelah dilakukan - - Diskusikan -- Membantu
02-06 perawatan dan emosi / kejadian mengidentifikasikan
penyuluhan 2x24 jam sehubungan kapan pasien makan
pasien diharapkan dengan makan untuk memuaskan
mampu melaksanakan dan buat kebutuhan emosi
diet dengan criteria rencana makan daripada lapr
hasil : dengan pasien. fisiologi
- Menunjukkan - - Tekankan -- Hilangkan
perubahan pola makan pentingnya kebutuhan
dan keterlibatan menghindari komponen yang
individu dalam diet berlemak dapat menimbulkan
program latihan dan diskusikan ketidakseimbangan
- - Menunjukkan tambahan tujuan metabolik ex :
penurunan BB dengan nyata untuk penurunan
pemeliharaan penurunan BB karbohidrat berlebih
kesehatan optimal
- - Diskusikan - Pandangan mental
dengan pasien termasuk ideal kita
pandangan dan biasanya tidak
menjadi gemuk terbaru, gemuk
dan apa artinya dapat mempunyai
bagi individu akar dalam
psikologi.
13- 2 Setelah dilakukan - - Dorong pasien -- Membantu
02-06 penyuluhan 2x24 jam untuk mengidentifikasi
pasien diharapkan mengeksprsikan dan memperjelas
mampu bersosialisasi perasaan dan alasan untuk
dengan baik dengan persepsi kesulitan dalam
kriteria hasil : masalah berinteraksi dengan
- - Menyatakan orang lain
gambaran diri lebih - - Bantu dalam -- Megidentifikasi
nyata mengidentifikasi masalah khusus dan
- - Menunjukkan tanggung jawab menganjurkan
beberapa penerimaan sendiri dan tindakan yang dapat
diri aripada andangan control pada diambil untuk
idealisme situasi mempengaruhi
- - Mengakui diri perubahan
sebagai individu yang
mempunyai tanggung
jawab sendiri

D. PELAKSANAAN / IMPLEMENTASI
Tgl/Jam No. Dx Tindakan Respon Ttd
12-2-06 1 a. Memberikan penyuluhan a. Pasien menerima
(09.00) dan nasehat kepada pasien tentang anjuran untuk
agar melaksanakan diet menurunkan berat
teratur dan optimal badannya dan
b. Menganjurkan kepada berkeinginan diet
pasien untuk berkonsultasi secara teratur
kepada ahli diet b. Pasien masih tampak
ragu untuk
berkonsultasi dengan
ahli diet karena belum
yakin apakah BBnya
bisa kembali normal
a. Memberi semangat a. Pasien masih tampak
bahwa berat badan pasien ragu
13-2-06 2 masih bisa diturunkan b. Bisa menerima dan
(12.00) b. Memberi dukungan bahwa percaya bahwa itu
itu adalah anugerah dari adalah yang terbaik
Tuhan untuknya
c. Memberikan pengertian c. Pasien tampak
kalau hanya diri kitalah semangat dan optimis
yang mampu merubah akan penurunan berat
keadaan yang ada pada badannya
dari kita sendiri
f.

E. EVALUASI
Tgl No. Dx Catatan Perkembangan Ttd
12- 1 - Pasien bias sedikit mengurangi porsi
02-06 makanannya
- Pasien mampu meghindari makanan
yang banyak mengandung lemak :
gorengan
13- 2 - Pasien terkadang masih kurang percaya
02-06 diri jika berkumpul dengan banyak orang
- Pasien mampu menerima dan menyadari
bahwa berinteraksi dengan orang lain itu
sangat penting

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kegemukan (obesitas) didefinisikan sebagai kelebihan akumulasi lemak rubuh
sedikitnya 25% dari berat rata-rata untuk usia., jenis kelamin, dan tinggi badan. Prognosis
umum untuk peningkatan dan mempertahankan penurunan berat badan buruk. Namun,
keinginan pola hidup lebih sehat Dn penurunan factor risiko sehubungan dengan ancaman
penyakit terhadap hidup memotivasi beberapa orang untuk mengikuti diet dan program
penurunan berat badan.Obesitas juga merupakan suatu keadaan patologis dengan terdapatnya
penimbuan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Masalah
gizi karena kelebihan kalori biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan
serat dan mikro nutrien.
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas
primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%).
Faktor yang menentukan antara lain :
a. Faktor Genetik
b. Faktor Psikologis (gangguan emosi)
c. Faktor Neurogenik ( gangguan hormon)
d. Faktor Nutrisi
e. Aktivitas fisik

4.2 Saran:
1. Di dalam menentukan intervensi keperawatan telebih mengenai program diet, harus lebih
banyak berdiskusi dengan klien.
2. Untuk klien dengan obesitas, harus lebih mengutamakan pengaturan pola makan yang baik
untuk menghindari kemungkinan buruk yang bisa terjadi.
3. Dalam perawatan klien, sebaiknya banyak melibatkan orang terdekat klien, mulai dari
keluarga,, mulai dari keluarga,abat samapi teman akrab klien.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2005-2006


Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius
Barbara C long.(1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung
Guytion & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kapita Selekta Kedokteran Edisi Jilid Kedua, Media Aesculapius, FKUI 2000
http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas
ASKEP OBESITAS

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini masalah kegemukan (obesitas) merupakan masalah global yang melanda
masyarakat dunia baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.
Perubahan gaya hidup termasuk kecenderungan mengkonsumsi makanan yang mengandung
lemak tinggi merupakan faktor yang mendukung terjadinya obesitas.

Sebagian besar kegemukan dan obesitas adalah karena makan berlebihan. Hal ini
tergolong dalam obesitas primer. Sisanya, disebabkan karena penyakit atau gangguan
hormonal atau kelainan genetis yang tergolong dalam obesitas sekunder.

Berbagai upaya untuk melangsingkan tubuh telah banyak dilakukan diantaranya dengan
pengaturan makanan, merubah gaya hidup, pemberian obat dan pembedahan untuk
mengurangi lemak atau mengangkat sebagian usus.

Asupan makanan harus selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan
juga tidak berlebihan sehingga menyebabkan obesitas.Juga, karena makanan yang berbeda
mengandung proporsi protein, karbohidrat, dan lemak yang berbeda-beda, maka
keseimbangan yang wajar juga harus dipertahankan diantara semua jenis makanan ini
sehingga semua segmen sistem metabolisme tubuh dapat dipasok dengan bahan yang
dibutuhkan.

Atas dasar inilah, penulis mengangkat judul ” OBESITAS” dalam makalah ini. Penulis
berharap keberadaan makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca, khususnya
mahasiswa Poltekkes Kemkes Jakarta III.

B. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah menambah wawasan mahasiswa mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan obesitas.
C. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam pembuatan makalah ini adalah:
AB I : Pendahuluan yang menguraikan latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori membahas tentang :
1. Gambaran umum mengenai definisi, etiologi, insiden, patofisiologi, tanda dan gejala,
komplikasi serta penatalaksanaan kolaboratif dari penyakit obesitas.
2. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Obesitas, yang membahas tentang:
a. Pengkajian, yang terdiri atas : Riwayat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik,
pengkajian psikososial.
b. Diagnosa Keperawatan
c. Perencanaan dan implementasi
d. Discharge Planing
e. Evaluasi
BAB III : Kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Kegemukan ( obesitas )didefinisikan sebagai kelebihan akumulasi lemak rubuh sedikitnya
25% dari berat rata-rata untuk usia., jenis kelamin, dan tinggi badan. Prognosis umum untuk
peningkatan dan mempertahankan penurunan berat badan buruk. Namun, keinginan pola
hidup lebih sehat Dn penurunan factor risiko sehubungan dengan ancaman penyakit terhadap
hidup memotivasi beberapa orang untuk mengikuti diet dan program penurunan berat badan.
Obesitas juga merupakan suatu keadaan patologis dengan terdapatnya penimbuan lemak
yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Masalah gizi karena kelebihan
kalori biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan serat dan mikro
nutrien. Nutrien yang kelak dapat merupakan faktor resiko untuk terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif seperti ; DM, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis penyakit keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain yang akan
memerlukan biaya pengobatan yang sangat besar.

2. Etiologi, Insiden
Faktor yang menentukan antara lain :
a. Faktor Genetik
Obesitas secara pasti terjadi secara familial. Lebih lanjut, kembar identik biasanya
mampu mempertahankan selisih berat badan sekitar 2 pon antara keduanya sepanjang hidup
mereka., jika mereka hidup dalam lingkungan yang sama, atau sekitar 5 pon jika lingkungan
hidup mereka berbeda dengan nyata. Hal ini sebagian terjadi karena kebiasaan makan yang
berasal dari masa kanak-kanak, tetapi biasanya diyakini bahwa ada kemiripan yang dekat
antara kedua anak kembar yang dikendalikan secara genetik.
Gen dapat mengatur tingkat makan dengan berbagai cara , termasuk (1) kelainan genetik
pusat makan untuk mengatur tingkat penyimpanan energi tinggi atau rendah, dan (2) kelainan
faktor psikis secara herediter, baik yang meningkatkan nafsu makan, atau menyebabkan
orang tersebut makan sebagai mekanisme ” pelepasan”.

Kelainan genetik pasda sifat kimiai penyimpanan lemak juga diketahui menyebabkan
obesitas pada beberapa turunan tikus dan mencit. Pada suatu turunan tikus, lemak mudah
disimpan dalam jaringan asdiposa, tetapi jumlah lipase peka hormon dalam jaringan asdiposa
sangat berkurang, sehingga hanya sedikit lemak yang dapat dikeluarkan. Keadaan ini jelas
menyebabkan jalur satu arah, lemak secaran terus menerus disimpan walaupun tidak pernah
dilepaskan . Pada satu turunan muncit yang gemuk. Terdapat kelebihan sintetase asam lemak.
Oleh sebab itu, mekanisme genetik yang serupa merupakan penyebab obesitas yang mungkin
pada manusia.

b. Faktor Psikologis (gangguan emosi)


Penelitian penderita obesitas menunjukkkan bahwa sebagian besar obesitas disebabkan
oleh faktor psikogenik. Barangkali faktor psikogenik yang paling sering berperan pada
obesitas adalah gagasan yang berbahaya bahwa kebiasaan makan yang sehat memerlukan tiga
kali sehari, dan setiap kali makan harus penuh. Banyak anak dipaksa mengikuti kebiasaaan
ini oleh para orang tua yang terlalu bersemangat, dan anak-anak terus melanjutkan kebiasaan
tersebut sepanjang hidupnya. disamping itu, biasanya seseorang diketahui mengalami
kenaikan berat badan yang besar selama atau setelah keadaan yang menekan, seperti
kematian orang tua, penyakit yang berat, atau karena depresi kejiwaan. Tampaknya bahwa
makan seseringkali merupakan alat pelepas ketegangan.

c. Faktor Neurogenik ( gangguan hormon)


Lesi pada nukleus ventromesdialis hipotalamus menyebabkan binatang makan secara
berlebihan dan menjadi gemuk. Lesi yang sedemikian juga menyebabkan kelebihan produksi
insulin, yang selanjutnya meningkatkan penyimpanan lemak.Juga, kebanyakan penderita
tumor hipofisis yang menekan hipotalamus wenjadi gemuk secara bertahap, sehigga
menggambarkan bahwa obesitas pada manusia, juga dapat dengan pasti dihasilkan karena
kerusakan hipotalamus.
Namun pada orang gemuk normal, hampir tidak ditemukan adanya kerusakan
hipotalamus.Walaupun demikian, mungkin bahwa pengaturan fungsional hipotalamus atau
pusat makan neurogenik lain berbeda dengan orang gemuk, dibandingkan dengan orang yang
tidak gemuk.

d. Faktor Nutrisi
Laju pembentukan sel baru terutama cepat ada beberapa tahun pertama kehidupan, dan
semakin besar laju penyimpanan lemak. Pada anak yang gemuk, jumlah sel seringkai sampai
3 kali lipat jumlah selemak pada anak normal. Walaupun demikian, setelah akil balik, jumlah
sel lemak tetap hampir sama sepanjang sisa kehidupan.Oleh karena itu telah disarankan
bahwa kelebihan nutrisi pada anak terutama pada masa bayi dan sebagian kecil selama masa
kanak-kanak yang lebih lanjut, dapat menyebabkan obesitas sepanjang hidup. Orang yang
mempunyai kelebihan sel lemak dianggap memiliki pengaturan lemak lebih tinggi oleh
mekanisme otoregulasi umpan balik neurogenik untuk pengendalian jaringan adsiposa.
Pada orang yang ,menjadi gemuk pasda usia pertengahan atau pada usia tua, sebagian
besar obesitas disebabkan oleh hipertrofi dari sel lemak yang sudah ada, tanpa disertai
perkembangan sel tambahan. Jenis pengobatan ini lebih peka terhadap pengobatan daripada
jenis obesitas sepanjang hidup.

e. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang
yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi
makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas.

3. Patofisiologi
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas
primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%).

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses


fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi
melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal
aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat
anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula
bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan
dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida
gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam
peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin
yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian
merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y
(NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan
energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi
rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu
makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya
kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.

4. Tanda dan Gejala


Anak terlihat sangat gemuk dan umunya lebih tinggi daripada anak normal seumur.
Sering terlihat dagu yang berganda (double chin). Buah dada seolah-olah berkembang. Perut
membuncit dan dinding perut berlipat-lipat. Kedua tungkai umumnya berbentuk huruf x
dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempelmenyebabkan laserasi dan ulserasi
yang dapat menimbulkan bau yang kurang sedap. Pada anak laki-laki, penisnya terlihat kecil
karena sebagian organ tersebut tersembunyi dalam jaringan lemak pubis.
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa
menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun
penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat
tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu),
sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah
dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga
kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki
permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga
panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.
Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah
tungkai dan pergelangan kaki.

5. Komplikasi
Faktor kesehatan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:

è Hipotiroidisme
è Sindroma Cushing
è Sindroma Prader-Willi
è Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
è Obat-obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan
penambahan berat badan.
Faktor perkembangan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas,
terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali
lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak
tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara
mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel

Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang. Obesitas meningkatkan


risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti:
è Diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa)
è Tekanan darah tinggi (hipertensi)
è Stroke
è Serangan jantung (infark miokardium)
è Gagal jantung
è Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
è Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
è Gout dan artritis gout
è Osteoartritis
è Tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur, menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen dalam darah)
è Sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk).

6. Penatalaksanaan Kolaboratif
Umumnya pengobatan pada obesitas ditunjukkan pada program perbaikan gizi. Namun
demikian perlu diperhatikan pula tentang faktor psikososial yang mengizinkan atau
memperkuat sikap anak untuk makan banyak dan kurang bergerak. Untuk itu penanganan
obesitas melibatkan dokter anak, psikologi perkembangan psikiater anak, pekerja sosial, ahli
gizi, dan perawat. Keterlibatan keluarga adalah mutlak unutk keberhasilan terapi.
Dalam pengaturan makanan anak obesitas perlu diperhatikan beberapa di bawah ini :
a. Kalori : Harus sesuai dengan kebutuhan normal, dihitung berdasarkan BB ideal yang sesuai
untuk TB saat itu.
b. Diet seimbang : karbohidrat 50% kalori, lemak 35% kalori, protein cukup untuk tumbuh
kembang normal.
c. Pembagian kalori harus sedemikian rupa, sehingga salah satu porsi tidak boleh melebihi
1000 kalori.
d. Entuk dan jenis makanan harus yang dapat diterima oleh anak serta tidak dipaksa makan
makanan yang tidak disukai
e. Tidak ada petunjuk khusus tentang jenis makanan yang dilarang atau diretriksi tanpa
alasan.

Untuk meningkatkan penggunaan energi, latihan jasmani yang lbih intensif menjadi
pilihan pertama. Pilihlah kegiatan yang disukai anak tersebut sesuai dengan umurnya.
Menurunkan berat badan dengan obesitas berat sebaiknya tidak melebihi 500 g tiap
minggunya. Untuk menurunkan BB sebanyak 500g tiap minggu. Jumlah energi yang harus
dikurangi setiap minggunya kira-kira 3250 kkal atau tiap harinya 450-500 kka. Perhatikan
faktor lingkungan bilamana terdapat gangguan emosional, maka psikoterpi diperlukan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.Riwayat
Identitas
Nama : Nn. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 tahun
Pendidikan : Mahasiswi
Pekerjaan :-
Status : Belum kawin
Agama : Islam
Alamat : Jalan Melati, gang kumbangno.55 A

 Riwayat Kesehatan
o Keluhan utama
Pasien mengatakan susah sekali berdiri sehabis duduk dari lantai.
o Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien tidak mengalami keluhan apa-apa selain merasakan berat badannya semakin
bertambah, disamping itu pasien mengalami kesusahan untuk berdiri sehabis duduk dari
lantai.
o Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya pasien memiliki berat badan yang normal tapi setelah 2 tahun kemudian berat
badan pasien mengalami perubahan, itu terjadi saat pasien beranjak kelas 2 SMA.
o Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami obesitas.

b. Pemeriksaan Fisik
¤ Aktivitas / Istirahat
Gejala :
- Kelemahan, cenderung terus mengantuk
- Ketidakmampuan / kurang keinginan untuk aktif atau melakukan latihan teratur
- Dispnea dengan kerja
Tanda :
- Peningkatan kecepatan jantung / pernafasan dengan aktivitas
¤ Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat factor budaya / pola hidup mempengaruhi pilihan makan
- Berat badan dapat / tak dapat diterima sebagai masalah
- Makan menghilangkan perasaan tak senang, misalnya : kesepian, frustasi, kebosanan
- Persepsi gambaran diri sebagai tak dapat diinginkan
- Tahanan orang terdekat untuk menurunkan berat badan (dapat menyabotase upaya
pasien)
¤ Makanan / Cairan
Gejala :
- Mencerna makanan dengan berlebihan / normal
- Percobaan dengan berbagai tipe diet (diet ‘yo-yo’) dengan berbagai / hasil sedikit
- Riwayat berulangnya penurunan dan peningkatan berat badan
Tanda :
- Berat badan tak tepat dengan tinggi badan
- Tipe tubuh endormofik (halus / sekitar)
- Gagal untuk menentukan masukan makanan untuk menurunkan kebutuhan (contoh :
perubahan pola hidup dari aktif menjadi tak berolahraga, penuaan)
¤ Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri / ketidaknyamanan pada sendi yang menopang berat badan atau tulang
belakang
¤ Pernafasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Sianosis, distress pernafasan (sindrom pickwickian)
¤ Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, amenorea
¤ Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :
- Masalah dapat berupa masa hidup atau sehubungan dengan peristiwa hidup
- Riwayat keluarga kegemukan
- Masalah kesehatan yang menyertai termasuk hipertensi diabetes, penyakit kandung
empedu dan kardiovaskuler, hipotiroidisme

c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan metabolik / endokrin dapat menyatakan tak normal, misal :
hipotiroidisme, hipopituitarisme, hipogonadisme, sindrom cushing (peningkatan kadar
insulin). Ini juga diduga bahwa penyebab gangguan ini dapat menimbulkan neuroendokrin
abnormal dalam hipotalamus yang mengakibatkan berbagai gangguan kimia.

d. Pengkajian Psikososial
1. Psikologi pasien
Pasien dapat menerima dengan keadaan yang dialami sekarang dan merasa enjoy atas
apa yang dianugerahkan meski terkadang merasa minder.
2. Sosial
Pasien berinteraksi dan bergaul dengan lingkungannya dengan baik dapat menerima
dan diterima oleh orang lain.

2. Diagnosa Keperawatan
DX 1: Nutrisi, perubahan : lebih dari kebutuhan tubuh b/d Masukan makanan yang
lebih dari kebutuhan tubuh
Etiologi : Berat badan 20% atau lebih dari berat badan optimum; kelebihan
lemak tubuh dengan lipatan kulit/ pengukuran lain.
Melaporkan/observasi disfungsi pola makan, masukan lebih dari kebutuhan tubuh.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:


a. Mengidentifikasi perilaku dan konsekuensi sehubungan dengan makan
berlebihan dan peningkatanberat badan
b. Menunjukkan perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam program
latihan
c. Menunjukkan penurunan berat badan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.

 DX 2 : Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan


kebutuhan pengobatan.
Etiologi : a. Kurang/ salah interpretasi informasi
b. Kurang tertarik belajar, kurang mengingat
c. Tidak akurat/ tidak menyelesaikan informasi yang ada.

Kemungkinan dibuktikan oleh :


a. Pernyataan kurang/ permintaan informasi tentang kegemukan dan kebutuhan nutrisi
b. Pernyataan masalah dengan penurunan berat badan
c. Tidak adekuat mengikuti diet sebelumnya dan mengikuti instruksi latihan

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :


A. Menyatakan tanggung jawab untuk belajarnya sendiri
B. Mulai mencari informasi tentang nutrisi dan cara mengontrol berat badan
C. Menyatakan pemahaman kebutuhan untuk perubahan pola hidup untuk
mmempertahankan/mengontrol berat badan
D. Mem buat tujuan individu dan rencana untuk pencapaian tujuan tersebut.

3. Perencanaan dan Implementasi

a. Diagnosa 1
1. Kaji penyebab individu kegemukan, misalnya; organik atau non organik  Memberikan
kesempatan kepada individu memfokuskan/internalisasi gambaran nyata atau jumlah
makanan yang dimakan dan penyesuaian kebiasaan makan/perasaan. Mengidentifikasi [ola
yang memerlukan perubahan dan/atau dasar menyesuaikan program diet.
2. Buat rencana makan dengan pasien  Sementara tak ada dasar untuk menganjurkan diet
yang satu dari yang lain, penurunan diet yang baik harus berisi makannan dari semua dasar
kelompok makanan dengan fokus masukan rendah lemak. Ini membantu mempertahankan
rencana semirip mungkin dengan kebiasaan pasien. Rencana dibuat dengan dan persetujuan
pasien akan lebih berhasil.Catatan : Penting mempertahankan masukan protein adekuat untuk
mencegah kehilangan massa otot.
3. Tekankan pentingnya menghindari diet berlemak  Hilangkan kebutuhan komponen yang
dapat menimbulkann kelemahan, sakit kepala, ketidakstabilan dan kelemahan, asidosis
metabolik (ketosis) mempengaruhi keefektifan program penurunan BB
4. Timbang berat badan secara 2 kali seminggu  Memberikan informasi tentang keefektifan
program terapi dan memperlihatkan bukti keberhasilan upaya pasien selama perawatan di
rimah sakit
5. Konsul dengan ahli dietuntuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi untuk penurunan berat
badan individu  pemasukan individu dapat dikalkulasi dengan berbagai perhitungan
berbeda, tetapi penurunan berat badan berdasarkan pada kebutuhan basal kalori selama 24
jam, tergantung pada jenis kelamin,usia, berat badan saat ini/yang diinginkan dan lama waktu
yang diperkirakan mencapai berat badan yang diinginkan.
b. Diagnosa 2

1. Tentukan tingkat pengetahuan nutrisi dan apakah keyakinan pasien adalah kebutuhan
paling penting.
2. Berikan informasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan di
lingkungan yang jauh dari rumah  “pintar” makan bila makan di luar atau bila dalam
perjalanan, membantu individu untuk mengatur berat badan sementara masih menikmati
hubungan sosial.
3. Identifikasi sumber-sumber informasi lain, contoh buku-buku, rekaman, kelas masyarakat,
kelompok  Dengan mmenggunakan kesempatan yang berbeda untuk mengakses informasi
akan melanjutkan belajar pasien. Keterlibatan dengan orang lain yang juga menurunkan berat
badan dapat memberikan dukungan.
4. Tekankan perlunya melanjutkan evaluasi perawatan/konseling, khususnya bila tak ada
kemajuan  sesuai dengan penurunan berat badan, terjadi perubahan metabolisme,
mempengaruhi penurunan selanjutnya dengan membuat kestabilan sebagai mekanisme
bertahan hidupn dari aktivitas tubuh. Upaya untuk mencegah kelaparan.Ini memerlukan
strategi baru dan dukungan agresif untuk melanjutkan penurunan berat badan.
5. Kaji ulang kebutuhan kalori tiap 2-4 minggu  perubahan dalam berat badan dan latihan
dapat berarti mengubah penurunan diet.
6. Identifikasi alternatif untuk pilihan program aktivitas sesuai menyesuaikan cuaca,
perjalanan, dan sebagainya. Diskusikan penggunaan alat mekanik/alat untuk penurunan 
Meningkatkan kelanjutan program. Catatan : Penurunan lemak terjadi pada dasar umum
keseluruhan, dan tak ada bukti bahwa titik penurunan atau alat mekanik untuk penurunan
berat badan dalam area khusus. Namun,tipe khusus latihan atau alat dapat berguna dalam
meningkatkan tonus bagian tubuh tertentu.
7. Diskusikan perlunyaperawatan kulit yang baik, khususnya selama bulan musim panas 
mencegah kerusakan kulit pada kelembaban lipatan kulit.
8. Identifikasi pilihan cara untuk penguatan diri/keluarga untuk menyelesaikan atau
memberikan penghiburan  Menurunkan kemungkinan menyadarkan diri pada makan untuk
menghadapi perasaan

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan planing yang telah dibuat.

4. Discharge Planing
Rencana Pemulangan : memerlukan dukungan dengan program teraupetik
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Membantu pasien mengidentifikasi metode yang dapat bekerja untuk mengontrol berat
dihubungkan dengan makanan yang sehat.
2. Meningkatkan perbaikan konsep diri, termasuk gambaran diri, harga diri.
3. Mendorong pelaksanaan kesehatan untuk memberikan kontrol berat badan sepanjang
hidup.

TUJUAN PEMULANGAN
1. Pola makan sehat dan kontrol berat badan teridentifikasi
2. Penurunan berat badan mencapai tujuan yang dibuat
3. Persepsi positif terhadap pernyataan diri
4. Merencanakan untuk kontrol masa depan memelihara berat badan.

5. Evaluasi
a. Klien memahami Nutrisi tubuh normal yang dibutuhkan oleh tubuh
b. Klien dapat mengikuti program diet yang telah dibuat bersama
c. Klien mengalami penurunan berat badan sesuai dengan target yang direncanakan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegemukan ( obesitas )didefinisikan sebagai kelebihan akumulasi lemak
rubuh sedikitnya 25% dari berat rata-rata untuk usia., jenis kelamin, dan tinggi badan.
Prognosis umum untuk peningkatan dan mempertahankan penurunan berat badan buruk.
Namun, keinginan pola hidup lebih sehat Dn penurunan factor risiko sehubungan dengan
ancaman penyakit terhadap hidup memotivasi beberapa orang untuk mengikuti diet dan
program penurunan berat badan.Obesitas juga merupakan suatu keadaan patologis dengan
terdapatnya penimbuan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh.
Masalah gizi karena kelebihan kalori biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani,
kelebihan serat dan mikro nutrien.
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas
primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%).

Faktor yang menentukan antara lain :


d. Faktor Genetik
b.Faktor Psikologis (gangguan emosi)
c. Faktor Neurogenik ( gangguan hormon)
d. Faktor Nutrisi
e. Aktivitas fisik

B. Saran

Saran saya sebagai penyusun makalah ini :

1. Di dalam menentukan intervensi keperawatan telebih mengenai program diet, harus lebih
banyak berdiskusi dengan klien.

2. Untuk klien dengan obesitas, harus lebih mengutamakan pengaturan pola makan yang baik
untuk menghindari kemungkinan buruk yang bisa terjadi.

3. Dalam perawatan klien, sebaiknya banyak melibatkan orang terdekat klien, mulai dari
keluarga,, mulai dari keluarga,abat samapi teman akrab klien.
DAFTAR PUSTAKA

Guytion & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kapita Selekta Kedokteran Edisi Jilid Kedua, Media Aesculapius, FKUI 2000

Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000

NANDA, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2005-2006

Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.


Dari tabel pada gambar di atas, kita bisa mengatakan seseorang memiliki berat badan
ideal jika indeks massa tubuhnya berkisar antara 18,5 hingga 24,9. Apabila IMTnya lebih
rendah dari 18,4 maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki berat badan kurang.
Sedangkan bila IMTnya lebih besar dari 24,9 orang tersebut memiliki berat badan berlebih.
Seseorang yang mengalami obesitas memiliki nilai IMT di atas 40. Angka-angka indeks
massa tubuh ini lah yang bisa kita jadikan ukuran berat badan ideal. Singkatnya, kita bisa
menganggap rumus IMT ini sebagai rumus berat badan ideal. Agar lebih jelasnya, mari kita
coba menghitung berat badan dengan rumus tersebut ini.

Contoh Perhitungan Berat Badan Ideal dengan IMT

Misalkan ada seseorang dengan tinggi 165 cm memiliki berat badan 73 kg. Apabila kita ingin
menghitung IMT orang tersebut, maka berikut ini adalah proses penghitungannya.

Berat Badan = 67 kg;


Tinggi Badan = 165 cm = 1,65 m;
IMT = Berat Badan / (Tinggi Badan x Tinggi Badan) = 67 / (1,65 x 1,65)
IMT = 24,6

Setelah memasukkan nilai berat dan tingginya, didapat indeks massa tubuh orang tersebut
sebesar 24,6. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa orang tersebut memiliki berat
badan ideal karena nilai IMTnya berada di antara 18,5 dan 24,9 (lihat tabel di atas). Anda
bisa menggunakan kalkulator berat badan ideal yang ada di bagian bawah jika ingin
mengetahui IMT Anda.

Sebagai catatan, pengukuran dengan rumus ini hanya dapat diaplikasikan pada mereka yang
berusia di bawah 60 tahun. Perhitungan indeks massa tubuh ini juga tidak dapat diaplikasikan
pada penderita penyakit kronis, anak-anak, ibu hamil, ibu yang menyusui, dan juga atlet
Tinjauan Pustaka
PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE 2
Hasnah
1
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Prodi Keperawatan, UIN, Makassar
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan suatu
penyakit yang ditandai oleh kenaikan kadar gula
darah (hyperglikemia) kronik yang dapat
menyerang banyak orang di semua lapisan
masyarakat. Problema diabetes mellitus, baik
aspek perorangan maupun aspek kesehatan
masyarakatnya, terus berkembang meskipun
sudah banyak dicapai kemajuan di semua bidang
riset
diabetes
mellitus
maupun
penatalaksanaannya.
Diabetes mellitus tipe 2 yang meliputi
lebih 90 % dari semua populasi diabetes, faktor
lingkungan sangat berperan. Prevalensi diabetes
mellitus tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar
antara 3 sampai 6 % dari orang dewasanya.
Angka
ini
merupakan
acuan
untuk
membandingkan prevalensi diabetes antara
berbagai kelompok etnik di seluruh dunia,
misalnya di negara-negara berkembang yang laju
ekonominya sangat menonjol yaitu di Singapura
dimana prevalensi diabetes mellitus meningkat
dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu.
Demikian pula pada beberapa kelompok etnik di
beberapa negara yang mengalami perubahan
gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara
hidup sebelumnya, karena memang mereka lebih
makmur (Utama & Gustaviani, 2000). Saat ini, di
negara-negara
yang
sedang
berkembang
termasuk Indonesia sedang mengalami transisi
epidemiologi menyangkut perubahan perilaku
penyakit masyarakat yaitu peralihan dari perilaku
penyakit infeksi ke perilaku penyakit non infeksi
(Ngatimin, 2004).
Berdasarkan proyeksi World Health
Organization, diperkirakan bahwa dalam kurun
waktu 30 tahun (1995-2025), jumlah penderita
diabetes di negara berkembang akan meningkat
sebesar 170 %. Dari persentase tersebut, jumlah
penderita diabetes di Indonesia akan meningkat
dari 5 juta penderita menjadi 12 juta penderita
yang akan termasuk dalam daftar 10 negara
dengan jumlah penderita diabetes terbesar
(Healthy Choice, 2002).
World
Health
Organization
(WHO)
menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan
keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah
penderita diabetes mellitus-nya terbanyak setelah
India, China, Uni Soviet, Jepang, dan Brasil.
Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita
diabetes di Indonesia mencapai 5 juta dengan
peningkatan sebanyak 230.000 pasien diabetes
per tahunnya, sehingga pada tahun 2005
diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita.
Kenaikan ini antara lain karena usia harapan
hidup semakin meningkat, diet kurang sehat,
kegemukan, gaya hidup modern (Soegondo,
1999).
Di
Indonesia,
pada
tahun
1994
diperkirakan 2 sampai 5 juta orang menderita
diabetes dan jumlah tersebut akan menjadi 4 juta
pada tahun 2000 dan 5 juta pada tahun 2010
(Suparmanto dalam Soegondo, 1999). Menurut
penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah
dilaksanakan di Indonesia, prevalensi diabetes
berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3 %, kecuali
di Manado yang agak tinggi sebesar 6 % (Agusta,
2000).
Data di Jakarta menunjukkan ada
kenaikan prevalensi diabetes mellitus jika
dibandingkan angka tahun 1982 (1,7 %), angka
tahun 1993 (5,6 %) dan angka tahun 2001 (12,8
%). Suatu peningkatan yang cukup signifikan dan
harus diperhatikan agar dapat dilakukan usaha
pencegahan yang tepat (Sukardji, 2000).
Perubahan yang juga tampak pada
masyarakat bahwa hipertensi pada penyandang
diabetes mellitus dari 15 % menjadi 25 %.
Kegemukan pada kelompok non diabetes mellitus
sendiri meningkat dari 4,2 % menjadi 10,9 %
pada kelompok non diabetes mellitus laki-laki,
dan dari 17,1 % menjadi 24 % pada kelompok
non diabetes mellitus perempuan. Selain itu
adanya perubahan perilaku makan ke arah
persentase lemak yang lebih tinggi (Sukardji,
2000).
Jaringan Kebijakan Publik Indonesia
(2004)
mengemukakan
bahwa
penyakit
degeneratif atau penyakit non menular juga
Media Gizi Pangan, Vol. VII, Edisi 1, Januari – Jun
i 2009
2
memperlihatkan tingkat kecenderungan yang
bertambah. Hasil survey kesehatan rumah
tangga (HHS) tahun 2001 menunjukkan bahwa
prevalensi diabetes mellitus (kadar glukosa
dalam darah lebih dari 110 mg%) penduduk usia
di atas 25 tahun adalah sebesar 8 %. Angka ini
lebih tinggi bagi pria (9 %) dibandingkan wanita
(7 %) dan meningkat berdasarkan usia. Di sisi
lain, prevalensi di atas 25 tahun yang memiliki
total kolesterol lebih dari 200 mg% adalah
sebesar 6 % (laki-laki) dan 8 % (perempuan).
Dari berbagai penelitian epidemiologis di
Indonesia, diperoleh prevalensi DM sebesar 1,5 -
2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun,
bahkan pada suatu penelitian di Manado
didapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang
dilakukan di Jakarta membuktikan adanya
kenaikan prevalensi DM pada daerah urban
meningkat dari 1,7 % pada tahun 1982 menjadi
5,7 % pada tahun 1993. Di Surabaya, pada
penelitian epidemiologi yang dilaksanakan di
Puskesmas perkotaan pada tahun
1991
mencakup
13.460
penduduk
didapatkan
prevalensi sebesar 1,43 %, sedangkan di daerah
rural yang mencakup 1.640 penduduk pada tahun
1989 juga didapat prevalensi yang hampir sama
yaitu 1,47 %. Demikian pula di Sulawesi Selatan,
prevalensi DM di daerah urban Ujung Pandang
meningkat dari 1,5 % pada tahun 1981 menjadi
2,9 % pada tahun 1998. Bahkan, di Kecamatan
Sesean, suatu daerah yang sangat terpencil di
Tana Toraja, didapatkan prevalensi DM sebesar
0,8 persen.
Tingginya jumlah penderita diabetes
mellitus tipe 2 di Indonesia diakibatkan perilaku
makan orang Indonesia yang terlalu banyak
mengonsumsi karbohidrat. Hasil penelitian di
Amerika menunjukkan pada usia dewasa, asupan
kalori rata-rata 3200 kalori. Dari jumlah tersebut,
47 % menghasilkan glukosa bagi tubuh. Di
Indonesia, setiap orang dewasa memiliki asupan
kalori 1700-1900 kalori. Akan tetapi, sumber
kalori yang menghasilkan glukosa bagi tubuh
mencapai 70 %. Hal itu disebabkan oleh asupan
makanan pada orang dewasa di Indonesia lebih
banyak mengandung karbohidrat (Pikiran Rakyat
Cyber Media, 2003). Salah satu makanan
karbohidrat yaitu nasi yang mengandung glukosa
dalam kuantitas banyak dan glukosa yang
berlebihan merupakan salah satu penyebab
penyakit diabetes. Nasi yang merupakan
makanan pokok orang Indonesia mengakibatkan
negeri ini menduduki posisi keempat dalam
jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia
(Wiryowidagdo dalam Gsianturi, 2005).
STRATEGI PENANGGULANGAN DIABETES
MELLITUS TIPE II
Pada dasarnya ada empat tingkatan
pencegahan penyakit secara umum yang
meliputi: pencegahan tingkat dasar (
primordial
prevention
),
pencegahan
tingkat
pertama
(
primary prevention
) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan
tingkat kedua (
secondary prevention
) yang
meliputi diagnosa dini serta pengobatan yang
tepat, pencegahan tingkat ketiga (
tertiary
prevention
) yang meliputi pencegahan terhadap
terjadinya cacat dan rehabilitasi (Noor, 2002).
A. Pencegahan Tingkat Dasar
Pencegahan tingkat dasar (
primordial
prevention
)
adalah
usaha
mencegah
terjadinya resiko atau mempertahankan
keadaan resiko rendah dalam masyarakat
terhadap
penyakit
secara
umum.
Pencegahan ini meliputi usaha memelihara
dan
mempertahankan
kebiasaan
atau
perilaku hidup yang sudah ada dalam
masyarakat yang dapat mencegah resiko
terhadap penyakit dengan melestarikan
perilaku atau kebutuhan hidup sehat yang
dapat mencegah atau mengurangi tingkat
resiko terhadap suatu penyakit tertentu atau
terhadap berbagai penyakit secara umum.
Umpamanya memelihara cara masyarakat
pedesaan yang kurang mengonsumsi lemak
hewani dan banyak mengonsumsi sayuran,
kebiasaan
berolahraga
dan
kebiasaan
lainnya dalam usaha mempertahankan
tingkat resiko yang rendah terhadap penyakit
(Noor, 2002).
Bentuk lain dari pencegahan ini
adalah
usaha
mencegah
timbulnya
kebiasaan baru dalam masyarakat atau
mencegah generasi yang sedang bertumbuh
untuk
tidak
meniru
atau
melakukan
kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan
resiko terhadap beberapa penyakit. Sasaran
pencegahan tingkat dasar ini terutama pada
kelompok masyarakat berusia muda dan
remaja dengan tidak mengabaikan orang
dewasa dan kelompok manula (Noor, 2002).
B. Pencegahan Tingkat Pertama.
Pencegahan tingkat pertama
(primary prevention) adalah upaya mencegah agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus.
Faktor yang berpengaruh pada terjadinya
Media Gizi Pangan, Vol. VII, Edisi 1, Januari – Jun
i 2009
3
diabetes adalah faktor keturunan, faktor
kegiatan jasmani yang kurang, faktor
kegemukan, faktor nutrisi berlebih, faktor
hormon, dan faktor lain seperti obat-obatan.
Faktor keturunan jelas berpengaruh pada
terjadinya diabetes mellitus. Keturunan orang
yang mengidap diabetes (apalagi kalau
kedua orangtuanya mengidap diabetes, jelas
lebih besar kemungkinannya untuk mengidap
diabetes daripada orang normal). Demikian
pula saudara kembar identik pengidap
diabetes hampir 100% dapat dipastikan akan
juga mengidap diabetes pada nantinya
(Sidartawan, 2001).
Faktor keturunan merupakan faktor
yang tidak dapat diubah, tetapi faktor
lingkungan (kegemukan, kegiatan jasmani
kurang, nutrisi berlebih) merupakan faktor
yang dapat diubah dan diperbaiki. Usaha
pencegahan ini dilakukan menyeluruh pada
masyarakat tapi diutamakan dan ditekankan
untuk dilaksanakan dengan baik pada
mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian
mengidap diabetes. Orang-orang yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengidap
diabetes adalah orang-orang yang pernah
terganggu
toleransi
glukosanya,
yang
mengalami perubahan perilaku/gaya hidup ke
arah kegiatan jasmani yang kurang, yang
juga mengidap penyakit yang sering timbul
bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan
darah tinggi dan kegemukan.
Tindakan yang dilakukan untuk
pencegahan primer meliputi penyuluhan
mengenai perlunya pengaturan gaya hidup
sehat
sedini
mungkin
dengan
cara
memberikan pedoman:
1.
Mempertahankan perilaku makan sehari-
hari yang sehat dan seimbang dengan
meningkatkan konsumsi sayuran dan
buah, membatasi makanan tinggi lemak
dan karbohidrat sederhana.
2.
Mempertahankan berat badan normal
sesuai dengan umur dan tinggi badan.
3.
Melakukan kegiatan jasmani yang cukup
sesuai dengan umur dan kemampuan.
C. Pencegahan Tingkat Kedua
Sasaran utama pada mereka yang
baru terkena penyakit atau yang terancam
akan menderita penyakit tertentu melalui
diagnosa dini serta pemberian pengobatan
yang cepat dan tepat.Salah satu kegiatan
pencegahan tingkat kedua adanya penemuan
penderita secara aktif pada tahap dini.
Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala,
penyaringan (
screening
) yakni pencarian
penderita dini untuk penyakit yang secara
klinis belum tampak pada penduduk secara
umum pada kelompok resiko tinggi dan
pemeriksaan kesehatan atau keterangan
sehat (Noor, 2002).
Upaya pencegahan tingkat kedua
pada penyakit diabetes adalah dimulai
dengan mendeteksi dini pengidap diabetes.
Karena itu dianjurkan untuk pada setiap
kesempatan, terutama untuk mereka yang
beresiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan
penyaringan
glukosa
darah.
Dengan
demikian, mereka yang memiliki resiko tinggi
diabetes dapat terjaring untuk diperiksa dan
kemudian yang dicurigai diabetes akan dapat
ditindaklanjuti, sampai diyakinkan benar
mereka mengidap diabetes. Bagi mereka
dapat ditegakkan diagnosis dini diabetes
kemudian dapat dikelola dengan baik, guna
mencegah penyulit lebih lanjut (Sidartawan,
2001).
D. Pencegahan Tingkat Ketiga
Pencegahan tingkat ketiga (
tertiary
prevention
) merupakan pencegahan dengan
sasaran utamanya adalah penderita penyakit
tertentu, dalam usaha mencegah bertambah
beratnya penyakit atau mencegah terjadinya
cacat serta program rehabilitasi. Tujuan
utama adalah mencegah proses penyakit
lebih
lanjut,
seperti
perawatan
dan
pengobatan khusus pada penderita diabetes
mellitus, tekanan darah tinggi, gangguan
saraf serta mencegah terjadinya cacat
maupun kematian karena penyebab tertentu,
serta usaha rehabilitas (Noor, 2002).
Upaya ini dilakukan untuk mencegah
lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau
penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang
mungkin timbul akibat penyulit diabetes ada
beberapa macam, yaitu:
1. Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan
segala gejala sisanya.
2. Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.
3. Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik
yang memerlukan tindakan cuci darah.
4. Pembuluh
darah
tungkai
bawah,
dilakukan amputasi tungkai bawah.
Untuk mencegah terjadinya kecacatan,
tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini
penyulit diabetes, agar kemudian penyulit
dapat dikelola dengan baik di samping tentu
Media Gizi Pangan, Vol. VII, Edisi 1, Januari – Jun
i 2009
4
saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar
glukosa darah (Sidartawan, 2001).
Pemeriksaan
pemantauan
yang
diperlukan untuk penyulit ini meliputi
beberapa jenis pemeriksaan, yaitu:
1. Mata, pemeriksaan mata secara berkala
setiap 6-12 bulan.
2. Paru, pemeriksaan berkala foto dada
setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan
batuk kronik.
3. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk
mendeteksi adanya protein dalam urin.
4. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala
dan
penyuluhan
mengenai
cara
perawatan kaki yang sebaik-baiknya
untuk mencegah kemungkinan timbulnya
kaki diabetik dan kecacatan yang
mungkin ditimbulkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Utawa dan Gustaviani. 2000.
Ngatimin, R. 2001.
Perilaku Dokter di Rumah
Sakit
dan
Masyarakat
Sekitarnya
.
Makassar: Yayasan PK-3.
Healthy Choice. 2002.
Insulin Serat Makanan
Istimewa
(Edisi I). Jakarta: Majalah
Healthy Choice.
Pikiran Rakyat Cyber Media. 2003.
Cara Tepat
Mengendalikan Gula Darah
, (Online),
(http://www.pikiran-rakyat.com.
, diakses
16 Agustus 2006).
Wiryowidigdo Noor, N.N. 2002.
Epidemiologi
.
Makassar:
Lembaga
Penelitian
Universitas Hasanuddin.
Sidartawan, S. 2001.
Pengalaman Klinis
Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2
(Volume
51).
Jakarta:
Majalah
Kedokteran Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai