Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hordeolum adalah infeksi yang meradang, purulen, dan terlokalisir pada satu

atau lebih kelenjar sebasea (meibomian atau zeisian) kelopak mata. Belum

tersedia data mengenai insidensi dan prevalensi di Indonesia. Penelitian tahun

1988 di poliklinik Mata RSUP Dr Kariadi Semarang didapatkan frekuensi

penderita hordeolum sebesar 1,6% dengan usia terbanyak pada golongan dewasa

muda dan sebanyak 56,25% dari penderita mengalami sakit berulang . Kesehatan

indera penglihatan merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Kelopak mata berperan penting dalam memberikan proteksi fisik untuk mata.

Selain itu, kelopak mata juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta

drainase air mata. Oleh karena itu semua bagian dari mata harus dijaga

kesehatannya, termasuk palpebra yang menjadi salah satu pertahanan atau barrier

dari mata. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat pada hordeolum dapat mencegah

proses inflamasi dan perjalanan penyakit yang lebih berat.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang Hordeolum

terkait definisi, faktor resiko, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, dan komplikasinya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hordeolum adalah infeksi kelenjar palpebra berupa radang akut yang bersifat

supuratif yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus. Bila kelenjar Meibom

yang terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna.

Sedangkan hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah

infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.

2.2. Etiologi
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.

Paling sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dan pada pasien dengan

ketegangan pada mata yang disebabkan oleh ketidakseimbangan otor atau

kesalahan refraksi. Kebiasaan mengucek mata dan hidung, blefaritis kronik dan

diabetes berhubungan dengan kejadian hordeolum berulang. Faktor metabolik,

penyakit kronik, asupan karbohidrat dan alkohol berlebih dapat menjadi faktor

predisposisi terjadinya hordeolum.


2.3. Faktor Resiko
a. Penyakit kronik.
b. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
c. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis
d. Diabetes
e. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesteroledmia
f. Riwayat hordeolum sebelumnya
g. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
h. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik
2.4. Patofisiologi
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss

atau Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang

terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi

pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari

komplikasi blefaritis. Apabila infeksi pada kelenjar Meibom mengalami infeksi

sekunder dan inflamasi supuratif dapat menyebabkan komplikasi konjungtiva.


2.5. Manifestasi Klinis

 Pembengkakan

 Rasa nyeri pada kelopak mata

 Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata

 Riwayat penyakit yang sama

2.6. Tanda-tanda Hordeolum


 Eritema
 Edema
 Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
 Seperti gambaran absces kecil
 Stadium selulitis
Memiliki karakteristik yang terlokalisasi, kaku, merah, dan

pembengkakan pada margin palpebra yang berbatas tegas.


 Stadium pembentukan abses
Memiliki karakteristik terlihat titik pus pada margin palpebra dan

menginvasi sekitar rambut mata.


2.7. Diagnosis
Penegakan Diagnosis hordeolum yaitu berdasarkan gejala dan tanda pada

hasil pemeriksaan oftalmologis.


2.8. Diagnosis Banding
 Xanthelasma
 Blefaritis
 Dakriosistitis
 Kalazion

2.9. Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.

Adapun tatalaksana Medikamentosa berupa antibiotik dimana diberikan bila

dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan bila proses

peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum. Beriku antibiotik yang dapat

diberikan yaitu:

a. Antibiotik topikal

Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10

hari. Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum

eksterna dan hordeolum interna ringan.

b. Antibiotik sistemik

Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda

pembesaran kelenjar limfe di preauricular. Pada kasus hordeolum internum

dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan cephalexin atau

dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin

atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari

selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.

c. Steroid (Kortison) dan analgetik sebagai terapi simptomatik.


d. Operatif
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur

pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.

Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan

pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain

di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:


- Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak

lurus pada margo palpebra


- Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase

seluruh isi jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian

diberikan salep antibiotik

2.10. Komplikasi

Komplikasi hordeolum dapat berupa mata kering, simblefaron, abses, atau

selulitis palpebra yang merupakan radang jaringan ikat jarang palpebra di depan

septum orbita dan abses palpebra.

2.11. Edukasi dan Pencegahan

 Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum

menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.

 Untuk mempercepat peradangan kelenjar dapat diberikan kompres hangat 3

kali sehari selama 10 menit

 Menghindari pemakaian make up pada mata, karena kemungkinan hal itu

menjadi penyebab infeksi Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar

tidak terkontaminasi oleh kuman.

 Gunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah berdebu.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hordeolum merupakan inflamasi pada kelenjar kelopak mata yang bersifat

akut, supuratif dan disebabkan terbanyak oleh bakteri staphylococcus. hordeolum

dapat dibedakan menjadi hordeolum interna atau eksterna. Tatalaksana awal pada

hordeolum diutamakan tatalaksana medikamentosa. Terapi pembedahan berupa

insisi dan kuretase dilakukan apabila terapi medikamentosa tidak membaik.

Komplikasi hordeolum dapat berupa mata kering, simblefaron, abses, atau

selulitis palpebra yang merupakan radang jaringan ikat jarang palpebra di depan

septum orbita dan abses palpebra.


DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. Rohtak: New


Age International
2. Leonid SJ. 2002. Hordeolum and Chalazion Treatment. Optometry: UK
3. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta. 2004: Hal 92-94
4. Tim Editor EGC. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1996.
5. Winarto. Macam Kuman, Pola Kepekaan terhadap Antibiotika serta
Beberapa Faktor Risiko pada Hordeolum. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 1990.

Anda mungkin juga menyukai