Pembimbing:
dr. Nur Hidayah,Sp.A
Oleh:
Enrico Esbianto Syahputra
112018047
1|PERTUSIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
LEMBAR PENGESAHAN
Referat :
Disusun oleh :
dr.Nur Hidayah,Sp.A
2|PERTUSIS
PENDAHULUAN
3|PERTUSIS
pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang
disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.
DEFINISI
RDS adalah gangguan napas pada bayi baru lahir yang terjadi segera atau
beberapa saat setelah lahir dan menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam
pertama kehidupan. RDS ini hampir sebagian besar terjadi pada Bayi Kurang Bulan,
yang masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat kurang dari 2500 gram. Pada
pemeriksaan radiologik ditemukan adanya gambaran retikulogranular yang uniform
dengan air bronchogram.3
ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu
zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali terjadi pada bayi
prematur, karena produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan,
makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS.4
PATOFISIOLOGI
4|PERTUSIS
Pseudoglandular (5-17 minggu) Terjadi perkembangan percabangan bronkhius
dan tubulus asiner
Kanalikuler (16-26 minggu)Terjadi proliferasi kapiler dan penipisan
mesenkhim
Diferensiasi pneumosit alveollar tipe II sekitar 20 minggu
Sakuler (24-38 minggu)Terjadi perkembangan dan ekspansi rongga udaraAwal
pembentukan septum alveolar
Alveolar (36 minggu – lebih 2 tahun setelah lahir) Penipisan septum alveolar
dan pembentukan kapiler baru.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini.5
5|PERTUSIS
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
5
MANIFESTASI KLINIK
Tanda dari RDS biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun
biasanya baru diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat
dan dangkal (60 x /menit). Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus
dipikirkan penyakit lain. Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat
asfiksia intrapartum atau distres pernafasan awal yang berat.
Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun,
terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring
memburuknya penyakit. Apneu dan pernafasan iregular muncul saat bayi lelah, dan
merupakan tanda perlunya intervensi segera.
6|PERTUSIS
Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan
oliguria.Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada
progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi
dengan kasus berat.Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam
3 hari. Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi
mulai membaik. Bayi yang lahir pada 32 – 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan
kembali normal dalam 1 minggu kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26
– 28 minggu) biasanya memerlukan ventilasi mekanik.
KLASIFIKASI
7|PERTUSIS
Atau < 30 Dengan Gejala lain dari gangguan
kali/menit atau Tanpa napas
60-90 kali/menit Dengan Tarikan dinding dada Gangguan napas
tetapi ATAU merintih saat sedang
Tanpa ekspirasi
Sianosis sentral
Atau > 90 Tanpa Tarikan dinding dada atau
kali/menit merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
60-90 kali/menit Tanpa Tarikan dinding dada atau Gangguan napas
merintih saat ekspirasi atau ringan
sianosis sentral
60-90 kali/menit Dengan Sianosis sentral Kelainan jantung
tetapi kongenital
Tanpa Tarikan dinding dada atau
merintih
Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi napas < 60/menit 60-80/menit >80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
8|PERTUSIS
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi
Total Diagnosis
1-3 Sesak napas ringan
4-5 Sesak napas sedang
≥6 Sesak napas berat
FAKTOR RESIKO
1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi
masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga paru.
2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi
mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi pulmonal
dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.
3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetes terjadi
keterlambatan pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi
4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapapun
usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru
(Transient Tachypnea of Newborn).
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat terjadi
pneumonia bakterialis atau sepsis.
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi
mekonium.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis7
Anamnesis tentang:
9|PERTUSIS
Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin), atau
partus tindakan dengan bedah sesar.
Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit RDS.
2. Pemeriksaan Fisik7
3. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks8
Terdapat 4 Derajat :
10 | P E R T U S I S
Derajat 2 (ringan-sedang): 1 + air bronchogram. Gambaran air bronchogram
(gambaran bronko yang seharusnya terisi udara) yang menonjol menunjukkan
bronkiolus yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps.
Derajat 3 (sedang-berat) : 2 + batas jantung-paru kabur
Derajat 4 (berat): 3 + white lung
4. Laboratorium 1
Darah : Hb, Ht, dan gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda infeksi.
Menunjukkan pada kecurigaan pneumonia. Kultur streptokokus (-).
Analisis gas biasanya memberikan hasil : hipoksemia, asidemia yang berupa
metabolik, respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak
normal (PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi
oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45)
Elektrolit : kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi
metabolic untuk hiperkapnea kronik, kadar glukosa darah untuk menentukan
adanya keadaan hipoglikemia, kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan
oleh karena kondisi kelemahan tubuh; hypokalemia, hipokalsemia dan
hipofosfatemia dapat mengakibatkan gangguan kontraksi otot.
DIAGNOSIS BANDING
11 | P E R T U S I S
dilahirkan secara operasi Caesar, makrosomia, bayi yang dilahirkan
dari ibu yang menderita penyakit asma, diabetes mellitus dan pengaruh
sedasi.
d. Pneumonia neonatal adalah neonatus dengan gawat napas (sesak,
napas cepat, napas berbunyi, frekuensi napas>60 x/menit, retraksi
dada, batuk, dan merintih), kultur darah positif atau ≥ 2 faktor
predisposisi (demam intrapartum>38°C, ketuban berbau, ketuban
pecah dini>24 jam).
e. Sindrom aspirasi mekonium adalah sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernapasan bayi. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait
meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan
asfiksia perinatal.
f. Persistent pulmonary hypertension in newborn = PPHN
g. Pneumotraks, atelectasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi nervus
frenikus
h. Malformasi kongenital (misalnya fistula trakheoesofageal, hernia
diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid)
i. Proses lambat : displasia bronkopulmoner
2. Sepsis
3. Sistem kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal jantung kongestif,
patent ductus arteriosus, syok
4. Metabolic: keadaan yang dapat menyebabkan asidosis, hipo/hipertermia,
gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistem hemopoetik: anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah secara
akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau kehilangan darah
kronik yang dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan polisitemia)
6. Sistem susunan saraf pusat: perdarahan, depresi farmakologik, “drug
withdrawal” malformasi, asfiksia saat lahir/depresi pernapasan.
12 | P E R T U S I S
TATALAKSANA
13 | P E R T U S I S
4. Perhatikan Jalan napas dan Oksigenasi selama transportasi
TERAPI10
1. Ventilasi
Manajemen ventilator mekanik
CPAP diberikan pada tekanan 6-10 cm H2O melalui nasal prongs. Hal
ini menyebabkan tekanan oksigen arteri meningkat dengan cepat. Meski
penyebabnya belum hilang, jumlah tekanan yang dibutuhkan biasanya
berkurang sekitar usia 72 jam, dan penggunaan CPAP pada bayi dapat
dikurangi secara bertahap segera sesudahnya. Bila dengan CPAP tekanan
14 | P E R T U S I S
oksigen arteri tak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg (sudah menghirup
oksigen 100 %), diperlukan ventilasi buatan.
Ventilasi Mekanik
Bayi dengan RDS berat atau disertai komplikasi, yang berakibat timbulnya
apnea persisten membutuhkan ventilasi mekanik buatan. Indikasi penggunaannya
antara lain:
Ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dapat diberikan berupa
ventilator konvensional atau ventilator berfrekuensi tinggi (150 x / menit).
Ventilator konvensional dapat berupa tipe “volume” atau “tekanan”, dan dapat
diklasifikasikan lebih lanjut dengan dasar cycling mode – biasanya siklus
inspirasi diterminasi. Pada modus pressure limited timecycled ventilation,
tekanan puncak inspirasi diatur dan selama inspirasi udara dihantarkanuntuk
mencapai tekanan yang ditargetkan. Setelah target tercapai, volume gas yang
tersisadilepaskan ke atmosfer. Hasilnya, penghantaran volume tidal setiap kali
nafas bervariabelmeski tekanan puncak yang dicatat konstan. Pada modus
volume limited, pre-set volume dihantarkan oleh setiap nafas tanpa
memperhatikan tekanan yang dibutuhkan. Beberapaventilator menggunakan
aliran udara sebagai dasar dari cycling mode di mana inspirasi berakhir bila
aliran telah mencapai level pre-set atau sangat rendah (flow ventilators). Ada
15 | P E R T U S I S
juga ventilator yang mampu menggunakan baik volume atau pressure
controlled ventilation bergantung pada keinginan operator.
Ventilator konvensional
16 | P E R T U S I S
lebih efektif untuk merubah eliminasi CO2 dibanding perubahan kecepatan
pernafasan karena ventilasi ruang mati tetap konstan.
c. Frekuensi
17 | P E R T U S I S
Terdapat 2 metode dasar, frekuensi rendah dan frekuensi tinggi
Frekuensi rendah dimulai pada kecepatan 30 - 40 nafas / menit (bpm). Metode
cepat sekitar 60 bpm dan dapatditingkatkan hingga 120 bpm bila bayi
bernafas lebih cepat dari ventilator. Waktu ekspirasiharus lebih panjang dari
inspirasi untuk mencegah alveoli mengalami distensi berlebihan,waktu
inspirasi harus dibatasi maksimum 0,5 detik selama ventilasi mekanik kecuali
dalamkeadaan khusus. Pada frekuensi tinggi terjadi penurunan insidensi
pneumotoraks , mungkin karena frekuensi ini sesuai dengan usaha nafas bayi.
Waktu inspirasi memanjang akan meningkatkan MAP dan memperbaiki
oksigenasi, dan merupakan alternative dari peningkatan PIP. Namun hal ini
merupakan predisposisi dari distensi berlebihan pada paru serta air trapping
karena waktu ekspirasi berkurang.
d. Kecepatan Aliran
2. Sirkulasi
Auskultasi suara jantung, ukur tekanan darah, palpasi denyut nadi dan periksa
hematokrit1
18 | P E R T U S I S
Asidosis metabolik berat (pH < 7.2) dengan kadar bikarbonat serum (< 15-16
mEq/L)atau defisit basa menunjukkan beratnya penyakit. Penyebab harus segera
ditentukan danditangani.
4. Jaga kehangatan suhu bayi sekitar 36,5°C – 36,8°C (suhu aksiler) untuk
mencegah vasokonstriksi perifer
5. Langkah selanjutnya untuk mencari penyebab distres respirasi
6. Terapi pemberian surfaktan
a. Galfactant
Dosis awal : 3 ml/kgBB
Dosis tambahan : dapat diulang sampai 3 kali pemberian dengan interval tiap
12 jam
b. Beractant
Dosis awal : 4 ml/kgBB
Dosis tambahan : dapat diulang setelah 6 jam sampai total 4 dosis dalam 48
jam
c. Colfosceril
Dosis awal : 5 ml/kgBB diberikan dalam 4 menit
Dosis tambahan : dapat diulang setelah 12 dan 24 jam
d. Porcine
Dosis awal : 2,5 ml/kgBB
Dosis tambahan : dosis 1,25 ml/kgBB dapat diberikan tiap 12 jam
19 | P E R T U S I S
Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan
menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer
paru-paru, efektivitasnya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan
lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage, tetapi hasilpenelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan
dengan cara ini kurang efektif karena volume surfaktan yang sampai kedalam
paru-paru lebih sedikit.
7. Bila tidak tersedia fasilitas NICU segera rujuk ke rumah sakit yang
tersedia NICU Pemantauan
20 | P E R T U S I S
KOMPLIKASI
Insidensi PDA pada bayi prematur dengan RDS sekitar 90%. Dengan
meningkatnya angka bertahan hidup bayi sangat kecil disertai penggunaan
surfaktan eksogen, PDA sebagai komplikasi RDS merupakan masalah dari
penanganan RDS pada awal kehidupan.
PDA diasosiasikan dengan pirau dari kanan ke kiri dan peningkatan aliran
darah paru dantekanan arteri pulmonal. Peningkatan aliran darah paru
menyebabkan berkurangnyacompliance paru yang akan membaik setelah ligasi
PDA. Peningkatan aliran darah paru akanmenimbulkan kegagalan ventrikel kiri
dan edema paru serta mempengaruhi keseimbangancairan paru. Kebocoran
protein plasma ke rongga alveoli menghambat fungsi surfaktan. Halini akan
meningkatkan kebutuhan oksigen serta ventilasi mekanik.
Perdarahan paru seringkali terjadi sekunder akibat edema paru berat yang
merupakan komplikasi dari RDS dan PDA. Insidensinya pada bayi prematur
sekitar 1 % namun pada otopsi ditemukan sekitar 55 %. Cairan hemoragis di
rongga udara merupakan filtrat kapiler yang berasal dari rongga interstitial atau
perdarahan alveoli. Bentuk interstitial ditandaidengan perdarahan pleura, septum
interlobularis, peribronkial, perivaskular, dan dindingaleolar. Bila perdarahan
masuk ke alveoli, eritrosit memenuhi rongga udara dan meluashingga ke
bronkiolus dan bronkus.
PIE dapat terjadi simetris, asimetris atau terlokalisasi pada satu bagian paru.
PIE yang terletak di perifer dapat menimbulkan bleb subpleura yang bila pecar
21 | P E R T U S I S
akan menimbulkan pneumotoraks. Bisa juga menyebabkan terjadinya
pneumomediastinum atau pneomopericardium. Bila alveoli ruptur, udara dapat
terlokalisasi dan bersatu di parenkim membentuk pseudokista. Rupturnya alveoli
dapat menyebabkan udara masuk ke vena pulmonalis, menimbulkan emboli
udara.
4. Infeksi
PROGNOSIS1
Sangat bergantung pada berat badan lahir dan usia gestasi (berbanding
terbalik dengan kemungkinan timbulnya penyulit). Prognosis baik bila gangguan
napas akut dan tidak berhubungan dengan keadaan hipoksemi yang lama.
PENCEGAHAN1
22 | P E R T U S I S
Pemberian terapi steroid antenatal harus diberikan kepada ibu yang terancam
persalinan kurang bulan
Melakukan resusitasi dengan baik dan benar
Daftar Pustaka
1. Kosim MS. Gangguan Napas Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Kosain MS,
Yunanto Ari, Dewi Rizalya,penyunting. Buku Ajar Neonatologi IDAI 2012 Edisi
Pertama. Jakarta : IDAI, 2012.h.126-145
2. Djojodibroto, Darmanto.2009. Respirology [Respiratosy Medicine]. Jakarta:EGC
3. Hasgur Y. Askep Respiratori Distres Sindrom. Diunduh dari :
http//hasgurstika.blogspot.com/2011/02/askep-respiratori-distres-sindrom.html
4. Davis MA. Respiratory disorders of the newborn. Diunduh dari :
http//www.Respiratory Disorders of the Newborn Library Med.htm
5. Pramanik AK. Respiratory distress syndrome. 2015. Diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/976034-overview
6. Schematic outlines the pathology of respiratory distress syndrome (RDS).
Diunduh dari : http://blog.daum.net
7. Penyakit Membran Hialin. Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D,
penyunting. Dalam Standar Pelayanan Medis Kecehatan Anak Edisi I 2004.
Badan Penerbit IDAI.
8. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview#01
9. Pasang EC. Laporan kasus gangguan napas. 2013. Diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/186686333/Laporan-Kasus-g3-Nafas
10. Nataprawira HM. Garna Herry Ed. Penyakit Membran Hialin (PMH) (Hyalin
Membran Disease). Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bandung : IKA
Universitas Padjajaran Dr. Hasan Sadikin, 2005.h.91-93
23 | P E R T U S I S