Anda di halaman 1dari 8

Persediaan

Defenisi

Persediaan merupakan salah satu aset yang sangat penting bagi suatu entitas baik bagi
perusahaan ritel, manufaktur, jasa, maupun entitas lainnya. PSAK 14 (revisi 2008)
mendefinisikan persediaan sebagai aset yang:

(i) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;


(ii) Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut;
(iii) Dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.

Berdasarkan defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa aset diklasifikasikan sebagai


persediaan tergantung pada nature business suatu entitas. Pada perusahaan property misalkan,
property yang dimiliki seperti apartemen, perumahan, dan gedung yang dijual dapat
diklasifikasikan sebagai persediaan karena properti tersebut merupakan aset yang dijual untuk
kegiatan usahanya yang bergerak di bidang penjualan properti. Namun, bagi entitas lain yang
kegiatan usahanya bukan penjualan properti, kepemilikan atas properti tersebut tidak
diklasifikasikan sebagai persediaan, melainkan dapat sebagai aset tetap atau properti investasi
atau aset tidak lancar yang dipegang untuk dijual, tergantung pada tujuan kepemilikannya.

Klasifikasi persediaan

Klasifikasi persediaan antara satu entitas dengan entitas lain dapat berbeda-beda.
Entitas perdagangan baik perusahaan ritel maupun perusahaan grosir mencatatat persediaan
sebagai persediaan barang dagang (merchandise inventory). Persediaan barang dagang ini
merupakan barang yang dibeli oleh perusahaan perdagangan untuk dijual kembali dalam
usaha normalnya.

Sedangkan bagi entitas manufaktur, klasifikasi persediaan relative lebih beragam.


Misalnya perusahaan manufaktur yang memproduksi suku cadang (spare part) otomotif
dengan membeli material produk, melakukan proses produksi, dan menjual suku cadang
tersebut kepada diler (dealer). Bagi perusahaan seperti ini, persediaan mencakup persediaan
barang jadi (finished goods inventory) yang merupakan barang yang telah siap dijual,
persediaan barang dalam penyelesaian (work in process inventory) yang merupakan barang
setengah jadi, dan persediaan bahan baku (raw material inventory) yang merupakan bahan
ataupun perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Bagi entitas jasa, biaya jasa yang belum diakui pendapatannya diklasifikasikan sebagai
persediaan. Berdasarkan Paragraf 18 PSAK 14 (revisi 2008), biaya persediaan pemberi jasa
meliputi biaya tenaga kerja dan biaya personalia lainnya yang secara langsung menangani
pemberian jasa, termasuk personalia penyelia, dan overhead yang dapat diatribusikan. Biaya
tenaga kerja dan biaya lainnya yang terkait dengan personalia penjualan dan administrasi
umum tidak termasuk sebagai biaya persediaan tetapi diakui sebagai beban pada periode
terjadinya.

Pengukuran Persediaan

Salah satu masalah utama terkait dengan persediaan adalah mengukur nilai persediaan
tersebut. PSAK 14 (revisi 2008) menyatakan bahwa persediaan diukur bedarkan biaya atau
nilai realisasi neto, man yang lebih rendah. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai biaya
yang termasuk dalam biaya persediaan, rumus biaya yang dapat digunakan oleh suatu entitas
yang mencerminkan asumsi arus biaya yang mencerminkan pengeluaran biaya persediaan,
metode nilai realisasi neto, dan metode lainnya.

 Biaya Persediaan
Biaya persediaan meliputi semua biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saatini.
 Biaya Pembelian
Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang
kemudian dapat ditagihkn kembali kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya
penangganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada
perolehan barng jadi, bahan dan jasa.diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa
dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
 Biaya Konversi
Biaya konversi merupakan biaya yang timbul untuk memproduksi bahan baku
menjadi barang jadi atau barang dalam produksi. Biaya ini meliputi biaya yang secara
langsung terkait dengan unit yang diproduksi, termasuk juga alokasi sistematis biaya
overhead produksi yang bersifat tetap maupun variabel yang timbul dalam
mengonversi bahan menjadi barang jadi. Untuk biaya overhead yang bersifat variabel,
maka biaya tersebut dialokasikan pada setiap unit produksi atas dasar penggunaan
aktual fasilitas produksi. Sedangkan biaya overhead tetap dialokasikan bedasarkan
kapasitas fasilitas produksi normal. Apabila suatu entitas mengalami produksi yang
rendah, maka pengalokasian jumlah overhead tetap per unit produksi tidak bertambah
dan overhead yang tidak teralokasi diakui sebagai beban pada periode terjadinya.
Sebaliknya apabila suatu entitas mengalami produkis yang tinggi diluar normalitas
produksinya, maka jumlah overhead tetap yang dialokasikan pada tiap unit produksi
menjadi berkurang sehingga persediaan tidak diukur diatas biayanya.
 Biaya Lainnya
Biaya lain yang dapat dibebankan sebagai biaya persediaan adalah biaya yang timbul
agar persediaan tersebut berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Yang termasuk
biaya lainnya misalnya biaya desain dan biaya praproduksi yang ditujukan untuk
konsumen yang spesifik. Sedangkan biaya – biaya sepeti penelitian dan
pengembangan, biaya administrasi dan penjualan, biaya pemborosan, biaya
penyimpanan tidak dapat dibebankan sebagai biaya persediaan.

Sistem Pencatatan persediaan dan Asumsi Arus Biaya

Dalam melakukan pencatatn persediaan teknis pencatatan persediaan terkait juga


dengan sistem pencatatan persediaan yang digunkan oleh entitas. Entitas dapat menggunakan
sistem periodik atau sistem perpetual. Sistem Periodik merupakan sistem pencatatan
persediaan dimana akuantitas persediaan ditentukan secara periodik yaitu hanya pada saat
perhitungan fisik yang biasanya dilakukan secara stock opname. Sedangkan Sistem Perpetual
merupakan sistem pencatatan persediaan dimana yang up-to-date terhadap barang persediaan
selalu dilakukan setiap terjadi perubahan nilai persediaan.

Perbedaan pencatatan persediaan dengan menggunakan sistem perpetual dan sistem


periodik dijelaskan sebagai berikut:

Sistem perpetual Sistem persediaan Periodik


Persediaan awal, 100 unit pada harga Rp 6.000
Akun persediaan menunjukkan saldo Akun persediaan menunjukkan saldo
persediaan sebesar Rp 600.000 persediaan sebesar Rp 600.000
Pembelian 900 unit pada harga Rp 6.000
Persediaan Rp 5.400.000 Pembelian Rp 5.400.000
Utang Dagang Rp Utang Dagang Rp 5.400.000
5.400.000
Penjualan 600 unit pada harga Rp 12.000b
Piutang dagang Rp 7.200.000 Piutang dagang Rp 7.200.000
Penjualan Rp 7.200.000 Penjualan Rp 7.200.000
Beban Pokok Penjualan Rp 3.600.000 (tidak ada penjurnalan)
Persediaan Rp
3.600.000
Penjurnalan pada akhir periode, saldo akhir persediaan 400 unit pada harga Rp.6000
(tidak ada penjurnalan) Persediaan (akhir) Rp 2.400.000
Beban pokok Penjualan Rp 3.600.000
Akun persediaan menunjukkan saldo Pembelian Rp 5.400.000
akhir sebesar Rp 2.400.000 ( Persediaan (awal) Rp 600.000
Rp600.000 + Rp 5.400.000 – Rp
3.600.000)
Ketika suatu entitas menggunakan sistem perpetual, dan terdapat perbedaan antara
pencatatan persediaan dan perhitungan fiikna (entitas akan tetap melakukan perhitungan
fisik) maka perusahaan harus melakukan pencatatan untuk menyesuaikan nilai pencatatan
dengan nilai perhitungan fisik . misalnya bedasarkan penctatan diketahui nilai persediaan
adalah sebesar Rp 2.400.000, namun bedasarkan perhitungan fisik ternyata didapat bahwa
nilai persediaan adalh sebesar Rp 2.000.000 maka dilakukan pencatatan untuk menurunkan
nilai persediaan sebagai berikut.

Kelebihan dan kekurangan persediaan Rp 400.000

Persediaan Rp 400.000

Dalam menentukan biaya persediaan, suatu entitas akan melakukan banyak transaksi
yang terkait dengan pembelian persediaan atau bahan baku dan proses produksinya. Dalam
melakukan pembelian tersebut, harga beli yang terjadi dapat berbeda – beda. Ketika suatu
entitas hendak menentukan biaya persediaan yang didasarkan pada harga beli tersebut, mkaa
pertanyaannya adalah harga yang spesifik yang terkait dengan barang yang akan ditentukan
biaya persediaannya. Namun, sering kali hal ini sangat sulit dilakukan karena suatu entitas
melakukan pembelian dalam frekuensi dan jumlah yang tinggi dan barang tersebut
menggantikan satu sama lain.oleh karena itu, suatu entitas menggunakan asumsi arus biaya
dalam mengukur biaya persediaan.
Asumsi arus biaya yang digunakan oleh suatu entitas ini dapat saja berbeda dengan
asumsi arus fisik dari barang persediaannya. Standar akuntansi tidak mengatur bahwa suatu
entitas harus memilih asumsi arus biaya yang sesuai dengan arus fisik persediaan. Pada
dasarnya suatu entitas akan mempertimbangkan dampak pemilihan asumsi arus biaya tersebut
dalam laporan laba rugi. Terdapat tiga alternatif yang dapat dipertimbangkan oleh suatu
entitas terkait dengna asumsi arus biaya, yaitu : metode khusus, masuk pertama, rata –
rata tertimbang. Bagan 6.1 menunjukkan asumsi arus biaya dan sistem pencatatan
persediaan.
Pengukuran Persediaan

Identifikasi Masuk pertama keluar Rata – rata


Khusus pertama (MPKP) tertimbang

Sitem persediaan Sitem persediaan Sitem persediaan


perpetual perpetual perpetual

Sistem persediaan Sistem persediaan Sistem persediaan


periodik periodik periodik

Sebagai ilustrasi, PT Bangun Jaya yang merupaka perusahan ritel memiliki transaksi
pembelian dan penjualan produknya pada bulai mei sebagai berikut:

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo unit persediaan


1 mei 2011 6.000 unit @Rp 2.800
5 mei 2011 12.000 unit @Rp 3.000 18.000 unit
12 mei 2011 14.000 unit @Rp 3.200 32.000 unit
20 mei 2011 15.000 unit 17.000 unit
30 mei 2011 8.000 unit @Rp 3.300 25.000 unit
Bedasarkan data diatas, maka dapat dihitung jumlah persediaan akhir pada bulai mei
adalah 25.000 unit. Sedangkan nilai biaya yang tersedia untuk dijual adalah sebesar Rp
124.000.000 yang brasal dari penjumlahan persediaan awal dan nilai pembelian
│(6.000*2.800) + (12.000*3.000) + (14.000*3.200) + ( 8.000*3.300)│. Dalam penentuan
nilai dari persediaan akhir sejumlah 25.000 unit tersebut perusahaan menentukan harga mana
yang akan dipakai. Penentuan harga yang dipakai bergantung pada asumsi arus biaya yang
digunakan dan sistem pencatatan persediaannya. Pada bagian ini akan dijelaskan penentuan
nilai persediaan akhir dan beban pokok penjualan bedasrkan metode identifikasi khusus,
masuk pertama keluar pertama, rata – rata tertimbang baik berdasarkan sistem periodik
maupun perpetual. PSAK 14 (revisi 2008) tidak lagi memperbolehkan perusahaan
menggunakan metode masuk terakhir keluar pertama (LIFO).

Metode Identifikasi Khusus

Identifikais khusus biaya artinya biaya – biaya tertentu yang diatribusikan ke unit
persediaan tertentu. Bedasarkan metode ini maka suatu entitas harus mengidentifikasikan
barang yang dijual dengan tiap jenis dalam persediaan secara spesifik. Metode ini pada
dasarnya merupakan metodeyang paling ideal karena terdapat kecocokan antara biaya dan
pendapatan , tetapi karena dibutuhkan pengidentifikasian barang persediaan secara satu
persatu, maka biasanya metode ini hanya diterapkan pada suatu entitas yang memiliki
persediaan sedikit, nilainya tinggi, dan dapat dibedakan satu sama lain, seperti galeri lukisan.
Dengan menggunakan ,metode identifikasi khusus maka perhitungan persediaan
menggunakan sistem perpeutual akan sama dengan perhitungan dengan menggunakan sistem
periodik. Hal ini karena dengan sistem identifikasi khusus nilai persediaan dikaitkan secara
spesifik terhadap unit barang tertentu. Contoh dari entita yang menggunakan metode ini
adalah perusahaan yang menjual permata / perhiasan, barang antik atau barang seni, mobil
mewah dan lain sebagainya.

Bedasarkan ilustrasi PT BangunJaya diatas, maka pada saat penjualan harus ditentukan
harga yang digunakan untuk masing – masing unit dalam penjualan sebesar 15.000 unit
tersebut. Dengan demikian dapat diketahui harga untuk masing – masing unit dalam
persediaan akhir. Apabila diasumsikan bahwa dari persediaan akhir sejumlah 25.000 unit
terdiri atas 9.000 unit @ Rp 3.000, 8.000 unit @Rp 3.200, dan 8.000 unit @3.300, maka
perhitungan nilai persediaan akhir dan beban pokok penjualan PT Bangun Jaya dengan
menggunakan metode identifikasi khusus dengan sistem periodik maupun perpetual adalah
sebagai berikut :

Tanggal Jumlah unit dan Unit Biaya Total Biaya


5 mei 2011 9.000 unit @Rp 3.000 Rp 27.000.000
12 mei 2011 8.000 unit @Rp 3.200 Rp 25.600.000
30 mei 2011 8.000 unit @Rp 3.300 Rp 26.400.000
Persediaan akhir 25,000 unit Rp 79.000.000
Biaya barang yang tersedia untuk dijual Rp 124.000.000
Dikurangi persediaan akhir Rp (79.000.000)
Beban pokok penjualan Rp 45.000.000

Metode Biaya Masuk Pertama Keluar Pertama

Metode masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau FIFO mengasumsikan unit
persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulus sehingga unit
yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksikan kemudian.
Metode ini merupakan metode yang relatif konsisten dengan arus fisik dari persediaan
terutama untuk industri yang memiliki perputaran persediaan tinggi.

Salah satu kelebihan metode ini adalah dari sisi relevansi nilai persediaan yang
disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan nilai persediaan
yang disajikan merupakan nilai yang didasarkan pada harga yang paling kini. Penggunaan
metode ini menghasilkan Laporan Poisi Keuangan yang sesuia dengan dengan nilai kini
perusahaan. Sedangkan kelemahan dari penggunaan metode ini adalah tidak merefleksikan
nilai laba yang paling akurat karena metode ini kurang cocok antara biaya dengan
pendapatan. Dalam metode ini, biaya persediaan mengacu pada harga pembelian yang ebih
dulu, sehingan biaya tersebut tidak cocok dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan.
Signifikansi dari ketidakcocokan ini akan bergantung pada tingginya perputaran persediaan
perusahaan dan cepatnya perubahan harga barang. Semakin tinggi tingkat perputaran
persediaaan dan harga barang mengalami inflasi tinggi dalam waktu yang cepat, maka laba
yang dicatat perusahaan dapat menjadi lebih besar dari yang sesungguhnya.
Metode rata-rata tertimbang

Metode rata-rata tertimbang digunakan dengan menghitung biaya setiap unit


berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari unit yang serupa pada awal periode dan biaya unit
serupa yang dibeli atau diproduksi selama suatu periode. Perusahaan dapat menghitung rata-
rata biaya secara berkala atau pada saat penerimaan kiriman. Untuk menghitung biaya
persediaan dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang ini terlebih dahulu harus
dihitung biaya rata-rata per unit yaitu dengan membagi biaya barang yang tersedia untuk
dijual dengan unit yang tersedia untuk dijual. Persediaan akhir dan beban pokok penjualan
dihitung dengan dasar harga rata-rata tersebut.

Ketika suatu entitas menggunakan metode rata-rata tertimbang dengan sistem


perpectual, maka nilai-nilai rata dihitung setiap ada pembelian. Apabila terjadi penjualan,
maka beban pokok penjulan atau biaya persediaan yang digunakan merupakan nilai rata-rata
yang paling kini.

Pengungkapan

Terkait dengan persediaan, maka dalam penyajiannya pada laporan keuangan suatu
entitas harus mengungkapkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk rumus


biaya yang digunakan;
2. Total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi yang
sesuai bagi entitas;
3. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual.
4. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selam periode berjalan;
5. Jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang
diakui sebagai beban dalam periode berjalan;
6. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui sebagai
pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan;
7. Kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang
diturunkan;
8. Nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan kewajiban.

Anda mungkin juga menyukai