Anda di halaman 1dari 4

LTM 2

Implementasi Muamalah di Bidang Hukum


Syahdan Dafa Qatrunnada
1906384932

Pendahuluan
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama
Islam. Sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan
lebih dahulu, sebab, kadangkala membingungkan, kalau tidak diketahui persis
maknanya. Yang dimaksud adalah istilah-istilah (1)hukum, (2)hukm dan ahkam,
(3)syariah atau syariat. (4)fiqih atau fiqh dan beberapa kata lain yang berkaitan dengan
istilah-istilah tersebut. Kata hukum berasal dari hukm dalam Bahasa arab. Artinya,
norma atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan
untuk menilai tingkah-laku atau perbuatan manusia dan benda. Hukum Islam
mempunyai konsepsi yang dasar dan kerangkanya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi
juga hubungan-hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu
mempunyai berbagai hubungan-hubungan seperti manusia dengan Tuhan, manusia
dengan dirinya sendiri, manusia dan manusia lain dan manusia dengan benda dalam
masyarakat serta alam sekitarnya.
Dalam sistem hukum Islam ada 5 lima hukm atau kaidah yang dipergunakan
sebagai patokan, baik di bidang ibadah maupun dilapangan muamalah. Kelima jenis
kaidah tersebut, disebut al-ahkamal-khamsah atau penggolongan hukum yang lima
yaitu (1)jai’iz atau mubah/ibahah, (2)sunnat (3)makruh (4)wajib dan (5)haram.
Penggolongan hukum yang lima ini, didalam kepustakaan hukum Islam disebut
juga hukum taklifi yakni norma atau kaidah hukum Islam yang mungkin mengandung
kewenangan terbuka, yaitu kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu hukum taklifi itu, mengandung anjuran untuk dilakukan karena jelas
manfaatnya bagi pelaku(Sunnah). Mungkin juga mengandung kaidah yang seyogianya
tidak dilakukan karena jelas tidak berguna dan akan merugikan orang yang
melakukannya (makruh). Mungkin juga mengandung perintah yang wajib dilakukan
(fardhu/wajib), dan mengandung larangan untuk dilakukan (haram).
Ruang-Lingkup Hukum Islam
Jika kita bandingkan hukum Islam bidang muamalah ini dengan hukum Barat
yang membedakan antara hukum privat (hukum perdata) dengan hukum publik, maka
sama halnya dengan hukum adat di tanah air kita, hukum Islam tidak membedakan
(dengan tajam) antara hukum perdata dengan hukum publik. Ini disebabkan karena
menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada
hukum public ada segi-segi perdatanya.
Itulah sebabnya maka dalam hukum Islam tidak dibedakan kedua bidang hukum
itu. Yang disebutkan adalah bagian-bagiannya dalam arti luas sebagai berikut :
(1)munakahat, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian serta akibat-akibatnya, (2) wirasah mengatur segala masalah yang
berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan.
Hukum kewarisan Islam disebut juga hukum fara’id, (3) muamalat dalam arti khusus,
mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam
soal jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan dan sebagainya. (4)
Jinayat yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam
dengan hukuman baik dalam jarimahudud (perbuatan pidana yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul) maupun dalam jarimahta’zir (perbuatan pidana yang
ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa), (5)ah-ahkam as-sulthaniyah,
membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara,pemerintahan, baik
pusat,daerah,tentara,pajak, dsb, (6) siyar, mengatur urusan perang dan damai, tata
hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain, (7) mukshamat mengatur soal
peradilan, kehakiman dan hukum acara.
Jika bagian-bagian hukum Islam bidang muamalah dalam arti luas dibandingkan
dengan susunan hukum barat, maka dapat disamakan dengan (1) hukum perkawinan,
(2) hukum kewarisan, (3) hukum benda dan hukum perjanjian, perdata khusus, (4)
hukum pidana, (5) hukum ketatanegaraan yakni tata negara dan administrasi negara,
(6) hukum internasional, dan (7) hukum acara.
Ciri-ciri Hukum Islam
Dari uraian diatas dapat ditandai ciri-ciri utama hukum islam, yakni :
(1) Merupakan bagian dan bersumber dari agama islam.
(2) Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau
akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam.
(3) Mempunyai dua istilah kunci yakni (a) syariat dan (b)fiqih.
(4) Terdiri dari dua bidang utama yakni (a) ibadah dan (b) muamalah dalam arti luas.
(5) Strukturnya berlapis, terdiri dari (a) teks Al-Qur’an, (b) Sunnah Rasul (untuk
syariat), (c) hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang wahyu dan
Sunnah, (d) pelaksanaannya dalam praktik berupa (i) keputusan hakim maupun
berupa (ii) amalan-amalan umat islam dalam masyarakat (untuk fiqih).
(6) Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala.
(7) Dapat dibagi menjadi (a)hukum taklifi atau hukum taklifi-ahkam al-khamsah
yang terdiri dari 5 jenis hukum,yakni, ja’iz,sunnat,makruh,wajib dan haram dan
(b) hukum wadh’i yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau
terwujudnya hubungan hukum.
(8) Berwatak universal, berlaku abadi untuk umat islam dimanapun dan kapanpun.
(9) Menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan
jasmani serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara
keseluruhan.
(10) Pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh iman dan akhlak muslimin
Tujuan Hukum Islam
Kepentingan-kepentingan yang harus dipelihara oleh hukum Islam ada 5, yaitu
pemeliharaan (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta.
Pemeliharaan (1) agama merupakan tujuan pertama hukum islam. Sebabnya
adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama islam
selain komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap muslim
serta akhlak yang merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syariah yang
merupakan jalan hidup seorang muslim baik dalam berhubungan dengan manusia lain
dan benda dalam masyarakat. Hukum Islam harus menjamin kemerdekaan setiap orang
untuk beribadah menurut keyakinan (agama) nya.
Pemeliharaan (2) jiwa. Hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup
dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang pembunuhan
sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia sebagaimana Allah berfirman :

‫َّللا ُ إ ِ ََّل ب ِ الْ َح قِ ۗ َو َم ْن ق ُت ِ َل‬


َّ ‫س ال َّ ت ِ ي َح َّر َم‬ َ ْ‫َو ََل ت َقْ ت ُل ُوا ال ن َّف‬
ُ ‫ف ف ِ ي الْ ق َ ت ْ ِل ۖ إ ِ ن َّه‬ ْ ‫َم‬
ْ ُ ‫ظ ل ُو ًم ا ف َق َ دْ َج ع َلْ ن َا لِ َو لِ ي ِ ِه سُ لْ طَ ا ن ًا ف َ ََل ي‬
ْ ‫س ِر‬
‫ور ا‬
ً ‫ص‬ ُ ْ‫كَ ا َن َم ن‬
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa
dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS Al-Isra:33)

Pemeliharaan (3) akal sangat dipentingkan oleh hukum islam, karena dengan
mempergunakan akalnya, manusia dapat berpikir tentang Allah, alam semesta dan
dirinya sendiri. Dengan mempergunakan akalnya manusia dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku
dan pelaksana hukum islam. Untuk itulah hukum Islam melarang minuman yang
memabukkan dan menghukum setiap perbuatan yang dapat merusak akal manusia.

Pemeliharaan (4) keturunan, agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan
umat manusia dapat diteruskan. Hal ini tercemin dalam hubungan darah yang menjadi
syarat untuk dapat saling mewarisi (QS 4:11), larangan-larangan berzina (QS 17:32).
Hukum kekeluargaan dan kewarisan Islam adalah hukum-hukum yang secara khusus
diciptakan Allah untuk memelihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan.

Pemeliharaan (5) harta. Menurut ajaran agama Islam, harta adalah pemberian
Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan
melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum islam melindungi hak manusia
untu memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi
kepentingan harga seseorang, masyarakat dan negara, misalnya penipuan (QS 4:29),
penggelapan (QS 4:58), perampasan (QS 5:33), pencurian (QS 5 :38), dan kejahatan lain
terhadap harta orang lain. Peralihan harta seseorang setelah ia meninggal dunia pun
diatur dengan baik dan adil berdasarkan fungsi dan tanggung jawab seseorang dalam
kehidupan rumah tangga dan masyarakat (QS 4:7, 11, 12, 167, dan lain-lain).

Sumber : “Buku Ajar Matakuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam”,


Cetakan ke-empat, oleh Drs. Mujilan, M.Ag. dkk., terbitan Midada
Rahma Press, Depok, 2019, hal. 149-157.
Materi Ltm : Implementasi Muamalah dalam Kehidupan Sosial.

Anda mungkin juga menyukai