Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Batu saluran bilier atau choledocholithiasis adalah adanya batu dalam


saluran empedu dan merupakan suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan
berbagai komplikasi. Pada umumnya komposisi utama batu adalah kolesterol.
Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran empedu utama atau di duktus
choledochus (choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali
ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan
di saluran empedu intrahepatal (intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.1

Choledocholithiasis telah ditemukan pada 4,6% hingga 18,8% pasien yang


menjalani kolesistektomi. Insiden choledocholithiasis pada pasien dengan
cholelithiasis meningkat dengan bertambahnya usia. Cholelithiasis lebih sering
terjadi pada pasien wanita, pasien hamil, pasien yang lebih tua, dan mereka yang
memiliki kadar lipid serum tinggi. Batu kolesterol biasanya ditemukan pada
pasien obesitas dengan aktivitas fisik yang rendah atau pasien yang baru-baru ini
sengaja menurunkan berat badan. Batu pigmen hitam ditemukan pada pasien
dengan sirosis, pasien yang menerima nutrisi orangtua total, dan pada mereka
yang telah menjalani reseksi ileum. Faktor nukleasi, seperti bakteri, adalah
sumber dari batu saluran empedu primer pigmen coklat.1

Choledocholithiasis dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi


yang paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan
obstruksi duktus sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat
bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat
menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering
menyebabkan terjadinya peritonitis, atau menyebabkan ruptur dinding kandung
empedu.1

Batu saluran empedu dapat menyebabkan masalah yang serius, karena itu
harus dikeluarkan baik melalui tindakan bedah yaitu kolesistostomi, laparoskopi
kolesistektomi,eksploarasi saluran empedu, maupun non bedah, seperti
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).2
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Anatomi
Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti
buah pear, panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika
terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah
lekukan pada permukaaan bawah hepar yang secara anatomi membagi
hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi
menjadi 4 area secara anatomi: fundus, corpus, infundibulum dan leher.
Fundus berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar,
strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan corpus yang
kebanyakan terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk
sebuah lengkungan, yang mencembung dan membesar membentuk
Hartmann’s pouch.1
Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung
kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu
dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa
infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan
corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh
lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan
oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna. Perimuskular
subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf, pembuluh darah,
limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali
bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di
bedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari
lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.1
Gambar 1. Anatomi kandung empedu
Arteri cystica yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal
dari cabang arteri hepatika kanan. Lokasi Arteri cystica dapat bervariasi
tetapi hampir selalu di temukan di segitiga hepatocystica, yaitu area yang
di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan batas
hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari
kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena
akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih
jarang akan menuju vena besar cystica menuju vena porta. Aliran limfe
kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.
Gambar 2. Vaskularisasi pada kandung empedu
Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari
cabang simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik
simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu,
dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus
splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus
memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan
hepar.1

Duktus Biliaris
Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepaticus kanan dan
kiri, Ductus hepaticus communis, Ductus cysticus dan Ductus
choledochus. Ductus choledochus memasuki bagian kedua dari duodenum
lewat suatu struktur muskularis yang disebut Sphincter Oddi.1
Ductus hepaticus kiri lebih panjang dari yang kanan dan memiliki
kecenderungan lebih besar untuk berdilatasi sebagai akibat dari obstruksi
pada bagian distal. Kedua Ductus tersebut bersatu membentuk Ductus
hepaticus communis. Panjang Ductus hepaticus communis umumnya 1-
4cm dengan diameter mendekati 4mm. Berada di depan vena porta dan di
kanan Arteri hepatica. Ductus hepaticus communis dihubungkan dengan
Ductus cysticus membentuk Ductus choledochus.1
Panjang Ductus cysticus bervariasi. Dapat pendek atau tidak ada
karena memiliki penyatuan yang erat dengan Ductus hepaticus. Atau dapat
panjang, di belakang, atau spiral sebelum bersatu dengan Ductus hepaticus
communis. Variasi pada Ductus cysticus dan titik penyatuannya dengan
Ductus hepaticus communis penting secara bedah. Bagian dari Ductus
cysticus yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu terdiri dari
lipatan-lipatan mukosa yang disebut Valvula Heister.

Gambar 3. Berbagai variasi duktus biliaris


Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-
10 mm. Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari
ligamen hepatoduodenal, disebelah kanan Arteri hepatica dan di anterior
Vena porta. Bagian retroduodenal berada di belakang bagian pertama
duodenum, di lateral Vena porta dan Arteri hepatica. Bagian terbawah dari
Ductus choledochus (bagian pankreatika) berada di belakang caput
pankreas dalam suatu lekukan atau melewatinya secara transversa
kemudian memasuki bagian kedua dari duodenum. Ductus choledochus
bergabung dengan Ductus pancreaticus masuk ke dinding duodenum
(Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus. Kira-kira 70% dari
Ductus ini menyatu di luar dinding duodenum dan memasuki dinding
duodenum sebagai single ductus. Sphincter Oddi, yang merupakan lapisan
tebal dari otot polos sirkuler, mengelilingi Ductus choledochus pada
Ampulla Vateri. Sphincter ini mengontrol aliran empedu, dan pada
beberapa kasus mengontrolpancreatic juice ke dalam duodenum.1
Suplai arteri untuk Ductus biliaris berasal dari Arteri
gastroduodenal dan Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang
dinding lateral dan medial dari Ductus choledochus (kadang-kadang pada
posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat saraf dan ganglia meningkat di
dekat Sphincter Oddi tetapi persarafan dari Ductus choledochus dan
Sphinchter Oddi sama dengan persarafan pada kandung empedu.

B. Fisiologi
Pembentukan dan Komposisi Empedu
Hepar memproduksi empedu secara terus menerus dan
mengekskresikannya pada kanalikuli empedu. Orang dewasa normal
memproduksi 500-1000 ml empedu per hari. Stimulasi vagal
meningkatkan sekresi empedu, sebaliknya rangsangan saraf splanchnic
menyebabkan penurunan aliran empedu. Asam hydrochloric, sebagian
protein pencernaaan dan asam lemak pada duodenum menstimulasi
pelepasan sekretin dari duodenum yang akan meningkatkan produksi dan
aliran empedu. Aliran empedu dari hepar melewati Ductus hepaticus,
menuju CBD dan berakhir di duodenum. Sphincter Oddi yang intak
menyebabkan empedu secara langsung masuk ke dalam kandung empedu.1
Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein,
lemak, dan pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorida
memiliki konsentrasi yang sama baik di dalam empedu, plasma atau cairan
ekstraseluler. pH dari empedu yang di sekresikan dari hepar biasanya
netral atau sedikit alkalis, tetapi bervariasi sesuai dengan diet. Peningkatan
asupan protein menyebabkan empedu lebih asam. Garam empedu, cholate
dan chenodeoxycholate, di sintesis di hepar dari kolesterol. Mereka
berkonjugasi dengan taurine dan glycine dan bersifat sebagai anion (asam
empedu) yang di seimbangkan dengan natrium.1
Garam empedu di ekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan
di tambah dari hasil pencernaan dan penyerapan dari lemak pada usus.
Pada usus sekitar 80% dari asam empedu di serap pada ileum terminal.
Sisanya di dekonjugasi oleh bakteri usus membentuk asam empedu
sekunder deoxycholate dan lithocholate. Ini di serap di usus besar di
transportasikan ke hepar, di konjugasi dan di sekresikan ke dalam empedu.
Sekitar 95% dari pool asam empedu di reabsorpsi dan kembali lewat vena
porta ke hepar sehingga disebut sirkulasi enterohepatik. 5% di ekskresikan
di feses.1
Kolesterol dan fosfolipid di sintesis di hepar sebagai lipid utama
yang di temukan di empedu. Proses sintesis ini di atur oleh asam empedu.1
Warna dari empedu tergantung dari pigmen bilirubin diglucoronide
yang merupakan produk metabolik dari pemecahan hemoglobin, dan
keberadaan pada empedu 100 kali lebih besar daripada di plasma. Pada
usus oleh bakteri diubah menjadi urubilinogen, yang merupakan fraksi
kecil dimana akan diserap dan di ekskresikan ke dalam empedu.1
BAB III

BATU SALURAN BILIER

A. Definisi
Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan
merupakan suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai
komplikasi. Pada umumnya komposisi utama batu adalah kolesterol.3
Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran empedu utama atau
di duktus choledochus (choledocholithiasis), di saluran sistikus
(sistikolitiasis) jarang sekali ditemukan dan biasanya bersamaan dengan
batu di dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal
(intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.3

B. Epidemiologi
Choledocholithiasis telah ditemukan pada 4,6% hingga 18,8%
pasien yang menjalani kolesistektomi. Insiden choledocholithiasis pada
pasien dengan cholelithiasis meningkat dengan bertambahnya usia.
Cholelithiasis lebih sering terjadi pada pasien wanita, pasien hamil, pasien
yang lebih tua, dan mereka yang memiliki kadar lipid serum tinggi. Batu
kolesterol biasanya ditemukan pada pasien obesitas dengan aktivitas fisik
yang rendah atau pasien yang baru-baru ini sengaja menurunkan berat
badan. Batu pigmen hitam ditemukan pada pasien dengan sirosis, pasien
yang menerima nutrisi orangtua total, dan pada mereka yang telah
menjalani reseksi ileum. Faktor nukleasi, seperti bakteri, adalah sumber
dari batu saluran empedu primer pigmen coklat.4

C. Etiologi
Batu empedu bisa lewat dari kantong empedu ke saluran kistik, dan
kemudian saluran empedu yang umum secara spontan. Batu-batu ini
dikenal sebagai batu saluran empedu sekunder. Lebih jarang, batu
terbentuk di pohon bilier intrahepatik, disebut hepatolitiasis primer, dan
dapat menyebabkan koledocholitiasis. Batu yang terlalu besar untuk
melewati ampula Vater tetap berada di saluran empedu umum distal,
menyebabkan ikterus obstruktif yang dapat menyebabkan pankreatitis,
hepatitis, atau kolangitis. Batu kolesterol membentuk sekitar 75% dari
batu saluran empedu umum sekunder di Amerika Serikat, sedangkan batu
pigmen hitam terdiri dari sisanya. Batu saluran empedu primer biasanya
adalah batu pigmen coklat.4

D. Patofisiologi
Patofisiologi batu empedu
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan
inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid
(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik
dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan
keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang
lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.5
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol murni “tidak umum dan merupakan <10% dari
semuanya batu. Biasanya muncul sebagai batu besar tunggal dengan
permukaan halus. Kebanyakan lainnya batu kolesterol mengandung
jumlah pigmen empedu dan kalsium yang bervariasi, tetapi demikian
selalu> 70% kolesterol berdasarkan berat. Batu-batu ini biasanya
berlipat ganda ukurannya, dan mungkin keras dan bercabang atau tidak
beraturan, berbentuk mulberry, dan lunak. Warna mulai dari kuning
keputihan dan hijau ke hitam. Sebagian besar batu kolesterol adalah
radiolusen, <10% adalah radiopak. Baik murni atau campuran,
pembentukan batu kolesterol utama adalah empedu jenuh dengan
kolesterol. 5
Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu
empedu kolesterol dianggap sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat
nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol
tergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu, dan
lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Superaturatur hampir selalu
disebabkan oleh kolesterol hipersekresi daripada oleh sekresi
fosfolipid atau empedu berkurang garam Kolesterol disekresi menjadi
empedu sebagai vesikel kolesterol-fosfolipid. Kolesterol disimpan
dalam larutan oleh misel, garam empedu-fosfolipid-kolesterol
terkonjugasi kompleks, serta oleh vesikel kolesterol-fosfolipid.
Kehadiran vesikel dan misel dalam kompartemen berair yang sama
memungkinkan pergerakan lipid antara keduanya. Pematangan
vesikular terjadi ketika lipid vesikular dimasukkan menjadi misel.
Fosfolipid vesikular dimasukkan ke dalam misel lebih mudah dari
kolesterol vesikular. Karena itu, vesikel dapat diperkaya dengan
kolesterol, menjadi tidak stabil, dan kemudian nukleasi kristal
kolesterol. Dalam empedu tak jenuh, pengayaan kolesterol vesikel
tidak penting. Dalam empedu super jenuh, cholesteroldense zona
berkembang di permukaan vesikel yang diperkaya kolesterol,
menyebabkan munculnya kristal kolesterol. Sekitar sepertiga dari
kolesterol empedu diangkut dalam misel, tetapi vesikel kolesterol-
fosfolipid ”membawa mayoritas kolesterol empedu. Ini dapat
dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan
persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol.5
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat
tahap: a. Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
b. Pembentukan nidus.
c. Kristalisasi/presipitasi.
d. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol
dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.

Gambar 4. Perbandingan kolestrol, lesithin, dan garam empedu


dalam hal kelarutan
2. Batu pigmen empedu
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang
mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan
dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen
utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh
adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan
infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya
E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri
akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan
didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi.5
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk,
seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak
terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis
hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini
belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam
kandung empedu dengan empedu yang steril.5
3. Batu campuran
Batu ini adalah jenis paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya
berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat
radioopaque. Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana
mengandung 20-50% kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol
yang mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar
90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna
coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar
metabolisme yang sama dengan batu kolesterol.5
Gambar 5 Klasifikasi batu dalam kandung empedu

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis


empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim β-
glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci
dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis
bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi
yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-
glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di
saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang
konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan
rendah lemak.5

Empedu yang dibuat di hati dan disimpan di kantong empedu dapat


menyebabkan pembentukan batu empedu. Pada beberapa pasien dengan
batu empedu, batu-batu akan melewati dari kantong empedu ke dalam
saluran kistik dan kemudian ke saluran empedu yang umum. Sumber
koledocholithiasis yang kurang umum termasuk sindrom Mirizzi atau
hepatolithiasis yang rumit. Aliran empedu terhambat oleh batu di dalam
saluran empedu, yang mengarah ke ikterus obstruktif dan mungkin
hepatitis. Empedu yang mandek juga dapat menyebabkan baktibilia dan
kolangitis asendens. Cholangitis dan sepsis lebih sering terjadi pada pasien
dengan choledocholithiasis daripada sumber lain dari obstruksi saluran
empedu karena biofilm bakteri biasanya mencakup batu saluran empedu
yang umum. Saluran pankreas bergabung dengan saluran empedu umum
dekat duodenum, dan oleh karena itu, pankreas juga dapat meradang oleh
obstruksi enzim pankreas. Ini disebut pankreatitis batu empedu.5

Kolestasis intrahepatik

Kolestasis intrahepatik bisa juga disebut dengan kolestasis


hepatoseluler. Kolestasis intrahepatik merupakan 68% dari kasus
kolestasis. Kolestasis intrahepatik terjadi karena kelainan pada hepatosit
atau elemen duktus biliaris intrahepatik. Hal ini mengakibatkan terjadinya
akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang merupakan
komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke
dalam plasma, dan selanjutnya pada pemeriksaan histopatologis akan
ditemukan penumpukan empedu di dalam sel hati dan sistem biliaris di
dalam hati.5

Kolestasis ekstrahepatik

Kolestasis ekstrahepatik merupakan 32% dari kasus kolestasis dan


sebagian besar adalah atresia bilier. Kolestasis ekstrahepatik terdapat
penyumbatan atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik. Penyebab
utama kolestasis tipe ini adalah proses imunologis, infeksi virus terutama
Cytomegalo virus, Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan
kelainan genetik. Akibat dari penyebab tersebut maka akan terbentuk
kelainan berupa nekroinflamasi, yang pada akhirnya menyebabkan
kerusakan dan pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik.5
Atresia bilier merupakan salah satu contoh kolestasis ekstrahepatik
dan merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Deteksi dini
kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier merupakan
langkah yang sangat penting, karena metode pengobatan untuk atresia
biler adalah dengan pembedahan hepatik-portoenterostomi yang biasa
dikenal dengan nama operasi Kasai, operasi ini kurang efektif apabila
umur pasien sudah lebih dari 2 bulan.5

Siklus Enterohepatik

Pembentukan empedu sangat penting dalam pencernaan dan


penyerapan lemak, ekskresi xenobiotik larut lemak dan racun dalam tubuh,
dan keseimbangan kadar kolesterol. Garam empedu secara alamiah
bersifat amphipilik karena memiliki gugus polar dan non polar. Gugus
polar memiliki permukaan yang bersifat hidrofilik yang mengandung
gugus hidroksil dan gugus karbonil, sedangkan gugus non polar bersifat
hidropobik.

Cairan empedu merupakan gabungan antara asam empedu dan


garam empedu. Bilirubin tetrapyrrole (berwarna coklat), merupakan
komponen pemberi warna terbesar pada empedu dan merupakan produk
akhir dari metabolisme heme. Apabila bilirubin mengalami oksidasi akan
berubah menjadi biliverdin (berwarna hijau).

Garam empedu bersama pospolipid dan kolesterol merupakan


cairan organik terbesar dalam empedu dan merupakan kunci kekuatan
dalam pembentukan empedu pada saat di sekresikan ke canalikuli empedu
melewati membran apikal hepatosit

Komponen utama asam empedu dalam empedu manusia yaitu


asam xenodeoksikolat (45%) dan asam kolat (31%). Sebelum sebagian
besar garam empedu disekresikan ke lumen canalikuli, terlebih dulu terjadi
konjugasi dengan ikatan amida pada terminal gugus karboksil dengan
asam amino glisin dan taurin. Reaksi konjugasi ini menghasilkan
glycoconjugates dan tauroconjugates. Sebanyak 95% dari total garam
empedu yang disintesa di hati diserap oleh usus distal dan dikembalikan
lagi ke hati. Proses sekresi dari hati ke gallbladder, kemudian ke usus, dan
akhirnya diserap kembali disebut siklus enterohepatik. Jumlah total garam
empedu yang mengalami siklus berulang-ulang melalui siklus
enterohepatik sekitar 3,5 g. Jumlah tersebut bersirkulasi dua kali per
makan dan 6-8 kali per hari. Apabila empedu tidak ada di usus, maka
hampir 50% lemak yang dimakan akan keluar melalui feses.

Gambar 6. Garis yang tidak terputus yang masuk ke dalam sistem


portal merupakan garam empedu yang berasal dari hati, sedangkan garis
terputus-putus menunjukkan garam empedu yang terbentuk akibat
aktivitas bakteri

E. Manifestasi Klinik
Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu
tersembunyi (silent stone) tidak memberikan gejala sama sekali. Bila
menimbulkan tanda sumbatan baru memberikan gejala ikterus cholestatic.
Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya sementara, karena yang
sering menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan sumbatan
lengkap.6,7
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di
epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan
menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang
umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai
dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai
sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan
trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus.
Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik
intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias
Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma.5
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa.
Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen
pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul
kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses
hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada
saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus
dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu
empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.5
F. Diagnosis
Diagnosis batu saluran empedu dapat ditegakkan melaui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis
Sekitar ¾ penderita mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan
atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Lokasi
nyeri bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik
empedu yang intermiten, sehingga membuat gelisah penderita.
Kadang-kadang sifat nyeri tersebut menetap yang menjalar ke
punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai muntah. Pada
palpasi teraba nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.7
Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir
atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering
memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau
flatulen yang berlangsung lama.7
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit
atau mata menguning merupakan suatu tanda penting untuk obstruksi
biliaris. Dan pada choledocholithiasis atau pankreatitis sering
ditemukan pula adanya ikterus, feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut
“clay-colored”. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat
urin berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika
didapatkan demam dan menggigil, maka diagnosa yang
dipertimbangkan adalah cholangitis ascendes.7,8
c. Pemeriksaan Radiologis
Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya :
Digunakan pemeriksaan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography dan percutaneous transhepatic
cholangiography. Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang
sangat tinggi untuk mendeteksi choledocholithiasis dan sebagai akses
dalam memberikan terapi. Merupakan suatu tatacara yang invasif
dengan risiko terjadinya pankreatitis, hemoragik dan sepsis. 7,8
Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran
empedu, antara lain:
- CT Scan Abdominal
- Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)
- Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
- Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)
d. Ultrasonografi (USG)
Batu empedu yang terletak di dalam saluran empedu utama (duktus
choledochus) akan menyebabkan timbulnya sumbatan dengan segala
gejala-gejalanya. Tetapi bila batunya kecil belum tentu menyebabkan
sumbatan, oleh karena itu sulit dideteksi. Hanya saja batu kecil
tersebut dapat menimbulkan tanda peradangan, atau menimbulkan
kolik. Visualisasi batu yaitu dikelilingi oleh echogenic, ukurannya
antara 2 sampai > 20 mm dan bayangannya mungkin lebih sulit untuk
didapatkan daripada batu pada kandung empedu. Selain itu, harus
curiga meningkatnya jumlah batu empedu khususnya jika multipel dan
berukuran kecil.7
Batu yang terletak di dalam saluran empedu utama yang
mengakibatkan sumbatan, secara USG akan tampak pelebaran saluran
empedu. Letak saluran empedu secara anatomi di depan dan berjalan
sejajar dengan vena porta, sehingga tampaknya seperti ada dua saluran.
Diameter saluran empedu yang normal kurang dari 3 mm, dan
diameter saluran empedu utama yang kurang dari 8 mm. Saluran
empedu yang melebar diameternya akan melebihi ukuran normal.
Untuk usia dekade di atas 60 tahun dilatasi saluran empedu > 6 mm +
1 mm, dan > 10 mm post-cholecystectomy. Pada choledocholithiasis,
akan tampak pelebaran duktus choledochus dan juga tampak massa
gema padat dengan densitas meninggi disertai bayangan akustik.
Selain daripada itu juga terlihat dilatasi saluran empedu intrahepatik
dan pembesaran kandung empedu. Gambaran USG demikian
merupakan tanda khas dari cholestacys ekstrahepatal.7
Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang
anekoik (cairan) dengan dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan
sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi membentuk
gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada dinding
bawah bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic
enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus choledochus
melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita
diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus
choledochus, maka setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar;
sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, di mana
elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan
menjadi lebih kecil. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling
akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.9
Gambar 7. USG yang menunjukkan adanya batu pada kandung
empedu dan saluran biliaris

e. Foto Polos Abdomen


Pada foto polos abdomen kadang-kadang ditemukan batu yang
radioopak. Batu radioopak merupakan batu pigmen hitam yang bisa
dideteksi oleh x-ray, sedangkan batu pigmen coklat tampak radiolusen
dan tidak bisa dideteksi dengan sinar x-ray. Batu berpigmen hitam
biasanya ditemukan pada kandung empedu dan batu berpigmen coklat
lebih sering terlihat di saluran empedu. Oleh karena itu, dilakukan
ERCP yang tampak jelas adanya batu di duktus choledochus.
Demikian pula PTC dapat membantu menentukan diagnosis, yaitu
akan tampak batu radiolusen di duktus choledochus. Sering pula
ditemukan gambaran batu di kandung empedu. Sebagaimana diketahui
sebagian besar di duktus choledochus berasal dari kandung empedu
yang mengalami migrasi.9
- Computed Tomography (CT)
CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris,
menentukan komposisi batu, dan kadang-kadang kurang
sensitif daripada US untuk kalkulus yang memiliki keuntungan
visualisasi pada bagian distal biliaris ketika dikaburkan oleh
US. CT bisa juga mendeteksi dengan akurat adanya tumor
obstruktif.9
Gambaran CT untuk choledocholithiasis yaitu, target sign,
lebih rendah dan berada di sekelilingi empedu atau mukosa.
Rim sign : densitas batu berada diluar garis kulit yang tipis.
Crescent sign
Kalsifikasi batu : sayangnya hanya 20% batu yang memiliki
densitas tinggi.
Gambar 8. Pada CT scan menunjukkan adanya batu pada
duktus biliaris

f. Pemeriksaan Cholecystography
Cholecystography sukar menemukan batu di duktus choledochus.
Oral cholecystography ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan
banyak diadakan perubahan kontras nontoxic iodinated organic
compound diberikan oral yang diserap di dalam usus kecil, diekskresi
oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan
untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur
sebelum operasi.6
Intravenous cholecystography dikerjakan sebagai pengganti oral
cholecystography. Bahan kontras dipergunakan adalah iodipamide
(biligrafin yang mengandung iodine 50%).6

g. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati
penyakit-penyakit saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat
ini, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) menjadi
kriteria standar untuk diagnosis dan terapi choledocholithiasis. Karena
ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi
lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang
invasif dan dihubungkan dengan kelahiran maupun kematian.6
ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi
(panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang
menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang sama
seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan
prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan
penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan
kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada di
dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan
operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle
biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal
dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.6
Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2
jam. Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan
duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun
setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk
6 hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan
prosedur dan juga operator harus mengetahui adanya alergi atau tidak,
khususnya terhadap iodine.6
Gambar 9. Pada ERCP pada saluran bilier

h. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)


MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan
gambaran sama seperti ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras
medium, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu
akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas
sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai
intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas
sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu
saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan tidak
menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap
yang diamati.10
MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk
diagnosis pasien yang memiliki kemungkinan kecil adanya
choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP yang mengalami
kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan,
MRCP juga memiliki peranan penting untuk mengkonfirmasi adanya
eliminasi choledocholithiasis yang spontan sesudah ERCP dan
sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis dengan
pembedahan gastritis atau kandung empedu.10

Gambar 10. Pada MRCP pada saluran bilier

i. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)


PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan pemeriksaan ERCP (misalnya, dengan pembedahan
gastritis atau obstruksi batu CBD bagian distal atau kurang
berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan penyakit
batu intrahepatik yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka
diperlukan needle yang panjang dan besar untuk dimasukkan ke dalam
duktus intrahepatik dan cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC
yaitu tidak terjadi koagulopati dan ukuran duktus intrahepatik yang
normal menyulitkan pemeriksaan ini. Antibiotik propipaktik
direkomendasikan untuk faktor risiko cholangitis. Angka kecacatan
rata-rata 10 %, dan kematian 1%. Komplikasi PTC adalah perdarahan,
luka pada duktus, kebocoran kandung empedu, dan cholangitis.
Keberhasilan pemeriksaan ini antara 75-85%.6,10

Gambar 10. Pada PTC pada saluran bilier

j. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang
tidak spesifik untuk diagnosis choledocholithiasis. Karena pasien
dengan choledocholithiasis tidak menimbulkan gejala atau sering
asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak
ditemukan kelainan. Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu
bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang diperoleh,
diantaranya :
- Meningkatnya serum kolesterol
- Meningkatnya fosfolipid
- Menurunnya ester kolesterol
- Meningkatnya protrombin serum time
- Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari
3mg/dL, transaminase (serum glumatic-pyruvic transaminase
dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat pada
pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis,
pankreatitis atau keduanya.
- Menurunnya urobilirubin
- Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda
adanya infeksi atau inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.
- Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat
yaitu pankreatitis akut akibat komplikasi choledocholithiasis
atau bila ada batu di duktus utama.
- Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.10

G. Penatalaksanaan
a. Non Bedah
Farmakologi
Asam Uredeoksikolat dapat dipakai untuk melarutkan batu empedu
kolseterol, dibutuhkan waktu terapi selama 6-12 bulan. Batu dapat
timbul lagi setelah pengobatan dihentikan.
Antibiotik biasanya tidak diperlukan untuk choledocholithiasis
kecuali pasien juga memiliki kolesistitis atau kolangitis terkait.10
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP dapat dilakukan dengan anestesi umum, dengan pasien
dalam posisi rawan, lateral kiri, atau terlentang, meskipun rawan
adalah posisi yang paling umum digunakan. Endoskopi kemudian akan
menempatkan duodenoskop ke dalam bagian kedua dari duodenum
dan memajukan kateter dan kawat pemandu ke saluran empedu
bersama. Autotome atau sphincterotome kemudian digunakan untuk
memotong papilla, menggunakan kauterisasi, dan memperbesar
ampula Vater. Seringkali, batu-batu akan dilepaskan dengan manuver
ini. Berbagai jerat dan keranjang dapat digunakan untuk menangkap
batu dan menghilangkannya jika diperlukan. Kateter balon juga dapat
digunakan untuk menyapu saluran empedu untuk menghilangkan batu.
Endoskopi juga dapat menempatkan stent di saluran empedu bersama,
yang akan melayani dua tujuan. Pertama, semua batu yang tersisa akan
melunak, dan berpotensi lebih mudah dihilangkan dengan ERCP
kedua. Kedua, stent akan memungkinkan drainase empedu terjadi,
mencegah penyakit kuning obstruktif. Jika batu-batu besar, macet, atau
ada banyak batu di dalam pohon empedu, operasi pengangkatan
diindikasikan.6

b. Tindakan Bedah
Kolesistostomi
Prosedur ini dilakukan pada pasien yang tidak layak anestesi.
Dalam prosedur ini di bawah bimbingan USG kandung empedu yang
buncit didekompresi oleh drainase perkutan. Awalnya kawat pemandu
dimasukkan melalui dinding perut, hati, dan kantong empedu,
kemudian kateter dilewati. Setelah itu kondisi pasien membaik kateter
diangkat dan kolesistektomi dapat dilakukan dilakukan di kemudian
hari. Prosedur ini jarang dilakukan saat ini.6,11
Laparoskopi Kolesistektomi
Philippe Mouret dari Perancis adalah orang yang memperkenalkan
Lap Cholecystectomy pada tahun 1987 yang telah merevolusi
pengobatan batu empedu. Sebagian besar kolesistektomi laparoskopi
dilakukan untuk tujuan empedu kolik, tetapi juga dapat dengan aman
ditemukan dalam pengaturan akut, kecuali konversi tarif untuk
membuka lebih tinggi. Ini dilakukan dengan anestesi umum. Karena
itu sayatan yang lebih kecil, lebih sedikit rasa sakit dan lebih pendek
tinggal di rumah sakit semakin banyak kolesistektomi laparoskopi
sedang dilakukan.7

Kolesistetektomi Terbuka
Karena munculnya teknik laparoskopi jumlah prosedur terbuka telah
turun secara drastis. Sekarang dilakukan di bawah dua pengaturan, satu
konversi berikut dari pendekatan laparoskopi dan dua sebagai langkah
selama operasi lain seperti pankreatikoduodenektomi.7

Eksplorasi Saluran Empedu Umum


Teknik laparoskopi telah diimprovisasi dalam beberapa tahun
terakhir yang telah membuka jalan untuk pembersihan saluran empedu
secara laparoskopi berlatih. Pertama CBD divisualisasikan secara
fluroskopik, saluran diirigasi. Glucagon adalah menanamkan yang
merilekskan sfingter Oddi. Jika upaya gagal yang fleksibel
choledochoscope digunakan. Baik dalam metode terbuka dan
laparoskopi, jahitan tetap dilakukan dibuat, dan choledochotomy
dilakukan di bagian supraduodenal dari CBD. Biasanya sayatan
longitudinal dibuat dan batu diambil. Di akhir prosedur tabung T
ditempatkan melalui situs choledochotomy dan saluran ditutup dengan
jahitan yang dapat diserap. 6,7
H. Komplikasi
Choledocholithiasis paling sering disebabkan adanya obstruksi
traktus biliaris. Rata-rata 15% pasien choledocholithiasis, ditemukan batu
pada salurannya. Komplikasi cholelithiasis kadang-kadang dalam bentuk
cholangitis, abses hati, pankreatitis atau sirosis biliaris. Ditegakkannya
sebuah diagnostik yang tepat merupakan penting sekali sebelum
diusahakan terapi dalam bentuk apapun.12
Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung
empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan
timbulnya komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah
infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus sistikus atau
duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara,
intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering
menyebabkan terjadinya peritonitis, atau menyebabkan ruptur dinding
kandung empedu.12
BAB IV
KESIMPULAN

1. Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan


merupakan suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai
komplikasi. Pada umumnya komposisi utama batu adalah kolesterol.
2. Choledocholithiasis lebih sering terjadi pada pasien wanita, pasien
hamil, pasien yang lebih tua, dan mereka yang memiliki kadar lipid
serum tinggi.
3. Batu kolesterol biasanya ditemukan pada pasien obesitas dengan
aktivitas fisik yang rendah atau pasien yang baru-baru ini sengaja
menurunkan berat badan. Batu pigmen hitam ditemukan pada pasien
dengan sirosis, pasien yang menerima nutrisi orangtua total, dan pada
mereka yang telah menjalani reseksi ileum.
4. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan
gold standar untuk mendiagnosis dan terapi choledocholithiasis.
5. Penatalaksanaan Choledocholithiasis dapat dilakukan baik secara non
bedah maupun tindakan bedah seperti, kolesistektomi laparoskopi,
kolesistektomi terbuka, kolesistostomi maupun eksplorasi saluran
empedu.
DAFTAR PUSTAKA

1. F. Paulsen & J Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 3.


Jakarta.EGC. 2014
2. Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta. Interna
Publishing. 2014
3. McNicoll CF, St Hill CR. Choledocholithiasis. Source
www.ncbi.nlm.nih.gov/books. 2018.
4. De Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. 2012
5. Made Agus. Faktor – faktor terjadinya batu empedeu. Departemen Bedah
Fakultas Universitas Hasanuddin Makssar, 2014
6. Waseem Hammoudi. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
(ERCP) Textbook of Hepatogastroenterology, Part II : Gastroenterology.
2017
7. B Sharad, D Srinivas. Clinical Study Of Cholelithiasis. International Journal
of Scientific Study. Vol 5 (3). 2017
8. Abhimshek Bhattarai. Incidence of Choledolithiasis In Gallstone Disease.
Journal of Chitwan Medical Colledge Vol 8 (23). 2018
9. Renato Costi and Francesco Di Mario. Diagnosis and Management of
Choledocolithiasis in the Golden age of Imaging, Endoscopy dan
laparoscopy. World Journal of Gastroenterology Vol 20 (37). 2014
10. Mansjoer A. et al. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius,
FKUI, Jakarta. 2009
11. Suharjo B Cahyono, et al. Gallstones and Choledocolithiasis with Severe
Cholestatic Jaundice in β-Thalasemia Intermedia Patient. The Indonesian
Journal of Gastroenterology and Digestive Endoscopy Vol 15 (2). 2014
12. Hendra Koncoro, et al. Choledocolithiasis during Pregnancy : Multimodal
Approach Treatment. The Indonesian Journal of Gastroenterology and
Digestive Endoscopy Vol 17(1). 2016
REFERAT DESEMBER, 2019

PENATALAKSANAAN BATU SALURAN BILIER

OLEH:

APRILIA SILAMBI
N 111 18 011

PEMBIMBING KLINIK :
dr. ALFRETH LANGITAN, SP. B., FINACS

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

Anda mungkin juga menyukai