Anda di halaman 1dari 26

Daulah Umayyah

Perkembangan Politik ekonomi & administrasi


Pemerintahan

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam

Dosen Pengampu:
Dr. Amirsyah, M.A
.

Disusun Oleh:
Fatkhurohman
NIM: 2018-920038

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Nama Umayyah merujuk pada seorang Quraisy di masa Jahiliyah. Dia adalah Umayyah
bin Abdus Syam bin Abdi Manaf. Masih terhitung saudara dari Bani Hasyim (keluarga besar
Rasulullah SAW), karena Hasyim (ayah Abdul Muthalib) juga salah satu Putra Abdi Manaf.
Jadi, Abdi Manaf adalah kakek moyang kedua Bani tersebut. Tetapi, sekalipun satu kakek
moyangnya, sejak zaman Jahiliyah Bani Umayyah juga tidak jarang mengganggu keberhasilan
Bani Hasyim. Abdul Muthalib, pemimpin Ka’bah saat itu, diganggu oleh Abdus Syam dan
Umayyah. Ketika menemukan kembali mata air zamzam, Umayyah dan bapaknya meminta
bagian agar dapat mengurusi mata air itu. Tetapi karena penduduk Mekkah tidak berkenan
dengan tindakan mereka itu, maka keluarga Abdus Syam tersebut meninggalkan Mekkah menuju
Damaskus karena merasa malu.
Pada masa Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah, Bani Umayyah merupakan
keluarga kaya, terdidik dan berpengaruh. Salah satu dari mereka adalah pemimpin Kaum Quraisy
Mekkah. Dia adalah Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Kecintaannya kepada harta dan
kekuasaan membuat dia dan keluarganya tidak mau mengakui kebenaran Islam sebagai ajaran
yang mulia. Oleh karena itu, Abu Sufyan tidak mau tunduk terhadap ajakan Rasulullah SAW,
bahkan terus memusuhi. Aktivitas dakwah Rasulullah SAW yang dianggapnya akan mengubah
keadaan sosial, ekonomi, dan politik Mekkah, tentu merugikan para orang kaya, termasuk Bani
Umayyah. Untuk itu, berbagai cara dilakukan guna menggagalkan gerakan reformasi yang
dibangun Rasulullah SAW tersebut. Sampai-sampai, cara-cara kekerasan (perang) pun mereka
lakukan. Tercatat beberapa perang besar (Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq)
pasca hijrah, melibatkan kepemimpinan Abu Sufyan.
B. Pembahasan
Abu Sufyan dan keluarga, akhirnya masuk Islam dengan terpaksa pada saat berpuluh-puluh ribu
kaum Muslimin mengepung Mekkah dari segala penjuru. Walapun banyak sahabat tidak suka
terhadap masuk Islamnya keluarga Abu Sufyan, Rasulullah SAW tetap menghormati perubahan
sikapnya. Kesalahan-kesalahannya diampuni, bahkan Muawiyah putra Abu Sufyan diangkat
sebagai sekretaris beliau dan saudara perempuannya, Ummu Habibah diperistri oleh Beliau.
Setelah beberapa tahun bergabung sebagai kaum Muslimin, keluarga terdidik dan berpengaruh ini
ikut membesarkan Islam. Di masa Abu Bakar Sidiq, keluarga Abu Sufyan dan Bani Umayyah
merasa rendah diri karena kelas mereka berada di bawah kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka tahu
diri bahwa perjuangan mereka belum apa-apa dibanding dengan kedua kaum di atas. Apalagi di
masa dahulu, mereka memusuhi perjuangan Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Oleh karena
itu, mereka maklum ketika Khalifah Abu Bakar menyatakan di depan umum bahwa keluarga besar
Bani Umayyah harus ikut berjuang membela Islam termasuk di medan perang, bila ingin setingkat
dengan kaum Muhajirin dan Ansar. Beberapa peperangan yang terjadi di masa Abu Bakar ini
anggota Bani Umayyah ikut serta dibarisan kaum Muslimin. Bahkan, Yazid bin Abu Sufyan
menjadi salah satu panglima untuk memimpin pasukan ke Syiria melawan Bizantium.
Pada masa Umar, ketika wilayah Islam semakin meluas dan membutuhkan banyak tenaga
administratif, sang Khalifah memanfaatkan tenaga-tenaga Bani Umayyah yang umumnya
terdidik untuk membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, Yazid dan Muawiyah dipercaya untuk
mengelolah wilayah Syiria. Kepercayaan Khalifah Umar ini tidak disia-siakan oleh Bani
Umayyah. Mereka bekerja dengan tekun dan dikenal sukses dalam mengerjakan tugas-tugas
administratif. Periode Umar inilah awal mula Bani Umayyah menduduki posisi-posisi penting.
Namun karena kewibawaan sang Khalifah yang bersih dan berwibawa, mereka tidak berani
bertindak macam-macam, seperti korupsi dan sejenisnya.
Pada masa Ustman, kebijakan mempekerjakan tenaga-tenaga Bani Umayyah seperti masa
Umar, tetap dilanjutkan. Bahkan Ustman mempercayai mereka untuk jabatan-jabatan strategis.
Enam tahun pertama, Ustman sukses membangun Negara. Namun, pada enam tahun berikutnya,
karena usia Ustman yang semakin uzur, maka posisi Bani Umayyah semakin kuat. Melalui
sekretaris Negara Marwan bin Hakam yang juga salah satu anggota Bani Umayyah, mereka
menempatkan kroni-kroninya pada posisi strategis. Praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) dijalankan dengan penuh kesungguhan. Hal inilah yang menjadi awal bencana
hingga terbunuhnya Khalifah Ustman.
Pada era Ali, keluarga Umayyah yang menjabat posisi-posisi penting pada pemerintahan
Ustman, semuanya dicopot. Kebijakan Ali yang keras inilah yang mendorong mereka menentang
pengangkatan Ali sampai membuat pecahnya Perang Siffin. Namun, keberuntungan memang ada
dipihak mereka pada saat Perang Siffin mengangkat Muawiyah menjadi Khalifah tandingan.
Bahkan lebih beruntung lagi ketika Hasan bin Ali yang menggantikan kepemimpinan ayahnya
mengakui Muawiyah sebagai Khalifah yang sah di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Sejak
itulah mereka mulai membangun pemerintahan Islam warisan Rasulullah SAW dan para sahabat
tersebut menjadi pemerintahan milik keluarga besar Bani Umayyah.

B. Corak Khas Pemerintahan Bani Umayyah


Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah adalah sosok pemimpin yang alim dalam ilmu
agama, sederhana dalam hidup, dan tanggung jawab kepada rakyatnya. Dia menjadi imam di
Masjid, sekaligus komandan di medan perang. Dia hidup sederhana dan jauh dari sikap mewah.
Bahkan, sebagai kepala Negara tidak ada pengawal yang menjaga di sekitarnya. Karena baginya,
hidup mati adalah urusan Allah. Adapun untuk mengetahui denyut nadi keadaaan rakyatnya,
hampir setiap malam seorang Khalifah mengunjungi kehidupan rakyatnya. Keinginan dan
kebutuhan rakyat harus disaksikan dan dirasakan sendiri dengan cara seperti itu. Khalifah sadar
bahwa tanggung jawab sebagai pemimpin umat sangatlah berat.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, sikap hidup seperti itu tidak akan ditemukan. Sejak
Muawiyah memegang kekuasaan, gaya hidup seorang Khalifah sudah berubah drastis.
Muawiyah hidup di dalam benteng dengan pengawalan ketat dan bermewah-mewah sebagai raja.
Tradisi “Harem” dan perbudakan ditumbuhkan kembali. Pesta-pesta diadakan di istana, lengkap
dengan hiburan-hiburan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Hal seperti ini diwariskan kepada
Khalifah-Khalifah sesudahnya kecuali pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II). Hal lain
yang berubah pada masa Bani Umayyah adalah fungsi dan kedudukan Baitul Mal. Ketika era
Khulafaur Rasyidin. Baitul Mal adalah harta Negara yang harus dipergunakan untuk
kesejahteraan rakyat. Namun pada masa Bani Umayyah, fungsi dan kedudukan Baitul Mal telah
bergeser, sebab Khalifah memiliki wewenang yang besar untuk menggunakan harta Baitul Mal
sesuai keinginannya. Kewenangannya, khalifah menggunakan harta tersebut untuk kepentingan
pribadi maupun keluarganya. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah memperlakukan Baitul
Mal seperti itu. Khalifah Umar II berusaha mengembalikan fungsi dan kedudukan Baitul Mal
sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Bani Umayyah juga meninggalkan tradisi musyawarah dan keterbukaan yang dirintis oleh
pendahulunya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah didampingi oleh sebuah Dewan
penasehat yang ikut berperan dalam setiap kebijakan-kebijakan penting Negara. Lebih dari itu,
seorang rakyat biasa pun dapat menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan Khalifah secara
terbuka. Tradisi positif itu tidak dilanjutkan oleh Muawiyah dan para penerusnya. Walapun lagi-
lagi, Umar II berusaha menghidupkan kembali tradisi tersebut, namun penguasa setelahnya
segera mengembalikan pada cara-cara kerajaan yang menempatkan sang raja di atas segala-
galanya. Satu hal yang memprihatinkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah
diabaikannya nilai-nilai ajaran Islam oleh para pejabat Negara dan keluarganya. Mereka lebih
suka hidup mewah, mengembangkan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), serta tidak
segan-segan menggunakan kekerasan untuk tujuan politiknya. Dan tampaknya hal seperti itu
direstui oleh sang Khalifah. Bahkan, para Khalifah Bani Umayyah justru menikmati kondisi
seperti itu.
Namun demikian, ada pula kemajuan positif yang terjadi pada masa Bani Umayyah. Di
antaranya adalah bertambah luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam yang membentang
dari Afganistan sampai Andalusia. Suksesnya politik ekspansi ini menempatkan Islam menjadi
kekuatan Internasional yang paling disegani di Timur dan di Barat. Imbas positifnya, dakwah
Islam cepat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Islam dapat tersebar dengan cepat dan meluas.
Bahasa Arab menjadi bahasa dunia, Masjid-masjid dibangun di setiap kota besar serta kegiatan
pendalaman agama dan pengembangan ilmu pengetahuan Islam semarak di mana-mana. Saat itu,
Daulah Bani Umayyah adalah sebuah Negara adikuasa di dunia. Sebagai Negara besar, Daulah
Bani Umayyah memiliki militer yang sangat kuat. Tidak seperti para pejabat istana, kaum militer
ini umumnya terdiri atas orang-orang yang sederhana dan taat beribadah. Mereka berjuang bukan
demi Khalifah, melainkan demi tersiarnya Islam diseluruh penjuru bumi. Bagi mereka, mati di
medan perang adalah persembahan terbaik kepada Tuhan. Gugur di medan laga adalah syahid di
jalan Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemenangan pasukan Islam di berbagai wilayah
disebabkan oleh semangat seperti ini. Karena itu, Bani Umayyah sangat terkenal dalam
suksesnya politik ekspansi. Salah satu kesuksesannya adalah mampu menembus hingga wilayah
Spanyol.

C. Perkembangan Islam di Masa Bani Umayyah


Daulat Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan bin Harb bin Umayyah
pada tahun 41 H.
Berdirinya daulah ini, karena Muawiyah tidak mau meyakini kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib. Sehingga pada waktu itu terjadi perang saudara di antara umat Islam yaitu anatar pasukan
Ali melawan pasukan Muawiyah. Dalam pertempuran yang sengit itu banyak mengorbankan
jiwa kaum muslimin, hingga pada akhirnya diadakan perundingan.
Dalam perundingan itu Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari seorang ahli hukum, zakelyk
dan jujur. Sedang Muawiyah mengutus Amr bin Ash, seorang diplomat yang ulung, cerdik dan
pandai mengatur siasat. Dari perundingan tersebut keduanya memutuskan akan menurunkan Ali
serta Muawiyah dari kekhalifahan, dan untuk selanjutnya khalifah akan diangkat oleh kaum
muslimin.
Atas kelicikan Amr bin Ash, maka Abu Musa dipersilahkan terlebih dahulu untuk
mengumumkan penurunan Ali dari jabatannya sebagai khalifah, dengan alasan karena Abu Musa
lebih tua usianya dari Amr bin Ash, maka sudah sepantasnyalah diberi kesempatan yang
pertama.
Sesudah Abu Musa mengumumkan penurunannya Ali sebagai khalifah di hadapan kaum
muslimin, naiklah Amr bin Ash, dan berkata: “Wahai kaum muslimin tadi barulah kita dengar
bersama pernyataan dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa beliau pada hari ini telah menurunlkan
Ali bin Abi Thalib dari jabatannya sebagai khalifah. Dengan kekosongan khalifah itu, maka pada
hari ini saya mengangkat Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai khalifah”.
Sejak itulah Muawiyah menjadi khalifah kaum muslimin secara resmi, meskipun
diperoleh dengan tidak wajar dan sekaligus menyimpang dari ajaran Islam.
Sejak berdirinya pemerintahan Bani Umayah pada tahun 661 M dimulai pula tradisi baru
dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem pemilihan secara demokratis yang dikembangkan
selama masa kekhalifahan ar-Rasyidin telah tidak dikenal lagi dalam proses pemilihan khlaifah.
Proses pergantian khalifah untuk seterusnya dilakukan mengikuti sistem turun-temurun. Dalam
literatur Islam sistem itu dikenal sebagai Daulah Islamiyah, yang berarti kekuasaan Islam yang
berciri kedinastian atau ashobiyah.
Dalam pada itu pemerintahan Islam yang ditegakkan dengan cara perebutan kekuasaan
oleh Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang sah, harus tetap waspada terhadap setiap pengkritik.
Oleh karenanya selalu menaruh kecurigaan terhadap kemungkinan terjadinya intrik istana
maupun gerakan perlawanan terhadap khalifah. Oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau
Bani Umayyah menjadi sangat kuat, sehingga berhasil menegakkan kekhalifahan Bani Umayyah
selama 90 tahun. Selama itu pula telah memerintah 14 orang khalifah, sebagai berikut:
1. Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-689 M)
2. Khalifah Yazid I (680-683 M)
3. Khalifah Muawiyah II (683-684 M)
4. Khalifah Marwan I bin al-Hakam (684-685 M)
5. Khalifah Abdul Malik (685-705 M)
6. Khalifah Al-Walid (705-715 M)
7. Khalifah Sulaiman (715-717 M)
8. KhalifahUmar bin Abdul Aziz (717-720 M)
9. Khalifah Yazid II (720-724 M)
10. Khalifah Hisyam (724-743 M)
11. Khalifah Al-Walid II (743-744 M)
12. Khalifah Yazid III dan Ibrahim (744-744 M)
13. Khalifah Marwan II bin Muhammad (744-750 M)
D. Tokoh-Tokoh Bani Umayyah
Empat orang khalifah memegamg kekuasaan sepanjang 70 tahun, yaitu Muawiyah, Abdul
Malik, al-Walid I, dan Hisyam. Sedangkan sepuluh khalifah sisanya hanya memerintah dalam
jangka waktu 20 tahun saja. Para pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa khalihah-khalifah
terbesar mereka ialah: Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
1. Muawiyah adalah bapak pendiri dinasti Umayah.
Muawiyah adalah pembangun besar. Namanya disejajarkan dalam deretan Khulafa ar-
Rasyidin. Bahkan kesalahannya yang mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara oleh rakyat,
dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan.
Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib berdamai
dengannya pada tahun 41 H. Umat Islam sebagiannya membaiat Hasan setelah ayahnya itu
wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan
kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan ‘amul jama’ah, tahun
persatuan. Muawiyah menerima kekhalifahan di Kufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh
Hasan, yakni:
a. Agar Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak.
b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.
c. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun.
d. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain, 2 juta dirham.
e. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis
Syams.
Muawiyah dibaiat oleh umat Islam di Kufah sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan ke
Madinah. Hasan wafat di kota Nabi itu tahun 50 H. diantara jasa-jasa Muawiyah ialah
mengadakan dinas pos kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. ia juga
berjasa mendirikan Kantor Cap (percetakan mata uang), dan lain-lain.
Muawiyah bin Abi Sufyan dapat menduduki kursi khalifah dengan berbagai cara dan tiga,
yaitu dengan ketajaman mata pedangnya, dengan siasatnya yang halus dan dengan tipu
muslihatnya yang amat licin. Bukanlah ia mendapat pangkat yang mulia itu dengan ijma’ dan
persetujuan umat Islam, melainkan karena licinnya jua.
Dengan kenaikan Muawiyah, berakhirlah hukum syura, pilihan menurut hasil
permusyawaratan yang terbanyak, yang berlaku di zaman al-Khulafaur Rasyidin, yaitu hukum
yang menyerupai aturan pemerintahan Republik (Jumhuriyah) di zaman kita ini. Dan pangkat
khalifah menjadi pusaka turun-temurun, maka daulat Islampun telah berubah sifatnya menjadi
daulat yang bersifat kerajaan (monarchie).
Sesungguhnya Muawiyah telah amat terpengaruh oleh peraturan-peraturan peninggalan
orang Romawi di negeri Syam, yakni di negeri tempat ia memerintah.
Kemegahan dan kemuliaan raja-raja yang belum pernah ditiru oleh khalifah-khalifah yang
terdahulu daripadanya, telah diteladan dan dipakainya. Dia telah memakai singggasana dan kursi
kerajaan serta mengadakan barisan pengawal yang senantiasa menjaga dirinya siang malam.
Bahkan dalam mesjidpun dibuatnya suatu kamar istimewa, tempat dia sembahyang sorang diri,
dijaga oleh pengawalnya dengan pedang tercabut. Hal ini dilakukannya karena ia takut kalau-
kalau terjadi pula atas dirinya apa yang telah terjadi atas diri Ali bin Abi Thalib.
Muawiyah wafat tahun 60 H. di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya, Yazid
yang telah ditetapkannya sebagai putra mahkota sebelumnya. Yazid tidak sekuat ayahnya dalam
memerintah, banyak tantangan yang yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan
pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husain sepeninggal Muawiyah. Terjadi
perang di Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain, cucu nabi SAW itu. Yazid
menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding Ka’bah runtuh
dikarenakan terkena lemparan manjaniq, alat pelempar batu kearah lawan. Peristiwa tersebut
merupakan aib besar pada masanya.
Penduduk Madinah memberontak terhadap Yazid dan memecatnya untuk kemudian
mengangkat Abdullah ibn Hanzalah dari kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan kaum
Umaiyah di Madinah dan mengusirnya dari kota suci kedua bagi umat Islam itu, sehingga
terjadilah bentrok pisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin oleh Muslim ibn
Uqbah al-Murri, dan penduduk Madinah. Peperangan antara kedua pasukan itu terjadi di al-
Harrah yang dimenangkan oleh pasukan Yazid, pada tahun 63 H. sedangkan kaum Quraisy
mengangkat Abdullah ibn Muti’ sebagai pemimpin mereka tanpa pengkuan terhadap
kepemimpinan Yazid.
Penduduk Makkah lain lagi keadaannya, sebagian dari mereka membaiat Abdullah ibn
Zubair sebagai khalifah. Maka, pasukan Yazid yang telah menundukkan Madinah meneruskan
perjalanannya ke Makkah untuk menguasainya. Abdullah ibn Zubair selamat dari gempuran
pasukan Yazid karena ada berita bahwa Yazid mangkat sehingga ditariklah pasukannya ke
Suriah. Tetapi kota Mekkah menjadi porak poranda akhir perlakuan pasukan Yazid tersebut.
Yazid meninggal tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya,
Muawiyah II.
Sebelum Yazid meniggal dunia dia telah berwasiat supaya putranya Muawiyah diangkat
menggantikan dia menjadi khalifah, menurut cara yang telah dilakukan oleh ayahandanya
Muawiyah bin Abi Sufyan.
Akan tetapi Muawiyah II bin Yazid ini hanya memerintah 40 hari saja lamanya. Oleh karena
dia berpenyakitan dan jiwanya sendiri memberontak, tidak dapat menanggung jawab atas
perobahan-perobahan dan kerusakan-kerusakan yang ditinggalkan ayahnya. Maka turunlah dia
dengan kemauan sendiri dari singgasana khilafat dan pangkat khalifah itupun diserahkannya
kepada permusyawaratan umat Islam, agar mereka dengan merdeka memilih dan mengangkat
siapa yang mereka kehendaki. Tetapi cita-citanya itu tidak dapat berlaku, sebab pemilihan
khalifah telah ditentukam oleh kemauan Bani Umayyah.
Muawiyah diganti oleh Marwan ibn Hakam, seorang yang memegang stempel khilafah pada
masa Utsman ibn Affan. Ia adalah Gubernur Madinah dimasa Muawiyah dan penasehat Yazid di
Damaskus dimasa pemerintahan putra pendiri Daulah Umayyah itu. Ketika Muawiyah II wafat
dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar Muawiyah mengangkatnya sebagai
khalifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya,
sedangkan orang lain yang pantas memegang jabatan khilafah itu tidak didapatkannya. Padahal
keadaan begitu rawan dengan perpecahan di tubuh bangsa Arab sendiri dan ditambah dengan
pemberontakan kaum Khawarij dan Syi’ah yang bertubi-tubi. Khalifah yang baru itu menghadapi
segala kesulitan satu demi satu. Ia dapat mengalahkan kabilah ad-Dahhak ibn Qais. Kemudian
menduduki Mesir, dan menetapkan putranya, Abdul Aziz sebagai Gubernurnya. Abdul Aziz
adalah ayah Umar, seorang khalifah Bani Umayyah yang masyhur itu. Marwan menundukkan
Palestina, Hijaz, dan Irak. Namun ia cepat pergi, hanya sempat memerintah 1 tahun saja, ia wafat
tahun 65 H dan menunjuk anaknya, Abdul Malik dan Abdul Aziz sebgai pengganti
sepeniggalnya secara berurutan.
2. Khalifah Abdul Malik
Abdul Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khlaifah Bani Umayyah
yang disebut-sebut sebgai ‘Pendiri Kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang
khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqih. Dia telah berhasil mengembalikan
sepenuhnya intregitas wilayah dan wibawa dan kekuasaan keluarga Umayyah dari sagala
pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan separatis
Abdullah ibn Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij sampai kepada aksi
teror yang dilakukan oleh Mukhtar ibn Ubaidah as-Saqafy di wilayah Kufah, dan pemberontakan
yang dipimpin oleh Mus’ab ibn Zubair di Irak. Ia juga menundukkan tentara Romawi yang
sengaja membuat kegoncangan sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan
pemakaian bahasa Arab sebagai bahasa administrasi di wilayah Umayyah, yang sebelumnya
masih memakai bahasa yang bermacam-macam, seperti bahasa Yunani di Syam, bahasa Persia di
Persia, dan bahas Qibti di Mesir. Ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur,
membangun gedung-gedung, masjid-masjid dan saluran-saluran air.
Khalifah Abdul Malik memerintah paling lama, yakni 21 tahun ditopang oleh para
pembantunya yang juga termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya, seperti al-Hajjaj ibn
Yusuf yang gagah berani di medan perang, dan Abdul Aziz, saudaranya yang dipercaya
memegang jabatan sebagai Gubernur Mesir. Yang tersebut pertama itu menjadi Gubernur
wilayah Hijaz setelah menundukkan Abdullah ibn Zubair yang memberontak di wilayah tersebut.
Gubernur itu dipindahkan ke Irak setelah dapat pula menaklukkan raja bangsa Turki, Ratbil yang
berusaha menyerang Sijistan yang sudah menjadi wilayah Islam dan membunuh Gubernurnya,
dengan pasukan yang dipimpin oleh Abdurrahman ibn al-Asy’as. Padahal telah disepakati
perjanjian damai antara kedua belah pihak, sehingga penguasa Turki itu harus membayar jizyah
kepada Umayyah. Tetapi pasukan Islam berakhir dengan tragis karena perselisihan intern yang
terdapat dalam elite penguasa Muslim sendiri, yakni antara al-Hajjaj dengan al-Asy’as. Tidak
terelakkan lagi terjadinya kontak senjata antara keduanya yang akhirnya dimenangkan oleh
pasukan al-Hajjaj karena dibantu oleh Khalifah Abdul Malik. Disamping berjaya di medan
perang al-Hajjaj juga berhasil memperbaiki saluran-saluran sungai Euphrat dan Tigris,
memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan keuangan,
disamping menyempurnakan tulisan mushhaf al-Quran dengan titik pada huruf-huruf tertentu.
Khalifah Abdul Malik wafat tahun 86 H dan diganti oleh putranya yang bernama al-Walid.
Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik memerintah sepuluh tahun lamanya (86-96 H). pada
masa pemerintahannya kejayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan Islam melangkah
ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan tariq ibn Ziyad ketika Afrika Utara dipegang oleh
Gubernur Musa ibn Nusair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan gedung-gedung,
pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para kafilah yang berlalu
lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di
Damaskus. Di samping itu ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim
piatu, fakir miskin, dan pederita cacat seperti orang lumpuh, buta, sakit kusta. Khalifah itu wafat
tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman sebagaimana wasiat ayahnya.
Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik tidak sebijaksana kakaknya, ia kurang bijaksan, suka
harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ganimah)
dari Spanyol yang dibawa oleh Musa ibn Nusair. Ia menginginkan harta itu jatuh ke tangannya,
bukan ke tangan kakaknya, al-Walid yang saat itu masih hidup walau dalam keadaan sakit. Musa
ibn Nusair diperintahkan oleh Sulaiman agar memperlambat datangnya ke Damaskus dengan
harapan harta yang dibawanya itu jatuh ke tangannya. Namun Musa enggan melaksanakan
perintah Sulaiman tersebut, yang mengakibatkan ia disiksa dan dipecat dari jabatannya ketika
Sulaiman naik menjadi Khalifah menggantikan al-Walid.
Ia dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya
terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa dimasa para
pendahulunya disiksanya, seperti keluarga al-Hajjaj ibn Yusuf dan Muhammad ibn Qasim yang
menundukkan India. Ia menunjuk Umar ibn Adul Aziz sebagai penggantinya sebelum
meninggal pada tahun 99 H.
3. Umar ibn Abdul Aziz
Meskipun masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz sangat pendek, namun Umar merupakan
‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter
yang tidak terpengaruh oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Daulah Umayyah yang banyak
disesali. Dia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang
jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah yang adil itu adalah putra Abdul Aziz, Gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat
Kairo, atau Madinah kata sumber yang lain. Rupanya keadilannya itu menurun dari Khalifah
Umar ibn Khattab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di
Madinah untuk mendalami ilmu pengetahuan dimasa kecil, dan memang kota tersebut menjadi
pusat ilmu dan kebudayaan Islam pada saat itu. Ia mendalami ilmu agama Islam khususnya ilmu
hadits, dan ketika ia menjadi khalifah memerintahkan kaum Muslimin untuk menuliskan hadits,
dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam
berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri,
sehingga mode Umar itu ditiru banyak orang di masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, Khalifah Umayyah yang sekaligus
sebagai pamannya. Ia diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul
Malik, salah seorang sepupunya, tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putra
mahkota. Berbekal dengan pengalamannya sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta sebagi
bangsawan Arab yang mulia, ia diangkat menjadi Khalifah menggantikan Sulaiman, adik al-
Walid. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang zahid,
sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya yang hanya
memerintah kurang lebih dua tahun saja.
Khalifah yang kaya itu dengan menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syam, Mesir,
Yaman, dan Bahrain, yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun, setelah menduduki
jabatan barunya mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil
penjualannya ke baitul mal. Disamping itu ia mengadakan perdamaian antara Amawiyah dan
Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan, mencegah caci maki terhadap Khalifah Ali ibn
Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan bacaan ayat:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(An-Nahl: 90)
Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada dimasa
kekhalifahannya, sepeti menaikan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan
memberikan santunan kepada para fakir dan miskin, dan memperbaharui dinas pos. Ia juga
menyamakan kedudukan orang-orang non Arab yang menempati sebagai warga negara kelas
dua, dengan orang-orang Arab ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran jizyah
bagi orang Islam baru. Khalifah Umar meninggal pada tahun 101 H dan diganti oleh Yajid II ibn
Abdul Malik (101-105 H) pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum
Mudhariyah dan Yamaniyah. Pemerintahannya yang singkat itu mempercepat proses
kemunduran Umayyah.
Kekhalifahan Umayyah mulai mundur sepeninggal Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Walau
tidak secemerlang tiga khalifah yang masyhur sebagaimana tersebut di atas, Khalifah Hisyam ibn
Abdul Malik perlu dicatat juga sebagai khalifah yang sukses. Ia memerintah dalam waktu yang
panjang, yakni 20 tahun (105-125 H). Ia dapat pula dikategorikan sebagai khalifah Umayyah
yang terbaik, karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia
dan tergolong teliti terutama dalam soal keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Dalam
masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah yang bersekutu dengan
kaum Abbasiyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan oleh Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut kepada semua kelompok. Dalam diri
keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi
Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh
tahun, yakni al-Walid II ibn Yazid II, Yazid III ibn al-Walid, Ibrahim ibn al-Walid dan Marwan
ibn Muhammad. Yang tersebut terakhir adalah penguasa Umayyah penghabisan yang terbunuh
di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M.

E. Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Bani Umayyah


1. Politik dan Perluasan Wilayah
Di jaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat
menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan
lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur
yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi
sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan
Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum Paganis. Pasukan islam menyerang
wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu
menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M.
Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun 44H / 664M. Abdullah Bin Ziyad tiba
dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44H / 664M para tentaranya datang ke India dan dapat
menguasai Balukhistan,Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maitan.
Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik
(705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya.
Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini
dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan
memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam skala
besar.
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai
dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M. Setelah Al
Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan islam dengan
pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan
mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol
dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu
kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru
setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak
lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah islam mencapai
wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat pada tahun 96H / 714M dan
memerintah selama 10 tahun.
Dijaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi
dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif,
menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan
zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi dijamannya. Dimasa
pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat
ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin.
Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan
melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu
melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak
berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa
pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh hikmah
sehingga banyak orang masuk islam, masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Dijaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya
perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan
membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan
pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa
pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang
Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang
terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada
tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan
Eropa.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah
kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia
Tengah.
Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya
dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin
Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan
perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah
meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam
negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali
ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah
Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid
sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat
yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

2. Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa
kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
 Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector
pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil
pertanian.
 Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan
ekonomi bagi Umayyah.

3. Peradilan dan Pengembangan Peradaban


Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan
Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk
kesejahteraan rakyatnya.
Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam
mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata
administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah
keuangan negara yang dipergunakan untuk:
 Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
 Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
 Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
 Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada
warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini
membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim
(Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim
menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum
terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak
memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik
tertentu.
Disamping itu, kekuasaan islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
 Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan
peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
 Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara
baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu
menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
 Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun
sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The
Rock” (Gubah As-Sakharah).
 Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh
penjuru negeri islam.
 Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-
orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
 Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-
Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu
berjumlah 1700 buah.
 Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-
pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam.
4. Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah
adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan
arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka
memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan
perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani
Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-
kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan
sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda,
pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.

F. Masa Kejayaan dan Kemunduran Bani Uamyyah


Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian
tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman Khulafa
ar-Rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di penjuru empat mata
angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh
wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Suriyah, Palestina, separoh daerah Anatolia, Irak, Persia,
Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan
Kirgiztan yang termasuk Sovyet Rusia.
Memasuki kekuasaan masa Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah,
pemerintah yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun
temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh dengan kekerasaan, diplomasi dan tipu daya, tidak
dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sukses kepemimpinan secara turun-temurun dimulai
ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk meyatakan setia terhadap anaknya,
Yazid. Muawiyah mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang menggunakan
istilah khalifah, namun dia menberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan
jabatan tersebut. Dia menyebutkan “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat
oleh Allah.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan
Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa menjadi gubernur sebelumnya.
Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680
M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abd Malik (705-715), Umar ibn
Abdul Aziz (71720 M) dan Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M).
Ekspansi yang terhenti pada masa Usman dan Ali dilanjutkan oleh dinasti ini. Di zaman
Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah
Khurasan sampai ke sungai Oxus dan afganistan sampai ke Kabul. Angkatan-angkatan lautnya
melakukan serangan-serangan ke Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan
Muawiyah kemudian dilakukan oleh Abd al-Malik. Dia mengirim tentaranya menyebrangi
sungai Oxus dan dapat berhasil menundukan Balk, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan
Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan
daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan oleh al-Walid ibn Abd al-Malik. Masa
pemerintahan al-Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam
merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wliyah barat daya, Benua
Eropa, yaitu pada tahun 711 M setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Thariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi laut yang memisahkan
antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian,
Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat
dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan
ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat
kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui
pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia
mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana dia menyerang Tours, namun peperangan yang
terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang berada di laut tengah juga jatuh ke
tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah ini meliputi Spanyol, Afrika
Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah
yang sekarang ini disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga
berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan
khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah
seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang
dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada
tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik juga berhasil
melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi Islam. Keberhasilan Khalifah Abdul Malik diikuti oleh
putranya al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan
berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat.
Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap.
Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya,
pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Ibu kota Daulah Umayyah pindah ke Damaskus, suatu kota tua di negeri Syam yang telah
penuh dengan peninggalan kebudayaan maju sebelumnya.
Daerah kekuasaannya, selain yang diwariskan oleh Khulafa ar-Rasyidin, telah pula
menguasai Andalu, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan, terus ke Timur sampai benteng
Tiongkok. Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan, seperti: Yunani,
Iskandariyah, Antiokia, Harran, Yunde, Sahfur, yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan
beragama Yahudi, Nasrani dan Zoroaster. Setelah masuk Islam para ilmuwan itu tetap
memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani itu, bahkan mendapat perlindungan. Di antara
mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istama Khalifah. Ada yang menjadi dokter pribadi,
bendaharawan, atau wazir, sehingga kehadiran mereka, sedikit banyak, mempengaruhi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai dengan melemahnya
sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti ini.
Diantaranya adalah masalah polotik, ekonomi, dan sebagainya.
Adapun sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal kompromi. Menentang
khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa pembunuhan Husein dan para pengikutnya di
Karbala. Peritiwa ini menyimpan dendam dikalangan para penentang Bani Umayyah. Sehingga
selama masa-masa kekhalifahan Bani Umayyah terjadi pergolakan politik yang menyebabkan
situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan terganggu.
2. Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya dikalangan istana, menjadi
faktor penyebab rendahnya moralitas mereka, disamping mengganggu keuangan Negara.
Contohnya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah yang suka
berfoya-foya dan memboroskan uang Negara. Sifat-sifat inilah yang tidak disukai masyarakat,
sehingga lambat laun mereka melakukan gerakan pemberontakan untuk menggulingkan
kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
3. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah. Hal ini berujung
pada perebutan kekuasaan diantara para calon khalifah.
4. Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan hingga akhir pemerintahan
Bani Umayyah. Usaha penumpasan para pemberontak menghabiskan daya dan dana yang tidak
sedikit, sehingga kekuatan Bani Umayyah mengendur.
5. Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan (Arab Himariyah) semakin
meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayah mengalami kesulitan untuk mempertahankan
kesatuan dan persatuan serta keutuhan Negara.
6. Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para penguasa Bani Umayah,
karena tidak didasari dengan syari’at Islam.

G. Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah


Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu politik,
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang paling spektakuler
adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan meluas. Semakin banyaknya
jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin luasnya wilayah pemerintahan Islam pada
waktu itu. Pemerintah memang tidak memaksakan penduduk setempat untuk masuk Islam,
melainkan mereka sendiri yang dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari makin
banyaknya orang masuk agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar membuat
program pembangunan Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum Muslimin. Pada
masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar. Selain itu, beliau
juga memperbaiki kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu Masjidil Haram (Mekkah),
Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan Masjid Nabawi (Madinah). Al-Walid, Khalifah setelah Abdul
Malik yang ahli Arsitektur, mengembangkan Masjid sebagai sebuah bangunan yang indah.
Menara Masjid yang sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya merupakan gagasan Al-Walid
ini. Perhatian pada Masjid ini juga dilakukan oleh Khalifah-Khalifah Bani Umayyah setelahnya.
Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya pendidikan Agama
Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat penduduk untuk mempelajarinya.
Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan tempat yang utama untuk belajar agama. Bagi orang
dewasa, biasanya mereka belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan sejarah Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, filsafat juga memiliki penggemar yang tidak sedikit. Adapun untuk anak-anak,
diajarkan baca tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist. Pada masa itu masyarakat sangat
antusias dalam usahanya untuk memahami Islam secara sempurna. Jika pelajaran Al-Quran,
hadist, dan sejarah dipelajari karena memang ilmu yang pokok untuk memahami ajaran Islam,
maka filsafat dipelajari sebagai alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
waktu itu suka berdebat menggunakan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam,
matematika, dan ilmu social belum berkembang. Ilmu-ilmu yang terakhir ini muncul dan
berkembang denga baik pada masa dinasti Bani Abbasiyah maupun Bani Umayyah Spanyol.
Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang maju. Karena
ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang menyembah berhala, maka seni
patung dan seni lukis binatang maupun lukis manusia tidak berkembang. Akan tetapi, seni
kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni bangunan, dan seni ukir berkembang cukup baik. Di masa
ini sudah banyak bangunan bergaya kombinasi, seperti kombinasi Romawi-Arab maupun Persia-
Arab. Apalagi, bangsa Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi berkesenian yang tinggi.
Khususnya dalam bidang seni lukis, seni patung maupun seni arsitektur bangunan. Contoh dari
perkembangan seni bangunan ini, antara lain adalah berdirinya Masjid Damaskus yang
dindingnya penuh dengan ukiran halus dan dihiasi dengan aneka warna-warni batu-batuan yang
sangat indah. Perlu diketahui bahwa untuk membangun Masjid ini, Khalifah Walid
mendatangkan 12.000 orang ahli bangunan dari Romawi. Tetapi di antara kemajuan-kemajuan
yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah tersebut, prestasi yang paling penting dan
berpengaruh hingga zaman sekarang adalah luasnya wilayah Islam. Dengan wilayah yang
sedemikian luas itu ajaran Islam menjadi cepat dikenal oleh bangsa-bangsa lain, tidak saja
bangsa Arab.

H. Keruntuhan Dinasti Umayyah dan Hikmahnya


Setelah sekian lama mengalami masa-masa kemunduran, akhirnya dinasti Bani Umayah
benar-benar mengalami kehancuran atau keruntuhan. Keruntuhan ini terjadi pada masa
pemerintahan Marwan bin Muhammad setelah memerintah lebih kurang 6 tahun (744-750 M).
Keruntuhan dinasti Bani Umayyah ditandai dengan kekalahan Marwan bin Muhammad
dalam pertempuran zab hulu melawa pasukan Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 748 M. pada
peristiwa itu terjadi pembersihan etnis terhadap anggota keluarga Bani Umayyah. Selain itu,
pasukan Marwan bin Muhammad yang ditawan dibunuh. Sementara yang tersisa dan masih
hidup, terus dikejar dan kemudian dibunuh. Bahkan Marwan bin Muhammad yang sempat
melarikan diri dapat ditangkap dan kemudian dibunuh oleh pasukan Abu Muslim al-Khurasani.
Pertikaian dan pembunuhan ini menimbulkan kekacauan sosial dan politik, sehingga
negara menjadi tidak aman dan masyarakat yang pernah merasa tersisih bersatu dengan
kelompok Abu Muslim dan Abul Abbas. Bergabungnya masyarakat untul mengalahkan kekuatan
Bani Umayyah, menandai berakhirnya masa-masa kejayaan Bani Umayyah, sehingga sekitar
tahun750 M Bani Umayyah tumbang.
Adapun sebab-sebab utama terjadinya keruntuhan dinasti Bani Umayyah adalah sebagai
berikut:
1. Terjadinya persaingan kekuasaan di dalam anggota keluarga Bani Umayyah.
2. Tidak ada pemimpin politik dan militer yang handal yang mampu mengendalikan kekuasaan dan
menjaga keutuhan negara.
3. Munculnya berbagai gerakan perlawanan yang menentang kekuasaan Bani Umayyah, antara lain
gerakan kelompok Syi’ah.
4. Serangan pasukan Abu Muslim al-Khurasani da pasukan Abul Abbas ke pusat-pusat
pemerintahan dan menghancurkannya.
Banyak hikmah yang dapat diambil dari kehancuran dinasti Bani Umayyah. Diantaranya
adalah:
1. Tidak boleh rakus dalam kekuasaan.
2. Tidak boleh boros, apalagi menggunakan uang negara yang sumbernya berasal dari uang rakyat.
3. Harus berlaku adil dalam segala hal ketika menjadi penguasa dan setelahnya.
4. Berakhlak mulia dan jangan sombong.
5. Harus dekat dengan Tuhan dan rakyat yang mendukung kekuasaannya.
6. Mengasihi fakir miskin dan orang-orang lemah.
PENUTUP

A. Simpulan
Berdirinya pemerintahan dinasti Bani Umayyah tidak semata-mata peralihan kekuasaan, namun
peristiwa tersebut mengandung banyak implikasi, diantaranya adalah perubahan beberapa prinsif
dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi imperium dan perkembangan umat
Islam.
Muawiyah adalah putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy telah sekian lama menjadi musuh
nabi yang sangat kejam. Muawiyah beserta seluruh keluarganya dan seluruh keluarga keturunan
Bani Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi penaklukan Makkah.
Muawiyah adalah penguasa Islam pertama yang menggantikan sistem demokratis republik Islam
menjadi sistem Monarkis (kerajaan). Ia pendiri dinasti Bani Umayyah dan penguasa imperium
Islam yang sangat luas. Selama 19 tahun masa pemerintahannya ia terlibat sejumlah peperangan
dengan penguasa Romawi baik dalam pertempuran darat maupun laut.
Penguasa sesudah Muawiyah antara lain Yazid ibn Muawiyah, Muawiyah II, Marwan, Abdul
Malik, Walid ibn Abdul Malik/Walid I, Sulaiman ibn Abul Malik, Umar ibn Abdul Aziz, Yazid
II, hisyam, al-Walid II, Yazid III dan ibrahim, Marwan bin Muhammad.
DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Su’ud, Abu. Islamologi (Sejarah Ajaran dan Peranannya Dalam Peradaban Umat
Islam). Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.
Rasyidi, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Armico, 1997.
Syalahi. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: PT. Alhusna, 1997.
Murodi. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1987.
Asman, Latif. Ringkasan Sejarah Islam. Jakarta: Widjaya, 1983.
Mufradi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan. Jakarta: Logos, 1997.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam.
Jakarta Timur: Prenada Media, 2004.

Anda mungkin juga menyukai