Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan

Pancasila bukanlah hanya sekedar lambang negara Indonesia. Lebih dari itu, Pancasila
memiliki banyak makna dan peran bagi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan dasar Negara
dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar Negara, Pancasila dijadikan sebagai
dasar dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai suatu ideologi
bangsa dan Negara Indonesia, Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai adat-istiadat, nilai
kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia.
Nilai yang ada dalam Pancasila memiliki serangkaian nilai, yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kondisi bangsa Indonesia saat ini dapat identifikasi
dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat Indonesia yang tercermin dari tingkah
laku sehari-hari.
Tiap isi dari butir-butir dan nilai di dalam Pancasila mengandung suatu sikap dan perintah
yang sangat nyata untuk kita patuhi dan kita laksanakan. Penanaman nilai Pancasila tidaklah
mudah kita praktekkan dalam kehidupan, bahkan nilai Pancasila kini semakin menjauh dari
keseharian kita. Pencerminan nilai-nilai dalam Pancasila sangat penting untuk dipegang,
untuk mewujudkan serta mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
Secara formalitas hampir semua rakyat Indonesia mengakui bahwa dasar negara kita adalah
Pancasila. Pertanyaanya sekarang adalah apakah seluruh rakyat Indonesia, baik yang menjadi
penguasa maupun rakyat biasa sudah menerima sepenuhnya Pancasila dan berusaha
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari? Kalau memperhatikan kondisi
bangsa saat ini masih terpuruk dengan berbagai krisis yang belum kunjung selesai, rasanya
kita sebagai bangsa harus berani mengakui bahwa nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya
kita amalkan. Pancasila masih sebatas retorika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Selain permasalahan di atas, banyak lagi masalah yang mengganggu
eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa seperti serbuan ideologi lainnya yang ingin
mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa, dan ideologi tersebut tidak sesuai dengan
keberagaman yang ada di indonesia.
Nilai ketuhanan belum sepenuhnya diimplementasikan, karena kerukunan hidup beragama
masih belum sepenuhnya tercipta. Kasus Ambon dan Poso dan yang terbaru adalah kasus
Pilkada DKI Jakarta tahun 2016 bisa menjadi suatu bukti. Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab masih belum terwujud sepenuhnya, karena masih banyak kekerasan yang kita
saksikan. Nilai persatuan Indonesia belum menjadi pilihan sikap seluruh bangsa Indonesia,
karena masih ada saudara kita yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Nilai
permusyawaratan perwakilan masih jauh dari harapan, karena masih banyak saudara kita
yang menyelesaikan suatu persoalan dengan cara-cara kekerasan serta anarkis. Nilai keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia juga masih belum sepenuhnya terlaksana, karena angka
kemiskinan dan pengangguran masih cukup tinggi.
Solusi terbaik untuk mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan di atas, adalah dengan
kembali ke nilai-nilai Pancasila. Pertanyaannya adalah bagaimana cara kembali ke Pancasila?
Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilai-nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang
hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Pancasila yang
sesungguhnya berada dalam tataran teori harus diturunkan ke dalam hal-hal yang sifatnya
aplikasi. Sebagai ilustrasi nilai sila kedua Pancasila harus diimplementasikan melalui
penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh, aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa
dan hakim, harus tegas dan tanpa kompromi menindak para pelaku kejahatan, termasuk
koruptor. Jadi, membumikan Pancasila salah satunya adalah dengan penegakan hukum secara
tegas. Tanpa penegakkan hukum yang tegas, maka Pancasila hanya rangkaian kata-kata tanpa
makna dan nilai serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.
Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Pada tataran pendidikan formal perlu pembenahan pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama ini,
dianggap oleh banyak kalangan “gagal” sebagai media penanaman nilai-nilai Pancasila.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah
pengetahuan ranah kognitif, sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih kurang
diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan cenderung
menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas
tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari. Sungguh dua realitas yang
sangat kontras dan kontradiktif. Oleh karena itu, pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
harus dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu menjadi alat penanaman nilai-nilai
Pancasila bagi generasi muda.
Pada tataran masyarakat, internalisasi Pancasila gagal menjadikan masyarakat Pancasilais.
Hal ini disebabkan Pancasila justru dipolitisasi untuk kepentingan kekuasaan. Ketika
reformasi seperti saat ini, Pancasila justru semakin jauh dari perbincangan, baik oleh
masyarakat maupun para elit politik. Pancasila seakan semakin menjauh dari keseharian kita.
Sungguh ironis, sebagai bangsa pejuang yang dengan susah payah para pendiri negara
founding father menggali nilai-nilai Pancasila dari budaya bangsa, kini semakin pudar dan
tersisih oleh hiruk pikuk reformasi yang belum mampu menyelesaikan krisis multidimensi
yang dialami bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, perlu dicari suatu model
internalisasi nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat yang tepat dan dapat diterima, seperti
melalui pendekatan agama dan budaya.
Ketiga, ketauladanan dari para pemimpin, baik pejabat negara maupun tokoh masyarakat
serta tokoh agama. Dengan ketauladanan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, diharapkan
masyarakat akan mengikutinya. Hal ini disebabkan masyarakat kita masih kental dengan
budaya yang cenderung mengikuti perilaku pemimpinnya. Sudah semestinya kita bangga
kepada bangsa dan negara Indonesia yang berideologikan Pancasila. Mari kita kembali ke jati
diri bangsa dalam menyelesaikan setiap masalah kebangsaan yang kita hadapi dengan
musyawarah serta gotong royong. Dari berbagai masalah di atas, mari kita mengembalikan
eksistensi Pancasila dalam kehidupan berbangsa, yaitu dengan kembali menanamkan nilai-
nilai pancasila serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, Pancasila
terbukti ampuh dalam menjaga keutuhan NKRI dari perpecahan, karena fitnah, adu domba,
saling mencela, serta menghembus isu-isu SARA bukanlah nilai dari pancasila. Nilai-nilai
pancasila itu seperti bermusyawarah serta gotong royong.

Eksistensi Pancasila Dalam Mengahadapi Sekulerisme, Liberalisme Dan Komunisme

1. Eksistensi Pancasila Dalam Menghadapi Sekulerisme


Sekularisme, sekulerisme, atau sekuler saja dalam penggunaan masa kini secara garis besar
adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus
berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan
beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka
yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama
tertentu.
Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia,
terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan
fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.Dalam istilah politik, sekularisme adalah
pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat berupa hal
seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama negara, menggantikan hukum
keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan pembedaan yang tidak adil dengan dasar
agama. Hal ini dikatakan menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan
beragama minoritas.
Sekularisme, seringkali dikaitkan dengan Era Pencerahan di Eropa, dan memainkan peranan
utama dalam peradaban Barat. Prinsip utama Pemisahan gereja dan negara di Amerika
Serikat, dan Laisisme di Prancis, didasarkan dari sekularisme.
Kebanyakan agama menerima hukum-hukum utama dari masyarakat yang demokratis namun
mungkin masih akan mencoba untuk memengaruhi keputusan politik, meraih sebuah
keistimewaan khusus atau. Aliran agama yang lebih fundamentalis menentang sekularisme.
Penentangan yang paling kentara muncul dari Kristen Fundamentalis dan juga Islam
Fundamentalis. Pada saat yang sama dukungan akan sekularisme datang dari minoritas
keagamaan yang memandang sekularisme politik dalam pemerintahan sebagai hal yang
penting untuk menjaga persamaan hak.

Negara-negara yang umumnya dikenal sebagai sekuler di antaranya


adalah Kanada, India, Prancis, Turki, dan Korea Selatan, walaupun tidak ada dari negara ini
yang bentuk pemerintahannya sama satu dengan yang lainnya.
Di Indonesia sendiri sekularisme merupakan sebuahbentuk dari sistem pemerintahan lebih
tepatnya sebagai negaramoderat dengan adanya pancasila di sila pertama yang
berbunyi“Ketuhanan yang maha Esa” yang mana pernyataan tersebuttidak menunjukkan
pembelaan pada agama tertentu. Tetapi,bermaksud menegaskan bahwa agama-agamadi
Indonesiaberintikan satu Tuhan, yaitu Yang Maha Esa. Akan tetapi yangmembedakan
Indonesia dengan Negara sekuler lainnya adalahdengan adanya departemen yang mengurus
persoalan agama,padahal negara sekuler yang murni tidak boleh ikut campurdalam persoalan
agama. Agama hanya menjadi wilayah keluargadan masyarakat.Sekularisme dan Negara
Agama merupakan sebuah ideologi yang bisa saja diterapkan di berbagai Negara di Dunia,
begitu pula Indonesia. Akan tetapi Indonesia memilki sebuah Ideologi Alternatif yang
menjadi pilihan bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila (Intan 2006:18) merupakan
solusi atau Ideologi alternatif dari dua perlawanan Ideologi: Negara Sekular, di mana agama
benar-benar berpisah dari Negara dan Negara Agama, di mana Negara diatur berdasarkan
satu Agama tertentu. Dalam ideologi Pancasila, Agama bangsa Indonesia didorong untuk
berkontribusi nyata pada kehidupan publik Indonesia (ibid).

2. Eksistensi Pancasila Dalam Menghadapi Liberalisme

Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu.[2] Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama.[2]
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini
dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.[3]. Banyak suatu
negara yang tidak mematuhi peraturan tersebut
Dalam negara liberal, kehidupan beragama diatur secara bebas sehingga muncul sekelompok
orang yang atheis (tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan penolakan terhadap agama).
Hal tersebut tentunya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama,
dimana bangsa Indonesia mengakui adanya nilai-nilai ketuhanan. Liberalisme dalam aspek
ekonomi menjelaskan bahwa perekonomian adalah bidang yang harus dikembangkan sesuai
dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian memang seharusnya berdasar
prinsip pasar bebas (free market). Artinya semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar
bebas, campur tangan dari pihak penguasa tidak dibenarkan. Bisa diartikan bahwa pada aspek
ekonomi biarkan individu, kelompok atau suatu masyarakat mengatur segala hal untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah. Termasuk pemerintah
tidak diperbolehkan untuk menentukan harga pasar. Hal ini bertentangan dengan penjelasan
pada Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa dalam pasal 33 tercantum dasar
demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan,
bukan kemakmuran orang seorang. Selanjutnya dikatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh karena itu
harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Dalam politik, liberalisme menetang adanya kekuasaan yang otoriter. Dengan kata
lain ideologi liberal ini dapat diwujudkan dalam sistem demokrasi karena sama-sama
memberikan kebebasan pada individu. Dalam aspek politik ini liberalisme agaknya cocok
diterapkan di Indonesia dimana individu diberikan kebebasan sehingga masyarakat dapat
menyatakan pendapat dan aspirasi mereka namun tetap dengan mekanisme
pertanggungjawaban. Namun di sisi lain seperti yang dapat kita ketahui bahwa di negara-
negara yang menganut paham liberal biasanya melakukan pengambilan keputusan melalui
sistem voting. Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Nilai-nilai sosial-politik ideologi liberalisme yang
bersifat ekstrem dan bertentangan dengan ideologi Pancasila tersebut adalah sebagai
berikut:Pertama. ideologi liberalisme menawarkan prinsip kebebasan individual secara
mutlak. Sementara dalam Pancasila adalah pengakuan kebebasan/ kemerdekaan yang tetap
berpijak pada nilai-nilai moral, kesusilaan, dan mempertimbangkan aspek keadilan sosialDua,
ideologi liberalisme menghendaki adanya sistem pengelolaan perekonomian secara bebas dan
tidak menghendaki adanya keterlibatan negara (pemerintah) dalam menciptakan
kesejahteraan sosial-ekonomi rakyat. Kesejahteraan masyarakat akan tercipta jika mekanisme
pasar berjalan secara efisien, dan agar dapat berjalan secara efisien pemerintah tidak perlu
terlibat terlalu jauh dalam pengelolaan makro ekonomi negara. Menurut ideologi Pancasila,
kesejahteraan sosial-ekonomi rakyat merupakan tujuan dari hakikat nation state itu didirikan,
sehingga menciptakan kemakmuran rakyat menjadi tanggung jawab politik negara melalui
keterlibatannya dalam pengelolaan perekonomian.Tiga, ideologi liberalisme menganut sistem
nilai demokrasi yang menggunakan ukuran pembenaran berdasarkan kebutuhan diktator
mayoritas, sehingga untuk mencapainya cukup dengan ukuran 50% ditambah 1 selesai.
Namun demokrasi yang dicita-citakan ideologi Pancasila tidaklah begitu, perwujudan
demokrasi harus tetap memberikan perlindungan terhadap eksistensi kepentingan kelompok
minoritas sehingga proses penentuan keputusan menurut Pancasila tidak bisa atau tidak
cukup dengan hanya 50% ditambah 1 tetapi harus melalui musyawarah untuk merumuskan
sebuah keputusan dalam perspektif kepentingan bersama yang berkeadilan.Meskipun begitu
dalam praktiknya nilai-nilai liberalisme di Indonesia tetaplah tidak menemui hambatan yang
berarti untuk dijalankan dan diterapkan, bahkan harus diakui intensitasnya sekarang ini sudah
dapat dikategorikan telah melembaga cukup kuat, baik dalam tatanan kehidupan masyarakat
maupun dalam praktik penyelenggaraan negara. Sebagian masyarakat Indonesia sekarang ini
sudah mulai cenderung untuk bersikap kebarat-baratan, sok kapitalis dan membenarkan
prinsip liberalisme demi mengejar tujuan hidup yang hanya mementingkan kepuasan material
saja. Bagi mereka nilai sosial-budaya yang ditawarkan oleh gerakan globalisasi dianggap
lebih modern, lebih maju dan lebih memiliki kelas sosial yang tinggi. Padahal jika disikapi,
masyarakat Indonesia (kita) hanya ditempatkan sebagai peniru untuk kemudian digiring
kedalam pola pikir pragmatis, dan dijerembabkan pada tingkat ketergantungan yang tinggi.
tanpa adanya kepekaan politik terhadap identitas nasional dan lokal. Oleh karena itu jika hal
ini dibiarkan, akan menjadi bentuk cultural imperialism baru yang mengancam eksistensi
identitas kultural nasional dan lokal tersebut, padahal identitas nasional dan lokal merupakan
dasar bagi ketangguhan nation state. Keterjebakan kedalam pemikiran liberal juga terjadi
pada praktik penyelenggaraan pemerintahan, hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan
ekonomi yang dijalankan negara yang lebih berorientasi pada kepentingan pasar global
ketimbang untuk melindungi kepentingan domestik. Ukuran-ukuran yang selalu menjadi
dasar adalah demi meningkatkan efisiensi ekonomi dan efektivitas kepentingan pasar.

Karena begitu pesatnya arus globalisasi, masyarakat indonesia sudah mulai mengikuti budaya
barat yang sesungguhnya tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai-nilai yang tercantum
dalam pancasila. Selain itu, pemahaman yang salah tentang Hak asasi manusia yang
diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau
mengganggu hak orang lain. Selain itu, sejumlah amandemen terhadap UUD 1945 telah
mengubah haluan negara Indonesia menjadi ke arahpaham liberalisme. Budaya politik
musyawarah mufakat yang menjadi karakter bangsa diubah menjadi persaingan bebas politik
tanpa batas.ditambah lagi kita juga mengubah landasan kerjasama di bidang ekonomi menjadi
berlandaskan pada persaingan bebas. Dari hal itu semua sudah jelas bahwa tanpa disadari
bangsa kita telah menganut paham liberalisme yang tidak cocok diterapkan dan sangat
merugikan bagi bangsa indonesia. Karena bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat
dalam Pancasila.

Peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan
penting. sebagai ideologi terbuka , Pancasila pada prinsipnya dapat menerima unsur – unsur
dari bangsa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai – nilai dasarnya. Oleh karena itu
tidak menutup kemungkinan pemahaman dan pengamalan Pancasila selalu berkembang
sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang
berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap
bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan
mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup,
suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta
mencari solusi dari persoalan tersebut .

3 Eksistensi Pancasila Dalam Menghadapi Komunisme


Komunisme adalah suatu paham anti-kapitalisme, dimana dalam penerapannya tidak
mengakui kepemilikan akumulasi modal pada individu dan seluruh alat-alat produksi
dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakya secara merata. Pada dasarnya, ideologi
komunisme bertentangan dengan Pancasila karna dalam komunisme sangat membatasi
demokrasi dan tidak mengakui adanyak hak perorangan.
Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis sebagai alat
pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan akumulasi modal pada
individu. pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan sebagai milik rakyat dan oleh
karena itu, seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat
secara merata, Komunisme memperkenalkan penggunaan sistem demokrasi keterwakilan
yang dilakukan oleh elit-elit partai komunis oleh karena itu sangat membatasi
langsung demokrasi pada rakyat yang bukan merupakan anggota partai komunis karenanya
dalam paham komunisme tidak dikenal hak perorangan sebagaimana terdapat pada
paham liberalisme.
Pancasila bukanlah ideology biasa seperti ideology negara-negara pada umumnya. Jika
negara Amerika Serikat memiliki ideology liberal dan negara Uni Sovyet memiliki ideology
komunisme maka Indonesia memiliki Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa bernegara.
Sebenarnya isi yang terkandung di dalam Pancasila merupakan kritik dari dua ideology besar
dunia yaitu liberalism dan komunisme. Paham komunis merupakan paham yang tidak
menganggap eksistensi Tuhan dalam kehidupan bernegara, kritik dari Pancasila ditunjukkan
dengan pilar pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Ketika sidang perumusan dasar
negara, Soekarno memberikan rancangan meliputi lima dasar yaitu kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme (Perikemanusiaan), mufakat (demokrasi), kesejahteraan social dan
Ketuhanan yang berkebudayaan kemudian kelima dasar ini diperas menjadi trisila, yaitu
ketuhanan yang berkebudayaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Akhirnya jadilah
Pancasila dengan lima sila yang meliputi: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dan Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Menurut Soekarno, prinsip Ketuhanan yang dimaksud adalah hendaknya negara
Indonesia menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa, segenap rakyat hendaknya ber-
Tuhan dengan berkebudayaan yakni tidak adanya "egoism agama". Ketuhanan yang
berkebudayaan dimaksudkan adalah ke-Tuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang
saling menghormati satu sama lain. Indonesia dibentuk bukan hanya untuk satu golongan
(golongan bangsawan, golongan orang kaya), bukan untuk satu agama yaitu agama Islam saja
tetapi negara ini didirikan "semua buat semua". Jika nilai-nilai ini benar-benar
diinternalisasikan kepada masing-masing individu maka tidak akan pernah terjadi kerusuhan
dengan alasan suatu ajaran agama. Sila kemanusiaan dan sila persatuan diperas menjadi satu
sila yaitu sosio-nationalisme. Menurut Soekarno, setiap manusia Indonesia diharapkan
memiliki sifat setia terhadap bangsa Indonesia, harus cinta terhadap negara Indonesia akan
tetapi nasionalisme ini janganlah menjadikan kita untuk tidak menghormati atau mengakui
keberadaan bangsa-bangsa lain karena yang perlu diingat adalah bangsa Indonesia ini
sangatlah kecil jika dibandingkan dengan dunia yang luas. Persatuan bangsa Indonesia
beracuan pada persatuan dunia, persaudaraan dunia. Seperti ungkapan Gandhi "saya seorang
nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan, my nasionalism is humanity".
Sila mufakat dan kesejahteraan social diperas menjadi sosio-demokrasi. Yang diinginkan
oleh pendiri bangsa adalah demokrasi social bukanlah demokrasi barat tetapi antithesis
demokrasi barat (liberal/individu, soaialisme, komunisme). Dalam beberapa kejadian yang
telah terjadi dan memungkinkan akan terjadi kembali yaitu isu kembalinya atau bangkitnya
komunisme di Indonesia. Dalam beberapa daerah di Indonesia, telah banyak aksi mereka
seperti pembagian kaos, aksesoris, dan barang lainnya yang berlambang ‘ Palu Arit’ yang
disebarkan agar dapat digunakan oleh warga Indonesia. Bukan hanya itu, telah banyak film
bertema Komunisme yang mengangkat cerita tentang pengikut PKI yang dianiaya dan
disakiti oleh pemerintah Indonesia. Dengan berdalih Hak Asasi Manusia, mereka para
pengikut PKI optimis akan menjadi suatu kekuatan untuk bangkitnya komunisme di
Indonesia. Upaya yang dilakukan seperti mempengaruhi warga dengan memutarbalikan
fakta, menyelenggarakan bakti sosial dengan tema kasih sayang komunisme yang bertema
‘satu rasa sama rata’ dan banyak hal lain merupakan senjata atau upaya mereka untuk
membangkitkan Komunisme di Indonesia..

Anda mungkin juga menyukai