Anda di halaman 1dari 1

Nama : andika setia pratama/18312241060/ipa c 2018

Menurut saya Baru-baru ini orang yang memiliki ganguan jiwa dinyatakan oleh KPU
bahwa ia memiliki hak pilih namun kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra namun pada
dasarnya hak pilih suara tersebut di berikan asalkan orang yang memiliki gangguan jiwa
mendapatkan surat rekomendasi dari dokter namun hal ini sangat di sayangkan karena kebijakan
surat dokter tersebut saat ini kpu kembali memberi pernyataan bahwa surat tersebut tidak di
perlukan. Padahal menurut saya pemilihan umum di dasari oleh hati nurani dan di pilih secara
LUBERJUDIL artinya untuk menanamkan sifat luber judil harus lah orang yang sehat apalagi
pikis dan jiwanya yang menjadi dasar karena jika orang gila di beri hak pilih maka kemungkinan
yang terjadi adalah mereka juga akan dipandu oleh orang waras yang kemungkinan memberi arah
untuk memilih dan tak jarang pilihannnya trsebut karena di paksa misalnya memilih calon a
padahal kembali lagi jika kita memilih haruslah sesuai hati bukan sesuai dengan orang lain.
Menurut pasal 280 ayat 1 uu no 7 2017 tentang larangan pemilu yang menyebutkan
pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menghasut dan mengadu domba perseorangan
ataupun masyarakat, menganggu ketertiban umum, mengancam untuk melakukan kekerasan atau
menganjurkan pengunaan kekerasan kepada sesorang anggota masyarakat, dan atau peserta pemilu
yang lain. Dapat disimpiulkan bahwa artinya menurut pasal tersebut para pemandu seharusnya
hanya mengantar dan mendampingi dalam pemilihan umum namunt tidak membantu memberikan
opsi pemilihan karena dapat menyimpang atruran yang berlaku dan terkesan tidak LUBERJUDIL
Tidak hanya itu dampak lain jika peserta pemilighan umum jika mereka adalah orang yang
tidak waras juga tidak jarang mengamuk saat melakukan pemilu mereka merusak atribut pemilu
menganggu dan membuat suasana menjadi tidak kondusif hal ini juga berakibat ketidak lancaran
saat proses pemilihan umum yang secara otomatis membuat pemilu juga akan berjalan lebih lama
seperti berita yang saya baca di http://youtube.com yang disebutkan bahwa “sekitar pukul 08.10
WIT orang gila mengamuk saat hendak melakukan pencoblosan pemilu 2019 beruntung pihak tps
berhasil menenangkan orang gila. Orang gila tersebut melempari warga dengan batu sehingga
membuat suasana jadi panik dan kacau dan merusak kotak suara” dari berita tersebut juga menurut
saya orang gila yang di berikan hak pilih memang sangat menganggu selain itu mengggar pasal
280 ayat 1 UU No 7 tahun 2017 yang menegaskan bahwa pelaksana, peserta dan tim dilarang
merusak fasilitas pemilu.
Tidak hanya itu kasus ini tidak hanya terjadi pada orang gila yang diberikan hak pilih selain
itu bagi tuna netra yang diberi hak pilih mereka otomatis di pandu dan dibantu memilih opsi sangat
miris karena mereka memilih tidak berdasarkan hati nuraninya tetapi berdasarkan si pemandunya
menurut saya jika tuna netra di beri hak suara pemerintah juga seharusnya memberikan fasilitas
bagi mereka seperti surat pemilu yang dibuat huruf braille agar mereka juga minimal bias membaca
isi surat pemilu tersebut memang hal ini mungkin merepotkan petugas kpu namun hal ini juga
dapat meminimalisir adanya pelanggaran pasal pasal pemilu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerintah seharusnya tidak memberikan hak pilih kepada
orang gila atau ganguan mental denagn alasan agar tercipta suasan pemilu yang kondusif dan
menghindari kata dipilihkan atau diwakilkan dan pemandu seharusnya hanya membantu
mengantarkan sampai bilik saja dan tidak embantu untuk memberikan opsi pilihaan kepada orang
yang dipandu selain itu pemerintah juga memberi fasilitaas hak pilih kepada disbilitas khususnya
para tuna netra seperti surat pemilu yang di buat huruf braille agar mereka juga dapat memilih
sesuai dengan hati merelka sehingga akan tercipta pemilu yang LUBERJUDIL
Sumber literatur: http://youtube.com

Anda mungkin juga menyukai