Anda di halaman 1dari 8

2.1.

Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif. (Sudoyo Aru, dkk 2009)

Penyakit hati kronis ini dicirikan dengan destorsi arsitektur hati yang normal oleh
lembar – lembar jaringan ikat dan nodul – nodul regenarasi sel hati, yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal. (Sylvia A.price, 2006)

2.2.Etiologi

Ada 3 tipe sirosis hepatis :

1. Sirosis laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi), dimana
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh
alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis biliaris, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
2.3. Patofisiologi

Multifactor penyebab :
Sirosis hepatis nyeri
 Malnutrisi
 Kolestasis kronik
 Toxic/ infeksi
 Metabolic : DM
 Alkohol Kelainan jaringan parenkim Fungsi hati terganggu Resiko gg.fungsi hati Inflamasi akut
 Hepatitis virus B dan C hati

kronis kronis

Ansietas

kronis
2.4.Manifestasi klinis
1. Keluhan pasien
 Pruritis
 Urin berwarna gelap
 Ukuran lingkar pinggang meningkat
 Turunnya selera makan dan turunnya berat badan
 Ikterus ( kuning pada kulit dan mata ) munculnya belakangan
2. Tanda klasik
 Telapak tangan merah
 Pelebaran pembuluh darah
 Genekomastia bukan tanda yang spesifik
 Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
 Ensefelopati hepatitis dengan hepatitis pulminal akut dapat terjadi
dalam waktu singkat dan pasien akan merasa mengantuk,delirium,
kejang, dalam waktu 24 jam
 Onsefelopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah
(Yuliana elin, 2009).
2.5.Pemeriksaan penunjang ( Sutiadi , 2003)
1. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal
 Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT , dan AST (akibat dari
dekstruksi jaringan hepar )
 Peningkatan kadar amoniak darah (akibat dari metabolisme protein )
 Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme
bilirubin C
 PT memanjang (akibat kerusakan sintesis protombin dan faktor
pembekuan)
2. Biopsi hepar dapat memastikan diagnisi bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan.
3. Scan CT,atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar,drajat obstruksi
dan aliran darah hepatik.
4. Elektrolit serum dapat menujukkan hipokalemia,alkalosis,dan hiponatremia
(disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respon terhadap
kekurangan folume cairan exstra seluler skunder terhadap asites)
5. TDL menunjukkan penuruna SDM,hemoglobin,hemotokrit,trombosit dan
SDP(hasil dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan
kerusakan metabolisme nutrien)
6. Urinalisis menunjukkan bilirubinuria
7. SGOT,SGPT,LDH(meningkat)
8. Endoscopy retrograd kolaniopankreatografi(ERCP) obstruksi duktus
koledukus
9. Esofagoscopy(varises)dengan barium esofagografi
10. Biopsi hepar dan ultrasonografi.

2.6.Penatalaksanaan (Sutiadi,2003)
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
1. Sitomotis
2. Supportif, yaitu antara lain :
a) Istirahat yang cukup
b) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya: cukup
kalori, protein 1 gr/Kg BB/hari dan vitamin
c) Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus hepatitis c dapat dicoba dengan interveron.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a) Asites
b) Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut:
 Dicurigai sebagai sirosis tingkat B dan C dengan asites
 Gambaran klinis mungkin tidak ada dan leukosit tetap normal
 Protein asites biasanya <1 gr/dl
 bIasanya monomikrobial dan bakteri Gram-negative
 Mulai memberikan antibiotik jika asites >250 mm polymorphs
 50% mengalami kematian dan 69% sembuh dalam 1 tahun

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III


(Cefotaxime) secara parental selama 5 hari, atau Qinolon secara oral.
Meningkat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat
diberikan Norfolaxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu.

c) Hepatorenal Syndrome
Adapun kriteria diagnostik dapat dilihat sebagai berikut:
 Major : Penyakit hati kronis dengan asites, Glomerular fitration
rate yang rendah, serum creatin > 1,5 mg/dl, Creatin
clearance(24 hour) < 4,0 ml/minute, tidak ada syok, Infeksi
berat, Kehilangan cairan dan obat-obatan Nephorotoxic,
Proteinuria > 500 mg/hari tidak ada peningkatan ekspansi
volume plasma.
 Minor : Volume urine < 1 liter/hari,sodium urin < 10
mmol/liter,osmolaritas urine> osmolaritas plasma, konsentrasi
sodium serum <13 mmol/liter

Syndoma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang


berlebihan, pengalaman secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elektrolit,perdarahan dan infeksi.Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa : Retriksi cairan, garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
asidosis intraseluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan syok. Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsi ginjal.

d) Perdarahan karena pecahnya varises esofagus


Kasus ini merupakan kasus emergency. Prinsip penanganannya :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu
transfusi
- Pemasangan nasogatrik tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan
es, pemberian obat – obatan, evaluasi perdarahan.
- Pemberian obat – obatan berupa antasida, ARH2, antifibrinolitik,
vitamin K, vasopresin, octriotide, dan somatostatin.
- Disamping itu diperlukan tindakan – tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya pemasangan balon tamponade
dan tindakan sklero terapi/ligasi atau oesofageal transektion.
e) Ensefalophaty hepatik
Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita hati
menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian,
gelisah sampai ke pre koma dan koma. Faktor pencetus, antara lain :
infeksi, perdarahan gastrointestinal, obat – obatan hepatotoksik.
Prinsip penanganan ada tiga sasaran :
- Mengenali dan mengobati faktor pencetus
- Intervesi untuk menurunkan produksi dan absorbsi amoniak serta
toksin – toksin yang berasal dari usus dengan jalan : diet rendah
protein, pemberian antibiotik (neomisin), pemberian
laktulosa/laktikol.
- Obat – obatan yang memodifikasi balance neurotransmitter : secara
langsung (bromocriptin, flumazemil) dan tak langsung (pemberian
AARS).
2.7 Discharge Planning
1. Istirahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites dan demam.
2. Diet rendah protein, bila ada asites diberikan diet rendah garam II, dan bila proses
tidak aktif diperlukan diet protein tinggi.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik.
4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dan glukosa.
5. Roboansia. Vitamin b kompleks, dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

2.8 Pengkajian data dasar

1. Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko :


 Alkoholisme
 Hepatitis viral
 Obstruksi kronis dan duktus koledukus dan infeksi (kolangitis)
 Gagal jantung kanan berat kronis berkenan dengan kor pulmonal
2. Pemeriksaan fisik berdasarkan survey umum (Apendiks F) dapat
menunjukkan:
 Temuan awal :
 Gangguan GI mual,anoreksia, flatulens, dyspepsia, muntah, perubahan
kebiasaan usus (disebabkan oleh perubahan metabolism nutrien)
 nyeri abdomen kuadran kanan atas (disebabkan oleh pembesaran
hepar)
 Pembesaran, hepar dapat diraba. (pada tahap lanjut penyakit,
peningkatan pembdentukan jaringan parut yang menyebabkan
kontraksi jaringan hepar karenanya mengisutkan hepar)
 demam ringan (disebabkan oleh penurunan produksi antibodi)
 Temuan lanjut :
 Asites : dimanifestasikan dengan penambahan berat badan dan
distensi abdomen, disertai dengan penampilan dehidrasi pada kasus
(kulit dan membrane mukosa kering, kehilangan masa otot, kelemahan,
haluaran urine rendah)
 hipertensi portal : dibuktikan dengan perdarahan GI dan varises
esophagus.
 Sindrom hepatorenal dimanifestasikan dengan gagal ginjal progresif
(peningkatan BUN dan kreatinin serum, penurunan haluaran urine)
 Ketidakseimbangan endokrin dimanifestasikan dengan :
a. Hipogonadisme (atrofi payudara, penurunan libido, perubahan
pada periode menstruasi, ginekomastia pada pria, atrofi testis
dengan impotensi)
b. Spider angioma
c. eritema palmar (dapat disebabkan dari kelebihan estrogen)
 ensefalopati hepatic dimanifestasikan dengan perubahan
neuropsikiatrik seperti apatis, hiperefleksia, gangguan tidur, kacau
mental, mengantuk, hepatikus fetor, asteriksis, disorientasi, dan
akhirnya koma dan kematian.
 Temuan tambahan:
 kelelahan (diakibatkan dari anemia sekunder terhadap gangguan
dalam metabolism nutrient)
 Kecenderungan perdarahan (disebabkan oleh kerusakan sintesis faktor-
faktor pembekuan dan trombositopeniasekunder terhadap depresi
sumsum tulang) dibuktikan dengan epitaksis, mudah memar,
perdarahan gusi, perdarahan menstruasi hebat.
 ikterik 9akibat dari kerusakan metabolism bilirubin)
3. pemeriksaan Diagnostik :
a. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal:
 Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan
metabolisme bilirubin)
 Peningkatan kadar ammonia darah (akibat dari kerusakan
metabolism protein)
 Peningkatan alkalin fosfat serum,ALT, dan AST (akibat dari
destruksi jaringan hepar)
 PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protrombin dan
faktor pembekuan)
b. Biopsi hepar dapat memastikan diagnose bila pemeriksaan sersum dan
pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan.
c. Ultrasound, Skan CT, atau MRI dilakukan untuk menguji ukuran hepar,
derajat obstruksi,, dan aliran darah hepatic.
d. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis, dan hiponatremia
(disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respon terhadap
kekurangan volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites)
e. JDL menunjukkan penurunan SDM,hemoglobin,hematokrit,trombosit dan
SDP (hasil dari

Anda mungkin juga menyukai