SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
Oleh
ii
iii
iv
MOTTO
vi
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH
TERAPI MUSIK SUARA ALAM TERHADAP PENURUNAN AGITASI
PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA DI UPTD GRIYA WERDHA
SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga
Bersama ini, perkenankan saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya dengan hati yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan,
fasilitas, dan ilmu kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan.
2. Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes, selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan
ilmu kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan.
3. Harmayetty, S.Kp., M.Kes, selaku pembimbing pertama, terimakasih atas
bimbingan, nasihat, saran, informasi dan waktu yang telah diluangkan
untuk saya, serta semua perhatian yang telah diberikan dalam kemajuan
penyelesaian skripsi saya.
4. Deni Yasmara, S.Kep.,Ns.,M.Kep,Sp.Kep.MB selaku pembimbing kedua,
terimakasih telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan pemikiran,
perhatian, saran, nasihat serta dukungan yang sangat berharga selama
proses penyusunan skripsi berlangsung.
5. Retno Indarwati, S.Kep.,Ns.,M.Kes, Elida Ulfiana, S.Kep.,Ns.,M.Kep, dan
Setho Hadisuyatmana, S.Kep., Ns., MNS selaku penguji yang telah
memberikan saran dan arahan dalam penyusunan skripsi yang lebih baik.
6. Kedua orangtuaku Bapak Surahmadi dan Ibu Ani Saptiani Prapti, adikku
Syaeva Nurul Rahmadiana, Syaevi Nurul Rahmadiani (Almh) dan
Saifullah Hanz Rahmadi, serta keluarga besar Sardi dan Gunadi
vii
terimakasih atas semua curahan cinta, doa, kasih sayang, perhatian, dan
dukungan yang tidak terbatas hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh responden yang bersedia memberikan partisipasi yang sangat
berharga dalam penelitian ini.
8. Sugianto, selaku Plt Ketua UPTD Griya Werdha Kota Surabaya yang telah
memberikan bantuan, ijin, dan kerjasamanya dalam melaksanakan
penelitian ini.
9. Perawat-perawat di UPTD Griya Werdha Kota Surabaya yang telah
banyak membantu dan meluangkan waktu saat penelitian berlangsung.
10. B17, keluargaku di tanah rantau, terimakasih atas semua doa, semangat,
bantuan, motivasi yang telah diberikan, B17 bersama kita BISA!!!
11. Kontrakan Princess, terimakasih atas doa, bantuan, dukungan, perhatian,
dan waktu yang telah kita lalui bersama untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat yang selalu ada untuk memberi bantuan, dukungan,
perhatian, dan waktunya untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Dosen dan seluruh staf kepegawaian Fakultas Keperawatan yang telah
membimbing dan membantu saya selama kuliah di Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga.
14. Terimakasih untuk seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
viii
ABSTRACT
A Quasi-Experimental Study
ix
DAFTAR ISI
Halaman
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hubungan Sistem Komponen NA dengan temuan perilaku BPSD ...... 12
Tabel 2.2 Perilaku agresif, perilaku non agresif dan perilaku agitasi verbal pada
lansia................................................................................................... 28
Tabel 2.3 Keaslian Data ........................................................................................ 36
Tabel 4 .1 Definisi operasional ............................................................................. 44
Tabel 4.2 Kerangka kerja penelitian pengaruh terapi musik suara alam terhadap
penurunan agitasi pada lansia dengan demensia di UPTD Griya
Werdha Kota Surabaya………………………………………………48
Tabel 5.1 Data demografi dan MMSE responden................................................. 52
Tabel 5.2 Penilaian nilai agitasi antara kelompok perlakuan dan kelompok
pembanding sebelum diberikan terapi musik suara ...........................53
Tabel 5.3 Penilaian nilai agitasi antara kelompok perlakuan dan kelompok
pembanding sesudah diberikan terapi musik suara
alam…………………………...………………………………….....53
Tabel 5.4 Penilaian nilai agitasi sebelum dan sesudah intervensi terapi musik
suara alam pada kelompok perlakuan dan
pembanding ..………………………………....................................54
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
5-HT : 5 – hydroxytryptamine
AChE : Acetylcholinesterase
AKS : Aktifitas Kehidupan Sehari-hari
APP : Amyloid Precursor Protein
BEHAVE-AD : Behavioral Pathology in Alzheimer’s Disease Rating Scale
BPSD : Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia
CDR : Clinical Dementia Rating
ChAT : Choline – acetyltransferase
CMAI : Cohen Mansfield Agitation Inventory
COMT : Cathecholamine – O - Methyl Transferase
CRH : Corticotropin Releasing Hormone
CSI : Comprehensive Severity Index
DSM-IV-TR : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition
GABA : Gamma-aminobutyric acid
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HPA : Hypothalamic Pituitary Adrenal
M2 : Muscarinic-2
MAO : Monoamine Oxidase
MDS : Minimum Data Set
MMSE : Mini Mental State Examination
MPHG : 3 – Methoxy – 4 – Hydroxyphenethyleneglycol
NA : Noradrenergik
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
RAS : Reticular Activating System
RI : Republik Indonesia
RS : Rumah Sakit
xv
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan
2001 dalam Maryam, 2008). Salah satu dari perubahan tersebut adalah demensia.
2004).
Jumlah lansia pada tahun 2025 mencapai sekitar 2 milyar jiwa diseluruh
dunia. Saat ini, lansia dengan demensia diperkirakan berjumlah 35,6 juta orang di
dunia dan akan bertambah dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi 65,7 juta pada
2030. Kelompok lansia di Indonesia berjumlah 8,9% pada tahun 2013 dan akan
meningkat menjadi 21,4% pada tahun 2050 (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2014). Seiring bertambahnya lansia, belum ada data
demensia di Jakarta tercatat sebanyak 62,5% pada tahun 2006 dan prevalensi
lansia demensia di Jawa Barat mencapai 47,5% pada tahun 2007 (Purnakarya,
2009).
berdampak pada fisik maupun psikologis pada lansia. Lansia dengan demensia
pada tahun 2010 di dunia. Penelitian terhadap 487 lansia oleh Bakker (2005) di
(43,1%), ansietas (41,6%) dan agitasi (31,2%). Sebesar 31,2% lansia demensia
memperlihatkan agitasi yang akan meningkat dari 33% menjadi 50% dalam
periode 2 tahun (Devanand, 1997 dalam Bartels, 2003). Agitasi pada lansia
gangguan tidur malam hari (Gerdner, 2010). Pengobatan lansia dengan agitasi
et. all, 2015). Penggunaan terapi farmakologis dianggap merugikan karena lansia
Prevalensi di provinsi Jakarta dan Jawa Barat yang tinggi, perlu diimbangi
Perawatan informal adalah perawatan lansia yang diberikan oleh keluarga dan
oleh pemberi pelayanan kesehatan seperti nursing homes, rumah jompo dan
rumah sakit. Salah satu rumah jompo di Jawa Timur adalah UPTD Griya Werdha
UPTD Griya Werdha Surabaya didapatkan, jumlah lansia 54 orang dengan lansia
demensia sebanyak 55% dan 83% lansia demensia mengalami agitasi dengan rata-
rata usia diatas 65 tahun. Lansia yang tinggal ± 2 tahun di Griya Werdha
mengalami jenis agitasi lebih banyak daripada lansia yang tinggal kurang dari 2
memukul lansia lain, dan merengek. UPTD Griya Werdha belum optimal
rujukan. Panti tidak memiliki teknik khusus untuk mengatasi agitasi. Peran
observasi agar lansia tidak keluar dari area panti, serta meminimalkan
Menurut Tekin, et al. (2001) dalam Gauthier, et al. (2010), dua jenis
lain yang merupakan kunci dalam mengendalikan perilaku. Pada lansia demensia,
GABA menurun sehingga terjadi agitasi (Lancto KL, et al., 2001 dalam Khairiah
& Margono, 2012). Selain gangguan neurotransmitter, beberapa hal yang dapat
terjadi pada pasien usia lanjut (Andri, 2009). Gerdner (2010) menambahkan,
stimulus eksternal yang berlebihan, serta stimulus yang kurang merupakan faktor
aminobutyric acid (GABA), encephalin, dan beta endhorphine sebagai ejector dari
rasa rileks dan ketenangan yang timbul. Zat tersebut memberikan efek analgesia
otak dan menimbulkan relaksasi (Wijaya, 2006 dalam Ningsih, 2011). Selain itu,
2012).
diharapkan dapat menurunkan agitasi pada lansia demensia secara efektif. Dari
dan perubahan tingkah laku.
Peningkatan asetilkolin pada reseptor
M2 dapat menyebabkan seseorang
menjadi psikosis
GABA menurun, sehingga tidak dapat
menghambat interneuron lokal untuk
neurotransmitter lain yang merupakan
kunci dalam mengendalikan perilaku
Agitasi
(Keluyuran, memukul,
merengek, dll)
Studi pendahuluan di
UPTD Griya Wreda
Surabaya didapatkan
jumlah lansia 54 orang
dengan lansia demensia
sebanyak 55% dan 83%
lansia demensia
mengalami agitasi
dengan rata-rata usia
diatas 65 tahun
Gambar 1.1 Identifikasi Masalah
1.5.1 Teoritis
1.5.2 Praktis
1. Bagi Responden
lansia demensia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
aktifitas sosial dan okupasi yang normal juga aktifitas kehidupan sehari-hari
(AKS) (Stanley & Beare, 2007). Sedangkan menurut Kaplan & Saddock (2010),
demensia adalah berkurangnya kognisi pada tingkat kesadaran yang stabil. Sifat
gangguan kesadaran dan defisit yang berfluktuasi pada delirium. Ditandai dengan
kesadaran.
Menurut WHO (2012), demensia adalah tanda dan gejala penyakit otak
yang berkembang secara kronik atau alami dimana terjadi gangguan ganda fungsi
sesuai, baik secara verbal, vokal, atau motorik yang dilakukan oleh lansia. Agitasi
sekumpulan gejala yang mendasari suatu penyakit (Cohen Mansfield & Billig,
1986).
sebelum usia 65 tahun, disebut young onset dementia (YOD) yang dimulai pada
amiloid. Plak amiloid berasal dari protein yang lebih besar, protein precursor
neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel syaraf yang saling terpilin, yang
disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut kini sedang
diteliti. Ketiga, asetilkolin dan neurotransmitter lain merupakan zat kimia yang
diperlukan untuk mengirim pesan melewati sistem syaraf (Stanley & Beare,
kompleks diantara sel-sel pada system syaraf yang berhubungan dengan BPSD
gangguan persepsi, isi fikir, suasana hati, atau perilaku yang sering terjadi pada
1. Neurotransmitter
a. Serotonin
dari inti rafe dorsal dan median yang mensyarafi banyak struktur dalam korteks
dan sistem limbik. Proyeksi ini secara luas memungkinkan sistem serotonergik
untuk mengatur agresi, mood, aktivitas makan, tidur, suhu, seksual, dan motorik.
Oleh karena itu, perubahan dalam fungsi sistem serotonergik pusat memiliki
dampak klinis yang terlihat pada perilaku. Salah satu perubahan reseptor serotonin
agresi. Salah satu jenis agitasi, yaitu kecemasan umum dapat disebabkan pula
b. Norepinefrin / Noradrenergik
diidentifikasi adalah α1, α2, B1 dan B2. Noradrenergik dipecah menjadi MPHG
c. Dopamin
perilaku agitasi, dan psikotik pada pasien yang tidak demensia, dan dengan
dalam halusinasi visual pada demensia Lewy Body. Perilaku gelisah dan agresif
mungkin terkait dengan preservasi relatif fungsi dopamin pada pasien demensia.
d. Peran GABA
70% GABA hilang pada korteks dan hipokampus pasien demensia, serta
agresi.
e. Peran asetilkolin
berkontribusi pada gejala seperti psikosis, agitasi, apati, disinhibisi, dan perilaku
motorik menyimpang. Defisit dalam sistem kolinergik terutama timbul pada basal
f. Peran Glutamat
g. Disfungsi neuroendokrin
berkurang di daerah kortikal dan sub kortikal otak, sedangkan kadar dari galanin
agitasi, gelisah, gangguan tidur dan gejala yang terkait dengan stres.
2. Neuropatologi
terdapat hubungan yang bermakna antara faktor skor agitasi dan metabolisme
di korteks temporal anterior kiri. Selain itu, agitasi / agresi mungkin berhubungan
dengan lesi dari sistem limbik, terutama di daerah amigdala dan region yang
basal nucleus basalis of Meyner dan locus seruleus rostral, dan banyaknya neuron
di substansia nigra pars compacta. Selain itu, locus seruleus rostral mengalami
kehilangan sel lebih besar pada pasien agresif (Khairiah & Margono, 2012).
Institute of Health, 1996 dalam Stanley & Beare, 2007). Pada sebuah studi,
dengan satu salinan gen tersebut akan mengalami penyakit Alzheimer tiga
kali lebih sering daripada mereka yang tidak mempunyai gen E4 (Kaplan
& Saddock, 2010). Tau adalah protein dalam cairan serebrospinal yang
2. Demensia Vaskular
ditemukan pada pria, terutama mereka dengan hipertensi yang sudah ada
pembuluh serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark dan
3. Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai oleh atrofi dalam jumlah yang lebih besar di
ini paling sering terjadi pada pria, terutama mereka yang memiliki kerabat
dengan demensia tipe Alzheimer, meski stadium awal penyakit Pick lebih
5. Penyakit Huntington
bahasa, dan tilikan relatif tetap intak pada stadium awal dan pertengahan
klasik adalah tingginya depresi dan psikosis (Kaplan & Saddock, 2010).
6. Penyakit Parkinson
gambaran yang disebut oleh para klinisi sebagai bradifrenia (Kaplan &
tergantung dampak dari penyakit yang menyertai dan kepribadian sebelum terjadi
demensia (WHO, 2012). Adapun tahapan demensia menurut WHO (2012) sebagai
berikut:
1. Tahap Awal
Tahap ini sering kali dilewatkan karena demensia dianggap bagian normal
dari proses penuaan dengan onset yang terjadi secara bertahap dan sukar
tersesat di tempat yang sudah dikenalnya. Lansia akan lupa hari, tanggal,
rumah menjadi hal sulit yang dirasakan oleh lansia. Perasaan dan perilaku
2. Tahap Pertengahan
menjadi sangat lupa terhadap kejadian yang baru saja dialami dan nama
terhadap suatu hal sehingga lansia tidak dapat hidup sendiri. Terjadi
3. Tahap Akhir
lansia dan penyakit penyerta yang semakin nyata. Lansia tidak sadar akan
waktu dan tempat dan kesulitan mengetahui apa yang terjadi disekitarnya
Lansia tidak dapat mengenali rekan kerja, teman dan obyek yang sudah
dan menelan. Lansia akan mengalami inkontinensia urin dan alvi. Lansia
tidak dapat mobilisasi, tidak dapat berjalan, atau terpaku pada kursi roda
atau tempat tidur. Terjadi perubahan perilaku meliputi agresi dan agitasi
nonverbal.
demensia persisten induksi zat, demensia yang tidak tergolongkan di tempat lain.
status fungsional pada lansia yang dicurigai dan dipastikan menderita demensia.
Banyak alat yang tersedia, dan variasi instrumen yang terbaik dibuat berdasarkan
Alat-alat yang banyak digunakan untuk mengkaji kognitif adalah Mini Mental
melakukan skrining awal demensia pada lansia. MMSE memiliki 9 item yang
meliputi orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, recall, serta bahasa yang
masing masing memiliki skor maksimal tertentu. Skor kemudian dijumlahkan dan
gangguan kognitif sedang (10-20) dan gangguan kognitif berat (<10) (Krisantono,
2014).
tamatan SD mempunyai median skor hanya 24, upper quartile 24 dan lower
dengan upper quartile 29 dan lower quartile 26. Jadi, nilai pemeriksaan MMSE
sekaligus diatur pukul 11.10 atau 11.20. nilai skor berkisar antara 0-4 dengan
perincian skor:
Menurut Cohen Mansfield & Billig (1986), 29 perilaku agitasi pada lansia
demensia meliputi:
2. Memakai pakaian yang tidak sesuai situasi dan kondisi serta tidak
mengenakan berpakaian.
saliva yang tidak terkontrol, meludah di tissue dan di halaman tidak termasuk
5. Meminta perhatian orang lain atau meminta bantuan tanpa ada alasan
orang lain. Lansia memukul diri sendiri dengan membenturkan diri sendiri ke
8. Menendang
Lansia menyerang orang lain atau obyek dengan kaki secara cepat.
10. Mendorong
Lansia mendorong secara paksa dan saling dorong terhadap orang lain.
13. Menjerit
14. Menusuk
15. Menggaruk
Lansia mencakar diri sendiri atau orang lain. Lansia menggores diri
Lansia masuk dan keluar dari suatu tempat dengan tindakan yang tidak
sesuai, seperti was-was keluar dari ruangan; mencoba memasuki area yang
terkunci; memaksa untuk masuk dan menempati ruang lansia yang lain;
18. Mengeluh
Lansia tidak menyukai apapun dan selalu menganggap salah suatu hal.
dimakan.
Lansia mencoba membakar diri sendiri atau orang lain, melukai diri
sendiri atau orang lain, menyodorkan pisau atau alat yang dapat
Lansia meletakkan barang-barang yang tidak sesuai pada tas, saku, atau
sebuah obyek atau orang lain, menggosok diri sendiri ke obyek lain,
28. Membuat rayuan seksual secara fisik atau memperlihatkan daerah genital
melakukan masturbasi ketika sedang bersama orang lain atau tidak di kamar
mandi. Lansia juga melakukan cumbuan atau ciuman yang tidak diinginkan
pasien usia lanjut (Andri, 2009). Selain itu, lansia dengan keletihan berlebihan,
serta stimulus yang kurang merupakan faktor resiko lain yang menyebabkan
beberapa tanda dan gejala berikut (Cohen Mansfield & Billig, 1986):
1. Perilaku kasar atau agresif kepada diri sendiri atau orang lain.
berulang-ulang.
3. Perilaku lansia pada kondisi tertentu yang tidak sesuai menurut keadaan sosial
frekuensi agitasi pada lansia. Wawancara CMAI dapat dilakukan oleh perawat
panti, keluarga, pekerja sosial, dan pusat kesehatan lansia lainnya. Apabila lansia
penangggung jawab lansia di panti. CMAI terdiri dari 29 perilaku agitasi yang
merupakan kumpulan perilaku yang saling berhubungan dan diukur dalam waktu
1 minggu. CMAI tersedia dalam bentuk long form, long form with expanded
descriptions of behaviors, short form, dan community form. Setiap form memiliki
komponen perilaku agitasi, dan skala poin yang berbeda – beda (Cohen
Mansfield & Billig, 1986). Penelitian ini menggunakan short form dengan 14
komponen perilaku agitasi dan 5 skala poin. Lansia tidak pernah melakukan
perilaku agitasi diberi nilai 1. Lansia melakukan agitasi kurang dari sekali dalam
seminggu diberi nilai 2. Lansia melakukan agitasi beberapa kali dalam seminggu
diberi nilai 3. Lansia melakukan agitasi beberapa kali dalam sehari diberi nilai 4.
Lansia melakukan agitasi beberapa kali dalam 1 jam diberi nilai 5. Faktor agitasi
meliputi perilaku agresif, perilaku fisik non agresif, dan perilaku agitasi verbal
Tabel 2.2 Perilaku agresif, perilaku non agresif dan perilaku agitasi verbal pada
lansia (Cohen Mansfield & Billig, 1986)
lingkungan eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi
timpani per satuan waktu yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Gelombang berjalan
melalui udara dengan kecepatan sekitar 344 m/det (770 mil/jam) pada 20°C
setinggi permukaan laut. Kecepatan suara meningkat seiring dengan suhu dan
ketinggian.
gelombang per satuan waktu). Semakin besar amplitude, semakin keras suara; dan
semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi nada. Namun, selain frekuensi, nada juga
ditentukan oleh faktor lain yang belum sepenuhnya dapat dipahami. Frekuensi
memili pola berulang, walau pun setiap gelombang bersifat kompleks dikenal
dengan suara musik. Sebagian besar suara musik terbentuk dari gelombang
dengan frekuensi primer yang ditentukan oleh nada suara ditambah sejumlah
nada, kualitas) yang khas. Variasi timbre memungkinkan kita mengetahui suara
berbagai alat musik walaupun alat-alat tersebut memberikan nada yang sama.
(batas aman) dan dengan frekuensi suara antara 20 - 20.000 Hz. Lebar responden
telinga manusia diantara 0 dB - 140 dB yang dapat didengar. Dan batas intensitas
saluran telinga luar. Dari saluran telinga luar, suara mulai memasuki membran
tinggi dan rendah yang berselang-seling dan ditimbulkan oleh gelombang suara
menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke dalam dan keluar
Pemindahan ini dipermudah dengan adanya tiga rantai tulang kecil, atau osikulus
(maleus, inkus, dan stapes). Sewaktu membran timpani bergetar sebagai respons
jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap
frekuensi yang sama seperti gelombang suara asal. Selanjutnya getaran suara
yaitu duktus kokhklearis (skala media), skala vestibuli dan skala timpani. Duktus
(Sheerwood, 2012).
tekanan. Karena organ corti berada di atas membran basilaris maka sel-sel rambut
juga bergetar naik turun sewaktu membran basalaris bergetar. Deformasi mekanis
rambut-rambut ini secara bergantian membuka dan menutup saluran sel reseptor,
perubahan dalam frekuensi potensial aksi yang dikirim ke otak. Dengan cara ini,
gelombang suara diterjemahkan sebagai sinyal saraf yang dapat diterima oleh otak
spiralis Corti nervus VIII memasuki nucleus koklearis dorsalis dan ventralis yang
terletak pada bagian atas medulla. Pada titik ini, semua serabut sinaps dan neuron
tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan
juga berjalan ke nucleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nucleus
besar melewati nucleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau
hamper semua serabut pendengaran bersinaps. Dari sini, jaras berjalan ke nucleus
melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik yang terutama terletak pada girus
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik dan elemen musik oleh
kesehatan fisik, mental, emosional dan spiritual (Lerik & Prawitasari, 2005) yang
merupakan kombinasi dari ritme, harmoni dan melodi sejak dahulu diyakini
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk
dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat
untuk kesehatan fisik dan mental. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati
dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual. Hal ini
2015).
spesifik dari thalamus melewati area-area korteks cerebral, sistem limbik, dan
korpus collosum dan melalui area-area sistem otonom dan sistem neuroendokrin
(Chiu dan Kumar, 2003 dalam Darliana, 2008). Sistem limbik selanjutnya akan
pada formation reticularis sebagai penyalur impuls menuju serat otonom, yaitu
saraf simpatis dan parasimpatis. Selain itu sebagai ejector dari rasa rileks dan
ketenangan yang timbul, midbrain juga akan mengeluarkan Gamma Amino Butric
Acid (GABA), encephalin, dan beta endhorphine. Zat tersebut dapat menimbulkan
Menurut Putra (2013), jenis musik yang sering digunakan untuk terapi
musik adalah musik jazz, musik tradisional, musik klasik, dan musik dari alam.
Musik suara alam memberikan efek relaksasi yang besar dalam berbagai jenis
musik relaksasi. Terutama ketika suara alam digunakan untuk menambah suasana
(Clarke, 2016). Musik suara alam adalah suara yang dihasilkan oleh lingkungan
alam sekitar. Salah satu contoh musik ini yang dapat dijadikan musik terapi adalah
suara ombak. Sebuah surat kabar memberitakan bahwa suara ombak tidak hanya
gangguan telinga berdengung (Putra, 2013). Musik alam yang didengar melalui
telinga akan menstimulai organ target di otak. Musik berinteraksi pada suatu
Selain itu, gelombang suara musik yang dihantarkan ke otak berupa energi
dibedakan atas frekuensi alfa, beta, tetha dan delta. Gelombang alfa
gelombang tetha dikaitkan denga situasi stress dan upaya kreatifitas, sedangkan
Mekanisme ini disebut dengan FFR (Frequency Following Response) dan terjadi
di dalam otak, tepatnya di dua superior olivary nuclei. FFR didefinisikan sebagai
penyesuaian frekuensi gelombang otak oleh karena respon dari stimulus auditori
kesadaran (Atwater, 2009 dalam Putra, 2013). Sesuai mekanisme yang dijelaskan
oleh Atwater diatas, gelombang alfa tercipta pada korteks cerebri melalui
hubungan kortikal dengan thalamus. Gelombang ini merupakan hasil dari osilasi
umpan balik spontan dalam sistem talamokortikal (Guyton & Hall, 2008).
jawab terhadap peristiwa lapar dan perubahan mood. Serotonin dalam tubuh
terhadap relaksasi tubuh yang pada akhirnya terjadi perubahan mood (Guyton &
Hall, 2008).
hampir sama yaitu terapi musik dan atau agitasi pada lansia demensia.
BAB 3
Peningkatan usia
Faktor resiko Aging process Faktor perubahan pada otak
Penurunan serotonin
Neurotransmitter
Perubahan neurokimia
Isolasi social Perubahan norepinefrin/ Noradrenergik
Defisit sensoris Penurunan dopamine
Penurunan kognitif Penurunan GABA
Perubahan farmakokinetik dan Penurunan asetilkolin
Penurunan glutamate
Polifarmasi Peningkatan somatostatin, vasopressin dan
farmakodinamik
Deficit kolinergik
fontal
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pengaruh Terapi Musik Suara Alam
terhadap Penurunan Agitasi pada Lansia dengan Demensia
38
Dari saluran telinga luar, suara mulai memasuki membran timpani yang
dipermudah dengan adanya tiga rantai tulang kecil, atau osikulus (maleus, inkus,
jendela oval. Selanjutnya getaran suara diteruskan ke koklea yang terdiri dari 3
gelombang tekanan. Karena organ corti berada di atas membran basilaris maka
sel-sel rambut juga bergetar naik turun sewaktu membran basalaris bergetar.
otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan sebagai sinyal saraf yang
melewati area-area korteks cerebral, sistem limbik, dan korpus collosum dan
melalui area-area sistem otonom dan sistem neuroendokrin (Chiu dan Kumar,
2003 dalam Darliana, 2008). Sistem limbik selanjutnya akan berintegrasi dengan
reticularis sebagai penyalur impuls menuju serat otonom, yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Selain itu sebagai ejector dari rasa rileks dan ketenangan yang
timbul, midbrain juga akan mengeluarkan Gamma Amino Butric Acid (GABA),
encephalin, dan beta endhorphine. Zat tersebut dapat menimbulkan efek analgesia
(Darliana, 2008).
Ada pengaruh terapi musik suara alam terhadap penurunan agitasi pada
BAB 4
METODE PENELITIAN
pemberian terapi musik terhadap penurunan agitasi pada lansia dengan demensia
K1 K3
S Y
K2 K4
S : Subyek penelitian
K1 : Responden kelompok perlakuan sebelum diberikan terapi musik
K2 : Responden kelompok pembanding dengan terapi sesuai kegiatan
panti
K3 : Responden kelompok perlakuan setelah diberikan terapi musik
K4 : Responden kelompok pembanding dengan terapi sesuai kegiatan
panti
X : Intervensi perlakuan terapi musik
Y : Terapi sesuai kegiatan panti
W : Waktu intervensi selama 4 hari berturut-turut
4.2.1 Populasi
16 orang.
41
Sampel pada penelitian ini adalah lansia demensia dengan agitasi yang
2. Lansia dengan perilaku fisik non agresif dan perilaku agitasi verbal
ini berjumlah 16 lansia yang mengalami agitasi di UPTD Griya Werdha Surabaya.
populasi.
Variabel bebas dalam penelitian ini berupa terapi musik suara alam.
Defenisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tidak pernah: 1
turut.
Beberapa
agitasi pada dilakukan oleh agresi fisik Mansfield dalam seminggu: 2
lansia dengan lansia 2. Perilaku verbal Agitation kali
demensia demensia. non agresif Inventory)
Beberapa
dalam seminggu: 3
long form kali
Dilakukan berapa
dalam sehari: 4
(Cohen
Mansfield, kali dalam 1 jam: 5
1991) Alat ukur ini terdiri
dari 14 pertanyaan
yang mengarah pada
perilaku non agresi
fisik, dan perilaku
verbal non agresif.
Semakin tinggi skor
yang didapatkan
menunjukkan
semakin berat tingkat
agitasi lansia.
Pengkategorian nilai:
1-14: Tidak agitasi
15-28: agitasi ringan
29-42: agitasi sedang
43-56: agitasi berat
57-70: agitasi sangat
berat
yang dimulai dengan pengambilan data awal pada September 2015. Pengambilan
perawat penanggung jawab yang sudah mendapatkan arahan dari peneliti untuk
mengisi kuesioner agitasi pre dan post. Sebelum dilakukan intervensi, peneliti
diberikan terapi musik selama 4 hari berturut-turut dan program panti. Kelompok
pembanding diberikan perlakuan sesuai program panti. Terapi musik suara alam
diberikan secara individual secara bergantian pada pagi hari selama 4 hari
akan diberikan intervensi terapi musik suara alam setelah pengisian kuesioner post
test guna memenuhi syarat legal etik. Prosedur berikutnya peneliti melakukan
POPULASI
Besar populasi sebanyak 16 lansia demensia dengan agitasi
Total sampling
SAMPEL
16 lansia agitasi
Tabulasi Data
Tabel 4. 1 Kerangka kerja penelitian pengaruh terapi musik suara alam terhadap
penurunan agitasi pada lansia dengan demensia di UPTD Griya Werdha
Surabaya
Selanjutnya dilakukan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan derajat
antara kelompok pembanding dan kelompok perlakuan yang telah mendapat terapi
musik suara alam dianalisis dengan uji bertingkat Mann Whitney U Test dengan
dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat 2007).
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak
yang mungkin akan terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika calon
persetujuan tersebut. Bila calon responden menolak untuk diteliti maka peneliti
data dan cukup memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.
hanya berlaku di UPTD Griya Werdha Kota Surabaya. Selain itu, sampel
langsung.
BAB 5
pembahasan.
berasal dari Dinas Sosial Kota Surabaya yang bertugas menampung dan
memberikan hunian bagi para lansia yang terlantar di Surabaya. Sebelumnya para
lansia ditampung di Liponsos Keputih, namun dirasa kurang layak karena para
UPTD Griya Wedha diresmikan oleh Ibu Tri Risma Harini selaku
Walikota Surabaya pada tanggal 16 Juli 2013 dan terletak di Jalan Medokan Asri
Barat X Blok N Rungkut Kota Surabaya. UPTD Griya Werdha menampung rata-
rata 50 lansia per tahun dengan dana operasional dari Pemerintah Kota Surabaya
melalui Dinas Sosial. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap minggu di Griya
Werdha meliputi pengecekan kesehatan rutin dan fisioterapi pada hari Senin,
ketrampilan pada hari Rabu, senam atau jalan sehat pada hari Sabtu, dan
kantor, perawat, satpam, juru masak, dan tukang kebun. Terdapat 10 perawat
kontrak yang bekerja di UPTD Griya Werdha dan dibagi menjadi 3 shift yaitu
50
pagi, siang, dan sore. Adapun dokter yang merawat lansia berasal dari Puskesmas
Medokan yang berdinas di hari kerja. Apabila terdapat lansia yang mengalami
sakit serius, pihak Griya Werdha merujuk lansia ke RSUD Dr Soetomo atau RSU
Haji.
meliputi: jenis kelamin, usia, lama tinggal di panti, status tinggal pasangan serta
skor MMSE.
No Karakteristik f(x) %
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 3 18,75
b. Perempuan
13 81,25
2. Usia
6 37,5
a. Tinggal di panti 0 0
b. Tinggal beda panti/ di rumah
c. Meninggal/ Tidak memiliki 2 12,5
pasangan
14 97,5
5. Skor MMSE
a. Ringan 1 6,25
b. Sedang
c. Berat 8 50
7 43,75
banyak pada perempuan sebesar 81,25%. Usia responden yang mengalami agitasi
paling banyak pada rentang 75-90 tahun yaitu sebesar 68,75%. Sebanyak 37,5%
Tabel 5.2 Penilaian nilai agitasi antara kelompok perlakuan dan kelompok
pembanding sebelum diberikan terapi musik suara alam
No Agitasi Perlakuan Pembanding
f (x) % f (x) %
1 Tidak agitasi 0 0 0 0
3 Sedang 4 50 4 50
5 Sangat Berat 0 0 0 0
sebanyak 50%.
Tabel 5.3 Penilaian nilai agitasi antara kelompok perlakuan dan kelompok
pembanding sesudah diberikan terapi musik suara alam
No Agitasi Perlakuan Pembanding
f (x) % f (x) %
1 Tidak agitasi 0 0 0 0
2 Ringan 7 87,5 2 25
4 Berat 0 0 1 12,5
5 Sangat Berat 0 0 0 0
sedang.
3) Distribusi perbedaan nilai agitasi agitasi sebelum dan sesudah terapi musik
Tabel 5.4 Penilaian nilai agitasi sebelum dan sesudah intervensi terapi musik
suara alam pada kelompok perlakuan dan pembanding.
Kriteria Perlakuan Pembanding
Tidak agitasi 0 0 0 0 0 0 0 0
Sangat Berat 0 0 0 0 0 0 0 0
lansia dengan demensia dapat dilihat pada tabel 5.4 yang berisi hasil uji
Signed Rank Test yaitu p=0,025 nilai ini p<0,05 berarti hipotesis diterima
dengan hasil uji statistik dengan nilai p=0,317 nilai ini p>0,05 yang berarti
sebelum dilakukan intervensi tidak terdapat perbedaan, hal ini ditunjukan dengan
hasil uji statistik Mann Whitney U Test dengan nilai p=1,000 yang berarti p>0,05,
tetapi terdapat perbedaan agitasi pada post intervensi, hasil uji statistik
menunjukkan nilai p<0,05 yaitu p=0,014. Hal ini berarti ada pengaruh terapi
musik suara alam terhadap penurunan agitasi pada lansia dengan demensia.
5.3 Pembahasan
5.3.1 Identifikasi agitasi pada lansia dengan demensia sebelum dan sesudah
responden yang mengalami nilai agitasi paling tinggi dengan nilai agitasi 40.
Menurut Gerdner (2010), agitasi dapat muncul ketika lansia mengalami keletihan
berlebihan, serta stimulus yang kurang. Menurut peneliti, gejala agitasi yang
keluyuran mengelilingi panti dan mencari tempat baru sehingga lansia ditemukan
tidur di kamar temannya/ tidur di ruang makan. Setelah diberikan terapi musik,
nilai agitasi turun menjadi 28 (selisih nilai 12). Peneliti beranggapan bahwa nilai
agitasi turun didukung dengan lama responden tinggal di panti selama 1,5 tahun
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi agitasi pada lansia dengan
Semakin tua seseorang, semakin tinggi kerusakan kognitif yang terjadi. Selain itu,
disebabkan oleh mutasi amiloid. Yang menyebabkan rusaknya jaringan otak yang
asetilkolin dan neurotransmitter lain merupakan zat kimia yang diperlukan untuk
mengirim pesan melewati sistem syaraf (Stanley & Beare, 2007). Responden
nomor 5 memiliki skor MMSE berat dan berusia 82 tahun. Menurut peneliti,
Penurunan skor yang rendah dapat terjadi karena stimulus yang terlalu
tinggi atau rendah, ketidaknyamanan secara fisik atau psikologis serta lingkungan
yang tidak nyaman (Cohen Mansfield, 2000). Menurut peneliti, responden nomor
terapi musik hanya dapat menurunkan 2 nilai agitasi. Selain itu, responden nomor
5 merupakan pribadi yang tertutup dan sulit dikaji sehingga tidak diketahui
yang mengalami penurunan nilai agitasi sebesar 2 nilai tanpa diberikan intervensi
nilai agitasi dari 49 ke 47. Responden memperlihatkan agitasi berat dengan skor
MMSE berat dan masih memiliki pasangan yang tinggal di rumah. Kemampuan
dari suaminya selama 3 hari berturut-turut dan mengalami penurunan nilai agitasi.
Hasil uji statistik dengan menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test yang
dapat dilihat pada tabel 5.8 diperoleh data penurunan skor agitasi pada kelompok
menandakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pretest dan posttest.
dilakukan uji statistik Mann Whitney U Test. Hasil yang diperoleh yaitu sebesar
p= 0,014 yang berarti p<α<0,05, maka terdapat perbedaan yang sangat bermakna
antara hasil pada kelompok perlakuan dan kelompok pembanding, yang berarti
terapi musik efektif menurunkan agitasi pada lansia dengan demensia di UPTD
keluarnya GABA serta beta endhorphine. Diharapkan lansia dengan agitasi akan
spesifik dari thalamus melewati area-area korteks cerebral, sistem limbik, dan
korpus collosum dan melalui area-area sistem otonom dan sistem neuroendokrin
(Chiu dan Kumar, 2003 dalam Darliana, 2008). Sistem limbik selanjutnya akan
pada formation reticularis sebagai penyalur impuls menuju serat otonom, yaitu
saraf simpatis dan parasimpatis. Selain itu sebagai ejector dari rasa rileks dan
ketenangan yang timbul, midbrain juga akan mengeluarkan Gamma Amino Butric
Acid (GABA), encephalin, dan beta endhorphine. Zat tersebut dapat menimbulkan
Musik suara alam memberikan efek relaksasi yang besar dalam berbagai
jenis musik relaksasi. Terutama ketika suara alam digunakan untuk menambah
pemandangan alam (Clarke, 2016). Musik suara alam adalah suara yang
dihasilkan oleh lingkungan alam sekitar. Salah satu contoh musik ini yang dapat
dijadikan musik terapi adalah suara ombak. Sebuah surat kabar memberitakan
bahwa suara ombak tidak hanya sekedar memiliki efek menenangkan pikiran
tetapi juga untuk meringankan gangguan telinga berdengung (Putra, 2013). Musik
alam yang didengar melalui telinga akan menstimulai organ target di otak. Musik
berinteraksi pada suatu tingkat organik dengan berbagai macam struktur syaraf
Selain itu, gelombang suara musik yang dihantarkan ke otak berupa energi
dibedakan atas frekuensi alfa, beta, tetha dan delta. Gelombang alfa
gelombang tetha dikaitkan denga situasi stress dan upaya kreatifitas, sedangkan
Mekanisme ini disebut dengan FFR (Frequency Following Response) dan terjadi
di dalam otak, tepatnya di dua superior olivary nuclei. FFR didefinisikan sebagai
penyesuaian frekuensi gelombang otak oleh karena respon dari stimulus auditori
diatas, gelombang alfa tercipta pada korteks cerebri melalui hubungan kortikal
dengan thalamus. Gelombang ini merupakan hasil dari osilasi umpan balik
terhadap peristiwa lapar dan perubahan mood. Serotonin dalam tubuh kemudian
diubah menjadi hormon melatonin yang memiliki efek regulasi terhadap relaksasi
tubuh yang pada akhirnya terjadi perubahan mood (Guyton & Hall, 2006).
Sehingga setelah diberikan terapi musik suara alam, lansia demensia yang
BAB 6
Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
mengenai pengaruh terapi musik terhadap penurunan agitasi pada lansia dengan
demensia.
6.1 Kesimpulan
3. Terapi musik suara alam efektif menurunkan agitasi pada lansia dengan
demensia.
6.2 Saran
62
jumlah sampel yang lebih banyak, jumlah sampel dengan panti berbeda,
waktu mendengarkan musik pada pagi siang dan malam hari. Selain itu
mengurangi agitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bartels, SJ, Horn, SD, Smout, RJ, Dums, AR, „Agitation and Deppresion in Frail
Nursing Home Elderly Patients with Dementia‟, The American Journal of
Geriatric Psychiatry, Vol.11, No.2.
Ganong, WF 2008, „Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22’, EGC, Jakarta.
Guyton, AC, Hall, JE 2008, ‘Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11’, EGC,
Jakarta.
Krisantono, YAG 2014, ‘Hubungan Depresi dan Dementia pada Pasien Lanjut
Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2’, skripsi, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Lesta, B, Petocz, P 2006, „Familiar group singing: addressing mood and social behavior
of residents with dementia displaying sundowning’, Australian Journal of Music
Therapy, Vol.17, No.
Nugroho, W 2008, ‘Keperawatan Gerontik dan Geriatri edisi 3’, EGC, Jakarta.
Purnakarya, 2009, „Peran Zat Gizi Makro terhadap Kejadian Demensia pada
Lansia‟, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 No.2.
Putra, IGY 2013, „Perbedaan pengaruh terapi musik klasik dan musik tradisional
jawa terhadap tingkat kecemasan ditinjau dari latar belakang pendiikan
lansia di Panti Werdha Hanna Yogyakarta‟, thesis, Pascasarjana Program
Studi Kedokteran Keluarga, Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta.
Sadock, BJ, Saddock, VA 2010, „Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2’, EGC,
Jakarta.
Stanley, W, Beare, PG 2007, ‘Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi 2’, EGC,
Jakarta.
Lampiran 1
67
Lampiran 2
1. Judul Penelitian
Pengaruh terapi musik suara alam terhadap penurunan agitasi pada lansia
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
informed consent yang diketahui oleh perawat penanggung jawab panti dan
peneliti untuk membantu mengisi kuesioner agitasi pre dan post. Sebelum
diberikan terapi musik suara alam selama 4 hari berturut-turut dan program
musik suara alam diberikan secara individual secara bergantian pada pagi hari
selama 4 hari berturut-turut sesuai SOP. Program yang ada di panti meliputi
post test guna memenuhi syarat legal etik. Prosedur berikutnya peneliti
4. Manfaat
Penelitian ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi lansia, yaitu
pemberian terapi musik suara alam dapat digunakan sebagai salah satu teknik
5. Bahaya potensial
dalam penelitian ini karena hanya mendengarkan musik suara alam yang
diberikan.
merugikan.
Lampiran 3
LEMBAR IDENTITAS PENELITI
“Pengaruh terapi musik suara alam terhadap penurunan agitasi pada lansia
dengan demensia di UPTD Griya Werdha Kota Surabaya”
Lampiran 4
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Peneliti, Responden,
...................................... ......................................
Saksi
…………………………..
KODE RESPONDEN
Lampiran 5
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Usia Responden
5. Skor MMSE
a. Ringan
b. Sedang
c. Berat
Lampiran 6
KUESIONER AGITASI
Silakan baca dahulu perilaku agitasi yang tersedia dalam lampiran kuesioner.
Berikan tanda check (V) pada poin 1,2,3,4 atau 5 sesuai dengan keadaan
responden yang terjadi selama 1 minggu.
Frekuensi
Tidak Kurang Beberapa Beberapa Beberapa
pernah dari kali kali kali
No Perilaku agitasi 1 sekali dalam dalam dalam 1
dalam seminggu sehari jam
seminggu 3 4 5
2
Perilaku fisik non agresif
1 Melompat dan
keluyuran tanpa
tujuan
2 Mencoba mencari
tempat lain
3 Kegelisahan umum
4 Memperlihatkan
kelakuan yang
berulang
5 Memakai pakaian
yang tidak sesuai
dengan situasi dan
kondisi atau tidak
berpakaian
6 Perlakuan yang tidak
sesuai
Perilaku verbal non agresif
7 Meminta perhatian
orang lain atau
meminta bantuan
tanpa ada alasan
8 Mengulangi kalimat
atau pertanyaan
9 Mengeluh
10 Sikap negatif
11 Membuat suara yang
aneh
12 Menyembunyikan
sesuatu
13 Menumpuk sesuatu
14 Menjerit
Jumlah skor
Lampiran 7
LAMPIRAN KUISIONER AGITASI
Lansia selalu berjalan kedepan dan kebelakang tanpa tujuan. Lansia juga
2. Memakai pakaian yang tidak sesuai situasi dan kondisi serta tidak
mengenakan berpakaian.
3. Meminta perhatian orang lain atau meminta bantuan tanpa ada alasan
bantuan. Lansia memberikan permintaan yang sangat banyak kepada orang lain
6. Menjerit
Lansia masuk dan keluar dari suatu tempat dengan tindakan yang tidak
sesuai, seperti was-was keluar dari ruangan; mencoba memasuki area yang
terkunci; memaksa untuk masuk dan menempati ruang lansia yang lain; memaksa
8. Mengeluh
9. Sikap negatif.
Lansia tidak menyukai apapun dan selalu menganggap salah suatu hal.
Lansia meletakkan barang-barang yang tidak sesuai pada tas, saku, atau laci.
sebuah obyek atau orang lain, menggosok diri sendiri ke obyek lain, menghisap
Lampiran 8
Prosedur :
NO PROSEDUR
Pre interaksi
1 Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)
2 Siapkan alat-alat
3 Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi
4 Cuci tangan
Tahap orientasi
5 Beri salam dan panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
Tahap kerja
7 Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
8 Jaga privasi klien. Memulai kegiatan dengan cara yang baik
9 Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman.
10 Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan telepon selama
mendengarkan musik.
11 Dekatkan tape musik/CD dan perlengkapan dengan klien.
12 Pastikan tape musik/CD dan perlengkapan dalam kondisi baik.
13 Dukung dengan headphone jika diperlukan.
14 Nyalakan music dan lakukan terapi music.
15 Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras.
16 Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang lama.
17 Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luka kepala akut.
Terminasi
Sumber:
1. SOP
SOP Terapi Musik Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas
Udayana Bali (https://www.scribd.com/doc/181262705/SOP-TERAPI-
MUSIK-doc)
2. Musik suara alam
CD Sound From Heaven-No.90 (dibeli di http://www.terapimusik.net/ )
Lampiran 9
HASIL UJI STATISTIK PRETEST DAN POSTTEST
Ranks
Total 8
d
Post Perlakuan - Pre Negative Ranks 5 3.00 15.00
Perlakuan Positive Ranks 0
e
.00 .00
f
Ties 3
Total 8
c
Test Statistics
NPar Tests
Descriptive Statistics
Lampiran 10
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 16
Total 16
b
Test Statistics
Pre Post
Z .000 -2.450
Crosstabs
Cases
Post Kontrol
Sedang Count 0 4 0 4
Berat Count 0 0 1 1
Total Count 2 5 1 8
Cases
Post Perlakuan
Sedang Count 4 0 4
Berat Count 0 1 1
Total Count 7 1 8
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15