Anda di halaman 1dari 12

Nama : Sumiyati

NIM : 201170023

JAWABAN :

1. Agar mahasiswa memiliki pemahaman kedudukan geografi regional dalam ilmu


geografi, mahasiswa mampu memahami tentang konsep region, memahami variasi
region dilihat dari karakteristik, dinamika dan persebaran kondisi fisik, sosial, ekonomi,
budaya maupun historisnya.

Dengan pemahaman tersebut mahasiswa mampu melakukan regionalisasi atau


pewilayahan.

Melalui langkah regionalisasi yang disesuaikan dengan tujuan tertentu, mahasiswa akan
dapat lebih mudah menalar kondisi, potensi maupun permasalahan suatu region
sehingga akan lebih mudah memberikan sumbangan pemikiran untuk pembangunan
daerah dan nasional.

“Muhammad Rifad Fakhrozi”

Sumber : https://elisa.ugm.ac.id/community/show/gri-estuning-tyas-wulan-mei/
2. ”Andai laut tak memisahkan kita”. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia,
dengan lebih dari 17.500 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 80.000 km.
Selama ini, banyak orang memandang laut sebagai pemisah daratan. Perspektif dari
kacamata transportasi berbasis daratan telah membuat kita terasing dan kurang
memanfaatkan kekuatan dan kelebihan laut. Padahal, sedikit menggeser cara pandang
ini membuat kita dapat melihat Indonesia sebagai satu kesatuan, bukan sekadar pulau-
pulau terpisah.

Sebagai negara kepulauan yang luas dan berada persilangan


rute perdagangan Internasional, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis dan
berpotensi memberikan keunggulan dan keuntungan apabila lautnya dapat dikelola
secara tepat.
SUMBER :
https://www.kompasiana.com/eddysumarsono/58521ab823afbd4e0d1ecff2/memandang-
laut-sebagai-pemersatu-bangsa

3. Sebagai negara berkembang, pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadi


salah satu hal yang penting dan fundamental. Hal ini dikarenakan infrastruktur yang
baik tentu akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat serta perekonomian nasional.
Infrastruktur seperti jalan, listrik, sumber daya air, transportasi dan kesehatan serta
pemukiman perlu dikelola dengan baik oleh negara.
Melalui pembangunan infrastruktur diharapkan pertumbuhan ekonomi dan sosial
yang berkeadilan dapat dicapai dan daya saing ekonomi nasional secara global dapat
ditingkatkan yang tentunya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Perkembangan infrastruktur yang diharapkan selalu berkembang lebih baik, tapi
faktanya bertahun-tahun saat ini perkembangan infrastruktur di Indonesia malah sangat
mencemaskan. Pembangunan infrastruktur dirasakan tidak merata diseluruh wilayah
Indonesia. Dapat dilihat terdapat ketimpangan dalam pembangunan infrastruktur antara
Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI), secara umum
diketahui bahwa infrastruktur di Pulau Jawa lebih maju jika dibandingkan dengan
infrastruktur di luar Pulau Jawa. Misalnya, panjang jalan di Indonesia hampir mencapai
hampir sepertiganya berada di Pulai Jawa, 80% kapasitas listrik nasional berada di
sistem Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Demikian pula sambungan telepon dan kapasitas
air bersih yang lebih dari setengahnya berada di Pulau Jawa-Bali. Ketimpangan dapat
dilihat dari besarnya investasi yang berada di Pulau Jawa, padahal luasnya hanya
mencakup 7% dari seluruh wilayah Indonesia. Pulau Jawa merupakan penyumbang
PDB terbesar Indonesia menghasilkan lebih dari 60% total output Indonesia (BPS,
2007).
Dapat dilihat keadaan infrastruktur di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Infrastruktur Jalan
Jalan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi transportasi darat.
Fungsi jalan adalah sebagai penghubung suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Jalan
merupakan infrastruktur penting untuk memperlancar distribusi barang dan faktor
produksi antar daerah serta meningkatkan mobilitas penduduk. Secara umum kondisi
infrastruktur jalan di Indonesia masih sangat lamban dibandingkan dengan di negara-
negara tetangga lainnya (ISEI,2005). Pembangunan jalan tol di Indonesia telah dimulai
sejak 26 tahun lalu, namun total panjang jalan tol yang telah dibangun saat ini hanya
570 kilometer (km). Selain itu panjang jaringan non-tol di Indonesia telah mencapai
310.029 km.
Penyebaran pembangunan jaringan jalan juga tidak merata, cenderung terpusat
di Pulau Jawa dan Sumatra. Walupun pembangunan jalan terus dilakukan, namun
selama ini pembangunan tersebut terfokus pada Kawasan Indonesia Barat. Hal ini
terlihat dari total panjang jalan yang dibangun di Sumatra dan Jawa mencapai lebih dari
60% dari total panjang jalan secara keseluruhan.
Selain masalah pembangunan jalan, pemeliharaan jalan yang sudah ada
merupakan hal penting. Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan kondisi jalan
mengakibatkan kondisi jalan mudah rusak. Data dari Kementerian Pekerjaan Umum
menyebutkan, saat ini secara keseluruhan kondisi jalan rusak di Indonesia mencapai
3.800 kilometer atau 10 persen jika dibandingkan dengan total panjang jalan nasional
yang mencapai 38.500 kilometer. Hampir setiap wilayah di Indonesia, tidak terlepas dari
persoalan jalan rusak. Tingkat kerusakan jalan terparah ada di wilayah III atau di
Indonesia Timur. Sekitar 17,72 persen dari total panjang jalan di wilayah tersebut
dinyatakan rusak. Pemandangan dan kondisi serupa juga terjadi di wilayah I sepanjang
Aceh hingga Lampung. Sekitar 11,84 persen dari total panjang jalan di wilayah ini,
dinyatakan rusak. Sedangkan wilayah II yang meliputi Jawa, Kalimantan, dan Nusa
Tenggara, tingkat kerusakannya mencapai 7,97 persen dari total panjang jalan yang ada.
Kerusakan jalan tidak hanya dinikmati warga di wilayah-wilayah tersebut.
Warga di ibukota dan sekitarnya juga harus menerima kondisi jalan yang tidak sesuai
harapan. Dari total panjang jalan nasional di Jabodetabek yang mencapai 420 kilometer,
15 kilometer dinyatakan dalam kondisi rusak. Pemerintah mengklaim kondisi jalan yang
rusak ringan 0,8 persen dari keseluruhan jalan nasional. Sedangkan kondisi jalan yang
masuk kategori rusak berat sebesar 9,2 persen dari panjang jalan nasional keseluruhan
38.500 kilometer.
Dapat dikatakan secara umum, keadaan infrastruktur jalan di Indonesia masih
kurang mendukung untuk menarik investasi, baik dari segi panjang jalan maupun
keadaan jalan.
b. Infrastruktur Listrik
Energi listrik adalah salah satumber energi vital yang diperlukan sebagai sarana
pendukung produksi atau kehidupan sehari-hari, tenaga listrik memegang peranan
penting dalam upaya mendukung pembangunan nasional. Dapat dilihat bahwa dari
tahun ke tahun konsumsi listrik di Indonesia terus meningkat, baik dari jumlah
pelanggan rumah tangga, kelompok usaha maupun lainnya. Namun peningkatan
konsumsi seharusnya didukung oleh penambahan kapasitas produksi listrik dari
pembangunan pembangkit-pembangkit listrik baru. Sehingga pemadaman akibat
kekurangan pasokan listrik dapat dikurangi. Hal tersebut mulai dirasakan di beebagai
daerah di luar Pulau Jawa yang sering mengalami pemadaman total (black out),
contohnya di Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan dan Lampung. Di Pulau Jawa
sendiripun masih sering terjadinya pemadaman listrik secara bergilir.
Menurut Outlook Energi Nasional 2011, konsumsi energi Indonesia meningkat
dari 709,1 juta SBM (Setara Barel Minyak/BOE) ke 865,4 juta SBM. Atau meningkat
rata-rata sebesar 2,2 % pertahun. Konsumsi energi ini sampai akhir tahun 2011, terbesar
masih dikuasai oleh sektor industri, dan diikuti oleh sektor rumah tangga, dan sektor
transportasi. Sepanjang tahun 2013, konsumsi listrik di Indonesia sebesar 188 terrawatt-
hour atau TWh (rumah tangga 41 persen, industri 34 persen, komersial 19 persen, dan
publik 6 persen), sedangkan kapasitas daya terpasang pembangkit listrik hanya
mencapai 47.128 MW.
Realisasi pertumbuhan kebutuhan listrik pada tahun 2013 mencapai 7,8 persen,
dan direncanakan pada tahun 2014 ini akan menambah kapasitas daya pembangkit
sebesar 3.605 MW atau meningkat 7,6 persen dibandingkan tahun 2013, sehingga total
kapasitas terpasang pada akhir tahun menjadi 50.733 MW. Tambahan daya pembangkit
pada 2014 tersebut berasal dari proyek percepatan 10.000 MW tahap I dan II. Indonesia
mencapai 80,51 persen atau meningkat sebesar 76,56 persen dibandingkan bawah 50
persen adalah provinsi Papua (36,41 persen), dan provinsi yang rasionya masih di
bawah 70 persen antara lain NTT (54,77 persen), Sulawesi Tenggara (62,51 persen),
NTB (64,43 persen), Kalimantan Tengah (66,21 persen), Sulawesi Barat (67,6 persen),
Gorontalo (67,81 persen), dan Kepulauan Riau (69,66 persen).
Kondisi infrastruktur kelistrikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Kapasitas
pembangkit yang dimiliki sebesar 35,33 GW (gigawatt) untuk memenuhi kebutuhan
sejumlah 237 juta jiwa. Kapasitas tersebut jauh di bawah kemampuan produksi listrik
Singapura dan Malaysia. Kapasitas pembangkit di Singapura mampu memproduksi
listrik sebesar 10,49 GW untuk memenuhi kebutuhan 5,3 juta penduduk. Sementara
kapasitas pembangkit Malaysia sebesar 28,4 GW untuk kebutuhan 29 juta penduduk.
Walaupun terjadi perkembangan infrastruktur kelistrikan, namun listrik di
Indonesia di rasakan masih jauh dari mencukupi. Akses terhadap listrik masih sulit. Saat
ini sekitar 60 juta masyarakat Indonesia masih belum mendapatkan akses listrik.
Pasalnya pengadaan infrastruktur listrik masih belum merata khsusnya diwilayah terluar
dan pedalaman. Hal ini diakibatkan karena dana yang dibutuhkan cukup besar untuk
menyambung ke PLN, belum lagi pembangkitnya ada tapi transmisinya tidak ada,
sehingga membutuhkan dana yang cukup besar.

c. Infrastruktur Air Bersih


Air bersih merupakan salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu
baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber
daya air dimana ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun,
masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 kubik per tahun.
Meskipun begitu, Indonesia masih saja mengalami kelangkaan air bersih. Sekitar 119
juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih.
Mewakili hampir 6% dari sumber daya air dunia, secara statistik Indonesia tidak
termasuk negara dengan kelangkaan air. Namun, kini sebagian besar wilayah seperti
pulau Jawa, Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur mengalami defisit air bersih
karena pengelolaan sumber daya air yang kurang maksimal dan diperparah dengan
populasi penduduk yang terus meningkat. Baru 29% masyarakat yang dapat
mengakses air bersih melalui perpipaan. Angka ini masih jauh dari target pemerintah
untuk tahun 2019, yaitu 60%. Sejak tahun 1970-2013, telah terjadi penurunan
permukaan air tanah yang mencapai 80%. Hal ini menjadi salah satu faktor yang
menyulitkan masyarakat dalam memperoleh air bersih.
Pulau Jawa merupakan pulau dengan defisit kebutuhan air bersih terbesar, yaitu -
134.102 juta m3 setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan besarnya kebutuhan air bersih
penduduk yang melebihi ketersediaan air bersih yang ada.Untuk status air permukaan,
kondisi sungai yang ada di beberapa wilayah di Indonesia sudah jauh di atas ambang
batas layak yang disyaratkan sebagai sumber air baku. Di tahun 2010, disebutkan bahwa
tingkat kekeruhan air telah melampaui batas 1.000 NTU (Nephelometric Turbidity
Unit).
Merujuk pada program Millenium Development Goals (MDG) 2015, target yang
seharusnya dicapai pemerintah baik untuk sanitasi dan air minum yang layak adalah
sebesar 62,41 persen, namun dari fakta yang ada baru 57,35 persen penduduk yang
mendapatkan akses terhadap sanitasi dan air minum yang layak.

d. Infrastruktur Transportasi
Transportasi sangat penting peranannya terutama dalam meningkatkan
keterjangkauan/ aksesibilitas suatu wilayah. Dengan adanya transportasi akan
memudahkan suatu wilayah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Pembangunan
transportasi Indonesia saat ini terfokus pada pembangunan di darat. Hal itu wajar karena
kondisi jalan di darat pun tergolong cukup memprihatinkan. Indonesia mempunyai
panjang jalan 300.000 km tetapi kondisi jalan yang layak hanya 60% saja, sedangkan
yang lain dalam kondisi rusak ringan dan berat (Susantono, 2004). Masalah tersebut
bukan menjadi suatu alasan bagi pemerintah untuk memfokuskan pembangunan
transportasi di darat saja karena wilayah Indoensia sebagian besar adalah wilayah
lautan.
Juga banyaknya kecelakaan yang terjadi di Indonesia pada dua tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa masalah transportasi adalah suatu masalah yang serius.
Transportasi berhubungan erat dengan manusia dan masyarakat sebagai pengguna jasa
dan konsumen. Merupakan suatu hal yang sangat ironis ketika alat transportasi yang
layak telah menjadi suatu kebutuhan primer bagi penggunanya akan tetapi, pada
kenyataannya alat transportasi yang layak tidak tersedia di masyarakat. Saat ini
transportasi yang layak dan efektif sudah menjadi bagian yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan orang untuk berpindah tempat dan memindahkan
barang secara cepat dari satu lokasi ke lokasi yang lain membutuhkan alat transportasi
yang sesuai dengan kebutuhan. Saat ini alat transportasi yang dipakai tidak hanya
dituntut untuk dapat mengantarkan orang maupun barang dengan cepat akan tetapi juga
menuntut kenyamanan, keamanan dan kelayakan dari transportasi itu sendiri.
Kecelakaan beruntun yang terjadi pada transportasi darat, laut maupun udara
terlihat seperti tidak memberikan pilihan kepada penggunanya akan sebuah transportasi
yang layak, nyaman dan aman. Indonesia sudah dipertanyakan kelayakan
transportasinya oleh dunia. Bahkan terdapat sebuah larangan terbang bagi maskapai
Indonesia yang dikeluarkan oleh Uni Eropa merupakan suatu pukulan berat bagi
Indonesia. Tidak hanya menyatakan bahwa maskapai dan alat transportasi di Indonesia
tidak layak digunakan, larangan tersebut juga secara tidak langsung merusak nama baik
Indonesia sendiri.
Terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan jumlah kendaraan dengan
pertumbuhan prasarana jalan akibat tuntutan terhadap kebutuhan angkutan baik itu
angkutan pribadi, semi pribadi, dan terutama angkutan umum jauh lebih besar daripada
penyediaan prasarana jalan. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan berbagai
permasalahan kota, dan kondisi ini hanya dapat diatasi dengan optimalisasi penggunaan
angkutan umum.
Kondisi angkutan umum di Indonesia, terutama di pada kota-kota besar di
Indonesia, memiliki tingkat pelayanan yang buruk. Hal ini tercermin dari terdapatnya
ketidakamanan dan ketidaknyamanan penumpang ketika menggunakan angkutan umum
akibat angkutan umum yang melebihi muatan, pengemudi yang ugal-ugalan, rawannya
tindakan kriminal, dan banyak lagi indikator lain mengenai keburukan pelayanan
angkutan umum di Indonesia. Selain itu, angkutan umum tidak lagi efektif dan efisien
dalam penggunaannya dibandingkan angkutan pribadi seperti banyaknya jumlah
perpindahan angkutan untuk mencapai tujuan, frekuensi dan waktu tunggu angkutan
umum yang tidak terjadwal, serta jarak berjalan calon penumpang yang cukup besar
untuk mencapai angkutan umum, terutama pada kota-kota kecil dan daerah pedesaan.
Kondisi inilah yang pada akhirnya akan mendorong calon pengguna angkutan umum
untuk menggunakan angkutan pribadi dalam melakukan pergerakannya, yang kemudian
menimbulkan peningkatan pergerakan dengan angkutan pribadi serta menyebabkan
munculnya berbagai permasalahan transportasi kota seperti penumpukan moda
transportasi pada jaringan jalan kota, pencemaran suara dan udara, kecelakaan lalu
lintas, dan permasalahan transportasi lainnya, sehingga konsekuensinya adalah perlu
diadakannya intervensi terhadap sistem angkutan umum dan sistem transportasi kota.
Tanpa adanya suatu sistem transportasi yang layak dan aman, perpindahan orang
maupun barang akan menjadi suatu hal yang tidak mungkin dan sulit dilakukan. Sudah
saatnya dilakukan perbaikan dan pengkajian ulang atas sistem transportasi yang ada di
Indonesia. Kasus–kasus tersebut mampu menjadi kajian tersendiri didalam
memperbaharui sistem transportasi publik di masa mendatang.
“ Pembangunan kawasan timur indonesia hendaknya dibangun dengan
menerapkan konsep/metode pendekatan komplek wilayah (regional) hal tersebut
dikarenakan aspek yang muncul kombinasi antara keruangan serta interaksi makhluk
hidup dengan lingkungannya. Dimana di setiap wilayah berbeda-beda sehingga
perbedaan ini membentuk karakteristik wilayah. Perbedaan inilah yang mengakibatkan
adanya interaksi suatu wilayah dengan wilayah lain untuk saling memenuhi kebutuhan
nya. Semakin tinggi perbedaannya maka interaksi dengan wilayah lainnya semakin
tinggi .” (Muhammad Rifad Fakhrozi)

Sumber :http://ayurahma96.blogspot.com/2016/03/makalah-keterkaitan-pembangunan.html
4. - Batas Wilayah Darat
Wilayah daratan adalah daerah di permukaan bumi dalam batas-batas tertentu
dan di dalam tanah permukaan bumi. Untuk menentukan batas wilayah daratan biasanya
dilakukan dengan negara-negara yang berbatasan darat. Batas-batas dapat dibuat dengan
sengaja atau dapat pula ditandai dengan benda-benda alam, seperti gunung, hutan, dan
sungai. Indonesia memiliki wilayah daratan yang berbatasan dengan Malaysia (Serawak
dan Sabah), Papua Nugini, dan Timor Leste. Selain itu Penentuan secara pasti tentang
batas-batas suatu wilayah daratan antara dua negara atau lebih tidak akan menjadi
masalah apabila sudah ada kepastian dan persetujuan.

- Batas wilayah Laut


Lautan atau perairan territorial merupakan bagian wilayah dari suatu negara.
Sehubungan dengan itu terdapat dua konsepsi pokok tentang wilayah laut yaitu:
Penentuan batas-batas laut dapat kita ketahui dalam bentuk traktat multilateral sebagai
berikut :
a) Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE merupakan wilayah laut dari suatu negara yang batasnya 200 mil laut dari
garis pantai. Dalam wilayah itu, Negara mempunyai hak untuk meggali kekayaan alam
dan melakukan kegiatan ekonomi. negara lain bebas berlayar dan melakukan
penerbangan di atas wilayah itu serta bebas memasang kabel dan pipa di bawah lautan
tersebut. negara pantai yang bersangkutan berhak menagkap nelayan asing yang
ketahuan menangkap ikan dalam ZEE-nya.
b) Batas Laut Teritorial

Tiap-tiap negara mempunyai kekuasaan terhadap laut territorial hingga 12 mil


dari garis pantai.
c) Batas Zona Bersebelahan

Penentuan batas zona bersebelahan adalah sejauh 12 mil laut di luar batas laut
territorial atau 24 mil lautdari garis pantai. Dalam wilayah ini, negara dapat menindak
pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap undang-undang imigrasi, fiscal, dan
bea cukai.
d) Batas Landasan Benua\

Batas landas benua yaitu sejauh lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini,
negara dapat melakukan eksplotasi dari ekplorasi dengan kewajiban membagi
keuntungan dengan masyarakat Internasional. Bebas dan dapat dipergunakan oleh
siapapun.

- Batas wilayah Udara


Wilayah udara meliputi daerah yang berada di atas wilayah negara atau di atas
wilayah darat dan wilayah laut teritorial suatu negara. Di forum internasional belum ada
kesepakatan tentang kedaulatan suatu negara atas wilayah udara. Dalam pasal 1
Konvensi Paris 1919 yang telah diganti dengan Konvensi Chicago 1944 dinyatakan,
bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan utuh dan eksklusif di wilayah
udaranya. Ada beberapa teori tentang batas wilayah udara sebagai berikut :
a. Teori Negara Berdaulat di Udara

 Teori Pengawasan
Kedaulatan negara ditentukan oleh kemampuan negara dalam mengawasi
ruang udara di atas wilayahnya. Teori ini dikemukakan oleh Cooper (1951).

 Teori Udara
Wilayah udara meliputi suatu ketinggian dari kemampuan udara untuk
mengangkat (mengapungkan) balon pesawat udara.
 Teori Keamanan
Negara mempunyai kedaulatan terhadap udaranya, termasuk untuk
menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan oleh Fauchilli (1901) yang
menentukan ketinggian wilayah udara 1.500 m. akan tetapi, pada tahun 1910
ketinggian tersebut diturunkan menjadi 500 m.

b. Teori Udara Bebas


a) Kebebasan Udara Terbatas
Untuk memelihara keamanan dan keselamatan, setiap negara
berhak mengambil suatu tindakan tertentu.
Negara hanya mempunyai hak sebatas wilayah teritorialnya.
b) Kebebasan Ruang Udara Tanpa Batas
Tidak ada Negara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang
udara sehingga ruang udara itu bebas dan dapat dipergunakan oleh
siapapun.

Sumber : https://brainly.co.id/tugas/23733342
http://asfarafif.blogspot.com/2016/04/batas-wilayah-negara-indonesia-meliputi.html

5. Sentralisasi adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah


pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri.

Asas sentralisasi memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau
yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi.

Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum


adanya otonomi daerah.

Ciri-ciri dari asas ini sangat mencolok yaitu pemusatan kekuasaan di pusat, yang
mengurusnya adalah pemerintah pusat.

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada


pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri.

Desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Karena otonomi daerah merupakan


kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri
tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat.

Sumber : https://www.yuksinau.id/sentralisasi-desentralisasi-dekonsentrasi/
6. Sejumlah kalangan mulai mencuatkan lagi wacana pemekaran provinsi baru yang
berpisah dari Provinsi Riau, yakni Provinsi Riau Pesisir. Namun bagi tokoh masyarakat
Riau bagian pesisir yang punya pangalaman dalam pemekaran wilayah, Irwan Nasir,
menilai wacana pembentukan Provinsi Riau Pesisir sudah tak tepat lagi untuk saat ini.

"Pembentukan Provinsi Riau Pesisir sudah kehilangan momentum," begitu kata Irwan
Nasir kepada CAKAPLAH.com, Minggu (20/20/2019).

Menurut Irwan Nasir, ada beberapa alasan kenapa wacana pembentukan Provinsi Riau
Pesisir sudah tak laku lagi sekarang. Diantaranya alasan faktor ekonomi.

"Menurunnya produksi minyak di Riau bagian pesisir, jatuhnya harga minyak, dan
jatuhnya harga sawit membuat pemekaran Riau pesisir harus dikaji ulang," jelasnya pria
yang saat ini menjabat sebagai Bupati Kepulauan Meranti ini.

Dijelaskan Irwan, kekayaan sumber daya alam Riau bagian pesisir tak dapat lagi
diandalkan untuk menopang provinsi baru. Sehingga, kalau Provinsi Riau Pesisir
dipaksakan juga maka itu akan membawa dampak yang tak baik bagi masa depan.

"Jangan sampai pemekaran Riau Pesisir ini malah merugikan masyarakat Riau Pesisir
untuk generasi mendatang," kata pria yang berpengalaman dengan pemekaran Provinsi
Kepri dan Kabupaten Kepulauan Meranti ini.

Dilanjutkan Irwan, program Presiden Jokowi membangun infrastruktur jalan yang


menghubungkan antara Riau daratan dan Riau Pesisir, sebenarnya sudah menjadi solusi
permasalahan ekonomi masyarakat Riau pesisir saat ini. Sehingga, sekali lagi Irwan
menegaskan wacana pemekaran Riau Pesisir sudah tak cocok lagi saat ini.
"Program Jokowi membangun jalan tol Dumai-Pekanbaru membawa dampak ekonomi
besar bagi masyarakat, tak ada lagi sekat Riau daratan dan pesisir," kata Ketua DPW
PAN Riau ini.

Lebih lanjut Irwan mengingatkan kepada elit politik Riau bagian pesisir agar menahan
emosinya untuk memekarkan diri dari Provinsi Riau.

"Kita minta elit masyarakat Riau bagian pesisir jangan lagi berpikir dengan eforia masa
lalu yang mengatakan kekayaan Riau pesisir ini harus dinikmati dengan membentuk
provinsi baru, Riau Pesisir. Sudahilah itu, jangan hanya mengedepankan aspek
emosional saja. Tapi harus melihat kepentingan yang integral rakyat Riau secara
keseluruhan," tutup Irwan.

https://www.cakaplah.com/berita/baca/2019/10/20/irwan-nasir-pemekaran-riau-pesisir-
sudah-kehilangan-momentum-dan-harus-dikaji-ulang#sthash.DWormSWk.dpbs

Anda mungkin juga menyukai