Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Pembimbing:
dr. Nur Hidayah,Sp.A

Oleh:
Enrico Esbianto Syahputra
112018047

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT ANAK


RSAU DR.ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 09 DESEMBER 2019 – 15 FEBRUARI 2020

1|PERTUSIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Disusun oleh :

Enrico Esbianto Syahputra

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Anak RSAU dr.Esnawan Antariksa

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jakarta, Januari 2020

dr.Nur Hidayah,Sp.A

2|PERTUSIS
PENDAHULUAN

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane


Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari
RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya
menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan.1

Infant RDS atau Hyaline Membrane Disease (HMD) Merupakan gangguan


pada bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur karena kekurangan surfaktan.
Surfaktan mulai diproduksi oleh janin pada usia kehamilan 34 minggu, dan pada
umur kehamilan 37 minggu jumlahnya sudah cukup untuk pernafasan normal Puncak
keparahan terjadi pada 24-48 jam, akan membaik dalam waktu 72-96 jam (tanpa
terapi surfaktan) tergantung dari maturitas bayi. Salah satu dari bayi resiko tinggi
adalah bayi dengan sindroma gawat nafas(SGN/RDS). Respiratory distress syndroma
(RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan
berat 500-1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat
badan. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara
3236 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada
bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi
pada bayi laki-laki dari pada perempuan (nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuensi
juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi
darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi,
hipotensi, seksio sesarea serta perdarahan antepartum.2

Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang


kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator
dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Surfaktan dapat diberikan sebagai

3|PERTUSIS
pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang
disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

DEFINISI

RDS adalah gangguan napas pada bayi baru lahir yang terjadi segera atau
beberapa saat setelah lahir dan menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam
pertama kehidupan. RDS ini hampir sebagian besar terjadi pada Bayi Kurang Bulan,
yang masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat kurang dari 2500 gram. Pada
pemeriksaan radiologik ditemukan adanya gambaran retikulogranular yang uniform
dengan air bronchogram.3

ETIOLOGI

Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu
zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali terjadi pada bayi
prematur, karena produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan,
makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS.4

PATOFISIOLOGI

Perkembangan paru normal

Paru berasal dari pengembangan “embryonic foregut” dimulai dengan perkembangan


bronkhi utama pada usia 3 minggu kehamilan. Pertumbuhan paru kearah kaudal ke
mesenkhim sekitar dan pembuluh darah, otot halus, tulang rawan dan komponen
fibroblast berasal dari jaringan ini. Secara endodermal epitelium mulai membentuk
alveoli dan saluran pernapasan. Di luar periode embrionik ini, ada 4 stadium
perkembangan paru yang telah dikenal. Pada seluruh stadium ini, perkembangan
saluran pernapasan, pembuluh darah dan proses diferensiasi berlangsung secara
bersamaan.1

4|PERTUSIS
 Pseudoglandular (5-17 minggu) Terjadi perkembangan percabangan bronkhius
dan tubulus asiner
 Kanalikuler (16-26 minggu)Terjadi proliferasi kapiler dan penipisan
mesenkhim
 Diferensiasi pneumosit alveollar tipe II sekitar 20 minggu
 Sakuler (24-38 minggu)Terjadi perkembangan dan ekspansi rongga udaraAwal
pembentukan septum alveolar
 Alveolar (36 minggu – lebih 2 tahun setelah lahir) Penipisan septum alveolar
dan pembentukan kapiler baru.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur


disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga
daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.5

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini.5

5|PERTUSIS
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
5

MANIFESTASI KLINIK

Tanda dari RDS biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun
biasanya baru diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat
dan dangkal (60 x /menit). Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus
dipikirkan penyakit lain. Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat
asfiksia intrapartum atau distres pernafasan awal yang berat.

Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan


pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif
terhadap oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang
kasar, dan pada inspirasi dalam dapat terdengar ronkhi basah halus, terutama pada
basis paru posterior. Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan dyspnea.

Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun,
terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring
memburuknya penyakit. Apneu dan pernafasan iregular muncul saat bayi lelah, dan
merupakan tanda perlunya intervensi segera.

6|PERTUSIS
Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan
oliguria.Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada
progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi
dengan kasus berat.Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam
3 hari. Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi
mulai membaik. Bayi yang lahir pada 32 – 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan
kembali normal dalam 1 minggu kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26
– 28 minggu) biasanya memerlukan ventilasi mekanik.

Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi pada


kadar oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya
terjadi pada hari kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara
alveoli (emfisema interstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau intraventrikular.
Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila terjadi
bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik (RDS
berat).

KLASIFIKASI

Tabel 1. Klasifikasi gangguan napas1

Frekuensi napas Gejala tambahan gangguan Klasifikasi


napas
>60 kali/menit Dengan Sianosis sentral DAN Gangguan napas
tarikan dinding dada atau berat
merintih saat ekspirasi
Atau > 90 Dengan Sianosis sentral ATAU
kali/menit tarikan dinding dada
ATAU merintih saat
ekspirasi

7|PERTUSIS
Atau < 30 Dengan Gejala lain dari gangguan
kali/menit atau Tanpa napas
60-90 kali/menit Dengan Tarikan dinding dada Gangguan napas
tetapi ATAU merintih saat sedang
Tanpa ekspirasi
Sianosis sentral
Atau > 90 Tanpa Tarikan dinding dada atau
kali/menit merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
60-90 kali/menit Tanpa Tarikan dinding dada atau Gangguan napas
merintih saat ekspirasi atau ringan
sianosis sentral
60-90 kali/menit Dengan Sianosis sentral Kelainan jantung
tetapi kongenital
Tanpa Tarikan dinding dada atau
merintih

Tabel 2. Evaluasi gawat napas dengan skor Downes1

Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi napas < 60/menit 60-80/menit >80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar

8|PERTUSIS
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi
Total Diagnosis
1-3 Sesak napas ringan
4-5 Sesak napas sedang
≥6 Sesak napas berat
FAKTOR RESIKO

Factor risiko terjadinya Respiratory Distress Syndrome:1

1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi
masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga paru.
2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi
mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi pulmonal
dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.
3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetes terjadi
keterlambatan pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi
4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapapun
usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru
(Transient Tachypnea of Newborn).
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat terjadi
pneumonia bakterialis atau sepsis.
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi
mekonium.

DIAGNOSIS

1. Anamnesis7

Anamnesis tentang:

 Riwayat kelahiran kurang bulan. Riwayat ibu dengan diabetes melitus.

9|PERTUSIS
 Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin), atau
partus tindakan dengan bedah sesar.
 Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit RDS.

2. Pemeriksaan Fisik7

 Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.


 Dijumpai sindroma klinis yang terdiri dari kumpulan gejala
- Sesak napas, dengan frekuensi napas >60 kali/menit atau <30 kali/menit
- Grunting atau merintih
- Retraksi dinding dada
- Kadang dijumpai sianosis pada suhu kamar
 Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR
score (derajat asfiksia).
 Perhatikan tanda prematuritas.
 Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru-paru.
 Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya
bayi,adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA.

3. Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks8

Posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial. Gambaran radiologi dapat


memberi gambaran penyakit membran hialin yang menunjukkan gambaran
retikulogranular yangdifus bilateral atau gambaran bronkhogram udara (air
bronchogram) dan paru yang tidak berkembang.

Terdapat 4 Derajat :

 Derajat 1 (ringan): kadang normal atau gambaran retikulogranuler,


homogen,tidak ada air bronchogram.

10 | P E R T U S I S
 Derajat 2 (ringan-sedang): 1 + air bronchogram. Gambaran air bronchogram
(gambaran bronko yang seharusnya terisi udara) yang menonjol menunjukkan
bronkiolus yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps.
 Derajat 3 (sedang-berat) : 2 + batas jantung-paru kabur
 Derajat 4 (berat): 3 + white lung

4. Laboratorium 1

 Darah : Hb, Ht, dan gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda infeksi.
Menunjukkan pada kecurigaan pneumonia. Kultur streptokokus (-).
 Analisis gas biasanya memberikan hasil : hipoksemia, asidemia yang berupa
metabolik, respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak
normal (PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi
oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45)
 Elektrolit : kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi
metabolic untuk hiperkapnea kronik, kadar glukosa darah untuk menentukan
adanya keadaan hipoglikemia, kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan
oleh karena kondisi kelemahan tubuh; hypokalemia, hipokalsemia dan
hipofosfatemia dapat mengakibatkan gangguan kontraksi otot.

DIAGNOSIS BANDING

1. Kelainan sistem respirasi:


a. Obstruksi saluran napas atas, atresia khoana, web laringeal, higroma,
gondok, laringo/trakheomalasia, sindrom piere robin
b. Respiratory distress syndrome = penyakit membrane hialin
c. Transient tachypnea of the newborn adalah suatu penyakit ringan pada
neonatus yang mendekati cukup bulan atau cukup bulan yang
mengalami gawat napas segera setelah lahir akibat gangguan
penyerapan cairan di alveoli dan hilang dengan sendirinya dalam
waktu 3-5 hari. Faktor resiko terjadinya TTN yaitu bayi yang

11 | P E R T U S I S
dilahirkan secara operasi Caesar, makrosomia, bayi yang dilahirkan
dari ibu yang menderita penyakit asma, diabetes mellitus dan pengaruh
sedasi.
d. Pneumonia neonatal adalah neonatus dengan gawat napas (sesak,
napas cepat, napas berbunyi, frekuensi napas>60 x/menit, retraksi
dada, batuk, dan merintih), kultur darah positif atau ≥ 2 faktor
predisposisi (demam intrapartum>38°C, ketuban berbau, ketuban
pecah dini>24 jam).
e. Sindrom aspirasi mekonium adalah sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernapasan bayi. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait
meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan
asfiksia perinatal.
f. Persistent pulmonary hypertension in newborn = PPHN
g. Pneumotraks, atelectasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi nervus
frenikus
h. Malformasi kongenital (misalnya fistula trakheoesofageal, hernia
diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid)
i. Proses lambat : displasia bronkopulmoner
2. Sepsis
3. Sistem kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal jantung kongestif,
patent ductus arteriosus, syok
4. Metabolic: keadaan yang dapat menyebabkan asidosis, hipo/hipertermia,
gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistem hemopoetik: anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah secara
akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau kehilangan darah
kronik yang dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan polisitemia)
6. Sistem susunan saraf pusat: perdarahan, depresi farmakologik, “drug
withdrawal” malformasi, asfiksia saat lahir/depresi pernapasan.

12 | P E R T U S I S
TATALAKSANA

Manajemen Spesifik Untuk Gangguan Nafas9

 Gangguan Napas Ringan

Transient Tachypnea of the Newborn (TTN), terutama terjadi pada


bayi aterm setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Langkah – langkah pengobatan :
1. Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam. Bila dalam pengamatan
gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis.
2. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.
3. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30 – 60
kali/menit.
4. Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara
30-60 kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan.
 Gangguan Napas Sedang

1. Memberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih sesak


dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2. Bayi jangan diberikan minum (di puasakan).
3. Berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis
 Gangguan Napas Berat :
1. Siapkan rujukan ke RS Rujukan
2. Stabilisasi sebelum merujuk
3. Rujukan disertai petugas yg mahir resusitasi

13 | P E R T U S I S
4. Perhatikan Jalan napas dan Oksigenasi selama transportasi

TERAPI10

1. Ventilasi
Manajemen ventilator mekanik

Pemberian continuous positive airway pressure (CPAP) akan


meningkatkan oksigenasi dan survival. CPAP mulai dipasang pada tekanan
sekitar 5-7 cm H2O melalui prong nasal, pipa nasofaringeal atau pipa
endotrakheal. Pada beberapa bayi dengan derajat sakit sedang, CPAP
mungkin dapat mencegah kebutuhan untuk pemakaian ventilator mekanik
(VM).

CPAP memperbaiki oksigenasi dengan meningkatkan functional


residual capacity (FRC) melalui perbaikan alveoli yang kolaps, menstabilkan
rongga udara, mencegahnya kolaps selama ekspirasi. CPAP diindikasikan
untuk bayi dengan RDS PaO2 > 50%. Pemakaian secara nasopharyngeal atau
endotracheal saja tidak cukup untuk bayi kecil, harus diberikan ventilasi
mekanik bila oksigenasi tidak dapat dipertahankan. Pada bayi dengan berat
lahir di atas 2000 gr atau usia kehamilan 32 minggu, CPAP nasopharyngeal
selama beberapa waktu dapat menghindari pemakaian ventilator. Meski
demikian observasi harus tetap dilakukan dan CPAP hanya bisa diteruskan
bila bayi menunjukan usaha bernafas yang adekuat, disertai analisa gas darah
yang memuaskan.

CPAP diberikan pada tekanan 6-10 cm H2O melalui nasal prongs. Hal
ini menyebabkan tekanan oksigen arteri meningkat dengan cepat. Meski
penyebabnya belum hilang, jumlah tekanan yang dibutuhkan biasanya
berkurang sekitar usia 72 jam, dan penggunaan CPAP pada bayi dapat
dikurangi secara bertahap segera sesudahnya. Bila dengan CPAP tekanan

14 | P E R T U S I S
oksigen arteri tak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg (sudah menghirup
oksigen 100 %), diperlukan ventilasi buatan.

Ventilasi Mekanik

Bayi dengan RDS berat atau disertai komplikasi, yang berakibat timbulnya
apnea persisten membutuhkan ventilasi mekanik buatan. Indikasi penggunaannya
antara lain:

1. Analisa gas darah menunjukan hasil buruk


 pH darah arteri <7,35 atau >7,45
 pCO2 arteri > 60 mmHg
 pO2 arteri < 50 mmHg pada konsentrasi oksigen 70 – 100 %
2. Kolaps kardiorespirasi
3. Apnea persisten dan bradikardi

Memilih ventilator mekanik

Ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dapat diberikan berupa
ventilator konvensional atau ventilator berfrekuensi tinggi (150 x / menit).
Ventilator konvensional dapat berupa tipe “volume” atau “tekanan”, dan dapat
diklasifikasikan lebih lanjut dengan dasar cycling mode – biasanya siklus
inspirasi diterminasi. Pada modus pressure limited timecycled ventilation,
tekanan puncak inspirasi diatur dan selama inspirasi udara dihantarkanuntuk
mencapai tekanan yang ditargetkan. Setelah target tercapai, volume gas yang
tersisadilepaskan ke atmosfer. Hasilnya, penghantaran volume tidal setiap kali
nafas bervariabelmeski tekanan puncak yang dicatat konstan. Pada modus
volume limited, pre-set volume dihantarkan oleh setiap nafas tanpa
memperhatikan tekanan yang dibutuhkan. Beberapaventilator menggunakan
aliran udara sebagai dasar dari cycling mode di mana inspirasi berakhir bila
aliran telah mencapai level pre-set atau sangat rendah (flow ventilators). Ada

15 | P E R T U S I S
juga ventilator yang mampu menggunakan baik volume atau pressure
controlled ventilation bergantung pada keinginan operator.

Ventilasi dengan frekuensi tinggi biasanya diberikan dengan high


frequency oscillatory ventilators (HFOV). Terdapat piston pump atau
vibrating diaphragm yang beroperasi pada frekuensi sekitar that 10 Hz (1 Hz
= 1 cycle per second, 60 cycles per minute). Selama HFOV, baik inspirasi
maupun ekspirasi sama-sama aktif. Tekanan oscillator pada jalan udara
memproduksi volume tidal sekitar 2-3 ml dengan tekanan rata-rata jalan udara
dipertahankan konstan, mempertahankan volume paru ekivalen untuk
menggunakan CPAP dengan level sangat tinggi. Volume gas yang
dipindahkan pada volume tidal ditentukan oleh ampiltudo tekanan jalan udara
oscillator (P).

Ventilator konvensional

Hipoksemia pada RDS biasanya terjadi karena ketidakseimbangan


ventilasi dan perfusi(V/Q) atau pirau dari kanan ke kiri, abnormalitas difusi
dan hipoventilasi merupakan factor tambahan. Oksigenasi terkait langsung
pada FiO2 dan tekanan ratarata jalan udara (meanairway pressure - MAP).
MAP dapat ditingkatkan dengan perubahan tekanan puncak inspirasi (peak
inspiratory pressure - PIP), positive end expiratory pressure (PEEP) atau
dengan mengubah rasio inspirasi : ekspirasi (I:E) dengan memperpanjang
waktu inspirasi sementara kecepatannya tetap konstan. MAP yang sangat
tinggi dapat menyebabkan distensi berlebihan, meski oksigenasi adekuat,
transport oksigen berkurang karena penurunan curah jantung. Pembuangan
CO2 berbanding lurus dengan minute ventilation, ditentukan oleh produk
volume tidal (dikurangi ventilasi ruang mati) dan kecepatan pernafasan.
Untuk minute ventilation yang sama, perubahan penghantaran volume tidal

16 | P E R T U S I S
lebih efektif untuk merubah eliminasi CO2 dibanding perubahan kecepatan
pernafasan karena ventilasi ruang mati tetap konstan.

a. Peak Inspiratory Pressure (PIP)

Perubahan pada PIP mempengaruhi oksigenasi (dengan mengubah


MAP) dan CO2dengan efek pada volume tidal dan ventilasi alveolar.
Peningkatan PIP menurunkan PaCO2 dan memperbaiki oksigenasi (PaO2
meningkat). Pemakainan PIP ditentukan oleh compliance system pernafasan
dan bukan oleh ukuran atau berat bayi. Gunakan PIP terendah yang
menghasilkan ventilasi adekuat berdasarkan pemeriksaan klinik (gerakan dada
dan suaranafas) dan analisa gas darah. PIP berlebih dapat menyebabkan paru
mengalami distensi berlebihan dan meningkatkan resiko baro/volutrauma dan
menimbulkan kebocoran udara.

b. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)

PEEP yng adekuat mencegah kolaps alveoli dan dengan


mempertahankan volume paru saat akhir respirasi, memperbaiki
keseimbangan V/Q. Peningkatan PEEP memperbesar MAPdan memperbaiki
oksigenasi. Sebaliknya, PEEP berlebih (> 8 cm H2O) menginduksi
hiperkarbia dan memperburuk compliance paru dan mengurangi hantaran
volume tidal karenaalveoli terisi berlebihan (P = PIP - PEEP). PEEP berlebih
juga dapat menimbulkan efek sampping pada hemodinamik karena paru
mengalami distensi berlebih, menyebabkan penurunan venous return, yang
kemudian menurunkan curah jantung. Tekanan 3 – 6 cm H2Omemperbaiki
oksigenasi pada bayibaru lahir dengan RDS tanpa mengganggu mekanisme
paru-paru, eliminasi CO2 atau stabilitas hemodinamik.

c. Frekuensi

17 | P E R T U S I S
Terdapat 2 metode dasar, frekuensi rendah dan frekuensi tinggi
Frekuensi rendah dimulai pada kecepatan 30 - 40 nafas / menit (bpm). Metode
cepat sekitar 60 bpm dan dapatditingkatkan hingga 120 bpm bila bayi
bernafas lebih cepat dari ventilator. Waktu ekspirasiharus lebih panjang dari
inspirasi untuk mencegah alveoli mengalami distensi berlebihan,waktu
inspirasi harus dibatasi maksimum 0,5 detik selama ventilasi mekanik kecuali
dalamkeadaan khusus. Pada frekuensi tinggi terjadi penurunan insidensi
pneumotoraks , mungkin karena frekuensi ini sesuai dengan usaha nafas bayi.
Waktu inspirasi memanjang akan meningkatkan MAP dan memperbaiki
oksigenasi, dan merupakan alternative dari peningkatan PIP. Namun hal ini
merupakan predisposisi dari distensi berlebihan pada paru serta air trapping
karena waktu ekspirasi berkurang.

d. Kecepatan Aliran

Aliran minimum setidaknya 2 kali minute ventilation bayi (normal :


0.2 – 1 L / menit) cukup adekuat, tapi dalam prakteknya digunakan 4 – 10 L /
menit. Bila digunakan frekuensi nafas lebih tinggi dengan waktu inspirasi
lebih pendek, kecepatan aliran di atas kisaran harus diberikan untuk menjamin
penghantaran volume tidal. Kecepatan aliran yang tinggi memperbaiki
oksigenasi karena efeknya pada MAP. Beberapa ventilator memiliki
kecepatan aliran yang tetap, yaitu sebesar 5 L / menit.

2. Sirkulasi

Auskultasi suara jantung, ukur tekanan darah, palpasi denyut nadi dan periksa
hematokrit1

3. Koreksi asidosis metabolik

18 | P E R T U S I S
Asidosis metabolik berat (pH < 7.2) dengan kadar bikarbonat serum (< 15-16
mEq/L)atau defisit basa menunjukkan beratnya penyakit. Penyebab harus segera
ditentukan danditangani.

4. Jaga kehangatan suhu bayi sekitar 36,5°C – 36,8°C (suhu aksiler) untuk
mencegah vasokonstriksi perifer
5. Langkah selanjutnya untuk mencari penyebab distres respirasi
6. Terapi pemberian surfaktan

Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir


apabilabayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya
surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila
sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau lebih.

Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi

a. Galfactant
Dosis awal : 3 ml/kgBB
Dosis tambahan : dapat diulang sampai 3 kali pemberian dengan interval tiap
12 jam
b. Beractant
Dosis awal : 4 ml/kgBB
Dosis tambahan : dapat diulang setelah 6 jam sampai total 4 dosis dalam 48
jam
c. Colfosceril
Dosis awal : 5 ml/kgBB diberikan dalam 4 menit
Dosis tambahan : dapat diulang setelah 12 dan 24 jam
d. Porcine
Dosis awal : 2,5 ml/kgBB
Dosis tambahan : dosis 1,25 ml/kgBB dapat diberikan tiap 12 jam

19 | P E R T U S I S
Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan
menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer
paru-paru, efektivitasnya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan
lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage, tetapi hasilpenelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan
dengan cara ini kurang efektif karena volume surfaktan yang sampai kedalam
paru-paru lebih sedikit.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara


lain,bradikardi, hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi,
hipoksemia dansumbatan pada endotracheal tube (ETT) dapat terjadi pada saat
pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan perfusi serebral dapat terjadi pada bayi
yang sangat prematur akibat redistribusi yang mendadak dari aliran darah paru ke
dalam sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat diatasi dengan
menghentikan pemberian surfaktan dan meningkatkan aliran oksigen dan
ventilasi.

7. Bila tidak tersedia fasilitas NICU segera rujuk ke rumah sakit yang
tersedia NICU Pemantauan

Dipantau efektivitas terapi dengan memperhatikan perubahan gejala klinis


yang terjadi. Setelah BKB/BBLR melewati masa kritis yaitu kebutuhan oksigen
sudah terpenuhi dengan oksigen ruangan atau atmosfer, suhu tubuh bayi sudah
stabil diluar inkubator, bayi dapat menetek, ibu bisa merawat dan mengenali
tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit maka bayi
dapat berobat jalan.

20 | P E R T U S I S
KOMPLIKASI

1. Patent Ductus Arteriosus

Insidensi PDA pada bayi prematur dengan RDS sekitar 90%. Dengan
meningkatnya angka bertahan hidup bayi sangat kecil disertai penggunaan
surfaktan eksogen, PDA sebagai komplikasi RDS merupakan masalah dari
penanganan RDS pada awal kehidupan.

PDA diasosiasikan dengan pirau dari kanan ke kiri dan peningkatan aliran
darah paru dantekanan arteri pulmonal. Peningkatan aliran darah paru
menyebabkan berkurangnyacompliance paru yang akan membaik setelah ligasi
PDA. Peningkatan aliran darah paru akanmenimbulkan kegagalan ventrikel kiri
dan edema paru serta mempengaruhi keseimbangancairan paru. Kebocoran
protein plasma ke rongga alveoli menghambat fungsi surfaktan. Halini akan
meningkatkan kebutuhan oksigen serta ventilasi mekanik.

2. Hemorrhagic Pulmonary Edema

Perdarahan paru seringkali terjadi sekunder akibat edema paru berat yang
merupakan komplikasi dari RDS dan PDA. Insidensinya pada bayi prematur
sekitar 1 % namun pada otopsi ditemukan sekitar 55 %. Cairan hemoragis di
rongga udara merupakan filtrat kapiler yang berasal dari rongga interstitial atau
perdarahan alveoli. Bentuk interstitial ditandaidengan perdarahan pleura, septum
interlobularis, peribronkial, perivaskular, dan dindingaleolar. Bila perdarahan
masuk ke alveoli, eritrosit memenuhi rongga udara dan meluashingga ke
bronkiolus dan bronkus.

3. Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE)

PIE dapat terjadi simetris, asimetris atau terlokalisasi pada satu bagian paru.
PIE yang terletak di perifer dapat menimbulkan bleb subpleura yang bila pecar

21 | P E R T U S I S
akan menimbulkan pneumotoraks. Bisa juga menyebabkan terjadinya
pneumomediastinum atau pneomopericardium. Bila alveoli ruptur, udara dapat
terlokalisasi dan bersatu di parenkim membentuk pseudokista. Rupturnya alveoli
dapat menyebabkan udara masuk ke vena pulmonalis, menimbulkan emboli
udara.

4. Infeksi

Infeksi dapat manifes sebagai kegagalan untuk membaik, perburukan


mendadak, perubahan jumlah leukosit, trombositopenia. Terdapat peningkatan
insidensi septicemia sekunder terhadap staphylococcal epidermidis dan atau
Candida. Bila curiga akan adanya septikemia, lakukan kultur darah dari 2 tempat
berbeda dan berikan antibiotik

5. Perdarahan intracranial dan leukomalasia periventrikuler

Perdarahan intrakranial didapatkan pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi


lebih tinggi pada bayi RDS yang membutuhkan ventilasi mekanik. Ultrasound
kepala dilakukan dalam minggu pertama. Terapi indometasin profilaksis dan
pemberian steroid antenatal menurunkan insidensinya. Hipokarbia dan
chorioamnionitis dikaitkan dengan peningkatan periventricular leukomalacia.

PROGNOSIS1

Sangat bergantung pada berat badan lahir dan usia gestasi (berbanding
terbalik dengan kemungkinan timbulnya penyulit). Prognosis baik bila gangguan
napas akut dan tidak berhubungan dengan keadaan hipoksemi yang lama.

PENCEGAHAN1

 Perhatian langsung harus diberikan untuk mengantisipasi dan mengurangi


komplikasi dan juga harus diupayakan strategi pencegahan persalinan kurang
bulan semaksimal mungkin

22 | P E R T U S I S
 Pemberian terapi steroid antenatal harus diberikan kepada ibu yang terancam
persalinan kurang bulan
 Melakukan resusitasi dengan baik dan benar

Daftar Pustaka

1. Kosim MS. Gangguan Napas Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Kosain MS,
Yunanto Ari, Dewi Rizalya,penyunting. Buku Ajar Neonatologi IDAI 2012 Edisi
Pertama. Jakarta : IDAI, 2012.h.126-145
2. Djojodibroto, Darmanto.2009. Respirology [Respiratosy Medicine]. Jakarta:EGC
3. Hasgur Y. Askep Respiratori Distres Sindrom. Diunduh dari :
http//hasgurstika.blogspot.com/2011/02/askep-respiratori-distres-sindrom.html
4. Davis MA. Respiratory disorders of the newborn. Diunduh dari :
http//www.Respiratory Disorders of the Newborn Library Med.htm
5. Pramanik AK. Respiratory distress syndrome. 2015. Diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/976034-overview
6. Schematic outlines the pathology of respiratory distress syndrome (RDS).
Diunduh dari : http://blog.daum.net
7. Penyakit Membran Hialin. Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D,
penyunting. Dalam Standar Pelayanan Medis Kecehatan Anak Edisi I 2004.
Badan Penerbit IDAI.
8. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview#01
9. Pasang EC. Laporan kasus gangguan napas. 2013. Diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/186686333/Laporan-Kasus-g3-Nafas
10. Nataprawira HM. Garna Herry Ed. Penyakit Membran Hialin (PMH) (Hyalin
Membran Disease). Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bandung : IKA
Universitas Padjajaran Dr. Hasan Sadikin, 2005.h.91-93

23 | P E R T U S I S

Anda mungkin juga menyukai