Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

EKLAMPSIA

Oleh :

Siti Qomariyah

201410330311188

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Eklampsia merupakan kejang yang terjadi pada ibu hamil dengan pre-
eklampsia dimana terjadi hipertensi bersamaan dengan proteinuria pada usia kehamilan
lebih dari 20 minggu.. Eklampsia dapat menjadi penyebab dengan morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Di Indonesia, angka kejadian pre-eklampsia dan
eklampsia berkisar 1,5 % sampai 25 %. Komplikasi signifikan yang mengancam jiwa
ibu akibat eklampsia adalah edema pulmonal, gagal hati dan ginjal, DIC, sindrom
HELLP dan perdarahan otak. Masalah utama dalam mencegah dan mengobati
eklampsia belum diketahui. Terdapat hubungan yang kuat antara hipertensi dan
penyakit serebral yang mengidentifikasi persamaan klinis antara eklampsia dan
ensefalopati hipertensif. Namun demikian hasil signifikan yang diperoleh
menunjukkan bahwa hipertensi tidak selalu menjadi pencetus awal eklampsia tetapi
hampir selalu terjadi setelah kejang.
1.2.Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
Eklampsia terkait definisi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Eklampsia adalah kejang yang terjadi pada ibu hamil dengan pre-eklampsia.
Sedangkan, Pre-eklampsia merupakan hipertensi bersamaan dengan proteinuria yang
terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Gejala hipertensi biasanya muncul
lebih dulu dari pada tanda lain.
2.2. Epidemiologi
Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat
mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, 50%
saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6
minggu postpartum. Preeklamsi merupakan salah satu komplikasi medis yang paling
sering dalam kehamilan, diperkirakan mengenai sekitar 5 - 10% dari seluruh kehamilan
di dunia dan dilaporkan terdapat sekitar 50.000 sampai 76.000 kematian setiap tahun
akibat preeklampsia. Angka kejadian pre-eklampsia di RSUP Sanglah Denpasar,
periode 2002-2003 yaitu sebesar 5,83%, pada periode 2004 - 2005 sebesar 6,06%,
sementara pada periode 2009-2010, dilaporkan sebesar 7,31%.
2.3. Klasifikasi
Secara umum, hipertensi pada kehamilan dikategorikan dalam beberapa kategori:
a. Hipertensi gestasional
Hipertensi yang terjadi pada kehamilan setelah 20 minggu dengan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg tanpa disertai proteinuria.
b. Preeklampsia
Hipertensi yang terjadi pada kehamilan setelah 20 minggu dengan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg dan disertai dengan proteinuria. Preeklampsia dapat
dikategorikan menjadi ringan, sedang, berat.
c. Eklampsia
Kejang disertai dengan gejala preeklampsia.

2
d. Hipertensi kronis
Hipertensi yang menetap oleh sebab apapun yang ditemukan pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu
pasca persalinan.
e. Preeklampsia superimposed
Timbulnya preeklampsia pada wanita yang menderita hipertensi kronis.

Berdasarkan timbulnya serangan eklamsia, eklamsia dibedakan menjadi 3, yaitu:

 Eklampsia antepartum
Eklampsia yang terjadi sebelum persalinan (ini paling sering terjadi)
dengan kejadian 150 % sampai 60 % dan serangan terjadi dalam keadaan hamil.
 Eklampsia intrapartum
Eklampsia saat persalinan. Kejadian sekitar 30 % sampai 35 % saat
sedang inpartu. Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama
saat mulai inpartu.
 Eklampsia postpartum
Eklampsia setelah persalinan. Kejadian ini jarang terjadi. Terjadinya
serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

3
2.4. Patofisiologi

Dari banyak teori yang telah dikemukakan, tidak ada satu pun teori yang
dianggap mutlak benar mengenai penyebab atau faktor resiko terjadinya pre eklampsia.
Teori-teori tersebut di antaranya adalah :
a. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
b. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
c. Teori kelainan pada vaskularisasi plasenta
d. Teori adaptasi kardiovaskular
e. Teori inflamasi
f. Teori defisiensi gizi
g. Teori genetik
Adapun Salah satu teori etiologi preeklamsi yang saat ini cukup banyak
digunakan yaitu teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel. Teori ini
mengatakan adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan sistem
pertahanan antioksidan akibat iskemik plasenta, sehingga terjadi stress oksidatif dan
peningkatan lipid peroksidasi berperan peranan penting didalamnya. Pada kehamilan
normal, setelah terjadi implantasi maka diikuti oleh proses invasi tropoblas pada awal
perkembangan plasenta. Invasi tropoblas terjadi melalui dua mekanisme, yaitu invasi
sitotropoblas ke dalam endometrium sampaisepertiga miometrium, dan invasi
endovaskular ke dalam arteri spiralis. Sel-sel ekstravilous tropoblas yang infiltrasi
dinding pembuluh darah akan menggantikan sel-sel endotel dan otot polos dinding
arteri, sehingga arteri spiralis akan kehilangan tonusnya, dilatasi dan lumennya menjadi
lebih lebar sehingga aliran darah ke plasenta dan janin meningkat. Proses invasi
gelombang pertama berlangsung hingga umur kehamilan 10-12 minggu, kemudian
disusul dengan invasi tropoblas gelombang kedua pada umur kehamilan 14-16 minggu
hingga maksimal umur kehamilan 20 minggu. Proses invasi yang baik akan menjamin
aliran darah yang baik menuju plasenta.
Pada preeklamsi terjadi kegagalan invasi tropoblas ekstravilus ke dalam lumen
arteri spiralis, sehingga aliran darah ke plasenta terganggu dan menyebabkan terjadinya

4
kondisi hipoksia-reoksigenasi tropoblas yang mengakibatkan produksi radikal bebas
berlebihan dan penurunan kadar antioksidan sehingga menyebabkan suatu keadaan
stress oksidatif. Stress oksidatif dianggap merupakan elemen penting dalam
patogenesis preeklamsi yang berujung pada gangguan fungsi endotel dan pada
akhirnya menimbulkan sindroma preeklamsi, walaupun peranannya belum sepenuhnya
dapat diuraikan.
Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel di atas telah
didukung oleh banyak peneliti yang menganggap preeklamsi sebagai salah satu
penyakit dengan ketidak seimbangan antioksidan/oksidan. Banyak peneliti yang
menemukan bahwa preeklamsi merupakan keadaan dengan disfungsi endotel
menyeluruh, termasuk perubahan respon vaskular yang kehilangan resistensinya
terhadap agen-agen vasokonstriktor seperti norepinephrine dan angiotensin II,
berkurangnya produksi prostasiklin endothelial, dan peningkatan produksi fibronektin
selular. Semua gambaran preeklamsi di atas dimiliki juga oleh sejumlah kelainan medis
(atherosclerosis, diabetes, sepsis, dan cedera iskemikreperfusi) yang bersama-sama
diduga penyebab utamanya adalah adanya stress oksidatif. Namun teori patogenesis
yang menekankan terjadinya stress oksidatif diatas tidak dengan mudah dibuktikan dan
dilakukan intervensi. Beberapa penelitianklinis telah dilakukan dengan memberikan
vitamin C dan E sebagai antioksidanpada wanita berisiko menderita preeklamsi, gagal
mengurangi insidensi preeklamsi.
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang dapat bertahan secara
independen dan memiliki elektron tidak berpasangan, sifatnya sangat reaktif dan
dapat mengakibatkan terjadinya reaksi berantai dalam upaya untuk mencari pasangan
elektronnya. Radikal bebas merupakan produk yang senantiasa selalu diproduksi dalam
tubuh manusia. Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, pada saat kehamilan
terdapat peningkatan produksi radikal bebas, dan pada preeklamsi dikatakan
produksinya lebih banyak lagi. Ketika produksi radikal bebas meningkat dan melebihi
kemampuan sistim pertahanan antioksidan dalam tubuh, maka terjadilah suatu keadaan
yang disebut stress oksidatif. Sumber radikal bebas dan stress oksidatif yang terbesar

5
pada kehamilan dipercaya berasal dari stress oksidatif yang terjadi di plasenta, terutama
mitokondria plasenta.
Pada preeklamsi, remodeling arteri spiralis sangat minimal dan perubahan
hanya terjadi pada bagian desidual arteri spiralis dan sebagian besar pembuluh lainnya
tetap dalam keadaan vasoreaktif. Bersamaan dengan berkurangnya invasi
tropoblas ke dalam uterus dan arteri spiralis menyebabkan suplai darah ke plasenta
menjadi sangat berkurang. Gangguan plasentasi ini menyebabkan terjadinya hipoksia
plasenta. Darah ibu yang memasuki ruang intervilus memiliki tekanan dan kecepatan
yang tinggi, bersifat sangat pulsatil, menyebabkan vili plasenta terpapar pada
konsentrasi oksigen yang berfluktuasi. Keadaan ini diperkirakan dapat menyebabkan
cedera tipe Hypoxia-Reoxigenation (H/R), sehingga dihasilkan lebih banyak radikal
bebas maka timbul suatu keadaan stress oksidatif. Pada keadaan stress oksidatif,
terdapat radikal bebas berlebihan, terutama ROS, dan penurunan kapasitas anti oksidan.
Radikal bebas berlebihan ini kemudian bereaksi dengan polyunsaturated fatty acids
(PUFA) pada membran sel dan lipoprotein pada plasma yang membentuk lipid
peroksida, melalui proses lipid peroksidasi. Lipid peroksida merupakan komponen
yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan aktivasi leukosit, adhesi platelet,
vasokonstriksi, kerusakan pada membran sel endotel, dan dapat merusak seluruh
struktur sel endotel. Kerusakan atau gangguan karena lipid peroksidasi pada keadaan
stress oksidatif ini berperan penting menyebabkan gangguan fungsi endotel. Disfungsi
endotel yang terjadi pada preeklamsi akibat terpaparnyamembran sel endotel pada lipid
peroksida dalam keadaan stress oksidatif akan mengakibatkan banyak gangguan,
seperti :
 Menurunnya produksi prostasiklin synthase yang menyebabkan penurunan
produksi prostasiklin
 Aktivasi enzyme cyclooxygenase untuk sintesis tromboksan A2
 Penurunan dan inaktivasi NO
 Peningkatan endothelin
 Agregasi trombosit pada daerah endotel yang rusak yang juga menghasilkan
tromboksan A2

6
 Perubahan khas pada kapiler glomerulus berupa glomerular endotheliosis
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Peningkatan faktor koagulasi
 Meningkatkan mitogenisitas dan apoptosis dari sel vaskular
 Meningkatkan mitogenisitas dan apoptosis dari selvaskular
 Modifikasi oksidatif pada DNA dan protein
 Meningkatkan ekspresi dan aktivasi gen yang sensitive terhadap reaksi
oksidasi, seperti reseptoruntuk LDL teroksidasi, molekul adhesi, faktor
kemotaksis, sitokin peradangan,regulator siklus sel dan matrix
metalloproteinase. Keseluruhan dari gangguandisfungsi endotel di atas secara
bersama-sama dianggap bertanggung jawabmenyebabkan timbulnya gejala
klinis preeklamsia. Stress oksidatif yang terjadi pada plasenta preeklamsi
diyakini menyebabkan terjadinya apoptosis sinsitiotropoblas, yang
meningkatkan lepasnya fragmen-fragmen mikrovillus ke dalam sirkulasi
maternal dan memicu timbulnya reaksi inflamasi.
Adapun stress oksidatif juga diperkirakan dapat mengaktivasi leukosit
pada saat leukosit tersebut berada di plasenta. Lipid peroksida mengaktivasi
leukosit ketika leukosit tersebut bersirkulasi melaluiruangan intervillous.
Kemudian leukosit aktif ini akan menginduksi stressoksidatif pada sirkulasi
maternal pada tempat yang jauh dari plasenta denganmenempel pada sel
endotel dan menyebabkan disfungsi endotel. Beberapa faktor yang dianggap
masuk akal memiliki kontribusi lebihlanjut pada stress oksidatif adalah adanya
debris atau sel apoptotik yang dapatmenyebabkan stimuli proinflamasi
terutama pada keadaan plasenta yangberukuran besar seperti pada kehamilan
kembar, atau plasenta yang kecil sebagaiakibat dari degradasi yang meningkat.
Leukosit dan makrofag yang diaktivasioleh infeksi atau oleh respons imun ibu
yang berlebihan juga mungkin menambahkan stimuli proinflamasi yang pada
akhirnya turut mendukungbertambahnya stress oksidasi.

7
2.5. Diagnosis dan Mnifestasi Klinis Eklampsia
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia dibagi
menjadi ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih tanda
dibawah ini :
- Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih.
- Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada pemeriksaan
kualitatif.
- Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
- Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.
- Edema paru atau sianosis.
Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya preeklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual
keras, nyeri di daerah epigastrium, dan hiperrefleksia. Kejang eklamptik hampir selalu
diawali dengan preeklampsia. Bergantung pada saat terjadinya kejang, apakah
sebelum, saat terjadi atau setelah persalinan. Hal ini disebut sebagai eklampsia
antepartum, intrapartum dan pascapartum. Eklampsia sering terjadi pada trimester
ketiga dan semakin sering ketika kehamilan mendekati aterm.
Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai
dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian
seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat
berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan
tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot-otot
wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara
bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang-kadang begitu hebatnya
sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak
dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot-otot rahang. Fase ini
dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot
menjadi semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tak bergerak.

8
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernapasan berhenti. Selama
beberapa detik penderita seperti meninggal karena henti napas, namun kemudian
penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya pernapasan kembali normal.
Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang-
kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang
berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi
jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun,
pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat
mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang
yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan
kematian.
Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat
mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis
laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat ditemukan sianosis.
Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabla hal tersebut terjadi maka
penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.
2.6.Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada eklampsia yaitu sebagain berikut:
a. Pengendalian kejang dengan Magnesium Sulfat dalam dosis awal yang dibeerikan
intravena. Dosis ini kemudian dilanjutkan dengan infus magnesium sulfat
berkesinambungan.
b. Pemberian obat antihipertensi intermitten untuk menurunkan tekanan darah saat
dianggap terlalu tinggi.
c. Menghindari pemberian diuretik kecuali adanya edema paru yang nyata,
pembatasan pemberian cairan intravena kecuali terdapat kehilangan cairan banyak
dan tidak menggunakan agen hiperosmotik.

9
d. Terminasi kehamilan.
Pemberian Magnesium sulfat jalur intravena dapat diberikan dosis awal sebesar 4
hinga 6 gram yang diencerkan dalam 100mL cairan IV dan diberiksan selama 15
hingga 20 menit. Mulai dosis rumatan infus 2 g/jam dalam 100 mL cairan IV dengan
kecepatan dosis 1g/jam. Syarat pemberian magnesium sulfat dengan memantau
toksisitas, yaitu:

a. Periksa refleks tendon dalam secara berkala.


b. Tidak terdapat bradipneu dan frekuensi nafas ≥ 16 kali permenit.
c. Tidak adanya olguria, produksi urin 0,5 ml/kgbb/jam atau 300 mL/24 jam.
d. Beberapa ahli mengukur kadar magnesium serum pada jam ke-4 hingga 6 dan
menyesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar magnesium antara 4
dan 7 meq/L (4,8 – 8,4 mg/dL).
e. Pemberian magnesium sulfat dihentikan 24 jam postpartum.

Terapi Magnesium sulfat intramuskular intermiten dengan:


- Pemberian 4 gram magnesium sulfat sebagi larutan 20% secara intravena
dengan kecepatan tidak melebihi 1 gram permenit.
- Lanjutkan dengan 10 gram larutan magnesium 50%, separuhnya disuntikkan
profunda di kuadran kanan luar kedua bokong menggunakan jarum ukuran 20
sepanjang 3 inci. (Penambahan 1,0 ml lidokain 2% meminimalkan nyeri). Jika
kejang menetap setelah 15 menit, berikan kembali magnesium sulfat dalam
larutan 20% dengan dosis hingga 2 gram dan kecepatan tidak melebihi
1g/menit.
- Kemudian tiap 4 jam berikan 5 gram larutan magnesium sulfat 50% yang
disuntikan profunda dikuadran kanan luar bokong kanan dan kiri secara
bergantian, dengan syarat pemberian sama dengan pemberian intravena.

10
Tatalaksana pada hipertensi post partum
Drug Dose Contraindications Side Effects
Chronic treatment
Labetalol 100 twice daily -200 Asthma, heart Postural
mg four times daily failure, bradycardi, hypotension,
Atenolol 25-100 mg daily 2nd or 3rd degree AV headache, urinary
block hesitancy, fatigue
Nifedipine 10-40 mg twice Advanced aortic Headache,
daily stenosis tachycardia,
palpitations, flushing
Amlodipine 5-10 mg once daily
Enalapril 5-20 mg twice daily Avoid in Acute Hypotension, cough,
Kidney Injury renal impairment
Acute treatment
Hydralazine 5-10 mg repeated if Serve tachycardia, Headache, anxiety,
necessary high output cardiac arrhythmias flushing
failure
Labetalol 10 mg IV repeated if As chronic treatment As chronic treatment
necessary at 20
minutes intervals
Nifedipine 10 mg sublingual Care to avoid As chronic treatment
repeated if necessary profoumd
at 20 minutes hypotnsion when
intervals used alongside
magnesium sulphate

2.7.Komplikasi
- Solusio plasenta
- Hipofibrinogenemia
- Hemolisis
- Perdarahan otak
- Kelainan mata
- Edema paru-paru.
- Nekrosis hati
- Sindroma HELLP
- Kelainan ginjal
- Kematian ibu dan janin

11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Eklampsia termasuk dalam kegawat daruratan bidang obstretri dimana


merupakan kelanjutan dari pre eklampsia yang disertai dengan keadaan kejang tonik-
klonik (grand mal ) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan
neurologis dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Namun kejang
yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai
sampai 10 hari postpartum. Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai
eclampsia. Tetapi perlu ada batasan untuk mendiagnosis wanita dengan kejang dan
memperhatikan kematian tanpa kejang yang disebabkan oleh preeklampsia berat
(PEB). Eklampsia merupakan kumpulan gejala. Gejala utama yaitu tekanan darah
tinggi dan adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan tekanan darah 140/90 s.d.
<160/110 dan kadar protein semikuantitatif positif 2. Pada eklampsia berat tekanan
darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2. Seluruh kejang
eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia digolongkan menjadi kasus
antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya sebelum
persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Gerakan kejang biasanya
dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Tanda dan gejala
eklampsi didahului dengan memburuknya pre eklampsia dan timbul gejala-gejala nyeri
kepala frontal, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, mual, hiperrefleksia. Gejala
klinisnya yaitu hipertensi, edema dan proteinuria, kejang-kejang dan/atau koma,
kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.

12
DAFTAR PUSTAKA
1. Bandiyah, Siti. 2009, Kehamilan, Persalinan & Gangguan Kehamilan.
Yogyakarta : Nuha Medika
2. Billington, Mary. 2009. Kegawatan Dalam Kehamilan Persalinan. Jakarta :
EGC
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
4. Smith M, Waugh J, Piercy CN. 2012. Management of Post Partum. Royal
College of Obstretricians and Gynaecologist
5. Wylie, Linda. 2010. Gangguan Medis Kehamilan dan Persalinan. Jakarta :
EGC
6. Yulaiah, Laily. 2008. Kehamilan. Jakarta : EGC

13

Anda mungkin juga menyukai