Anda di halaman 1dari 35

TUGAS 2

ILMU DAKWAH

FIQRI IRWANSYAH SAM


09320170032
C1

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dakwah menurut bahasa; dakwah berasal dari bahasa Arab yakni – ‫دعا– يدعوا‬
‫( دعوة‬da’a – yad’u – da’watan). Kata dakwah tersebut merupakan ism masdar dari kata
da’a yang dalam Ensiklopedia Islam diartikan sebagai “ajakan kepada Islam. Kata da’a
dalam al-Quran, terulang sebanyak 5 kali, sedangkan kata yad’u terulang sebanyak 8
kali dan kata dakwah terulang sebanyak 4 kali.
Kata da’a pertama kali dipakai dalam al-Quran dengan arti mengadu (meminta
pertolongan kepada Allah) yang pelakunya adalah Nabi Nuh as. Lalu kata ini berarti
memohon pertolongann kepada Tuhan yang pelakunya adalah manusia (dalam arti
umum). Setelah itu, kata da’a berarti menyeru kepada Allah yang pelakunya adalah
kaum Muslimin.
Kemudian kata yad’u, pertama kali dipakai dalam al-Quran dengan arti
mengajak ke neraka yang pelakunya adalah syaitan. Lalu kata itu berarti mengajak ke
surga yang pelakunya adalah Allah, bahkan dalam ayat lain ditemukan bahwa kata
yad’u dipakai bersama untuk mengajak ke neraka yang pelakunya orang-orang
musyrik.
Sedangkan kata dakwah atau da’watan sendiri, pertama kali digunakan dalam
al-Quran dengan arti seruan yang dilakukan oleh para Rasul Allah itu tidak berkenan
kepada obyeknya. Namun kemudian kata itu berarti panggilan yang juga disertai
bentuk fi’il (da’akum) dan kali ini panggilan akan terwujud karena Tuhan yang
memanggil. Lalu kata itu berarti permohonan yang digunakan dalam bentuk doa
kepada Tuhan dan Dia menjanjikan akan mengabulkannya.
Dari kata Seruan, Dakwah memiliki banyak arti yang bisa digunakan secara
luas tidak hanya dalam Agama, dimana kata Dakwah sering digunakan namun Seruan
yang diberikan bisa dimaknai dalam hal positif maupun negatif. Penggunaan kata
Dakwah merujuk ajakan, atau seruan yang disampaikan kepada seseorang untuk
berubah kearah yang lebih baik. Asal kata Dakwah yang berasal dari bahasa Arab dan
juga dibawa oleh orang arab membuat kata Dakwah sendiri telah mengalami
pergeseran makna.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka didapatkan rumusan masalah


1. Bagaimanakah Bahaya Aliran Syiah dan Kesesatannya serta Persebarannya di
Indonesia ?
2. Bagaimanakah Tata Cara berwudhu Menurut Islam Sesuai dengan Hukum-
Hukum dan Sunnahnya ?
3. Bagaimanakah Tata Cara Mandi Wajib Menurut Islam Sesuai dengan Hukum-
Hukum dan Sunnahnya ?
4. Bagaimanakah Tata Cara Melakasanakan Shalat Menurut Islam Sesuai dengan
Hukum-Hukum dan Sunnahnya ?
5. Apa Saja Hukuman Bagi Orang-Orang yang Meninggalkan Sholat Dunia dan
Akhirat ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka didapatkan tujuan


1. Memiliki pemahaman mengenai bahayanya aliran syiah dan kesesatannya serta
persebarannya di indonesia,
2. Memiliki pemahaman mengenai tata cara berwudhu menurut islam sesuai
dengan hukum-hukum dan sunnahnya,
3. Memiliki pemahaman mengenai tata cara mandi wajib menurut islam sesuai
dengan hukum-hukum dan sunnahnya,
4. Memiliki pemahaman mengenai tata cara shalat yang benar menurut islam
sesuai dengan hukum-hukum dan sunnahnya,
6. Dapat mengetahui hukuman-hukuman bagi orang-orang yang meninggalkan
shalat dunia dan akhirat serta dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesesatan Syi’ah dan Persebarannya di Indonesia

Syiah ‫ شيعة‬Syīʿah, dari kata Syīʿatu ʿAlī, "pengikut Ali"adalah salah satu sekte
pecahan dari Islam. Dalam keyakinan Syiah dikatakan bahwa rasul Islam, Muhammad,
menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya dan Imam (pemimpin) setelahnya,
terutama pada acara Ghadir Khum, tetapi gagal menjadi khalifah sebagai akibat dari
insiden di Saqifah. Pandangan ini sangat bertentangan dengan pandangan umat Islam,
yang meyakini bahwa Muhammad tidak menunjuk seorang penerus secara langsung
dan menganggap Abu Bakar yang ditunjuk sebagai Khalifah melalui Syura (yaitu
konsensus komunitas di Saqifah) untuk menjadi khalifah sah pertama setelah Nabi.
Berbeda dengan tiga khalifah Rashidun pertama, Ali berasal dari klan yang
sama dengan Muhammad, Bani Hasyim, juga menjadi sepupu nabi dan menjadi laki-
laki pertama yang menjadi Muslim.
Penganut Syiah biasa dipanggil Syiah Ali, Syiah; Syiya'an (‫( ) ِشي ًعا‬jamak); Syi'i
(‫ )شيعي‬atau Syi'ite (tunggal). Pada akhir 2000-an, Syi'i mencangkup 10-15% dari
semua Muslim. Syiah 12 Imam (Ithnā'ashariyyah) adalah cabang terbesar dalam Syiah.
Menurut perkiraan 2012, 85% Syi'i merupakan pengikut Syiah 12 Imam.
Ali ibn Abi Talib
Pada umumnya, Syiah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah pertama.
Madzhab Syiah Zaidiyyah termasuk Syiah yang tidak menolak kepemimpinan tiga
Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.
Kesesatan Syi’ah dan berbagai aliran dapat dibaca di buku Aliran dan Paham
Sesat di Indonesia. Sesatnya syi’ah dan aneka penyimpangan lain serta Ahmadiyah
dan kitab Tadzkirah dan rangkaiannya, dapat dibaca di buku Hartono Ahmad Jaiz
berjudul Kyai kok Bergelimang Kemusyrikan, terbitan Saudi Arabia, dan terbitan
Surabaya, Pustaka Nahi MunkarMemprihatinkan, ada oknum-oknum yang tidak jelas
aqidahnya menyuara dengan membela syi’ah yang jelas sesat itu.

 Ada sejumlah kesesatan dalam keyakinan batil syi’ah yang bagaimanapun juga
tidak dapat dihubungkan atau dikaitkan dengan Islam yang dibawa Rasulullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala. Keyakinan-

4
keyakinan batil yang sangat jauh dari Islam itu ada dalam kitab-kitab induk
syi’ah. Sehingga sebenarnya mereka tidak dapat mengelak lagi, kecuali dengan
dusta atau taqiyyah model syi’ah.
 Berikut ini pokok-pokok kesesatan syiah yang penting untuk difahami.
Semoga manfaat, hingga kita mampu menjauhi agama sesat itu dan tidak
membelanya lagi dengan dalih apapun. Dan kita sama sekali tidak pantas untuk
meniru jejak oknum-oknum yang aqidahnya tidak jelas yang membela syiah.
 Tulisan ini terasa penting sekali, karena Ummat Islam Indonesia ini perlu
prihatin. Bagaimana tidak prihatin, lha wong kini bermunculan orang-orang
yang tidak jelas aqidahnya, menyuara tanpa dalil yang benar, bernada membela
syiah. Padahal dalam kasus syiah Madura, syiah itu jelas telah ditolak Ummat
Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di sana. Bahkan MUI Sampang telah
menegaskan sesatnya Syi’ah di sana. Maka penjelasan ini sekali lagi sangat
penting diresapi dan dijadikan pelajaran benar-benar dan semoga bermanfaat.
Selamat membaca.

2.1.1 Asal-usul Syi’ah


Syi’ah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan. Sedangkan
dalam istilah Syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan
Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba’,
seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu
‘anhu, lalu Abdullah bin Saba’ mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan
menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca: imamah)
sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya ke tangan Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu karena suatu nash (teks) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun, menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman telah
mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib.
Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri
ke Madain.

5
Aliran Syi’ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid
sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang
pada abad ke-2 Hijriyah dan abad-abad berikutnya.
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah pada Periode Pertama :

1. Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan
hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-
lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lain-lain.
4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib,
baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan
Ali dan Imam.
5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para
pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena keyakinan tersebut.
6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin
Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali
terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut.
7. Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman
bin Affan radhiyallahu ‘anhu.(lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’
wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237).
8. Pada abad ke-2 Hijriyah, perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-
jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan
terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti
Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi
Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.

6
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah Secara Umum :

1. Pada Rukun Iman :


Syi’ah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat,
Kitab Allah, Rasul dan Qadha dan Qadar, yaitu :

1. Tauhid (keesaan Allah),


2. Al-’Adl (keadilan Allah)
3. Nubuwwah (kenabian),
4. Imamah (kepemimpinan Imam),
5. Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan).
(Lihat ‘Aqa’idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll).

2. Pada Rukum Islam :


Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu :
1.Shalat,
2.Zakat,
3.Puasa,
4.Haji,
5.Wilayah (perwalian) (lihat Al-Kafie juz II hal 18)

3. Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah,


ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti :
).417 ‫ ص‬1 ‫ورةٍ ِم ْن ِمثْ ِل ِه (الكافي ج‬
َ ‫س‬ُ ‫ي فَأْتُوا ِب‬ ٍٍّ ‫ب ِم َّما ن ََّز ْلنا َعلى َع ْبدِنا فِي َع ِل‬
ٍ ‫َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم فِي َر ْي‬
“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina FII ‘ALIYYIN fa`tu bi shuratim
mim mits lih ” (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417)
Ada tambahan “fii ‘Aliyyin” dari teks asli Al-Qur’an yang berbunyi :
َ ‫َّللاِ إِ ْن ُك ْنت ُ ْم‬
َ‫صا ِدقِين‬ َّ ‫ُون‬ ُ ‫ورةٍ ِم ْن ِمثْ ِل ِه َوادْعُوا‬
ِ ‫ش َهدَا َء ُك ْم ِم ْن د‬ َ ‫س‬ُ ِ‫ب ِم َّما ن ََّز ْلنَا َعلَى َع ْب ِدنَا فَأْتُوا ب‬
ٍ ‫َوإِ ْن ُك ْنت ُ ْم فِي َر ْي‬
]23/‫[البقرة‬
“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fa`tu bi shuratim mim mits
lih” (Al-Baqarah:23)
Karena itu mereka meyakini bahwa : Abu Abdillah a.s (imam Syi’ah) berkata: “Al-
Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur’an mereka yang

7
berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al-Kafi fil
Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy).

4. Syi’ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin
Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal
Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244).

5. Syi’ah menggunakan senjata “taqiyyah” yaitu berbohong,


dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk
mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217).

6. Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh


ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka
keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas
dendam kepada lawan-lawannya.

7. Syi’ah percaya kepada Al-Bada’, yakni tampak bagi Allah dalam hal
keimaman Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja’far
As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang
tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka
tetap maksum (terjaga).

8. Syi’ah membolehkan “nikah mut’ah”, yaitu nikah kontrak


dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal
hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.
2.1.2 Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan
maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa
tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal
kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.

8
Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut’ah dan nikah sunni (syar’i) :

1. Nikah mut’ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2. Nikah mut’ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad
atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal
dunia.
3. Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni
menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4. Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah
istri hingga maksimal 4 orang.
5. Nikah mut’ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus
dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6. Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah
sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-Dali Haramnya Nikah Mut’ah
Haramnya nikah mut’ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, juga pendapat para ulama dari 4 madzhab.
Dalil dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diwayatkan oleh Imam
Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma’bad
Al-Juhaini, ia berkata: “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan
bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut,
sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu.
Kemudian wanita tadi berkata: “Ada selimut seperti selimut”. Akhirnya aku
menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke
Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedang berpidato diantara pintu Ka’bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda,
ُ‫َّللاَ قَدْ َح َّر َم ذَ ِلكَ إِلَى يَ ْو ِم ْال ِقيَا َم ِة فَ َم ْن َكانَ ِع ْندَه‬
َّ ‫اء َوإِ َّن‬
ِ ‫س‬َ ٍِّ‫اس ِإنٍِّى قَدْ ُك ْنتُ أ َ ِذ ْنتُ لَ ُك ْم فِى ا ِال ْستِ ْمتَاعِ ِمنَ الن‬ُ َّ‫« َيا أَيُّ َها الن‬
َ ‫سبِيلَهُ َوالَ تَأ ْ ُخذُوا ِم َّما آتَ ْيت ُ ُموه َُّن‬
.» ‫ش ْيئًا‬ َ ‫ش ْى ٌء فَ ْليُ َخ ٍِّل‬
َ ‫ِم ْن ُه َّن‬
“Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan
nikah mut’ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut’ah,
haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan

9
kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah ‘azza wa jalla telah
mengharamkan nikah mut’ah sampai Hari Kiamat.(Shahih Muslim II/1024)
Dalil hadits lainnya:
‫وم ْال ُح ُم ِر‬ َ ‫ع ِن ْال ُمتْعَ ِة َو‬
ِ ‫ع ْن لُ ُح‬ ٍ ‫أ َ َّن َع ِليًّا – رضى هللا عنه – قَا َل ِالب ِْن َعب‬
َّ ِ‫َّاس ِإ َّن النَّب‬
َ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – نَ َهى‬
ِ‫ص ِحيح‬َّ ‫ى فِى ال‬ ِ ‫ َر َواهُ ْالبُخ‬. ‫األ َ ْه ِليَّ ِة زَ َمنَ َخ ْيبَ َر‬
ُّ ‫َار‬
Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai
jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71)
Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:

 Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam


kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: “Nikah mut’ah ini bathil menurut
madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H)
dalam kitabnya Bada’i Al-Sana’i fi Tartib Al-Syara’i (II/272) mengatakan,
“Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah mut’ah”.
 Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya
Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan,
“hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat
mutawatir” Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya
Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, “Apabila seorang lelaki
menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil.”
 Dari Madzhab Syafi’, Imam Syafi’i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm
(V/85) mengatakan, “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang
dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,
seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu
selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan.” Sementara itu Imam Nawawi
(wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah
mut’ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu
aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.”
 Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya
Al-Mughni (X/46) mengatakan, “Nikah Mut’ah ini adalah nikah yang bathil.”

10
Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242
H) yang menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram.
Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada
kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya
mereka berkedok dengan nama “Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait”, sementara
pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka.
Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih. Lebih lanjut bagi yang ingin
tahu lebih banyak, silakan membaca buku kami “Mengapa Kita Menolah Syi’ah”.
Rujukan:

1. Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Dirasat fil ahwa wal firaq wal Bida’ wa
Mauqifus Salaf minha.
2. Drs. KH Dawam Anwar dkk, Mengapa Kita menolak Syi’ah.
3. H. Hartono Ahmad Jaiz, Di Bawah Bayang-bayang Soekarno-Soeharto.
4. Abdullah bin Sa’id Al-Junaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi’ah.
5. Dan lain-lain, kitab-kitab karangan orang Syi’ah.

2.2 Tata Cara Wudhu Menurut Hukum dan Sunnahnya

Dari Ibnu ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata, “Saya mendengar


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ ‫ور وال صدقةٌ ِم ْن‬
‫غلُو ٍل‬ ُ ‫ال ت ُ ْقب ُل صالة ٌ ِبغي ِْر‬
ٍ ‫ط ُه‬
“Tidak ada shalat kecuali dengan thoharoh. Tidak ada sedekah dari hasil
pengkhianatan.”
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “Hadits ini adalah nash mengenai wajibnya
thoharoh untuk shalat. Kaum muslimin telah bersepakat bahwa thoharoh merupakan
syarat sah shalat.”

Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


‫ال ت ُ ْقب ُل صالة ُ أح ِد ُك ْم إِذا أحْ دث حتَّى يتوضَّأ‬
“Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika masih berhadats-
sampai dia berwudhu.“

11
2.2.1 Tata Cara Wudhu
Adapun apa yang dapat kita ketahui mengenai tata cara berwudhu diterangkan
dalam hadits berikut:
ٍ ‫عثْمان بْن عفَّان – رضى هللا عنه – دعا بِوضُوءٍ فتوضَّأ فغسل كفَّ ْي ِه ثالث م َّرا‬
‫ت‬ ُ ‫عثْمان أ ْخبرهُ أ َّن‬
ُ ‫ُح ْمران م ْولى‬
ُ‫ت ث ُ َّم غسل يده‬ٍ ‫ق ثالث م َّرا‬ ِ ‫ت ث ُ َّم غسل يدهُ ْالي ُْمنى ِإلى ْال ِم ْرف‬
ٍ ‫ث ُ َّم مضْمض واسْت ْنثر ث ُ َّم غسل وجْ ههُ ثالث م َّرا‬
‫ت ث ُ َّم غسل ْاليُسْرى ِمثْل ذ ِلك ث ُ َّم‬ٍ ‫ْاليُسْرى ِمثْل ذ ِلك ث ُ َّم مسح رأْسه ُ ث ُ َّم غسل ِرجْ لهُ ْالي ُْمنى ِإلى ْالك ْعبي ِْن ثالث م َّرا‬
‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ توضَّأ نحْ و ُوضُوئِى هذا ث ُ َّم قال ر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫سول‬ ُ ‫قال رأيْتُ ر‬-
« ُ‫ قال ا ْبن‬.« ‫غ ِفر لهُ ما تقدَّم ِم ْن ذ ْنبِ ِه‬ ُ ‫م ْن توضَّأ نحْ و ُوضُوئِى هذا ث ُ َّم قام فركع ر ْكعتي ِْن ال يُحد‬
ُ ُ‫ِث فِي ِهما ن ْفسه‬
َّ ‫ب وكان عُلماؤُنا يقُولُون هذا ْال ُوضُو ُء أسْب ُغ ما يتوضَّأ ُ بِ ِه أحدٌ ِلل‬
ِ‫صالة‬ ٍ ‫ ِشها‬.
Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu
‘anhu pernah meminta air untuk wudhu kemudian dia ingin berwudhu. Beliau
membasuh kedua telapak tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur diiringi
memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh mukanya 3 kali, kemudian
membasuh tangan kanan sampai ke siku tiga kali, kemudian mencuci tangan yang kiri
seperti itu juga, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai
mata kaki tiga kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga. Kemudian Utsman
berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu
seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti
wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan
urusan dunia dan yang tidak punya kaitan dengan shalat), maka Allah akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Ibnu Syihab berkata, “Ulama kita
mengatakan bahwa wudhu seperti ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna
yang dilakukan seorang hamba untuk shalat”.
Dari hadits ini dan hadits lainnya, kita dapat meringkas tata cara wudhu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut.

1. Berniat –dalam hati- untuk menghilangkan hadats.


2. Membaca basmalah: ‘bismillah’.
3. Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan, lalu dimasukkan dalam mulut (berkumur-
kumur atau madmadho) dan dimasukkan dalam hidung (istinsyaq) sekaligus –
melalui satu cidukan-. Kemudian air tersebut dikeluarkan (istintsar) dengan
tangan kiri. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.

12
5. Membasuh seluruh wajah sebanyak tiga kali dan menyela-nyela jenggot.
6. Membasuh tangan –kanan kemudian kiri- hingga siku dan sambil menyela-
nyela jari-jemari.
7. Membasuh kepala 1 kali dan termasuk di dalamnya telinga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga termasuk
bagian dari kepala” (HR Ibnu Majah, disahihkan oleh Al Albani). Tatacara
membasuh kepala ini adalah sebagai berikut, kedua telapak tangan dibasahi
dengan air. Kemudian kepala bagian depan dibasahi lalu menarik tangan
hingga kepala bagian belakang, kemudian menarik tangan kembali hingga
kepala bagian depan. Setelah itu langsung dilanjutkan dengan memasukkan jari
telunjuk ke lubang telinga, sedangkan ibu jari menggosok telinga bagian luar.
8. Membasuh kaki 3 kali hingga ke mata kaki dengan mendahulukan kaki kanan
sambil membersihkan sela-sela jemari kaki.

2.2.2 Berikut catatan penting yang perlu diperhatikan dalam tata cara wudhu di atas.
Niat Cukup dalam Hati Yang dimaksud niat adalah al qosd (keinginan) dan al
irodah (kehendak). Sedangkan yang namanya keinginan dan kehendak pastilah dalam
hati, sehingga niat pun letaknya dalam hati.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– mengatakan, “Letak niat adalah
di hati bukan di lisan. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin
dalam segala macam ibadah termasuk shalat, thoharoh, zakat, haji, puasa,
memerdekakan budak, jihad dan lainnya.”
Ibnul Qayim –rahimahullah– mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
–di awal wudhu– tidak pernah mengucapkan “nawaitu rof’al hadatsi (aku berniat
untuk menghilangkan hadats …)”. Beliau pun tidak menganjurkannya. Begitu pula
tidak ada seorang sahabat pun yang mengajarkannya. Tidak pula terdapat satu riwayat
–baik dengan sanad yang shahih maupun dho’if (lemah)- yang menyebutkan bahwa
beliau mengucapkan bacaan tadi.”
Berkumur-kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung Dilakukan Sekaligus
Melalui Satu Cidukan Tangan
Ibnul Qayyim menyebutkan,
“Ketika berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung (istinsyaq), terkadang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan satu cidukan tangan, terkadang

13
dengan dua kali cidukan dan terkadang pula dengan tiga kali cidukan. Namun beliau
menyambungkan (tidak memisah) antara kumur-kumur dan istinsyaq. Beliau
menggunakan separuh cidukan tangan untuk mulut dan separuhnya lagi untuk hidung.
Ketika suatu saat beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dengan satu cidukan maka
kemungkinan cuma dilakukan seperti ini yaitu kumur-kumur dan istinsyaq disambung
(bukan dipisah).
Adapun ketika beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dengan dua atau tiga
cidukan, maka di sini baru kemungkinan berkumur-kumur dan beristinsyaq bisa
dipisah. Akan tetapi, yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan adalah
memisahkan antara berkumur-kumur dan istinsyaq. Sebagaimana disebutkan
dalam shahihain[10] dari ‘Abdullah bin Zaid bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tamadh-madho (berkumur-kumur) dan istinsyaq (memasukkan air dalam
hidung) melalui air satu telapak tangan dan seperti ini dilakukan tiga kali. Dalam lafazh
yang lain disebutkan bahwa tamadh-madho (berkumur-kumur)
dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung) melalui tiga kali cidukan. Inilah riwayat
yang lebih shahih dalam masalah kumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air dalam
hidung).
Tidak ada satu hadits shahih pun yang menyatakan bahwa kumur-kumur
dan istinsyaq dipisah. Kecuali ada riwayat dari Tholhah bin Mushorrif dari ayahnya
dari kakeknya yang mengatakan bahwa dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memisah antara kumur-kumur dan istinsyaq[11]. Dan riwayat tersebut
hanyalah berasal dari Tholhah dari ayahnya, dari kakeknya. Padahal kakekanya tidak
dikenal sebagai seorang sahabat.”[12]
Membasuh Kepala Cukup Sekali
Ibnul Qayyim menjelaskan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membasuh kepalanya seluruh dan terkadang
beliau membasuh ke depan kemudian ke belakang. Sehingga dari sini sebagian orang
mengatakan bahwa membasuh kepala itu dua kali. Akan tetapi yang tepat adalah
membasuh kepala cukup sekali (tanpa diulang). Untuk anggota wudhu lain biasa
diulang. Namun untuk kepala, cukup dibasuh sekali. Inilah pendapat yang lebih tegas
dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berbeda dengan cara ini.
Adapun hadits yang membicarakan beliau membasuh kepala lebih dari sekali,
terkadang haditsnya shahih, namun tidak tegas. Seperti perkataan sahabat yang

14
menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan mengusap
tiga kali tiga kali. Seperti pula perkataan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam membasuh kepala dua kali. Terkadang pula haditsnya tegas, namun tidak
shahih. Seperti hadits Ibnu Al Bailamani dari ayahnya dari ‘Umar bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap tangannya tiga kali dan membasuh
kepala juga tiga kali. Namun perlu diketahui bahwa Ibnu Al Bailamani dan ayahnya
adalah periwayat yang lemah.”
Kepala Sekaligus Diusap dengan Telinga
Telinga hendaknya diusap berbarengan setelah kepala karena telinga adalah
bagian dari kepala. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫الرأْ ِس‬ ِ ‫األُذُن‬
َّ ‫ان ِمن‬
“Dua telinga adalah bagian dari kepala.” Hadits ini adalah hadits yang lemah
jika marfu’ (dianggap ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Akan tetapi hadits
di atas dikatakan oleh beberapa ulama salaf di antaranya adalah Ibnu ‘Umar.
Ash Shon’ani menjelaskan,
”Walaupun sanad hadits ini dikritik, akan tetapi ada berbagai riwayat yang
menguatkan satu sama lain. Sebagai penguat hadits tersebut adalah hadits yang
mengatakan bahwa membasuh dua telinga adalah sekaligus dengan kepala sebanyak
sekali. Hadits yang menyebutkan seperti ini amatlah banyak, ada dari ‘Ali, Ibnu
‘Abbas, Ar Robi’ dan ‘Utsman. Semua hadits tersebut bersepakat bahwa membasuh
kedua telinga sekaligus bersama kepala dengan melalui satu cidukan air, sebagaimana
hal ini adalah makna zhohir (tekstual) dari kata marroh (yang artinya: sekali). Jika
untuk membasuh kedua telinga digunakan air yang baru, tentu tidak dikatakan,
“Membasuh kepala dan telinga sekali saja”. Jika ada yang memaksudkan bahwa
beliau tidaklah mengulangi membasuh kepala dan telinga, akan tetapi yang
dimaksudkan adalah mengambil air yang baru, maka ini pemahaman yang jelas keliru.
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa air yang digunakan untuk membasuh
kedua telinga berbeda dengan kepala, itu bisa dipahami kalau air yang ada di tangan
ketika membasuh kepala sudah kering, sehingga untuk membasuh telinga digunakan
air yang baru.”

15
Seluruh Kepala Dibasuh, Bukan Hanya Ubun-Ubun Saja
Allah Ta’ala berfirman,
‫وا ْمس ُحوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم‬
“Dan basuhlah kepala kalian.” (QS. Al Maidah: 6)
Fungsi huruf baa’ dalam ayat di atas adalah lil ilsoq artinya melekatkan dan bukan li
tab’idh (menyebutkan sebagian). Maknanya sama dengan membasuh wajah ketika
tayamum, sebagaimana dalam ayat,
‫امس ُحوا بِ ُو ُجو ِه ُك ْم‬
ْ ‫ف‬
“Dan basuhlah wajah kalian.” (QS. Al Maidah: 6). Dua dalil di atas masih berada
dalam konteks ayat yang sama. Mengusap wajah pada tayamum bukan hanya sebagian
(namun seluruhnya) sehingga yang dimaksudkan dengan mengusap kepala adalah
mengusap seluruh kepala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Apabila ayat yang membicarakan tentang tayamum tidak mengatakan
bahwa mash (membasuh) wajah hanya sebagian padahal tayamum adalah pengganti
wudhu dan tayamum jarang-jarang dilakukan, bagaimana bisa ayat wudhu yang
menjelaskan mash (membasuh) kepala cuma dikatakan sebagian saja yang dibasuh
padahal wudhu sendiri adalah hukum asal dalam berthoharoh dan sering berulang-
ulang dilakukan?! Tentu yang mengiyakan hal ini tidak dikatakan oleh orang yang
berakal.”
Begitu pula terdapat dalam hadits lain dijelaskan bahwa membasuh kepala
adalah seluruhnya dan bukan sebagian. Dalilnya,
، ‫ص ْف ٍر فتوضَّأ‬
ُ ‫َّللاِ – صلى هللا عليه وسلم – فأ ْخرجْ نا لهُ ما ًء فِى ت ْو ٍر ِم ْن‬ َّ ‫سو ُل‬ َّ ‫ع ْن ع ْب ِد‬
ُ ‫َّللاِ ب ِْن ز ْي ٍد قال أتى ر‬
‫ وغسل ِرجْ ل ْي ِه‬، ‫ ومسح بِرأْ ِس ِه فأ ْقبل بِ ِه وأدْبر‬، ‫فغسل وجْ ههُ ثالثًا ويد ْي ِه م َّرتي ِْن م َّرتي ِْن‬
Dari ‘Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang,
lalu kami mengeluarkan untuknya air dalam bejana dari kuningan, kemudian akhirnya
beliau berwudhu. Beliau mengusap wajahnya tiga kali, mengusap tangannya dua kali
dan membasuh kepalanya, dia menarik ke depan kemudian ditarik ke belakang,
kemudian terakhir beliau mengusap kedua kakinya.[18]
Dalam riwayat lain dikatakan,
ُ‫ومسح رأْسهُ ُكلَّه‬
“Beliau membasuh seluruh kepalanya.”

16
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Tidak ada satu pun sahabat yang
menceritakan tata cara wudhu Nabi yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam hanya mencukupkan dengan membasuh sebagian kepala saja.” Namun
ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh ubun-ubun, beliau juga sekaligus
membasuh imamahnya.
Sedangkan untuk wanita muslimah tata cara membasuh kepala tidak dibedakan
dengan pria. Akan tetapi, boleh bagi wanita untuk membasuh khimarnya saja. Akan
tetapi, jika ia membasuh bagian depan kepalanya disertai dengan khimarnya, maka itu
lebih bagus agar terlepas dari perselisihan para ulama. Wallahu a’lam.

2.3 Tata Cara Mandi Wajib Sesuai Hukum-Hukum dan Sunnahnya

Mandi wajib merupakan proses pembersihan fisik yang sifatnya wajib bagi
seorang muslim. Tujuannya adalah untuk membersihkan tubuh dan mensucikan diri
kembali dari hadas besar. Tata cara mandi wajib pun sudah ada khaidahnya sendiri,
jadi harus dilakukan dengan benar.
Ketika akan shalat, muslim harus berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil.
Sementara ketika junub, selesai haid, dan nifas, mereka harus mandi wajib sebelum
melakukan ibadah. Melaksanakan mandi wajib bukan sekedar mandi biasa, namun
memiliki tata cara dan amalan yang harus dilakukan.
Niat dan tata cara mandi wajib ini harus diketahui oleh seorang Muslim. Sebab
saat ini, banyak sekali yang mulai lalai dengan tata cara mandi wajib yang benar.
Berikut liputan6.com rangkum cara mandi wajib yang benar dari berbagai seumber,
Selasa (26/2/2109).

2.3.1 Dasar hukum tentang mandi wajib


Karena tak ada manusia yang terbebas dari hadas besar, maka sudah sewajarnya
jika kamu harus mengetahui tata cara mandi wajib yang benar.
Allah SWT berfirman,
"Dan jika kamu junub, maka mandilah." (QS. Al Maidah: 6). Kemudian dalam surat
lainnya Allah SWT juga menyuruh muslim mandi wajib jika dalam keadaan junub.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga

17
kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (QS. An-Nisa':
43).

2.3.2 Niat mandi wajib


Mandi wajib atau junub biasanya membersihkan diri seusai haid, nifas, dan
bersyahwat. Berikut niat yang dibaca ketika akan mandi wajib setelah bersyahwat:
"BISMILLAHIRAHMANIRAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAF'IL
HADATSIL AKBAR MINAL JANABATI FARDLON LILLAHI TA'ALA."
Artinya:"Dengan menyebut nama Allah aku niat mandi untuk menghilangkan hadas
besar dari jinabah, fardlu karena Allah Ta'ala."
Jika hadas besar pada perempuan disebabkan karena keluarnya darah dari organ
intim setelah melahirkan atau nifas, maka niat mandi wajib yang harus dibaca adalah
sebagai berikut:
"BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITU GHUSLA LIRAF'IL
HADATSIL AKBAR MINAN NIFASI FARDLON LILLAHI TA'ALA."Artinya:
"Dengan menyebut nama Allah aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari
nifas, fardlu karena Allah Ta'ala."

2.3.3 Tata cara mandi wajib yang benar


Pada dasarnya tata cara mandi wajib untuk perempuan yang baru selesai haid,
nifas, atau lelaki yang baru bersyahwat sama saja. Pembeda di sini adalah niat yang
dibaca sebelum bersuci. Berikut ini tata cara mandi wajib lengkap sesuai urutannya.
1. Bacalah niat mandi wajib atau mandi junub terlebih dahulu. Membaca doa niat di
awal-awal hukumnya wajib. Doa niat inilah yang membedakan mandi wajib dan mandi
biasa. Cara membaca doa niat mandi wajib ini bisa dalam hati atau bersuara.
2. Bersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali, kemudian lanjutkan dengan
membersihkan dubur dan alat kemaluan. Agar sesuai sunnah Rasulullah, mencuci
tangan ini bisa dilakukan sampai 3 kali. Hal ini bertujuan agar tangan bersih dan
terhindar dari najis.

18
3. Bersihkan kemaluan berikut kotoran yang menempel di sekitarnya dengan tangan
kiri. Bagian tubuh yang biasanya kotor dan tersembunyi tersebut adalah bagian
kemaluan, dubur, bawah ketiak, pusar dan lain–lain.
4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan menggosok-gosoknya dengan
tanah atau sabun. Setelah membersihkan bagian tubuh yang kotor dan tersembunyi,
tangan perlu dicuci ulang. Caranya mengusap-usapkan tangan ke tanah/tembok
kemudian dibilas air langsung atau dicuci dengan sabun baru dibilas.
5. Lakukan gerakan wudhu yang sempurna seperti ketika kita akan salat, dimulai dari
membasuh tangan sampai membasuh kaki.
6. Masukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari
tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak
3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air.
7. Bilas seluruh tubuh dengan mengguyurkan air. Dimulai dari sisi yang kanan, lalu
lanjutkan dengan sisi tubuh kiri.
8. Saat menjalankan tata cara mandi wajib, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian
tersembunyi ikut dibersihkan.

2.3.4 Perbedaan tata cara mandi wajib laki-laki dan perempuan


Adapun hadits dan beberapa anjuran yang berbeda mengenai tata cara mandi
wajib untuk pria. Menurut HR At-Tirmidzi, menyela pangkal rambut hanya
dikhususkan bagi laki-laki. Para wanita tidak perlu melakukan hal ini.
Untuk wanita, tata cara mandi wajib sebenarnya sama saja. Tetapi wanita tidak
perlu menyela pangkal rambut. Bahkan tidak perlu membuka jalinan rambutnya. Hal
ini sesuai dengan rujukan HR At-Tirmidzi.
Dalam riwayat tersebut, Ummu Salamah bertanya kepada Nabi Muhammad
SAW, "Aku bertanya, wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini perempuan yang
sangat kuat jalinan rambut kepalanya, apakah aku boleh mengurainya ketika mandi
junub? Maka Rasulullah menjawab, Jangan, sebetulnya cukup bagimu mengguyurkan
air pada kepalamu 3 kali guyuran.”

2.4 Cara Melaksanakan Shalat sesuai Hukum-Hukum dan Sunnahnya

Salah satu dari lima Rukun Islam adalah Shalat. Shalat ialah berhadap hati
kepada Allah SWT sebagai ibadah, yang diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam (shalat

19
wajib) baik laki-laki maupun perempuan berupa perbuatan/perkataan dan berdasarkan
atas syarat-syarat dan rukun tertentu, yang dimulai dengan takbirdan diakhiri
dengan salam.
Adapun yang menjadi shalat wajib bagi seorang muslim adalah shalat lima
waktu yang dikerjakan sebanyak lima kali sehari dalam waktu-waktu tertentu. Kecuali
berhalangan oleh sebab-sebab tertentu yang dibenarkan oleh agama, selebihnya Shalat
Wajib tidak boleh ditinggalkan oleh Muslim yang telah pubertas. Shalat Wajib terdiri
atas; Shalat Subuh(2 raka’at), Shalat Dzuhur (4 raka’at), Shalat Ashar (4 raka’at),
Shalat Maghrib (3 raka’at), dan Shalat ‘Isya (4 raka’at).

2.4.1 Waktu Mengerjakan Shalat


Waktu shalat berbeda-beda pada setiap tempat atau wilayah, bahkan perbedaan
ni juga terasa dari waktu ke waktu sebab waktu shalat berkaitan dengan peredaran
semu matahari terhadap bumi. Untuk menentukan waktu shalat diperlukan letak
geografis, waktu (tanggal), dan ketinggian.

1. Shalat Subuh; dimulai sejak munculnya fajar shaddiq, yaitu cahaya putih yang
melintang di ufuk timur sampai ketika matahari terbit. Untuk di Indonesia menurut
WIB kira-kira sekitar pukul +30-05.30 WIB.(Baca : Makna Doa Qunut)
2. Shalat Dzuhur; dimulai jika matahari telah condong ke arah barat sampai tiba waktu
Ashar. Untuk di Indonesia menurut WIB kira-kira sekitar pukul +00-14.30 WIB.
3. Shalat Ashar; diawali ketika kita meletakkan benda dan bayangannya lebih panjang
dari benda itu sendiri (dalam Mazhab Hanafi jika panjang bayangan dua kali
panjang benda), berakhir ketika matahari terbenam. Untuk di Indonesia menurut
WIB kira-kira sekitar pukul +00-17.30 WIB.(Baca : Keutamaan Shalat Ashar
Berjamaah)
4. Shalat Maghrib; dimulai sejak terbenamnya matahari sampai masuk waktu ‘Isya.
Untuk di Indonesia menurut WIB kira-kira sekitar pukul +00-19.30 WIB.(Baca
: Shalat Taubat)
5. Shalat ‘Isya; dimulai sejak hilangnya cahaya merah (syafaq) di barat sampai
terbit fajar shaddiq esok pagi. Untuk di Indonesia menurut WIB kira-kira sekitar
pukul +00-04.00 keesokan paginya.

2.4.2 Syarat – Syarat Shalat

20
1. Beragama Islam.
2. Sudah baligh dan berakal.
3. Suci dari hadast atau najis.(Baca : Jenis-Jenis Najis Dalam Islam)
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian, dan tempat.
5. Menutup aurat; laki-laki auratnya antara pusar sampa lutut, sedangkan wanita
auratnya seluruh anggota badan kecuali muka dan kedua telapak tangan.
6. Telah masuk waktu yang sudah ditentukan untuk masing-masing shalat.
7. Menghadap kiblat.
8. Mengetahui mana yang rukun dan mana yang sunnat.(Baca : Keutamaan Shalat
Witir).

2.4.3 Rukun Shalat


1. Membaca niat
2. Takbiratul ihram.
3. Berdiri tegak bagi yang mampu, boleh sambil duduk atau berbaring bagi yang
sedang sakit.
4. Membaca surah Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at.
5. Ruku’ dengan thuma’ninah.
6. I’tidah dengan thuma’ninah.
7. Sujud dengan kali dan thuma’ninah.
8. Duduk antara dua sujud dengan thuma’ninah.
9. Duduk tasyahud akhir dengan thuma’ninah.
10. Membaca tasyahud akhir.(Baca : Shalat Hajat)
11. Membaca shalawat Nabi pada tasyahud akhir.
12. Membaca salam yang pertama.
13. Tertib; berurutan dalam mengerjakan rukun-rukun shalat.

2.4.5 Hal yang Membatalkan Shalat


1. Bila sala satu syarat atau rukunnya tidak dikerjakan atau sengaja tidak dikerjakan.
2. Terkena najis yang tidak dimaafkan.(Baca : Cara Membersihkan Najis)
3. Terbuka auratnya.
4. Berkata-kata dengan sengaja walau hanya satu huruf tapi yang memberi
pengertian.
5. Mengubah niat; misalnya ingin memutuskan shalat.

21
6. Makan atau minum saat shalat walau hanya sedikit.
7. Tertawa terbahak-bahak.
8. Membelakangi kiblat.
9. Mendahului imamnya dua rukun (jika shalat berjamah).
10. Murtad (keluar dari Islam).
11. Menambah rukun yang berupa perbuatan seperti ruku’ dan sujud.
12. Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan dengan sengaja.

2.4.6 Sunnat Dalam Mengerjakan Shalat


1. Sunnat Hai’at
Sunaat Hai’at ialah apabila tidak dikerjakan, tertinggal, atau tidak diinginkan untuk
melakukannya tidak perlu melakukan sujuh sahwi.

 Mengangkat kedua belah tangan ketika takbiratul ihram, ketika ruku’, dan ketika
berdiri dari ruku’.
 Meletakkan telapak tangan yang kanan diatas tangan kiri ketika bersidekap.
 Membaca do’a iftitah setelah takbiratul ihram.(Baca : Hukum Membaca Doa
Iftitah)
 Membaca ta’awwudz ketika hendak membaca Al-Fatihah.
 Membaca “Aamiin” setelah selesai membaca Al-Fatihah.
 Membaca surat Al-Qur’an pada dua raka’at pertama sehabis membaca Al-Fatihah.
 Mengeraskan bacaan surat Al-Alfatihah dan surat Al-Qur’an pada raka’at pertama
dan kedua pada shalat Maghrib, ‘Isya, dan Subuh; kecuali makmum.
 Membaca takbir ketika gerakan naik turun.
 Membaca Sami’ Allaahu liman hamidah ketika bangkit dari ruku’ dan
membaca Rabbanaa lakal hamdu ketika I’tidal.
 Meletakkan telapak tangan di atas paha pada waktu duduk bertasyahud awal dan
akhir dengan membentangkan yang kiri dan menggenggam yang kanan kecuali jari
telunjuk.
 Duduk iftirasy (duduk dengan menegakkan kaki kanan dan membentangkan kaki
kiri kemudian menduduki kaki kiri tersebut) dalam duduk dalam shalat.
 Duduk tawwaruk (simpuh) pada waktu duduk tasyahud akhir.
 Membaca salam yang kedua.
 Memalingkan muka ke kanan dan kiri masing-masing ketika mengucap salam.

22
2. Sunnat Ab’adh
Yakni sunnat dalam shalat yang apabila ditinggalkan maka disunnatkan untuk
menggangantinya dengan sujud sahwi. Cara melakukan sujud sahwi adalah dengan
dua kali sujud sebagaimana sujud biasa, dilakukan sebelum salam.

1. Menaruh telapak tangan di dalam lengan baju ketika takbiratul ihram, ruku’, dan
sujud.
2. Memejamkan mata.
3. Menutup mulutnya rapat-rapat.
4. Memalingkan muka ke kiri dan kanan (tengok sana sini)
5. Menengadah ke langit.
6. Kepalanya terbuka.
7. Bertolak pinggang.
8. Menahan hadast.
9. Meludah
10. Mengerjakan shalat di atas kuburan.
11. Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi kekhusyuk’an shalat.
Perbedaan Shalat Laki-laki dan Perempuan
Laki-laki

 Auratnya antara pusar sampai lutut.


 Merenggangkan kedua siku tangan dari kedua lambung saat ruku’ dan sujud.
 Saat ruku’ dan sujud mengangkat pertunya dari kedua paha.
 Menyaringkan suara bacaannya.
 Bila terdapat kesalahan maka menegur imam dengan ucapan tasbih Sunhaanallah.
Perempuan

 Auratnya seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.


 Merapatkan satu anggota tubuh kepada anggota tubuh lainnya.
 Saat ruku’ dan sujud meletakkan perut pada kedua paha.
 Merendahkan suara bacaan di hadapan laki-laki yang bukan muhrim.
 Bila terdapat kesalahan maka menegur imam dengan tepuk tangan; yaitu telapak
tangan kanan dipukulkan ke punggung tangan yang kiri.

23
Tata Cara Mengerjakan Shalat Serta Bacaannya
1. Berdiri tegak menghadap kiblat dan sambil mengucap niat untuk mengerjakan
shalat. Niat shalat adalah sesuai dengan shalat yang sedang dikerjakan;

 Niat Shalat Subuh :


“Ushalli fardhas subhi rak’ataini mustqbilal qiblati adaa-an (ma’mumam/imaaman)
lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”
Artinya:
“Aku niat shalat fardhu subuh dua raka’at menghadap kiblat (sebagai ma’mum/sebagai
imam) karena Allah Ta’ala. Allah Maha Besar.”

 Niat Shalat Dzuhur :


“Ushalli fardhadz dzuhri arba’a raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an
(ma’mumam/imaaman) lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”
Artinya:
“Aku niat shalat fardhu dzuhur empat raka’at menghadap kiblat (sebagai
ma’mum/sebagai imam) karena Allah Ta’ala. Allah Maha Besar.”

 Niat Shalat Ashar :


“Ushalli fardhal ashri arba’a raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an
(ma’mumam/imaaman) lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”
Artinya:
“Aku niat shalat fardhu ashar empat raka’at menghadap kiblat (sebagai
ma’mum/sebagai imam) karena Allah Ta’ala. Allah Maha Besar.”

 Niat Shalat Maghrib :


“Ushalli fardhal maghribi salasa’ raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an
(ma’mumam/imaaman) lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”
Artinya:
“Aku niat shalat fardhu maghrib tiga raka’at menghadap kiblat (sebagai
ma’mum/sebagai imam) karena Allah Ta’ala. Allah Maha Besar.”

 Niat Shalat ‘Isya :


“Ushalli fardhal ‘Isyaa-i raka’aatin mustqbilal qiblati adaa-an
(ma’mumam/imaaman) lillaahi ta’aalaa. Allaahu akbar.”
24
Artinya:
“Aku niat shalat fardhu ‘isya empat raka’at menghadap kiblat (sebagai
ma’mum/sebagai imam) karena Allah Ta’ala. Allah Maha Besar.”
2. Kemudian takbiratul ihram (mengangkat kedua tangan sambil membaca: Allaahu
akbar (Allah Maha Besar).

3. Kemudian kedua tangan disedekapkan pada dada dan membaca do’a iftitah:
‫ت واْآل ْرض حنِيِ ْيفًا‬ ِ ‫ي فطرالسَّموا‬ ْ ‫ أ ِِن و َّج ْهةُ وجْ ِهي ِلل ِذ‬.ً‫ص ْيال‬ ُ ‫هللُ ا ْكب ْر كبِي ًْرا و ْالح ْمد ُ ِهللِ ك ِثي ًْر و‬
ِ ‫سبْحان هللاِ بُ ْكرةً وأ‬
ُ‫ الش ِريْك لهُ و ِبذ ِلك أ ُ ِم ْرت‬.‫ب ْالعال ِميْن‬ ِ ‫س ِك ْي و ْمحْ ياي ومما ِت ْي ِهللِ ر‬ُ ُ‫ ِإ َّن صالتِ ْي ون‬.‫ُم ْس ِل ًما وما أنا ِمن ْال ُم ْش ِر ِكيْن‬
‫وأنا ِمن ْال ُم ْس ِل ِميْن‬
“Allaahu akbaru kabiiraa wal hamdu lillaahi katsiiraa wasubhaanallaahi bukrataw
waashiilaa. Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifam
muslimaw wamaa ana minal musyrikiin. Inna shalaatii wanusukii wamahyaaya
wamamaatii lillaahirabbil ‘aalamiin. Laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa ana
minal muslimiin.”
Artinya:
“Allah Maha Besar, Maha Sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah, pujian
yang sebanyak-banyaknya. Dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan petang.
Kuhadapkan wajahku kepada zat yang telah menciptakan langit dan bumi dengan
penuh ketulusan dan kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semuanya untuk
Allah, penguasa alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dengan demikianlah
aku diperintahkan dan aku termasuk orang-orang islam.”
Dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah:
. ُ‫ إِيَّاك ن ْعبُدُ وإِيَّاك نسْت ِعين‬. ‫ين‬
ِ ‫ ما ِل ِك ي ْو ِم ال ِد‬. ‫الر ِحيم‬ َّ . ‫ب ْالعال ِمين‬
َّ ‫الرحْ َٰم ِن‬ ِ ‫ ْالح ْمد ُ ِ ََّلِلِ ر‬. ‫الر ِح ِيم‬
َّ ‫الرحْ َٰم ِن‬ َّ ‫بِس ِْم‬
َّ ِ‫َّللا‬
.‫ب عل ْي ِه ْم وال الضَّا ِلين‬ ِ ‫صراط الَّذِين أ ْنع ْمت عل ْي ِه ْم غي ِْر ْالم ْغضُو‬ ِ . ‫الصراط ْال ُمسْت ِقيم‬ ِ ‫ا ْهدِنا‬
“Bismillaahir rahmaanir rahiim. Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin. Arrahmaanir
rahiim. Maalikiyaumiddiin. Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iinu. Ihdinash
shiraathal mustaqiim. Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi
‘alaihim waladhdhaalliin. Aamiin.”
Artinya:

25
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Penguasa
hari pembalasan. Hanya kepada-Mu lah aku menyembah dan hanya kepada-Mu lah
aku memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-
orang yang telah Kau berikan nikmat, bukan jalannya orang-orang yang Kau murkai
dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.”
Dilanjutkan dengan membaca salah satu surah pendek atau ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
4. Ruku’
Selesai membaca surat, lalu kedua tangan diangkat setinggi telinga dan
membaca Allaahu akbar, kemudian badan dibungkukkan, kedua tangan memegang
lutut dan ditekankan. Usahakan antara punggung dan kepala supaya rata. Setelah
sempurna, kemudian membaca:
“Subhaana rabbiyal ‘adziimi wa bihamdih”. (3x)
Artinya:
“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung serta memujilah aku kepada-Nya.” (3x)
5. I’tidal
Setelah ruku’, kemudian bangkit tegak dengan mengangkat kedua tangan setinggi
telinga sambil membaca:
“Sami’allaahu liman hamidah.”
Artinya:
“Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”
Setelah berdiri tegak lalu membaca:
“Rabbanaa lakal hamdu mil’us samaawati wa mil ‘ulardhi wa mil ‘umaasyi’ta min
syai’in ba’du.”
Artinya:
“Ya Allah Tuhan Kami. Bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan bumi dan sepenuh
barang yang Engkau kehendaki sesudah itu.”
6. Sujud
Selesai I’tidal lalu sujud; dengan meletakkan dahi di alas shalat. Ketika turun, yaitu
dari berdiri i’tidal ke sujud sambil memabca Allahuu akbar. Dan saat sujud membaca
tasbih:
“Subhaana rabbiyal a‘laa wa bihamdih.” (3x)
Artinya:

26
“Maha Suci Allah, serta memujilah aku kepada-Nya.”
7. Duduk di antar dua Sujud
Setelah sujud lalu bangun untuk duduk sambil membaca Allaahu akbar, dan saat
duduk membaca:
“Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa’aafinii wa’fu
‘annii.”
Artinya:
“Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan angkatlah derajatku dan
ebrilah rezeki kepadaku, dan berilah aku petunjuk, dabn berilah kesehatan bagiku dan
berilah ampunan kepadaku.”
8. Sujud Kedua
Sujud kedua, ketiga, dan keempat dikerjakan seperti sujud pertama baik cara maupun
bacaannya.
9. Tasyahud Awal
Pada raka’at kedua (jika kita Shalat kecuali shalat Subuh), kita duduk membentuk
tasyahud awal dengan sikap kaki kanan tegak dan kaki kiri diduduki sambil membaca
tasyahud awal:
‫ السَّال ُم عليْنا وعلى‬،ُ‫ي ورحْ مةُ هللاِ وبركاتُه‬ ُّ ‫ السَّال ُم عليْك ايُّها النَّ ِب‬،ِ‫ط ِيباتُ ِهلل‬ َّ ‫صلواتُ ال‬ َّ ‫الت َّ ِح َّياتُ ْال ُمباركاتُ ال‬
‫ الل ُه َّم ص ِل على سيِدِنا ُمح َّم ٍد وعلى آ ِل‬،ُ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ أ ْشهد ُ ا ْن آل إِله إِالَّهللاُ وا ْشهد ُ أ َّن ُمح َّمدًا ر‬،‫صا ِل ِحيْن‬
َّ ‫ِعبا ِدهللاِ ال‬
‫سيِدِنا ُمح َّم ٍد‬،
“Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika
ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa
‘ibadadillaahish shaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah. Wa asyhadu anna
muhammadar rasuulullaah. Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa muhammad.”
Artinya:
“Segala kehormatan, keberkahan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah. Semoga
keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya (tetap tercurahkan) atas mu, wahai Nabi
(Muhammad). Semoga keselamatan (tetap terlimpahkan) atas kami dan atas hamba-
hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan aku
bersaksi bahwa muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah, limpahkanlah rahmat
kepada Nabi Muhammad.”
Selesai Tahiyat Awal, lalu berdiri kembali dengan mengangkat kedua tangan setinggi
telinga sambil membaca Allaahu akbar untuk mengerjakan raka’at ketiga (cara-

27
caranya sama seperti raka’at pertama (tanpa dimulai membaca do’a Iftitah dan sesudah
membaca surat Al-Fatihah tidak membaca surat pendek maupun ayat-ayat Al-Qur’an).
Selesai raka’at ketiga, langsung mengerjakan raka’at keempat (cara-caranya sama
seperti raka’at kedua, hanya saja setelah sujud terakhir (sujud kedua) lalu duduk kaki
bersilang (tawarruk) atau tahiyat akhir.
10. Tahiyatul Akhir
Cara duduknya; usahakan pantat menempel di alas shalat dan kaki kiri dimasukkan ke
bawah kaki kanan. Jari-jari kaki kanan tetap menekan ke kiri alas shalat.
Bacaan tahiyat akhir sama seperti bacaan tahiyat awal ditambah dengan bacaan
berikut ini:
“Wa ‘alaa aali sayyidinaa muhammad.”
Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat atas keluarga Nabi Muhammad SAW.”
Disunatkan membaca Shalawat Ibrahimiyah :
ِ ‫كما صلَّيْت على سيِدِنا اِبْرا ِهيْم وعلى آ ِل سيِدِنا اِبْرا ِهيْم وب‬
‫ار ْك على سيِدِنا ُمح َّم ٍد وعلى آ ِل سيِدِنا ُمح َّم ٍد كما بر ْكت‬
ٌ‫على س ِيدِنا اِبْرا ِهيْم وعلى آ ِل س ِيدِنا اِبْرا ِهيْم فِى ْالعال ِميْن ِإنَّك ح ِم ْيدٌ م ِج ْيد‬
“Kamaa shallaitaa ‘alaa sayyidinaa ibraahiim wa ‘alaa aali sayyidinaa ibraahiim.
Wa baarik ‘alaa sayyidinaa muhammad wa ‘alaa aali sayyidinaa muhammad. Kamaa
baarakta ‘alaa sayyidinaa ibraahiim wa ‘alaa aali sayyidinaa ibraahiim. Fil
‘aalamiina innaka hamiidummajiid.
Artinya:
“Sebagaimana pernah Engkau beri rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Dan limpahilah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya.
Sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim beserta keluarganya. Di
seluruh alam semesta Engkaulah Yang Terpuji dan Maha Mulia.”
11. Salam
Selesai tahiyat akhir, kemudia salam dengan menengok ke kanan dan ke kiri sambil
membaca:
“Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”
Artinya:
“Keselamatan dan rahmat Allah semoga tetap pada kamu sekalian.”
Pada waktu salam pertama kita terlebih dahulu menengok ke sebelah kanan, baru ke
sebelah kiri. Dengan salam, berarti shalat kita telah selesai.

28
Do’a Sesudah Shalat
“Astaghfirullaahal ‘adzim alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyumu wa atuubu
ilaih.”
(Ya Allah Tuhan kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami sesudah mendapat
petunjuk, berilah kami karunia. Engkaulah Yang Maha Pemurah).
“Rabbanaghfirlanaa waliwaalidiina wali jami’iil muslimiina wal muslimaati wal
mu’minii na wal mu’minaati al ahya-i min huwal amwaati innaka ‘ala kulli syai-in
qadiir.”
(Ya Allah Ya Tuhan kami, ampunilah dosa kami dan dosa-dosa orang tua kami, dan
bagi semua orang Islam laki-laki dan perempuan, orang-orang mukmin laki-laki dan
perempuan. Sesungguhnya Engkau dzat Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.)
“Rabbanaa aatinaa fiddun yaa hasanataw wafil aakhirati hasanataw waqinaa
‘adzaabannaar.”
(Ya Allah Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di
akhirat, dan hindarkan kami dari api neraka.)
“Allaahummaghfir lanaa dzunuubanaa wakaffir ‘annaa sayyiaatinaa watwaffanaa
ma’al abraar.”
(Ya Allah ampunilah dosa kami dan tutupilah segala kesalahan kami, dan semoga jika
kami mati nanti bersama-sama dengan orang-orang yang baik-baik.)
“Alhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin. Allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin
wa aalihii washahbihii wasallim. Allahumma inni as-alukal ‘afwa wal’aafiyata
walmu’aafaatad daaimah fiddiini waddun-yaa wal aakhirati wa shallallahu ‘alaa
sayyidinaa Muhammadin wa aalihii washahbihii wasallam. Walhamdulillaahi Rabbil
‘aalamiin.”
(Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Mudah-mudahan salam dan rahmat
dilimpahkan Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarga dan
sahabatnya. Ya Allah, aku minta ampun dan sehat wal’afiat di dunia dan di akhirat.
Anugerahilah Junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarga dan shahabatnya
kesejahteraan dan rahmat. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam).

29
2.5 Dahsyatnya Siksaan atau Hukuman Orang yang Meninggalkan Shalat Baik
di Dunia Maupun Akhirat

Ibnu Abbas, berkata, Maksud Hadist: “Aku dengar Rasulullah SAW bersabda:
“Awalnya orang yang meninggalkan solat itu, bukanlah dia termasuk golongan Islam.
Allah tidak terima tauhid dan imannya dan tidak ada faedah shodakah, puasa dan
syahadatnya”. Alhadist.
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, bukan saja diperlihatkan tentang
balasan orang yang beramal baik, tetapi juga diperlihatkan balasan orang yang berbuat
mungkar, diantaranya siksaan bagi yang meninggalkan Sholat fardhu.
Mengenai balasan orang yang meninggalkan Sholat Fardu: “Rasulullah SAW,
diperlihatkan
Pada suatu kaum yang membenturkan kepala mereka pada batu, Setiap kali
benturan itu menyebabkan kepala pecah, kemudian ia kembali kepada keadaan semula
dan mereka tidak terus berhenti melakukannya. Lalu Rasulullah bertanya: “Siapakah
ini wahai Jibril”? Jibril menjawab: “Mereka ini orang yang berat kepalanya untuk
menunaikan Sholat fardhu”. (Riwayat Tabrani).
Orang yang meninggalkan Sholat akan dimasukkan ke dalam Neraka Saqor.
Maksud Firman Allah Ta’ala: “..Setelah melihat orang-orang yang bersalah itu,
mereka berkata: “Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam Neraka Saqor ?”.
Orang-orang yang bersalah itu menjawab: “kami termasuk dalam kumpulan orang-
orang yang tidak mengerjakan Sholat”
Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang yang
melalaikan Sholat, maka jawab Baginda SAW, “yaitu mengakhirkan waktu Sholat dari
waktu asalnya hingga sampai waktu Sholat lain. Mereka telah menyia-nyiakan dan
melewatkan waktu Sholat, maka mereka diancam dengan Neraka Wail”.
Ibn Abbas dan Said bin Al-Musaiyib turut menafsirkan hadist di atas “yaitu
orang yang melengah-lengahkan Sholat mereka sehingga sampai kepada waktu Sholat
lain, maka bagi pelakunya jika mereka tidak bertaubat Allah menjanjikan mereka
Neraka Jahannam tempat kembalinya”.
Maksud Hadist: “Siapa meninggalkan sholat dengan sengaja, maka
sesungguhnya dia telah kafir dengan nyata”.
Berdasarkan hadist ini, Sebagaian besar ulama (termasuk Imam Syafi’i)
berfatwa: Tidak wajib memandikan, mengkafankan dan mensholatkan jenazah
30
seseorang yang meninggal dunia dan mengaku Islam, tetapi tidak pernah mengerjakan
sholat. Bahkan, ada yang mengatakan haram mensholatkanya.

2.5.1 Siksa Neraka Sangat Mengerikan


Mereka yang meninggalkan sholat akan menerima siksa di dunia dan di alam
kubur yang terdiri dari tiga siksaan.
Tiga jenis siksa di dalam kubur yaitu:
1. Kuburnya akan berhimpit-himpit serapat mungkin sehingga meremukkan tulang-
tulang dada.
2. Dinyalakan api di dalam kuburnya dan api itu akan membelit dan membakar
tubuhnya siang dan malam tiada henti-henti.
3.Akan muncul seekor ular yang bernama “Sujaul Aqra” Ia akan berkata, kepada si
mati dengan suaranya bagai halilintar: “Aku disuruh oleh Allah memukulmu sebab
meninggalkan sholat dari Subuh hingga Dhuhur, kemudian dari Dhuhur ke Asar, dari
Asar ke Maghrib dan dari Maghrib ke Isya’ hingga Subuh”. Ia dipukul dari waktu
Subuh hingga naik matahari, kemudian dipukul dan dibenturkan hingga terjungkal ke
perut bumi karena meninggalkan Sholat Dhuhur. Kemudian dipukul lagi karena
meninggalkan Sholat Asar, begitulah seterusnya dari Asar ke Maghrib, dari Maghrib
ke waktu Isya’ hingga ke waktu Subuh lagi. Demikianlah seterusnya siksaan
oleh “Sajaul Aqra” hingga hari Qiamat.
Didalam Neraka Jahanam terdapat wadi (lembah) yang didalamnya terdapat
ular-ular berukuran sebesar tengkuk unta dan panjangnya sebulan perjalanan.
Kerjanya tiada lain kecuali menggigit orang-orang yang tidak mengerjakan Sholat
semasa hidup mereka. Bisa ular itu juga menggelegak di di badan mereka selama 70
tahun sehingga hancur seluruh daging badan mereka. Kemudian tubuh kembali pulih,
lalu digigit lagi dan begitulah seterusnya.
Maksud Hadist: “orang yang meninggalkan sholat, akan Allah hantarkan
kepadanya seekor ular besar bernama “Suja’ul Akra”, yang matanya memancarkan
api, mempunyai tangan dan berkuku besi, dengan membawa alat pemukul dari besi
berat”.
Siapakah orang yang sombong?
Orang yang sombong adalah orang yang diberi penghidupan tapi tidak mau sujud pada
yang menjadikan kehidupan itu yaitu, Allah Rabbul Alaamin, Tuhan sekalian alam.

31
Maka bertasbihlah segala apa yang ada di bumi dan di langit pada TuhanNya kecuali
Iblis dan manusia yang sombong diri.
Siapakah orang yang telah mati hatinya?
Orang yang telah mati hatinya adalah orang yang diberi petunjuk melalui ayat-ayat
Qur’an, Hadits dan cerita-cerita kebaikan namun merasa tidak ada kesan apa-apa di
dalam jiwa untuk bertaubat.
Siapakah orang dungu kepala otaknya?
Orang yang dungu kepala otaknya adalah orang yang tidak mau melakukan ibadah tapi
menyangka bahwa Allah tidak akan menyiksanya dengan kelalaiannya itu dan sering
merasa tenang dengan kemaksiatannya.
Siapakah orang yang bodoh?
Orang yang bodoh adalah orang yang bersungguh-sungguh berusaha sekuat tenaga
untuk dunianya sedangkan akhiratnya diabaikan.
Bahaya Meninggalkan Sholat
Barang siapa yang (sengaja) meninggalkan solat fardhu lima waktu:
1. Subuh –Allah Ta’ala akan menenggelamkannya kedalam neraka Jahannam
selama 60 tahun hitungan akhirat. (1 tahun diakhirat=1000 tahun
didunia=60,000 tahun).
2. Dhuhur -Dosa sama seperti membunuh 1000 orang muslim.
3. Asar -Dosa seperti menghacurkan Ka’bah.
4. Maghrib -Dosa seperti berzina dengan ibu-bapak sendiri.
5. Isya’ -Allah Ta’ala akan berseru kepada mereka: “Hai orang yang
meninggalkan sholat Isya’, bahwa Aku tidak lagi ridha’ engkau tinggal
dibumiKu dan menggunakan nikmat-nikmatKu, segala yang digunakan dan
dikerjakan adalah berdosa kepada Allah Ta’ala”.
Maksud Firman Allah Ta’ala: “Mereka yang menyia-nyiakan solat dan
mengikuti hawa nafsu kepada kejahatan, maka tetaplah mereka jatuh ke dalam satu
telaga api neraka.” (Maryam : 59).
Kehinaan bagi yang meninggalkan sholat di Dunia
1. Allah Ta’ala menghilangkan berkat dari usaha dan rezekinya.
2. Allah Ta’ala mencabut nur orang-orang mukmin (sholeh) dari pada (wajah)
nya.
3. ia akan dibenci oleh orang-orang yang beriman.

32
4. Ruh dicabut ketika ia berada didalam keadaan yang sangat haus.
5. Dia akan merasa amat azab/pedih ketika ruh dicabut keluar.
6. Dia akan Mati Buruk (su’ul khatimah)
7. ia akan dirisaukan dan akan hilang imannya.
8. ia akan merasa susah (untuk menjawab) terhadap pertanyaan (serta menerima
hukuman) dari Malaikat Mungkar dan Nakir yang sangat menakutkan.
9. Kuburnya akan menjadi sangat gelap.
10. Kuburnya akan menghimpit sehingga semua tulang-tulang rusuknya
berkumpul (seperti jari bertemu jari).
11. Siksaan oleh binatang-binatang berbisa seperti ular, kala jengking dan lipan.
Malaikat Jibril as, telah menemui Nabi Muhammad SAW, dan berkata:
“Ya Muhammad.. Tidaklah diterima bagi orang yang meninggalkan sholat yaitu:
Puasanya, Shodaqahnya, Zakatnya, Hajinya dan Amal baiknya”.
Orang yang meninggalkan Sholat akan diturunkan kepadanya tiap-tiap hari dan
malam seribu laknat dan seribu murka. Begitu juga Para Malaikat di langit ke-7 akan
melaknatnya.
Ya Muhammad..! Orang yang meninggalkan Sholat tidak akan mendapat
syafa’atmu dan ia tidak tergolong dari umatmu.. Tidak boleh diziarahi ketika ia sakit,
tidak boleh mengiringi jenazahnya, tidak boleh beri salam pada nya, tidak boleh makan
minum dengan nya, tidak boleh bersahabat dengannya, tidak boleh duduk besertanya,
tidak ada Agama baginya, tidak ada kepercayaan bagi nya, tidak ada baginya Rahmat
Allah dan ia dikumpulkan bersama dengan orang Munafiqiin pada lapisan Neraka
yang paling bawah (diazab dengan amat dahsyat..).
Sabda Nabi Muhammad SAW, Maksud Hadist: “Perjanjian (perbedaan) diantara
kita (orang islam) dengan mereka (orang kafir) ialah Sholat, dan barangsiapa
meninggalkan Sholat sesungguhnya ia telah menjadi seorang kafir”. (Tirmizi).
Wahai Saudaraku Ummat Islam, mari kita merenung sejenak tentang ancaman
azab bagi yang meninggalkan sholat Fardhu. Apa guna kita hidup di dunia sekalipun
berlimpah harta jika kita termasuk golongan orang-orang yang (kafir) meninggalkan
sholat..?, barang siapa meninggalkan Sholat, maka ia telah menjadi kafir dengan
nyata…! Orang yang meninggalkan sholat, ia wajib menerima azab Allah Ta’ala..!
Orang yang meninggalkan sholat, tidak akan mendapat Syafa’at Nabi Muhammad
SAW, karena mereka telah menjadi kafir dan orang kafir tidak berhak mendapat

33
Syafa’at Nabi Muhammad SAW. Ancaman Allah Ta’ala terhadap orang-orang yang
meninggalkan sholat bukan sekedar gertakan belaka. Sungguh ancaman Allah Ta’ala
akan terbukti kelak di akhirat. “…sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji”.

34
DAFTAR PUSTAKA

https://www.ngelmu.id/pengertian-dakwah-jenis-tujuan-dan-prinsip-dakwah/
https://www.maria-online.us/religion/article.php?lg=id&q=Syiah
https://yufidia.com/2422-tata-cara-wudhu-nabi.html
https://www.merdeka.com/gaya/tata-cara-mandi-wajib-kln.html

35

Anda mungkin juga menyukai