Anda di halaman 1dari 14

MODUL

REGULASI KEUANGAN PUBLIK DI INDONESIA

 Capaian Pembelajaran :
Setelah menempuh mata kuliah ini Mahasiswa mampu menjelaskan Anggaran dan
Laporan Akuntansi Sektor Publik

 Kemampuan Akhir yang akan dimiliki setelah menyelesaikan bahan kajian ini :
Setelah menyelesaikan bahan kajian ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan Paket
Regulasi Keuangan Sektor Publik Di Indonesia.

 Topik Forum Diskusi :


Peraturan Pengelolaan Keuangan Sektor Publik

Pendahuluan
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi
pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta
atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk
organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi
lembaga-lembaga publik tersebut. Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik,
sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan
definisi.
Oleh karna itu, setiap organisasi publik pasti menghadapi berbagai isu dan permasalahan baik
yang berasal dari luar (lingkungan) maupun dalam organisasi. Karena itu, setiap organisasi
publik pasti mempunyai regulasi publik sebagai wujud kebijakan organisasi dalam menghadapi
isu dan permasalahan yang di hadapinya.

Definisi Regulasi Publik

1
Regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses
pengelolaan organisasi publik, baik pada organisasi pemerintah daerah, partai politik, yayasan,
LSM, organisasi keagamaan/tempat peribadatan, maupun organisasi sosial masyarakat lainnya.

Penyusunan Regulasi Publik


Regulasi dalam sektor publik adalah instrumen aturan yang secara sah di tetapkan oleh
organisasi publik ketika menyelenggarakan perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran,
pengadaan barang dan jasa, pelaporan keuangan, audit serta pertanggungjawaban publik.

Perumusan Draft Regulasi Publik


Draft regulasi publik pada dasarnya merupakan kerangka awal yang dipersiapkan untuk
mengatasi masalah publik yang hendak di selesaikan. Dimana draft tersebut dapat menjelaskan
siapa organisasi publik pelaksana aturan, kewenangan apa yang diberikan padanya, perlu
tidaknya memisahkan antara organ pelaksana peraturan dan organ yang menetapkan sanksi atas
ketidakpatuhan, persyaratan apa yang mengikat organisasi publik pelaksana, serta apa sanksi
yang dapat dijatuhkan kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan wewenang.
Prosedur Pembahasan
Ada tiga tahap penting dalam pembahasan draft regulasi publik, yaitu : dengan lingkup tim
teknis pelaksana organisasi publik (eksekutif), dengan lembaga legislatif (dewan penasehat,
dewan penyantun dan lain-lain), dan dengan masyarakat. Pembahasan pada lingkup tim teknis
adalah yang lebih merepresentasi kepentingan eksekutif (manajamen).
Pengesehan dan Pengundangan
Perjalanan terakhir dari perancangan draft regulasi publik adalah tahap pengesahan yang
dilakukan dalam bentuk penandatanganan naskah oleh pihak organisasi publik (pimpinan
organisasi). Pandangan sosiologi hukum dan psikologi hukum menganjurkan agar tahapan
penyebarluasan (sosialisasi) regulasi publik harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar terjadi
komunikasi hukum antara regulasi publik dan masyarakat yang harus patuh.

Dasar Hukum Keuangan Publik Di Indonesia

2
Undang – Undang No. 17 tahun 2003 (Tentang Keuangan Negara)
Pengertian dan Ruang Lingkup
Pengertian Keuangan Negara secara umum merupakan, semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Namun jika ditinjau dari sudut pandang sebagai obyek, subyek, proses dan tujuan memiliki
pengertian yang berbeda pula, yakni : .Dari sisi obyek yang dimaksud keuangan negara meliputi
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Dari sisi subyek yang
dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau
dikuasai oleh pemerintahan pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup
seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek, mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan,
keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan
dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
negara.
Ruang lingkup keuangan Negara, mencakup beberapa hal yakni ;
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara
dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara/Daerah;
d. Pengeluaran Negara/Daerah;
e. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.

3
Ruang lingkup terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang
dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di
lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.

Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara


Azas – azas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu :
(1). Azas tahunan, (2). Azas universalitas, (3). Azas kesatuan, (4). Azas spesialitas. Serta
tambahan azas – azas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah yang baik)
dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
 Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil
 Azas profesionalitas
 Azas proporsionalitas
 Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
 Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Dengan dianutnya azas – azas umum tersebut di dalam undang – undang tentang
keuangan negara, maka pelaksanaan undang – undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi
manajeman keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara


Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan
kekuasaan dimaksud, sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku
Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan,
serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementrian Negara/lembaga yang dipimpinnya. Pada hakekatnya menteri keuangan adalah Chief
Financial Officer (CFO) sementara setiap menteri/pimpinan lembaga adalah Chief Operational
Officer (COO).

4
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen
kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Ketentuan
mengenai penyusunan dan penetepan APBN/APBD dalam undang – undang ini meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan
pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran,
penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam
penyusunan anggaran.

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah dan


lembaga asing, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan
pengelolaan dana masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara,
perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga – lembaga
infra/supranasional. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral
ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang
– undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana
perimbangan kepada pemerintah daerah. Undang – undang ini mengatur pula perihal penerimaan
pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa
pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Pelaksanaan APBN dan APBD


Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang – undang, pelaksanaanya
dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementrian
negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara
dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang – undang yang

5
mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif
antar kementrian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara


Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang
memenuhi prinsip – prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi
pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku pengguna
anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam
undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil
(outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang – undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi
menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota serta pimpinan unit organisasi kementrian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti melakukan penyimpangan
kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan
daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang
siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan
uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua
kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan
negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern
yang andal.

Undang – Undang No. 1 Tahun 2004 (tentang Perbendaharaan Negara)


Pengertian, ruang lingkup, asas umum perbendaharaan Negara
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan Negara,
termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Ruang lingkup : kewenangan pejabat perbendaharaan Negara pelaksanaan pendapatan dan
belanja negara/ daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan utang piutang
negara/daerah, investasi dan barang milik negara/daerah, pengelolaan BLU.
Asas Umum :
 Kesatuan

6
 Universalitas
 Tahunan
 Spesialitas
 Penyelesaian kerugian negara
 Pengelolaan keuangan badan layanan umum

Pejabat perbendaharaan negara


 Pusat : menteri keuangan
 Daerah : PPKD (pejabat pengelola keuangan daerah)

Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang sehat


 Kewenangan menteri keuangan/pejabat pengelola keuangan daerah untu mengatur
dan menyelenggarkan rekening pemerintah, menyimpan uang negara dalam
rekening kas umum negara/daerah pada bank sentrl, optimalisasi dana pemrintah
 Untuk transparasi dan akuntabilitas piutang negara/daerah diatur kwenangan
peyelesaian piutang negara/daerah
 Untuk melaksanakan pembiayaan ditetapkan pejabat yang diberi kuasa untuk
mengadakan utang negara/daerah
 Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifita pengelolaan investasi dan barang
milik negara /daerah diatur tentang pelaksanaan investasi serta kewenangan
mengelola dan menggunakan barang milik negara/daerah.

Pemutusahaan dan penanggungjawaban pelaksanaan anggaran


 Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proes akuntansi
 Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai standar akuntansi keuangan
pemrintah yang terdiri dari ;
 Laporan realisasi anggaran
 Neraca
 Laporan aru kas disertai
 Catatan atas laporan keuangan
 Laporan keuangan disajikan sebagai wujud pertanggung jawaban setiap entitas
pelaporan yang meliputi ;
 Laporan keuangan pemerintah pusat
 Laporan keuangan kementrian negara/lembaga
 Laporan keuangan pemerintah daerah

7
 Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepad DPR/DPRD
selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan
terkahir
 Lapora keuangan perintah di audit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang
indipenden dan professional sebelum disampaikan kepada DPR
 Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistic keuangan yang
mengacu pada manul stastik keuangan pemerintah, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan anaisis kebijakan dan kondisi fiscal, pegelolaan dan anlisis
perbandingan antrnegara, kegiatan pemerintahan, penyajian statistic keuangan
pemerintah
Penyelesaian kerugian negara
 Setiap kerugian negara/daeah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum
atau kelalain seseorang, harus diganti oleh pihk yang bersalah
 Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK
 Pengenaan ganti kerugian negara/daerah oleh pegawai negei bukan bendahara
ditetapkanoleh menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah
 Mereka yang telah ditetapkan menggantikan kerugian terebut dapat dikenai sanksi
administrative dan/ atau sanksi pidana
Pengelolaan badan layanan umum
 BLU bertugas untuk memberikan pelayanan masyarakat berupa penyediaan
barang/jasa yang diperlukan dalam rangk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
 Kekayaan BLU merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan
 RKA dan LAPKEU BLU disusun dan disajikan sebagai bagian tak terpisahkan
dengan RKA dan LAPKEU kementrian negara/lembaga/pemda
 Pembinaan keuangan BLU oleh menkeu

Undang – Undang No.15 Tahun 2004 (tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara)
Dasar Pemikiran
Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerbendaharaan Negara perlu dilakukan
pemeriksaan oleh satu badan pemeriksakeuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah

8
ditetapkan dalam Pasal 23EUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaantugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sampai
saat ini,BPK masih berpedoman kepada Instructie en Verdere Bepalingen voor de
AlgemeneRekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Staatsblad 1933 Nomor 320).
Sampai saat ini BPK, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun1973 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan, masih belum memiliki landasanoperasional yang memadai dalam
pelaksanaan tugasnya untuk memeriksa pengelolaandan tanggung jawab keuangan negara.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
selain berpedoman pada IAR, dalampelaksanaan pemeriksaan BPK juga berpedoman pada
Indische Comptabiliteitswetatau ICW (Staatsblad 1925 No. 448 Jo. Lembaran Negara 1968 No.
53).
Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif, dalam Undang-Undangini diatur
hal-hal pokok yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dantanggung jawab keuangan
negara sebagai berikut:
(1) Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa;
(2) Lingkup pemeriksaan;
(3) Standar pemeriksaan;
(4) Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan;
(5) Akses pemeriksa terhadap informasi;
(6) Kewenangan untuk mengevaluasi pengendalian intern;
(7) Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut;
(8) Pengenaan ganti kerugian negara;
(9) Sanksi pidana.

Lingkup Pemeriksaan BPK


Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia
Tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaanatas pengelolaan dan
tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaantersebut mencakup seluruh unsur
keuangan negara sebagaimana dimaksud dalamPasal 2 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Sehubungan dengan itu, kepada BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3(tiga) jenis
pemeriksaan, yakni:
(1) Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintahpusat dan
pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPKdalam rangka

9
memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasiyang disajikan dalam
laporan keuangan pemerintah.
(2) Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, sertapemeriksaan
atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentinganmanajemen oleh aparat
pengawasan intern pemerintah.
(3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengantujuan
khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.Termasuk dalam
pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan
keuangan dan pemeriksaan investigatif.

Pelaksanaan Pemeriksaan
BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan,yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalamtahap perencanaan
mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akandiperiksa, kecuali pemeriksaan yang
obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan berdasarkan
permintaan khusus dari lembaga perwakilan.
Untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapatmemanfaatkan hasil
pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah,memperhatikan masukan dari pihak
lembaga perwakilan, serta informasi dari berbagaipihak. Sementara itu, kebebasan dalam
penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antaralain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu
pelaksanaan dan metodepemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif.
Selain itu,kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaansumber
daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparatpengawasan intern
pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akandilakukan dapat disesuaikan dan
difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensialberdampak pada kewajaran laporan
keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitaspengelolaan keuangan negara. Untuk itu, aparat
pengawasan intern pemerintah wajibmenyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK.
BPK diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangandari pihak
yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yangberada dalam
pengurusan pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukanpenyegelan untuk
mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaankeuangan negara pada saat
pemeriksaan berlangsung.

10
Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut
Hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikandalam laporan
hasil pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai.Pemeriksaan keuangan
akan menghasilkan opini. Pemeriksaan kinerja akanmenghasilkan temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengantujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan.
Setiap laporan hasil pemeriksaan BPKdisampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya ditindaklanjuti,antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait.
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaanjuga disampaikan
oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal laporan hasil pemeriksaankeuangan, hasil pemeriksaan
BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukankoreksi dan penyesuaian yang diperlukan,
sehingga laporan keuangan yang telahdiperiksa (audited financial statements) memuat koreksi
dimaksud sebelumdisampaikan kepada DPR/DPRD. Pemerintah diberi kesempatan untuk
menanggapitemuan dan kesimpulan yang dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Tanggapan dimaksud disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yangdisampaikan
kepada DPR/DPRD. Apabila pemeriksa menemukan unsur pidana,Undang-Undang ini
mewajibkan BPK melaporkannya kepada instansi yangberwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BPK diharuskan menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama1 (satu)
semester. Ikhtisar dimaksud disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuaidengan
kewenangannya, dan kepada Presiden serta gubernur/bupati/walikota yangbersangkutan agar
memperoleh informasi secara menyeluruh tentang hasilpemeriksaan.
Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, Undang-Undang ini
menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudahdisampaikan kepada lembaga
perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum. Dengandemikian, masyarakat dapat memperoleh
kesempatan untuk mengetahui hasilpemeriksaan, antara lain melalui publikasi dan situs web
BPK.
Undang-Undang ini mengamanatkan pemerintah untuk menindaklanjutirekomendasi
BPK. Sehubungan dengan itu, BPK perlu memantau danmenginformasikan hasil
pemantauan atas tindak lanjut tersebut kepadaDPR/DPD/DPRD.

Pengenaan Ganti Kerugian Negara


Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang ini mengatur lebihlanjut tentang pengenaan
ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara. BPKmenerbitkan surat keputusan penetapan

11
batas waktu pertanggungjawaban bendaharaatas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah
mengetahui ada kekurangankas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan
negara/daerah. Bendaharatersebut dapat mengajukan keberatan terhadap putusan BPK.
Pengaturan tata carapenyelesaian ganti kerugian negara/daerah ini ditetapkan oleh BPK setelah
berkonsultasi dengan pemerintah.

Dasar Hukum tentang Otonomi Daerah


Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai
kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang
berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia
tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar
1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di
bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di
Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan
sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur
dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar
pertimbangan:

1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga


risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat
relatif dapat lebih efektif;

12
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah
yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di
daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar
pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju

Tujuan Otonomi Daerah


1 Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
2 Pengembangan kehidupan demokrasi.
3 Keadialan
4 Pemerataan
5 Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
6 Mendorong untuk memberdayakan masyarakat
7 Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
menegembangkan peran dan fungsi DPRD.
Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi
Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah

13
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

 Kuis :

1. Jelaskan menurut Pendapat Saudara keuntungan dengan penerapan Otonomi


Daerah?

2. Jelaskan tujuan pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK ?

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Erlangga

Mardiasmo, 2005, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta

Tim Dosen PHK TIK K1, 2008. Akuntansi Sektor Publik , Penerbit FE Universitas Widyatama

http://www.bpk.go.id

14

Anda mungkin juga menyukai