Anda di halaman 1dari 28

MODUL XII

PENGUKURAN KINERJA DAN KOMPENSASI MANAJEMEN

PENGUKURAN KINERJA

Dalam menuju ke masa depan, perusahaan umumnya mendasarkan pada perencanaan


tujuan yang hendak dicapai di masa depan dengan perilaku yang diharapkan dari keseluruhan
personel dalam mewujudkan tujuan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perusahaan dengan
perilaku yang diharapkan tersebut, perusahaan memerlukan sistem pengendalian.
Pengendalian adalah usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui perilaku yang
diharapkan. Oleh karena dalam pencapaian tujuan organisasi, manajemen melibatkan
pengerahan aktivitas orang-orang lain, fungsi pengendalian manajemen mencakup usaha
untuk memastikan bahwa orang-orang lain tersebut mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan
melalui perilaku yang diharapkan.
Jika dalam mencapai tujuan organisasi, semua anggota organisasi selalu mengerjakan
apa saja yang terbaik untuk kepentingan organisasi, maka pengendalian sebenarnya tidak
diperlukan. Bahkan manajemen pun juga tidak diperlukan dalam keadaan seperti itu. Namun,
kenyataannya individu dalam organisasi kadang-kadang tidak mampu atau tidak mau
berperilaku untuk kepentingan terbaik organisasi. Oleh karena itu serangkaian pengendalian
perlu diterapkan untuk mencegah perilaku yang tidak diharapkan dan untuk mendorong
perilaku yang diharapkan.
Apa yang menyebabkan individu dalam organisasi tidak mampu atau tidak mau
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan melalui perilaku yang diharapkan?
Ada dua penyebab: ketidaksesuaian tujuan individu dengan tujuan organisasi dan
ketidakmampuan individu dalam mencapai tujuan organisasi melalui perilaku yang
diharapkan.
Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat pengendalian penting
yang digunakan oleh perusahaan untuk memotivasi personel agar mencapai tujuan perusahaan
(bukan tujuan personel secara individual) dengan perilaku sesuai yang diharapkan oleh
perusahaan (bukan perilaku yang disukai oleh personel secara pribadi). Sistem ini menjadi
sangat dibutuhkan oleh perusahaan jika perusahaan memasuki lingkungan bisnis yang
menuntut dipekerjakannya knowledge workers. Dalam lingkungan kerja seperti itu, antara
tenaga kerja dan alat produksinya terpadu menjadi satu dalam diri tenaga kerja, karena
knowledge workers menjadikan pengetahuan yang dimilikinya sebagai alat produksi. Kondisi

1
ini menuntut alat pengendalian yang dibangkitkan dari dalam diri personel untuk memotivasi
mereka dalam mencapai tujuan organisasi dengan perilaku yang diharapkan. Sistem
penghargaan berbasis kinerja merupakan alat penting yang digunakan oleh organisasi untuk
membangkitkan motivasi dalam diri personel dalam bertindak demi kepentingan terbaik
organisasi.
Penghargaan atas kinerja personel dilandasi oleh informasi yang dihasilkan dari
penilaian atas kinerja personel. Oleh karena itu, dalam bab ini, sebelum diuraikan tentang
bagaimana mendesain sistem penghargaan berbasis kinerja, perlu diuraikan lebih dahulu
konsep penilaian kinerja dan manfaatnya.

Konsep Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi, dan personelnya, berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena organisasi pada dasarnya dioperasikan oleh sumber
daya manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku
manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan di dalam organisasi.
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya,
agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan serta dituangkan dalam rencana
stratejik, program, dan anggaran organisasi.
Penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan
untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan
balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun
ekstrinsik.

Manfaat Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja dimanfaatkan oleh organisasi untuk :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel
secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel,
seperti : promosi, transfer, dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan personel dan untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan personel.
4. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.

2
Pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara
maksimum.
Motivasi adalah prakarsa yang dilaksanakannya suatu tindakan secara sadar dan
bertujuan. Dari aspek perilaku, motivasi berkaitan dengan sesuatu yang mendorong orang
untuk berperilaku dengan cara tertentu.
Dalam pengelolaan perusahaan, manajemen menetapkan sasaran yang akan dicapai di
masa depan dalam proses yang disebut perencanaan. Pelaksanaan rencana memerlukan
alokasi sumber daya secara efisien. Disamping itu, pelaksanaan rencana memerlukan
pengendalian agar efektif dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pelaksanaan rencana
dapat ditempuh dengan tangan besi, dengan ancaman terhadap pelaksana, agar mematuhi
standar untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pelaksana rencana dengan cara ini
dapat menjamin pencapaian sasaran organisasi secara efektif dan efisien. Namun cara
pencapaian sasaran dengan cara ini akan mengakibatkan moral kerja menjadi sangat rendah.
Akan sangat berbeda kondisi moral personel jika pengelolaan perusahaan didasarkan
atas maksimasi motivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi. Maksimasi motivasi
personel berarti membangkitkan dorongan dalam diri setiap personel untuk mengerahkan
usahanya dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi. Jika setiap personel
memahami sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan setiap personel melaksanakan
internalisasi sasaran perusahaan sebagai sasaran pribadi mereka, maka kesesuaian sasaran
individu personel dengan sasaran perusahaan secara keseluruhan akan terjadi. Kesesuaian
antara sasaran individu dengan sasaran perusahaan secara keseluruhan inilah yang akan
memotivasi personel untuk mencapai sasaran organisasi. Maksimasi motivasi personel dalam
mencapai sasaran perusahaan inilah yang menjadi tujuan utama penilaian kinerja.

Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel.


Penilaian kinerja akan menghasilkan data yang dapat dipakai sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel. Agar memotivasi
personel, penghargaan yang diberikan kepada personel perlu didasarkan atas hasil penilaian
kinerja personel.

Menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan personel.


Jika manajemen perusahaan kinerja tidak mengenal kekuatan dan kelemahan personel
yang dimilikinya, sulit bagi manajemen untuk mengevaluasi dan memilih program pelatihan

3
personel yang sesuai dengan kebutuhan personel. Bagaimana respon personel jika perusahaan
mengadakan pelatihan bidang pemasaran bagi personel yang sebenarnya kuat di bidang
pemasaran, namun lemah di bidang keuangan.
Dalam masa kerja personel, perusahaan berkewajiban untuk mengembangkan
personelnya agar mereka selalu dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis
yang senantiasa berubah dan berkembang. Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kelemahan personel dan untuk mengantisipasi keahlian dan keterampilan
yang dituntut oleh pekerjaan, agar dapat memberikan respon memadai terhadap perubahan
lingkungan bisnis di masa depan. Hasil penilaian kinerja juga dapat menyediakan kriteria
untuk memilih program pelatihan personel yang memenuhi kebutuhan personel dan untuk
mengevaluasi kesesuaian program pelatihan tersebut dengan kebutuhan personel.

Menyediakan umpan balik bagi personel.


Dalam perusahaan, manajemen puncak mendelegasikan sebagian wewenangnya
kepada manajemen menengah dan manajemen bawah. Pendelegasian wewenang ini disertai
dengan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan wewenang tersebut. Manajer
bawah melaksanakan wewenang dengan mengkonsumsi sumber daya yang dialokasikan
kepada mereka. Penggunaan wewenang dan konsumsi sumber daya ini dipertanggung
jawabkan dalam bentuk pengukuran kinerja. Dengan pengukuran kinerja ini, manajemen
puncak memperoleh umpan balik tentang pelaksanaan wewenang yang dilakukan oleh
manajemen yang di bawahnya. Berdasarkan hasil penilaian kinerja ini, manajemen puncak
memberikan penilaian atas kinerja manajer di bawahnya. Di lain pihak, penilaian kinerja ini
memberikan umpan balik bagi manajemen bawah dan manajemen menengah tentang
bagaimana manajemen puncak menilai kinerja mereka.

Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.


Penghargaan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok: penghargaan intrinsik dan
penghargaan ekstrinsik. Penghargaan intrinsik berupa rasa puas diri yang diperoleh
seseorang yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan telah mencapai
sasaran tertentu. Untuk meningkatkan penghargaan instrinsik, manajemen dapat
menggunakan berbagai teknik seperti pengayaan pekerjaan (job enrichment), penambahan
tanggung jawab, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan usaha lain yang meningkatkan
harga diri seseorang dan yang mendorong orang untuk menjadi terbaik.

4
Penghargaan ekstrinsik terdiri dari kompensasi yang diberikan kepada personel, baik
yang berupa kompensasi langsung, tidak langsung, maupun yang berupa kompensasi
nonmoneter. Kompensasi langsung adalah pembayaran langsung berupa gaji atau upah
pokok, honorarium lembur dan hari libur, pembagian laba, pembagian saham, dan berbagai
bonus lain yang didasarkan atas kinerja personel.
Penghargaan tidak langsung adalah semua pembayaran untuk kesejahteraan
personel seperti asuransi kecelakaan, asuransi hari tua, honorarium liburan, tunjangan masa
sakit. Kompensasi tidak langsung ini tidak mempunyai dampak terhadap motivasi individu
dalam mencapai sasaran organisasi, karena kompensasi ini diberikan kepada siapa saja yang
bekerja dalam perusahaan. Kompensasi ini hanya berpengaruh terhadap motivasi personel jika
kompensasi ini dihapuskan.
Penghargaan non-moneter dapat berupa sesuatu yang secara ekstra diberikan oleh
perusahaan kepada personelnya, seperti ruang kerja yang memiliki lokasi dan fasilitas
istimewa, tempat parkir khusus, gelar istimewa dan sekretaris pribadi.
Distribusi penghargaan ekstrinsik, baik yang langsung, tidak langsung, maupun
nonmoneter, memerlukan data hasil penilaian kinerja personel, agar penghargaan tersebut
dirasakan adil oleh personel penerima penghargaan. Pembagian penghargaan yang dipandang
tidak adil menurut persepsi personel penerima maupun bukan penerima akan berakibat
timbulnya perilaku yang tidak semestinya.

MANFAAT PENGHARGAAN BERBASIS KINERJA


Penghargaan berbasis kinerja mendorong personel untuk mengubah kecenderungan
mereka dari semangat untuk memenuhi kepentingan diri sendiri ke semangat untuk memenuhi
tujuan organisasi. Penghargaan berbasis kinerja menghasilkan dua macam manfaat : (1)
memberikan informasi dan (2) memberikan motivasi.
Penghargaan dapat menarik perhatian personel dan memberikan informasi atau
mengingatkan mereka tentang pentingnya sesuatu yang diberi penghargaan dibandingkan
dengan hal yang lain. Sesuatu yang diberi penghargaan kadang-kadang saling bertentangan,
seperti biaya, kualitas, layanan customer, manajemen aktiva, dan pertumbuhan di masa depan.
Jika misalnya organisasi memberikan kompensasi sebesar 2% dari pendapatan penjualan
untuk produktivitas personel di atas produktivitas standar, sistem penghargaan ini akan
memberikan informasi atau mengingatkan personel bahwa produktivitas merupakan hal
penting dibandingkan dengan hal lain, seperti layanan customer atau pertumbuhan di masa
depan. Penghargaan dirancang untuk memusatkan perhatian personel terhadap hal yang

5
diharapkan menjadi faktor sukses organisasi. Jika layanan terhadap customer dipandang
merupakan faktor keberhasilan organisasi, kecepatan (quick respon to order) dan ketepatan
(fit to order) layanan merupakan kinerja yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari
personel. Untuk mendapatkan perhatian lebih inilah, penghargaan berbasis kinerja personel
dalam dua faktor tersebut dipakai sebagai alat untuk memotivasi tindakan mereka.
Penghargaan juga meningkatkan motivasi personel terhadap ukuran kinerja, sehingga
membantu personel dalam memutuskan bagaimana mereka mengalokasikan waktu dan usaha
mereka. Hanya dengan mengatakan kepada personel bahwa kualitas adalah penting tidak akan
berdampak terhadap perilaku personel terhadap kualitas. Namun, jika dikatakan kepada
personel bahwa ukuran kualitas merupakan faktor penting dalam menentukan kenaikan
gaji/upah, bonus, dan kenaikan pangkat, maka hal ini akan meyakinkan mereka tentang
pentingnya kualitas dalam pekerjaan mereka.
Sebagian personel memerlukan insentif untuk melakukan usaha ekstra dalam
melaksanakan tugasnya dengan baik (seperti bekerja di luar jam atau hari kerja). Bagi
personel yang suka bekerja keraspun, kadang-kadang mereka memerlukan insentif untuk
mengatasi kecenderungan untuk menghindari pekerjaan yang sulit (seperti memecat personel)
dan pekerjaan yang memakan tenaga (seperti menyelesaikan pekerjaan administratif) yang
diperlukan untuk kepentingan terbaik organisasi.

BENTUK PENGHARGAAN DAN HUKUMAN


Apa saja yang disukai atau tidak disukai oleh personel dapat dikaitkan dengan ukuran
kinerja. Kombinasi berbagai ukuran kinerja dapat digunakan untuk membedakan antara
personel yang baik dari yang buruk kinerjanya. Pada Gambar berikut dicantumkan daftar
penghargaan positif dan negatif yang dapat digunakan oleh perusahaan. Perusahaan biasanya
tidak mengandalkan hanya pada satu macam penghargaan.

KINERJA APA YANG HARUS DIHASILKAN OLEH KARYAWAN?


Kinerja apa yang harus dihasilkan oleh personel? Jawaban atas pertanyaan ini tergantung
pada asumsi tentang lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan. Jika lingkungan yang
dimasuki oleh organisasi perusahaan memiliki karakteristik : customer memegang kendali
bisnis, persaingan tajam, dan perubahan menjadi konstan, radikal, pesat, serentak, dan
pervasif. Organisasi yang tidak menghasilkan kinerja berikut ini akan terancam kelangsungan
hidupnya.
1. Membangun customer yang puas.

6
2. Memiliki personel yang produktif dan berkomitmen
3. Menghasilkan financial returns memadai.

Oleh karena itu, organisasi yang memasuki lingkungan seperti itu akan menuntut
personelnya untuk menghasilkan kinerja yang sejalan dengan tuntutan lingkungan bisnisnya.
Dengan kata lain, personel hanya berharga bagi organisasinya jika mampu membangun
customer yang puas, produktif dan komitmen, serta mampu menghasilkan finacial returns
memadai bagi organisasi untuk bertahan hidup dan berkembang. Untuk mengarahkan usaha
seluruh personel ke pencapaian kinerja organisasi tersebut, organisasi perlu menyusun sistem
penghargaan berbasis kinerja. Komponen yang dipakai sebagai ukuran kinerja pada dasarnya
adalah: customer yang puas, produktivitas dan komitmen personel, dan financial returns yang
dihasilkan oleh organisasi.
Oleh karena pemuasan customer hanya dapat dihasilkan oleh personel yang mampu
memproduksi dan menyerahkan produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer,
organisasi memerlukan sistem penghargaan untuk memotivasi personel dalam menghasilkan
value bagi customer. Oleh karena kebutuhan customer senantiasa berubah, baik karena sifat
keinginan manusia yang senantiasa berubah, baik karena sifat keinginan manusia yang
senantiasa berubah maupun karena pesaing selalu menawarkan produk/jasa baru, kondisi ini
menuntut organisasi untuk mampu melaksanakan perubahan, sehingga pada gilirannya
organisasi menuntut personelnya untuk menghasilkan perubahan. Jika organisasi dituntut oleh
lingkungan bisnis untuk memiliki personel yang berkemampuan untuk melakukan perubahan,
sistem penghargaan harus didesain untuk memotivasi mereka melakukan eksperimen yang
menghasilkan perubahan

Penghargaan Positif Penghargaan Negatif

Otonomi Campur tangan dari atasan


Kekuasaan Kehilangan pekerjaan
Kesempatan untuk berpartisipasi dalam Kenaikan gaji nol
Proses pengambilan keputusan Penugasan pekerjaan tidak
Kenaikan gaji/upah penting
Bonus Tidak dinaikkan pangkatnya
Opsi saham Demosi
Sanjungan Dipermalukan secara umum
Pengakuan Hukuman (umum atau
pribadi)

7
Kenaikan pangkat
Gelar/sebutan
Pemberian tugas penting
Pemberian ruang kantor
Tempat parkir khusus
Keanggotaan di klub eksklusif
Jaminan pekerjaan
Penghargaan berupa barang
Perjalanan wisata
Partisipasi dalam program
pengembangan eksekutif
Time off

Gambar Jenis-jenis Penghargaan Positif dan Penghargaan Negatif

Begitu pula, oleh karena organisasi perlu membangun personel yang produktif dan
berkomitmen untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidup dan bertumbuh, organisasi
perlu memotivasi personelnya untuk meningkatkan produktivitas dan komitmen mereka.
Sistem penghargaan perlu didesain untuk menumbuhkan motivasi ke arah itu.
Kinerja keuangan juga diperlukan untuk memungkinkan organisasi menghasilkan
layanan yang memuaskan customer dan membangun personel yang produktif dan
berkomitmen. Untuk memotivasi personel dalam menghasilkan kinerja keuangan, organisasi
perlu mendesain sistem penghargaan yang mampu menumbuhkan motivasi personel dalam
menghasilkan kinerja keuangan.

RERANGKA KONSEPTUAL PROSES PEMBERIAN PENGHARGAAN BERBASIS


KINERJA

Rerangka konseptual proses pemberian penghargaan berbasis kinerja dilukiskan pada


gambar berikut ini :

Distribusi Penghargaan
Berbasis Kinerja
Penetapan Sistem Penghargaan Berbasis Kinerja

Sistem Faktor Penentu


Penghargaan Keberhasilan
Pendistribusian Berbasis Organisasi
Penghargaan Kinerja

Ukuran Kinerja
Asumsi tentang
Penilaian Berbasis Faktor
Lingkungan
Kinerja Penentu Keberhasilan
Bisnis
Organisasi

8
Gambar Rerangka Konseptual Proses Pemberian Penghargaan Berbasis Kinerja

Proses pemberian penghargaan berbasis kinerja pada dasarnya terdiri dari dua tahap:
1. Penetapan sistem penghargaan berbasis kinerja
2. Distribusi penghargaan berbasis kinerja

Penetapan Sistem Penghargaan Berbasis Kinerja

Sebelum organisasi melakukan distribusi penghargaan berbasis kinerja, perlu


ditetapkan lebih dahulu sistem yang dipakai sebagai dasar untuk mendistribusikan
penghargaan. Sistem ini disebut sistem penghargaan berbasis kinerja.
Penetapan sistem penghargaan berbasis kinerja dilakukan melalui empat langkah :
1. Penetapan asumsi tentang lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
2. Penetapan faktor-faktor penentu keberhasilan perusahaan dalam lingkungan bisnis.
3. Penetapan ukuran kinerja berbasis faktor penentu keberhasilan perusahaan
4. Penetapan sistem penghargaan berbasis kinerja

Ukuran Kinerja Dengan Rerangka Balanced Score Card (BSC)

Balanced Score Card adalah sekumpulan ukuran kinerja yang mencakup empat
perspektif: keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Kata “balanced” dalam balanced scorecard berarti bahwa dalam pengukuran kinerja harus
terdapat keseimbangan (balance) antara ukuran keuangan dan ukuran non-keuangan (ukuran
operasional). Manajer dituntut untuk menghasilkan kinerja keuangan yang diakibatkan dari
kinerja operasional.
Balanced Score Card menyediakan jawaban atas empat pertanyaan pokok berikut ini :
1. Bagaimana customer memandang perusahaan ? (perspektif customer)
2. Apa yang menjadi unggulan perusahaan ? (perspektif bisnis/intern)
3. Apakah perusahaan dapat secara berkelanjutan meningkatkan dan menciptakan value
bagi customer ? (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan)
4. Bagaimana pemegang saham memandang perusahaan ? (perspektif keuangan)

Ukuran Kinerja dari Perspektif Customer


Dalam lingkungan bisnis yang customer memegang kendali, manajemen puncak mulai
berkepentingan untuk mengukur kinerja perusahaan dari perspektif customer. Balanced

9
scorecard menuntut manager untuk menerjemahkan visi organisasi ke dalam sasaran-sasaran
strategik yang benar-benar ditujukan untuk memuaskan kebutuhan customer.
Kepentingan customer umumnya dapat dikelompokkan ke dalam empat golongan:
waktu, kualitas, kinerja dan layanan, serta biaya. Waktu yang menjadi kepentingan customer
adalah lead time- waktu yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
customer.
Untuk produk yang sudah ada, lead time diukur sejak perusahaan menerima order dari
customer sampai dengan saat produk atau jasa diserahkan kepada customer. Untuk produk
baru, lead time mencerminkan waktu sampai ke pasar (time to market) yaitu waktu yang
dibutuhkan sejak produk berada pada tahap penciptaan sampai dengan saat pertama kali
produk tersebut dikirimkan ke customer. Kualitas bagi cuatomer diukur dari tingkat produk
cacat yang dikembalikan oleh customer. Kualitas juga diukur dari ketepatan waktu
penyerahan produk (on-time delivery) , keakuratan prakiraan penyerahan produk yang
dilakukan oleh perusahaan. Kombinasi kinerja dan layanan mencerminkan kemampuan
produk untuk menciptakan value bagi customer. Disamping waktu, kualitas, kinerja dan
layanan, perusahaan masih berkepentingan terhadap terhadap biaya produk yang dihasilkan.
Bagi customer, biaya produk yang dikeluarkan oleh produsen merupakan harga yang harus
dibayarkan kepada penjual, dan harga ini hanya merupakan salah satu komponen biaya bagi
customer. Di samping harga, customer masih harus mengeluarkan biaya order, penerimaan,
pembayaran, inspeksi, penanganan, scrap rusak atau susut dalam penyimpanan, pengerjaan
kembali (rework). Dengan demikian, customer seringkali memilih produk dengan harga beli
tinggi dari harga pasar, namun secara total biayanya rendah karena produk yang dibeli
tersebut bebas cacat (defect free), sehingga menghilangkan biaya-biaya : penerimaan,
inspeksi, scrap, rusak dalam penyimpanan dan pengerjaan kembali (rework).
Dalam penerapan balanced scorecard untuk pengukuran kinerja dari perspektif
customer, perusahaan perlu menentukan sasaran strategik yang berkaitan dengan waktu,
kualitas, kinerja dan layanan, serta biaya, dan kemudian menentukan ukuran hasil (outcome
measures) untuk setiap sasaran strategik tersebut.
Ukuran Kinerja dari Perspektif Proses Bisnis/Intern
Berbagai ukuran kinerja dalam perspektif customer harus diterjemahkan ke dalam ukuran-
ukuran tentang apa yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi harapan customer.
Kinerja perusahaan dari perspektif customer diperoleh dari proses bisnis/intern yang
diselenggarakan oleh perusahaan. Manager harus memfokuskan perhatiannya kepada proses
bisnis/ intern yang diselenggarakan oleh perusahaan. Manager harus memfokuskan

10
perhatiannya kepada proses bisnis/intern yang menjadi penentu kepuasan customer.
Perusahan harus memilih proses dan kompetensi yang menjadi unggulannya dan menentukan
ukuran-ukuran untuk menilai kinerja proses dan kompetensi tersebut. Sebagai contoh, sebuah
perusahaan manufaktur memilih proses inovasi dan proses operasi menjadi unggulannya.
Proses inovasi diukur lead time-nya untuk mendapatkan keunggulan kecepatan waktu yang
dibutuhkan perusahaan untuk mengubah ide pokok produk baru menjadi produk yang
dipasarkan. Proses operasi diukur dari cycle effectiveness-nya, untuk mendapatkan
keunggulan perusahaan dalam menghasilkan produk dengan hanya menggunakan value-
added activities .
Manajemen puncak perusahaan ini memantau secara berkelanjutan dua macam ukuran kinerja
tersebut, sehingga perusahaan menjadi terkenal di kalangan customers sebagai produsen yang
inovatif- secara cepat menghadirkan produk-produk baru yang memenuhi kebutuhan
customers. Perusahaan ini juga terkenal dengan produsen yang cost effective karena mampu
menghilangkan non-value- added activities dari proses operasinya, sehingga produknya
berbiaya rendah menyaingi produk serupa yang dihasilkan oleh pesaing.
Dalam penerapan balanced scorecard untuk pengukuran kinerja dari perpektif proses
bisnis/ intern, perusahaan perlu menentukan sasaran strategik yang berkaitan dengan cycle
time, kualitas, keterampilan karyawan, produktivitas, dan kemudian menentukan ukuran hasil
(outcome measures) untuk setiap sasaran strategik tersebut.

Ukuran Kinerja dari Perpektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Dengan ukuran kinerja dari perspektif customer, personel perusahaan dimotivasi untuk
menghasilkan value terbaik bagi customer, Dengan ukuran kinerja dari perspektif proses
bisnis/intern, personel perusahaan dimotivasi untuk senantiasa melakukan improvement
terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Ukuran kinerja
dari dua perspektif tersebut secara bersama-sama memotivasi personel perusahaan untuk
berhasil dalam memenangkan persaingan. Namun target keberhasilan dalam persaingan selalu
mengalami perubahan. Persaingan yang tajam dalam lingkungan bisnis global menuntut
perusahaan untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap produk dan proses serta
untuk memiliki kemampuan dalam memperkenalkan produk yang sama sekali baru dengan
kemampuan untuk menghasilkan value yang makin meningkat bagi customer.
Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, kemampuan perusahaan dalam
meluncurkan produk baru, menciptakan lebih banyak value bagi customer, dan kemampuan
untuk melakukan improvement terhadap cost effectiveness proses yang digunakan untuk

11
menghasilkan value bagi customer merupakan penentu keberhasilan perusahaan dalam
bertumbuh di lingkungan bisnis tersebut. Kemampuan perusahaan tersebut sangat ditentukan
oleh kompetensi dan komitmen sumber daya manusia dan ketersediaan prasarana, sarana, dan
teknologi memadai. Kompetensi dan komitmen personel ditentukan oleh kualitas organisasi
yang digunakan untuk mengorganisasi sumber daya manusia. Oleh karena itu, manajemen
perlu , menentukan ukuran kinerja untuk memotivasi peningkatan kompetensi dan komitmen
personel serta pemanfaatan secara optimum prasarana, sarana, dan teknologi yang tersedia.
Dalam penerapan balanced scorecard untuk pengukuran kinerja dari perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, perusahaan perlu menentukan sasaran strategik yang
berkaitan dengan kompetensi dan komitmen personel, ketersediaan prasarana, sarana, dan
teknologi, dan kemudian menentukan ukuran hasil (outcome measures) untuk setiap sasaran
strategik tersebut. Contoh penentuan sasaran strategik dan ukuran hasil dari perspektif
keuangan dapat dilihat pada Gambar berikut ini :

Sasaran Strategik Ukuran Hasil

Bertahan hidup (survive) Arus Kas

Berhasil (success) Pertumbuhan pendapatan penjualan kuartalan , dan

Pertumbuhan laba operasi kuartalan

Sejahtera (prosper) Kenaikan pangsa pasar dan ROE

Ukuran kinerja dari perspektif Keuangan

Sumber: Mulyadi 2001

KOMPENSASI MANAJEMEN

Perencanaan kompensasi manajemen adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-


prosedur untuk memberikan kompensasi kepada manajer-manajer (Blocher et.al, 2005:807).
Kompensasi dapat juga diartikan sebagai semua bentuk kembalian (return) keuangan, jasa-
jasa berwujud, dan tunjangan-tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari sebuah
hubungan kepegawaian (Henry Simamora, 1998:412).

12
Kompensasi dapat berupa gaji, bonus, tunjangan, atau tambahan penghasilan. Gaji
adalah suatu pembayaran tetap, sementara bonus didasarkan pada pencapaian tujuan-tujuan
kinerja untuk suatu periode. Gaji, bonus, tunjangan, atau tambahan penghasilan mencakup
tunjangan-tunjangan khusus bagi karyawan, seperti bepergian, keanggotaan dalam suatu klub
kebugaran, asuransi jiwa, tunjangan kesehatan, tiket untuk hiburan, dan bayaran-bayaran
tambahan lainnya oleh perusahaan.
Pengertian Kompensasi
Menurut Andrew Sikula (1981:316), pengertian kompensasi adalah “Compensation
is the broadest employee remuneration concept benefits and services are a part”.
Kompensasi adalah konsep renumerasi karyawan yang sangat luas yang meliputi
administrasi, gaji dan upah serta tunjangannya, dan pelayanan-pelayanan bagi karyawan. Oleh
karena itu kompensasi dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut :
Kompensasi = administrasi gaji dan upah + tunjangan dan pelayanan.
Menurut B. Werther & Davis (1996:234), compensation is what employee receive as
exchange of their work. Wherther hourly wages or periodic salaries, the personnel
department usually designs and administers employee compensation.
Sedangkan menurut Gary Dessler (2000:396), employee compensation is all form or
pay or reward going to employees and arising from their employment and it has main
component. There are direct financial payment in form of wages, salaries, incentives,
commission and bonuses, and there are indirect payments in the form of financial benefit like
employeer-paid insurance and vacation.
Hani Handoko (2001:155) kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para
karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Adapun pemberian kompensasi meliputi
sebagai berikut :
 Upah yaitu biasanya bersangkutan dengan pembayaran atas dasar jam kerja untuk
kelompok-kelompok karyawan seperti produksi dan pemeliharaan.
 Gaji yaitu pembayaran tetap bulanan atau mingguan untuk karyawan-karyawan
klerikal, administratif, manajerial dan profesional.
 Insentif yaitu pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung
dengan berbagai standar produktivitas karyawan atau profitabilitas organisasi atau
kedua kriteria tersebut.

Jenis-Jenis Kompensasi

13
Jenis-jenis kompensasi menurut Andrew Sikula (1981:318), kompensasi dibagi
menjadi dua bagian yaitu administrasi gaji dan upah atau yang dikenal dengan kompensasi
langsung, tunjangan dan pelayanan atau yang dikenal dengan kompensasi tidak langsung.
Menurut Werther and Davis (1996:432) ada dua bentuk kompensasi yaitu sebagai berikut :
1. Direct compensation (kompensasi langsung). Based on critical job factors and
performance (kompensasi langsung didasarkan oleh faktor-faktor pekerja kritis dan
kinerja).
2. Indirect compensation (kompensasi tidak langsung). They are usually extended as a
condition of employment and are not directly related to performance (kompensasi
tidak langsung diberikan karena suatu kondisi dari karyawan dan secara tidak
langsung berhubungan dengan kinerja).

Tujuan Kompensasi
Menurut Cascio (2003:417) tujuan kompensasi adalah keadilan atau fairness atau equity yang
dinilai dari tiga dimensi :
 Internal equity. In terms of the relative worth of individual jobs to an organization,
are pay rates fair ? (Jika dipandang dari nilai relatif setiap jabatan sebuah organisasi,
apakah tingkat pembayarannya adil).
 External equity. Are the wages paid by an organization “fair” in terms of competitive
market rates outside the organization ? (Apakah gaji atau upah yang dibayarkan oleh
sebuah organisasi adil jika dibandingkan dengan tingkat upah yang dibayarkan
organisasi sejenis).
 Individual equity. Is each individual’s pay “fair” relative to that of other individuals
doing the same or similar jobs ? (Apakah imbalan yang diterima oleh seseorang “adil”
jika dibandingkan dengan imbalan yang diterima oleh orang lain yang mengerjakan
pekerjaan yang sama atau sejenis).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi


Menurut Robert H. Woods (1992:216) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
kompensasi yaitu:
 Cost of living, bahwa biaya hidup dapat diartikan sebagai nilai/beli pegawai, dimana
biaya hidup di suatu tempat dapat berbeda dan sebagai indikator utamanya adalah
indeks harga konsumen yang merupakan ukuran perubahan harga barang/jasa.

14
 Labor market influences, bahwa jumlah tenaga kerja yang tersedia secara
nasional/lokal berbeda. Jika pengangguran tinggi, maka jumlah tenaga kerja yang
tersedia dan keinginan untuk bekerja tinggi pula, demikian sebaliknya.
 Union influences, bahwa pengaruh serikat kerja terhadap kompensasi
memprioritaskan pada senioritas sedangkan di luar itu kompensasi berdasarkan
kinerja, kemampuan dan pengetahuan.
 Govermental influences, bahwa keterlibatan pemerintahan dalam penentuan
kompensasi dengan menetapkan Undang-Undang / Peraturan-Peraturan untuk
melindungi para karyawan, baik dari segi pemberian kompensasi, maupun persamaan
kerja dan lain-lain.
 Internal influences, bahwa pengaruh internal tanpa kekuatan dan kelemahan
perusahaan berbeda, dimana yang berkemampuan tinggi dapat membayar kompensasi
yang tinggi, demikian sebaliknya.

Martoyo (2007) [7] menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi


yaitu:
1) Kebenaran dan Keadilan. Hal ini mengandung pengertian bahwa pemberian kompensasi
kepada masing-masing karyawan atau kelompok karyawan harus sesuai dengan kemampuan,
kecakapan, pendidikan dan jasa yang telah ditunjukkan kepada organisasi. Dengan demikian
tiap karyawan merasakan bahwa organisasi telah menghargai jasanya kepada organisasi
sesuai dengan pandangannya.
2) Dana Organisasi. Kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan kompensasi baik
berupa finansial" maupun "nonfinansial" amat tergantung kepada dana yang terhimpun untuk
keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tersebut tentunya juga sebagai akibat prestasi-prestasi
kerja yang telah ditunjukkan oleh karyawan-karyawannya. Makin besar prestasi kerja, makin
besar keuntungan organisasi/perusahaan, makin besar dana yang terhimpun untuk
kompensasi, maka makin baik pelaksanaan kompensasi dan sebaliknya.
3) Serikat Karyawan. Para karyawan yang tergabung dalam suatu serikat karyawan dapat
juga mempengaruhi pelaksanaan ataupun penetapan kompensasi dalam organisasi, sebab
suatu serikat karyawan dapat merupakan "simbol kekuatan" karyawan dalam menuntut
perbaikan nasib, yang perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak
manajemen/ pimpinan organisasi.
4) Produktifitas Kerja. Produktifitas kerja karyawan merupakan faktor yang mempengaruhi
penilaian atas prestasi kerja karyawan. Sedangkan prestasi kerja karyawan merupakan faktor

15
yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Karena itu produktifitas kerja karyawan,
ikut mempengaruhi pelaksanaan pemberian kompensasi tersebut.
5) Biaya Hidup. Penyesuaian besamya kompensasi, terutama yang berupa upah/gaji, dengan
biaya hidup karyawan beserta keluarganya sehari-hari, harus mendapatkan perhatian
pimpinan organisasi/perusahaan. Namun demikian cukup sulit pula dalam pelaksanaannya,
karena biaya hidup seseorang sehari-hari sangat relatif sifatnya, karena tak ada ukuran yang
pasti seberapa besar "hidup yang layak" itu.
6) Pemerintah. Fungsi pemerintah untuk melindungi warganya dan tindak sewenang-wenang
majikan/pimpinan organisasi ataupun perusahaan dalam pemberian balas jasa karyawan jelas
berpengaruh terhadap penetapan kompensasi. Karena itu pemerintahlah yang ikut menentukan
upah minimum ataupun jumlah jam kerja karyawan, baik karyawan pria ataupun wanita,
dewasa atapun anak-anak pada batas umur tertentu.

Teori-Teori Kompensasi
Pertama, equity theory. Teori ini menekankan bahwa kompensasi yang adil adalah
kompensasi yang didasarkan pada tunjangan netto yang diterima karyawan yang mengacu
pada hasil perbandingan realisasi nilai yang diterima baik dalam lingkungan internal maupun
eksternal perusahaan (Adam, 1963; Walster and Berschied, 1973) dalam Tufano, Conrad,
Liang (1999:49). Pernyataan keadilan diterima ketika karyawan mendapatkan umpan balik
dari tingkat upaya yang telah dilakukan sebelumnya yang dibandingkan dengan apa yang
diterima karyawan lainnya (Wallace dan Fay, 1983) dalam Tufano, Conrad, Liang (1999:49).
Hal ini menurut General Motor disebut dengan horizontal equity, maksudnya adalah setiap
karyawan dalam sebuah perusahaan akan mendapatkan kompensasi yang fairly dan equally
untuk struktur pekerjaan yang sama dalam sistem operasi perusahaan (General Motor VP Roy
Robert dalam Baker, Jensen, Murphy, 1988:6).
Kedua, neoclasical labor market theory. Menurut teori ini, kompensasi dipandang sebagai
sebuah keputusan yang didasarkan pada dua perspektif yaitu permintaan dan penawaran
tenaga kerja. Keputusan kerja dan tingkat pembayaran sangat ditentukan pasar tenaga kerja,
dan manajemen dipandang sebagai penentu upah yang diberikan kepada karyawan
berdasarkan kondisi pasar tenaga kerja untuk pekerjaan yang sama (Ehrenberg dan Smith,
1997) dalam Tufano, Conrad, Liang (1999:49). Menurut teori ekonomi, keadilan eksternal
diperoleh apabila manajemen memberikan upah berdasarkan tingkat rata-rata upah untuk
pekerjaan yang sama di lingkungan pasar tenaga kerja (Tufano, Conrad, Liang, 1999:49).

16
Hubungan Kompensasi Dengan Kinerja
Kompensasi merupakan balas jasa yang diterima oleh karyawan, baik secara finansial
maupun non-finansial. Sedangkan kinerja adalah hasil suatu aktivitas fungsi tertentu yang
dilaksanakan seorang karyawan. Dengan demikian besar kecilnya kompensasi yang diterima,
baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kinerja karyawan yang
bersangkutan. Kompensasi yang nilainya besar, diharapkan akan meningkatkan kinerja
karyawan tersebut dan demikian pula sebaliknya.
Menurut teori Victor Vroom (Robbin, 1996:221) yang mempersepsikan suatu
hubungan yang kuat antara kinerja dengan kompensasi karyawan, jika motivasinya
dioptimalkan. Salah satu bukti yang mendukung pentingnya hubungan tersebut yaitu dengan
diadakan suatu studi penelitian terhadap 400 perusahaan manufaktur pada tingkat karyawan
operasional, menemukan bahwa perusahaan dengan program insentif upah dapat mencapai
produktivitas 43% sampai 64% lebih besar dibandingkan dengan perusahaan tanpa program
konpensasi seperti itu.
Oleh karena itu, salah satu faktor yang dapat mendorong peningkatan kinerja
karyawan dapat dipengaruhi dengan pemberian kompensasi. Untuk lebih jelasnya hubungan
kompensasi dengan kinerja dapat dilihat pada gambar dibawah ini, dimana effort-
performance expectancies, performance outcome expectancies dan attractiveness of
outcomes, merupakan variabel kompensasi.
Menurut Gibson et.al. (1996:69) bahwa terdapat keterkaitan antara rewards dengan kinerja,
dimana ada tiga alternatif argumentasi berkenaan dengan kinerja yaitu :
 Satisfaction causes performance (kompensasi akan mengakibatkan kinerja).
 Performance causes satisfaction (kinerja akan mengakibatkan kepuasan).
 Rewards causes satisfaction and performance (imbalan/kompensasi akan
mengakibatkan kinerja dan kepuasan).

Asas pemberian kompensasi


Hasibuan (2007) [10] menjelaskan bahwa program kompensasi (balas jasa) harus
ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan
yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya supaya
balas jasa yang akan diberikan merangsang gairah dan kepuasan kerja karyawan.
1. Asas Adil. Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus
disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggungjawab,
jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Jadi adil bukan

17
berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil harus
menjadi dasar penilaian, perlakuan, dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap
karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat
kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilisasi karyawan akan lebih baik.
2. Asas Layak dan Wajar. Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi
kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif,
penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan
eksternal konsistensi yang berlaku. Manajer personalia diharuskan selalu memantau
dan menyesuaikan kompensasi dengan eksternal konsistensi yang sedang berlaku. Hal
ini penting supaya semangat kerja dan karyawan yang qualified tidak berhenti,
tuntutan serikat buruh dikurangi, dan Iain-lain.

Metode kompensasi (balas jasa) dikenal metode tunggal dan metode jamak.  Metode
tunggal yaitu suatu metode yang dalam penetapan gaji pokok hanya didasarkan atas ijazah
terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan. Jadi, tingkat golongan dan gaji
pokok seseorang hanya ditetapkan atas ijazah terakhir yang dijadikan standarnya.
Misalnya pegawai negeri ijazah formal S-l, maka golongannya ialah III-A, dan gaji
pokoknya adalah gaji pokok III-A, untuk setiap departemen sama. Metode jamak yaitu suatu
metode yang dalam gaji pokok didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti ijazah, sifat
pekerjaan, pendidikan informal, bahkan hubungan keluarga ikut menentukan besarnya gaji
pokok seseorang. Jadi standar gaji pokok yang pasti tidak ada. Ini terdapat pada perusahaan-
perusahaan swasta yang di dalamnya masih sering terdapat diskriminasi.

UNSUR-UNSUR MANAJEMEN KOMPENSASI


Unsur-unsur manajemen kompensasi dalam Marwansyah (2010:271), adalah sebagai berikut:
1.      Sistem imbalan (reward system)
2.      Strategi pemberian imbalan (reward policies)
3.      Imbalan total (total reward)
4.      Remunerasi total (total remuneration)
5.      Gaji/upah pokok (base/basic pay)
6.      Evaluasi jabatan (job evaluation)
7.      Analisis tarif imbalan di pasar (market rate analysis)
8.      Tingkat dan struktur imbalan (grade and pay structures)
9.      Imbalan situasional (contingent pay)

18
10.  Maslahat tambahan (employee benefits)
11.  Manajemen kinerja (performance management)
12.  Imbalan non-financial (non-financial reward)

TAHAPAN-TAHAPAN KOMPENSASI
Menurut Sedarmayanti (2008 : 240), menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan
kompensasi, tahap yang harus dilakukan adalah :
       Tahap satu
Mengevaluasi setiap pekerjaan dengan memanfaatkan informasi analisis pekerjaan guna
menjamin hak internal yang adil berdasarkan nilai relatif setiap pekerjaan.
       Tahap dua
Melakukan penetapan gaji dan upah untuk menetapkan hak eksternal yang adil
berdasarkan tarif yang dibayarkan di pasar kerja.
       Tahap tiga
Menghargai setiap pekerjaan untuk menentukan tarif pembayaran berdasarkan hak
internal dan eksternal yang adil.

Tahap-tahap manajemen kompensasi dalam Marwansyah (2010:274), adalah sebagai berikut:


1.Mengidentifikasikan dan melakukan studi atas jabatan atau melakukan studi atas jabatan
atau melakukan analisis jabatan. Langkah ini secara umum menghasilkan dua jenis informasi:
deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan.
2.Mengevaluasi setiap jabatan dengan menggunakan informasi analisis jabatan untuk
menjamin terwujudnya keadilan interval berdasarkan nilai relatif dari setiap jabatan.
3.Melakukan survei gaji dan upah untuk menentukan keadilan eksternal berdasarkan tingkat
gaji dan upah dalam pasar tenaga kerja.
4.Menentukan harga tiap jabatan untuk menetapkan tingkat pembayaran berdasarkan keadilan
internal dan keadilan eksternal.

SISTEM KOMPENSASI
Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah sistem prestasi, sistem
kontrak/borongan.
a. Sistem Prestasi

19
Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah sistem hasil. Pengupahan
dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara besarnya upah dengan prestasi kerja yang
ditujukan oleh karyawan yang bersangkutan. Sedikit banyaknya upah tersebut tergantung
pada sedikit banyaknya hasil yang dicapai karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat
diterapkan bila hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.Cara ini dapat mendorong karyawan
yang kurang produktif menjadi lebih produktif. Cara ini akan sangat menguntungkan bagi
karyawan yang dapat bekerja cepat dan berkemampaun tinggi. Contoh kompensasi sistem
hasil : per potong, per meter, per kilo, per liter dan sebagainya.
b. Sistem Waktu adalah besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti
Jam, Hari, Minggu, Bulan. Besarnya Upah ditentukan oleh lamanya karyawan melaksanakan
atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Umumnya cara ini digunakan bila ada kesulitan dalam
menerapkan cara pengupahan berdasarkan prestasi. Kelemahan dari sistem waktu adalah:
1. Mengakibatkan mengendornya semangat karyawan yang produktifitasnya tinggi
(diatas rata-rata ).
2. Tidak membedakan usia, pengalaman, dan kemampuan karyawan.
3. Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh- sungguh benerja.
Sedangkan kelebihan sistem waktu adalah :
1. Dapat mencegah hal-hal yang kurang diinginkan seperti pilih kasih, diskriminasi
maupun kompetisi yang kurang sehat.
2. Menjamin kepastian penerimaan upah secara periodik.
3. Tidak memandang rendah karyawan yang cukup lanjut usia.

c. Sistem kontrak/borongan adalah penetapan besarnya upah dengan sistem


kontrak/borongan didasarkan atas kuantitas, kualitas dan lamanya peyelesaian pekerjaan yang
sesuai dengan kontrak perjanjian. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan, maka dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan mengenai “konsekuensi” bila
pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai dengan perjanjian baik secara kuantitas, kualitas
maupun lamanya penyelesaian pekerjaan. Sistem ini biasanya digunakan untuk jenis
pekerjaan yang dianggap merugikan bila dikerjakan oleh karyawan tetap dan /atau jenis
pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh karyawan tetap.

PENETAPAN SISTEM KOMPENSASI


Hal yang dijadikan kebijakan penetapan sistem kompensasi menurut Mondy & Noe ada
empat faktor, yaitu:

20
         Faktor Organisasi (the organization), penetapan kompensasi harus dilihat dari sisi kebijakan
manajemen, keadaan politik yang mempengaruhi organisasi dan kemampuan organisasi
dalam melakukan pembayaran.
         Faktor Karyawan (the employee), penetapan kompensasi ini harus menyentuh hal-hal yang
berkaitan dengan kinerja karyawan itu, pembayaran berdasarkan merit, variabel gaji,
pembayaran yang didasarkan pada keterampilan karyawan, pembayaran berdasarkan
kompetensi, senioritas karyawan, pengalaman kerja, hubungan keanggotaan dalam organisasi,
potensinya, pengaruh politik dan yang terakhir adalah keberuntungan.
         Faktor Pasaran tenaga Kerja (the labor market), penetapan kompensasi juga harus melihat
kompensasi yang berlaku secara umum di pasr tenaga kerja, untuk itu organisasi dalam
menetapkan sistem kompensasi ini haruslah melakukan survei pada perusahaan lain,
kelaakan, baiaya hidup, organisasi buruh, tingkat sosial dan perundang-undangan ekonomi
yang berlaku.
         Faktor Pekerjaan (the job), penetapan sistem kompensasi harus didasari dengan analisa
jabatan, uraian tugas pekerjaan, evaluasi jabatan, dan terakhir penawaran secara kolektif.

PENGELOLAAN KOMPENSASI
Menurut Sedarmayanti (2010: 240), menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan
kompensasi, tahap yang harus dilakukan adalah :
• Tahap satu
Mengevaluasi setiap pekerjaan dengan memanfaatkan informasi analisis pekerjaan guna
menjamin hak internal yang adil berdasarkan nilai relatif setiap pekerjaan.
• Tahap dua
Melakukan penetapan gaji dan upah untuk menetapkan hak eksternal yang adil berdasarkan
tarif yang dibayarkan di pasar kerja.
• Tahap tiga
Menghargai setiap pekerjaan untuk menentukan tarif pembayaran berdasarkan hak internal
dan eksternal yang adil.

Faktor – faktor supply yang mempengaruhi kebijakan kompensasi :


1. Suplai dan permintaan karyawan
2. Serikat karyawan
3. Produktifitas.

21
4. Kesediaan dan kemampuan membayar.
5. Ketentuan atau peraturan pemerintah.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR DAN TINGKAT


GAJI/UPAH
1.      Kondisi pasar tenaga kerja
Tingkat gaji atau upah dapat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Untuk
jabatan-jabatan yang sangat tebatas ketersediaan pekerjanya dalam pasar tenaga kerja karena
membutuhkan pekerja dengan kecakapan tinggi cenderung diberikan gaji atau upah yang
tinggi pula.
2.      Peraturan pemerintah
Berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan Menteri Tenaga Kerja atau peraturan lainnya harus diperhatikan oleh
setiap organisasi yang akan merancang sistem kompensasinya.
3.      Kesepakatan kerja
Keberadaan serikat pekerja/ buruh memungkinkan terjadinya perundingan antara pekerja dan
pihak manajemen, baik tentang jenis struktur maupun tingkat upah.
4.      Sikap manajemen
Keinginan pihak manajemen untuk mempertahankan atau meningkatkan semangat kerja,
menarik pekerja-pekerja yang berkualitas tinggi, mengurangi perputaran tenaga kerja,
meningkatkan standar hidup kerja juga mempengaruhi strukur dan tingkat gaji/ upah
5.      Kemampuan membayar
Gaji atau upah yang dibayarkan kepada pekerja merupakan salah satu komponen biaya
produksi yang harus dihitung secara cermat oleh setiap perusahaan.
6.      Biaya hidup
Pemberian gaji/ upah perlu mempertimbangkan komponen biaya hidup disuatu wilayah.
Tingkat upah di kota-kota besar dengan biaya hidup yang tinggi, tentu harus dibedakan
dengan tingkat upah di daerah dengan biaya hidup yang lebih rendah.

EVALUASI JABATAN
Menurut Marwansyah (2010:280), evaluasi jabatan adalah sebuah proses yang
menentukan nilai relatif sebuah jabatan dalam hubungannya dengan jabatan lain.

22
Evaluasi jabatan bertujuan untuk menciptakan konsistensi (keadilan) internal dan
konsistensi (keadilan) eksternal dalam pemberian kompensasi atau balas jasa. Sasaran
utamanya adalah kepuasan pekerja dan atasan terhadap imbalan yang dibayarkan.
Peran evaluasi jabatan menurut Marwansyah (2010:280), adalah:
1.      Alat yang efektif untuk menentukan hubungan internal dari berbagai jabatan (strukur
gaji/upah).
2.      Alat untuk menentukan kebijakan pembayaran imbalan.
3.      Alat untuk menentukan standar nilai jabatan, sehingga dapat dijadikan dasar untuk
rencana pemberian insentif.
4.      Alat bantu pengawasan terhadap biaya gaji dan upah.
5.      Dasar untuk menghubungkan skala pembayaran perusahaan dengan skala pembayaran
perusahaan lain (tingkat gaji/ upah).
6.      Dasar yang adil bagi kenaikan pangkat atau promosi jabatan.
Menurut Mondy & Noe dalam Marwansyah (2010:281), persyaratan evaluasi jabatan sebagai
berikut:
1.      Memberikan ukuran yang konsisten tentang nilai jabatan yang dapat secara mudah dipahami
oleh semua pihak yang berkepentingan.
2.      Melibatkan para manajer, sejak awal proses sampai administrasi dan revisi-revisi selanjutnya.
3.      Melindungi para karyawan dari favoritisme, bias, dan ketidak adilan pemabyaran internal.
4.      Mengukur jabatan bukan kinerja karyawan yang melaksanakan pekerjaan.
5.      Dapat diterapkan untuk kelompok jabatan yang luas di dalam kelompok-kelompok
fungsional.

Metode Evaluasi Jabatan


Ada empat metode evaluasi jabatan yang lazim digunakan dalam Marwansyah (2010:281),
yaitu:
1.      Sistem Peringkat (Job Ranking/Ranking System)
Ini adalah metode evaluasi jabatan yang paling sederhana dan sekaligus paling tidak akurat.
Evalusai dilakukan dengan cara membandingkan derajat/ tingkat sebuah jabatan (secara
keseluruhan) dengan jabatan lain tanpa memberikan nilai dalam bentuk angka.
2.     Sistem Kelas/ Klasifikasi (Job Grading/Classification System)
Metode ini sedikit lebih canggih dibandingkan sistem peringkat, karena telah menggunakan
ukuran nilai yang ditentukan lebih dulu. Ukuran nilai ini adalah tingkat atau kelas jabatan (job
grade/ class)

23
3.     Sistem Pembandingan Faktor (Factor Comparison System)
Dengan metode pembandingan faktor, komisi evaluasi jabatan membandingan faktor-faktor
jabatan yang penting. Faktor-faktor ini adalah unsur-unsur jabatan yang bersifat umum bagi
semua jabatan yang sedang dievaluasi, misalnya tanggung jawab, keterampilan, usaha mental,
usaha fisik dan kondisi kerja.
4.     Sistem Angka (Point System)
Penelitian menunjukkan bahwa sistem angka lebih banyak digunakan dibandingkan metode
evaluasi jabatan yang lain. Sistem ini mengevaluasi faktor-faktor kritis untuk tiap jabatan,
tetapi tidak menggunakan tarif upah sebagaimana dalam metode faktor comparison,
melainkan menggunakan point. Meskipun lebih sulit dikembangkan pada awalnya, sistem
angka lebih akurat dibandingkan dengan metode faktor comparison karena sistem ini dapat
menangani faktor-faktor kritis secara lebih rinci.

SURVEI GAJI/UPAH
Dalam Marwansyah (2010:289), menyatakan bahwa semua teknik evaluasi jabatan
akan menghasilkan sebuah peringkat jabatan yang disusun atas dasar nilai relatifnya di dalam
perusahaan untuk menjamin terwujudnya keadilan internal. Untuk, menciptakan keadilan
eksternal atau untuk menentukan tarif yang adil, sebagian besar perusahaan menyandarkan
diri pada survei gaji dan upah. Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pembayaran
perusahaan lain yang sejenis di dalam pasar tenaga kerja. Dengan kata lain, survei gaji
memungkinkan organisasi untuk memperoleh data kompensasi yang menggambarkan
kecenderungan pemberian kompensasi di pasar. Data yang diperoleh dari survei gaji dan upah
digunakan oleh analisis sebagai tolak ukur untuk membandingkan berbagai tingkat
kompensasi.
Berikut ini, Cascio dalam Marwansyah (2010:292) mengemukakan sejumlah alasan
mengapa keberadaan kompensasi finansial tidak langsung semakin penting:
1. Berubahnya kecenderungan atau tuntutan dunia kerja yang mengharuskan organisasi untuk
menawarkan kompensasi diluar gaji/ upah guna menarik, mempertahankan dan memotivasi
karyawan yang berkualitas.
2. Meningkatnya kepentingan serikat pekerja/ serikat buruh untuk mendapatkan maslahat,
terutama kerena tingkat upah tidak lagi memuaskan kebutuhan pokok karyawan.
3. Banyak jenis masalahat yang bebas pajak, sehingga disposable income (penghasilan yang
dibelanjakan) karyawan meningkat, tetapi hal ini biasanya berlaku pada wilayah tertentu saja

24
4. Pemberian maslahat dapat menunjukkan adanya tanggung jawab social dari majikan/
pengusaha, mereka akan dipandang sebagai pengusaha yang peduli terhadap karyawannya.

Program-program kompensasi finansial tidak langsung


Menurut Mondy & Noe dalam Marwansyah (2010:292) pada dasarnya bentuk-bentuk
kompensasi finansial tidak langsung atau maslahat dapat dikelompokkan menjadi:
1. Maslahat yang diwajibkan undang-undang/ peraturan
Program-program maslahat jenis ini diwajibkan dan diatur oleh undang-undang atau peraturan
pemerintah lainnya. Program-program ini meliputi:
a. Jaminan Sosial : misalnya Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) yang meliputi jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian.
b.Jaminan Jasa Ketika Tidak Bekerja: misalnya uang pesangon atau gaji ketika karyawan
‘dirumahkan’.
c. Kompensasi Bagi Pekerja : misalnya program asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan
kerja.

2. Maslahat yang diberikan secara sukarela


Program-program maslahat yang bersifat sukerela tidak diwajibkan dan diatur oleh
undang-undang atau peraturan pemerintah. Berikut ini adalah beberapa bentuk maslahat
sukarela:
a. Pembayaran untuk waktu tidak bekerja (payment for time not worked) seperti waktu
istirahat, cuti tahunan, cuti sakit, cuti keperluan penting dan hari libur.
b. Kesejahteraan karyawan (employee welfare) seperti biaya pengobatan dan perawatan
kesehatan.
c. Pelayanan karyawan (employee service) seperti koperasi, tempat ibadah, program olahraga
dan rekreasi, area parkir diskon untuk produk perusahaan, beasiswa untuk pendidikan dan
sebagainya.
d. Premi (premium pay) seperti uang tambahan untuk karyawan yang pekerjaannya berisiko
tinggi dan karyawan yang bekerja pada shift malam hari.

INSENTIF BAGI HASIL


Para manajer dan departemen SDM dapat menggunkaan insentif dan bagi hasil
(gainsharing) sebagai alat untuk memotivasi para karyawan guna mewujudkan tujuan

25
organisasi karena keduanya adalah pendekatan kompensasi yang memberi imbalan atas hasil
kerja tertentu.
Sistem insentif menghubungkan kompensasi dengan kinerja karena yang diberi
imbalan adalah kinerja bukan senioritas atau jumlah jam kerja. Insentif biasanya diberikan
sebagai imbalan atas prilaku kerja individual
Menurut Cascio dalam Marwansyah (2010:293), program insentif yang efektif harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sederhana.
Aturan-aturan dalam sistem insentif harus ringkas, jelas dan mudah dipahami oleh karyawan
2. Spesifik
Para pekerja perlu mengetahui secara tepat dan jelas tentang apa yang harus mereka kerjakan
untuk memperoleh insentif
3. Terjangkau
Setiap karyawan harus mempunyai peluang yang wajar untuk memperoleh insentif. Tujuan
peningkatan motivasi melalui insentif sulit terwujud bila standar yang digunakan terlalu tinggi
(sehingga sedikit sekali karyawan yang bisa mencapainya) atau terlalu rendah (sehingga
karyawan dengan motivasi dan kinerja seadanya pun bisa memperoleh insentif)
4. Terukur
Sasaran-sasaran yang terukur adalah dasar untuk membangun rencana-rencana atau program
insentif. Program insentif ini akan sia-sia (dan evaluasi program sulit dilakukan) bila hasil
atau prestasi kerja spesifik tidak bisa dikaitkan dengan rupiah yang dikeluarkan.

Bentuk-bentuk insentif
1. Piecework (upah potong)
Sistem insentif yang meberi imbalan bagi pekerja atas tiap unit keluaran yang dihasilkan
2. Production bonus
Insentif yang dibayarkan kepada pekerja yang melebihi sasaran keluaran (output) yang
ditetapkan.
3. Commission
Insentif dalam bentuk komisi diberikan atas dasar jumlah unit yang terjual.
4. Maturity curve

26
Bentuk insentif ini kurva kematangan diberikan untuk mengakomodasikan para pekerja yang
memilki kinerja tinggi dilihat dari aspek produktivitas atau pekerja yang telah
berpengalaman/senior
5. Merit raise
Kenaikan gaji/upah yang diberikan sesudah penilaian kinerja
6. Nonmonetary Incentives
Insentif biasanya biasanya berarti uang, tetapi insentif bagi kinerja bisa juga diberikan dalam
bentuk lain.
7. Executives incentives
Bentuk-bentuk insentif bagi eksekutif antara lain bonus tunai, stock options (hak untuk
membel saham perusahaan dengan harga tertentu di masa yang akan datang dalam
periode waktu yang ditentukan).

Beberapa keuntungan dari program bagi-hasil:


1. Kerja sama tim dan berbagi pengetahuan
2. Meningkatnya motivasi
3. Focus dan komitmen karyawan terhadap tujuan organisasi
4. Karyawan lebih dapat menerima metode dan teknologi baru serta perubahan pasar
5. Persepsi tentang imbalan yang adil bermuara pada meningkatnya produktivitas pada
semua jenjang organisasi

Menurut Bogardus dalam Marwansyah (2010:294), komponen utama program bagi-hasil


meliputi:
1. Karyawan dan manajemen bekerja sama untuk meninjau/ membahas kinerja organisasi
2. Bila peningkatan yang terukur bisa dicapai para karyawan dan manajer berbagi
keberhasilan
3. Organisasi dan para karyawan berbagi keuntungan finansial

Bentuk-bentuk bagi-hasil
1. Employee Ownership atau Employee Stock Ownership Plan (ESOP)
Dalam program ini, pekerja diberi kesempatan untuk ikut memilki saham perusahaan.
2. Production-Sharing Plans
Rencana bagi-hasil memungkinkan kelompok pekerja untuk menerima bonus karena
berhasil melampaui tingkat keluaran yang sudah ditetapkan.

27
3. Profit-Sharing Plans
Dalam program ini, perusahaan membagi keuntungan yang diperoleh kepada karyawan.
4. Cost-Reduction Plans
Di bawah rencana kini, para pekerja mendapatkan bonus jika mereka berhasil
menekan atau menghemat biaya.

28

Anda mungkin juga menyukai