Oleh:
1616061005
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Berikut ini adalah daftar 50 kabupaten/kota pelaksana program KIA pada tahun 2016:
PROVINSI NO Kab/Kota PROVINSI NO Kab/Kota
Makalah ini akan memfokuskan Implementasi kebijakan dari Van meter Van Horn dengan
menggunakan variabel-variabel yang terapat didalamnya. Variabel-variabel tersebut
diantaranya meliputi: Sumber Daya, Hubungan Antar Organisasai, Struktur Birokrasi,
Karakteristik Agen Pelaksana, Kondisi Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi, serta Disposisi
Implementor. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang bagaimana “Implementasi Kebijakan Program Kartu Identitas Anak di Kota
Metro”.
Kebijakan publik menurut Chief J.O dalam Wahab (2004:5) merupakan suatu tindakan
bersanksi yang mengarah pada tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah yang
saling b erkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat (serli ani, 2016).
Tahap-tahap kebijakan publik menurut Willian Dunn (2003:25) adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan agenda
2. Formulasi kebijakan
3. Adopsi/rekomendasi kebijakan
4. Implementasi/pelaksanaan kebijakan
5. Penilaian/evaluasi kebijakan
Sedangkan pengertian implementasi kebijakan publik menurut Van Meter Van Horn
(2012:149-150) dalam Winarno adalahpembatasan implementasi kebijakan sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan perorangan atau kelompok, pemerintah maupun swasta yang
memiliki arah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan yang
sebelumnya (serli ani, 2016).
Peraturan Dalam Negri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang KIA pasal 1 ayat 7 menyatakan
bahwa KIA adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang dibawah umur 17 tahun
yang belum menikah dan diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
kabupaten/kota. Dalam Pemendagri tersebut terdapat hal-hal yang berkaitan dengan KIA
seperti prosedur untuk mendapatkan KIA, syarat-syarat untuk membuat KIA, dan juga elemen-
elemen yang tercantun dalam KIA. Tujuan dibuatnya program KIA adalah memberikan
identitas kependudukan bagi anak, untuk meningkatkan pendataan, memberikan pelayanan
publik dan perlindungan bagi anak. Selain itu, kebijakan tersebut juga diterbitkan sebagai
bentuk kewajiban pemerintah dalam upaya memberikan identitas kependudukan yang berlaku
secara nasional kepada seluruh penduduk Indonesia.
BAB II
METODE PENELITIAN
Berikut ini fokus masalah penelitian menurut Van Meter dan Van Horn (serli ani,
2016) meliputi:
1. Standar dan sasaran kebijakan
2. Sumber Daya
1) Sumber Daya Manusia
2) Sumber Daya Financial
3. Hubungan antar organisasi
4. Karakteristik agen pelaksana
1) Norma-norma
2) Struktur birokrasi
5. Kondisi lingkungan sosial, politik dan ekonomi
6. Disposisi implementor
1) Respon implementor terhadap kebijakan
2) Kondisi, dan
3) Intens disposisi implementor
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Anak yang berusia dibawah lima tahun bersamaan dengan penerbitan akta kelahiran
2. Anak yang berusia lima tahun sampai dengan 17 tahun kurang satu hari
3. Anak WNI yang baru datang dari luar negeri
Pada tahun 2016 lalu pemerintah provinsi Lampung tepatnya di Kota Metro telah
melaksanakan penerapan kebijakan KIA dengan mengerahkan Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk melakukan sosialisasi mengenai pembuatan KIA kepada
masyarakat kota Metro melalui camat, lurah dan juga sekolah-sekolah setempat. KIA terbagi
menjadi dua macam kartu, yang pertama untuk anak usia dibawah lima tahun dan yang kedua
untuk anak berusia 5-17 tahun. Perbedaan dari kedua kartu ini dapat dilihat dari penampilan
fisiknya yaitu terdapat foto untuk anak yang berusia 5-17 tahun dan utuk anak berusia dibawah
lima tahun tidak menggunakan foto.
Pelaksanaan KIA di kota Metro hingga pada Mei 2019 dinilai sudah cukup berhasil dengan
mecapai persentase sebesar 72,37%. Jumlah anak yang telah memiliki KIA pada bulan Mei
2019 telah mencapai 31,729%, sedangkan jumlah anak yang belum memiliki KIA hanya
berkisar 12,116%. Permasalahan yang menyebabkan belum terlaksananya program KIA
secara merata di kota Metro salah satunya adalah kesadaran masyarakat yang enggan
mendaftarkan anak mereka untuk mendapatka KIA. Sehingga hal tersebut menyebabkan
pelaksanaan kebijkan KIA di kota Metro belum terealisasi dengan sempurna. (Sumber:
wawancara dengan Bapak Sularto selaku staf khusus bagian KIA di Disdukcapil kota Metro,
pada Maret 2019).
Dimulai nya pembuatan KIA sudah berjalan sejak dikeluarkannya Pemendagri yang
mewajibkan semua anak berusia 17 tahun kebawah memiliki Kartu Tanda Penduduk berupa
Kartu Identitas Anak atau biasa disebut KIA.bagi anak WNI yang baru lahir, KIA akan
diterbitkan bersamaan dengan akta kelahiran. Sedangkan bagi anak WNI yang belum berusia
lima tahun tetapi belum memiliki KIA, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Fotokopi kutipan akta kelahiran dan menunjukkan akta kelahiran aslinya
2) Kartu Kelurga (KK) asli dari orang tua/wali, dan;
3) KTP asli kedua orang tua/wali.
Sementara itu, bagi anak bagi anak WNI yang berusia lima tahun dan belum memiliki KIA
maka syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut;
Untuk anak WNA yang tinggal di Indonesia dan ingin mendapatkan KIA maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut;
Tata cara pembuatan Kartu Identitas Anak pada pasal 13 Pemendagri No 2 Tahun 2016
adalah sebagai berikut:
Selanjutnya cara pembuatan KIA bagi anak WNA adalah sebagai berikut;
1) Kepada anak yang telah memiliki paspor, orangtua anak melaporkan ke Dinas dengan
menyerahkan persyaratan yang digunakan untuk menerbitkan KIA
2) Kepala Dinas menandatangani dan menerbitkan KIA
3) KIA dapat diberikan kepada orang tua atau pemohon di kantor Dinas.
Terbitnya KIA yang meningkatkan perlindungan terhadap hak anak tidak terlalu mendapat
jalan yang baik karena lahirnya kebijakan ini masih kurang dilihat oleh masyarakat secara luas,
dari sisi kepentingan banyak masyarakat yang mengangap bahwa akta kelahiran saja sudah
cukup untuk melengkapi data yang dimiliki bagi anak. Pembuatan KIA ini tentunya dilakukan
secara gratis sama halnya seperti pembuatan kartu identitas lainnya. Hal tersebut sudah
didasari payung hukum dalam pengimplementasiannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari adanya pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaannya. Jika ada aparatur
pemerintah yang mengenakan biaya atas pembuatan KK, KTP, KIA dan sebagainya maka hal
tersebut mask kedalah pelanggaran berupa pungutan liar atau biasa disebut pungli dan akan
dikenakan hukuman pidana selama dua tahun penjara atau denda sebesar-besarnya Rp 25
juta.
Kartu identitas bagi anak yang baru ini dapat dinilai cukup baik. Jika dilihat dari kartu tanda
penduduk yang selama ini belum juga menemukan kata selesai dalam pelaksanaannya.
Efisiensinya sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk mendata dan mempermudah bagi
masyarakat terutama anak-anak yang akan mendaftarkan diri kesekolah maupun saat sakit
dan ingin mendaftarkan diri kerumah sakit. Sebenarnya jika masyarakat benar-benar
melaksanakan program tersebut dengan baik maka efektivitasnya dapat dirasakan, tetapi
dalam kenyataannya penerapan KIA di kota Metro masih belum merata. Hal tersebut
disebabkan oleh masyarakat yang menganggap remeh dan tidak menganggap penting KIA
dan juga belum semua rumah sakit, taman bermain, serta sekolah-sekolah menerapkan
pendaftaran menggunakan KIA.
3.3 Faktor Penghambat Jalannya Program Kartu Identitas Anak di Kota Metro
Dalam setiap kegiatan tentunya terdapat beberapa faktor yang menghambat jalannya
sebuah pelaksanaan. Seperti pada penerapan KIA yang diterapkan sejak tahun 2016 lalu
di kota Metro. Setelah melakukan wawancara dengan bapak Sularto selaku staf khusus
bagian KIA di Disdukcapil kota Metro, beliau mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor
penghambat dalam pelaksanaan KIA, diantaranya yaitu:
1) Masyaakat mengangap akta kelahiran sudah lebih dari cukup sebagai identitas bagi
anak
2) Masih banyak masyarakat yang meremehkan dan menganggap KIA tidak penting bagi
kelangsungan hidup mereka
3) Kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat
4) Tidak ada sanksi yang tertulis bagi para orang tua yang tidak mendaftarkan anaknya
undtuk mendapatkan KIA didalam peraturan
KIA di kota Metro memang sudah melakukan beberapa kerjasama dengan taman bermain
anak, dan sekolah-sekolah yang ada dikota Metro. Tetapi hanya sedikit dari banyaknya
instansi di Kota metro yang bekerjasama dengan KIA. Seharusnya pemerintah lebih
memperbanyak kerjasama dengan berbagai instansi agar pelaksanaan KIA dapat
terealisasi dengan sempurna.
3.4 Pembahasan Mengenai Fokus Penelitian yang Dikemukakan oleh Van Meter dan Van
Horn
Standar dan Sasaran Program
Standar dan sasaran program menurut Van Meter dan Van Horn dalam Suharno harus
terukur dan jelas karena ketidakjelasan sasaran dan standar kebijakan akan berpotensi
untuk menimbulkan multi interprestasi yang akhirnya akan berimplikasi pada sulitnya
implementasi kebijakan. Dalam hal ini standar dan juga sasaran dari kebijakan KIA sudah
dikatakan cukup jelas. Didalam program KIA ini sudah dicantumkan dengan jelas
mengenai manfaat, syarat-syarat, serta tujuan pembuatan KIA. Sasaran dalam kebijakan
ini juga sangat jelas yaitu pemberian identitas diri secara resmi kepada anak yang berusia
0-17 tahun yang belum menikah.
Sumber Daya
Kemampuan memenfaatkan Sumber daya yang tersedia sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan proses implementasi kebijakan. Manusia merupakan sumber daya yang
paling penting. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses pelaksanaan kebijakan
menutut adanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas sesuai dengan
pekerjaannya. Selain sumber daya manusia terdapat sumber daya lain yang harus
diperhatikan yaitu smber daya finansial dan sumber daya waktu. Apabila dilihat dari
indikator sumber daya yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn maka dalam
program kebijakan ini dapat dikatakan bahwa tidak semua aparatur pemerintah
melaksanakan pelayanan dengan sebagaimana mestinya. Dalam contoh nyata masih
terdapat ognum-ognum tidak bertanggung jawab yang melakukan tindakan pungli saat
masyarakat melakukan pendaftaran pembuatan kartu identitas.
Disposisi implementor
Keberhasilan atau kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik sangat dipengaruhi
oleh sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana. Hal tersebut sangat mungkin
terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukan hasil dari formulasi warga setempat
yang sangat mengenal permasalahan yang mereka rasakan. Akan tetapi kebijakan yang
akan implementor laksanakan merupakan kebijakan dari atas atau top down yang sangat
mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui keinginan, kebutuhan,
dan juga permasalahan yang masyarakat ingin selesaikan. Dari pemahaman tersebut
dapat dikatakan sudah baik karena implementor telah melaksanakan tugasnya dengan
benar serta memahami tugasnya sebagai implementor. Tetapi ada juga beberapa
implementor yang sudah paham tugas dan kewajibannya tetapi mereka tidak melakukan
apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang implementator.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1) Implementasi kebijakan program kartu identitas anak (KIA) oleh Disdukcapil kota Metro
telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Ketentuan dan persyaratan
pembuatan KIA diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2016 yang
didalamnya terdapat pembagian ketentuan setiap anak berusia dibawah 17 tahun
diwajibkan memiliki KIA baik anak Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing
yang tinggal di Indonesia.
3) Standar dan sasaran progam KIA sudah sangat jelas yaitu pemberian identitas diri secara
resmi kepada anak yang berusia 0-17 tahun yang belum menikah.
4) Apabila dilihat dari indikator sumber daya yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn
maka dalam program kebijakan ini dapat dikatakan bahwa tidak semua aparatur
pemerintah melaksanakan pelayanan dengan sebagaimana mestinya.
5) Dalam indikator karakteristik agen pelaksana maka pelaksanan program KIA ini sudah
berjalan dengan semestinya. Dengan dimulainya pemberlakuan KIA di 50 kabupaten/kota
pada tahun 2016 yang terlaksana sebagaimana mestinya telah menunjukkan bahwa
program KIA sudah dapat dikatakan baik.
7) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik. Oleh karena itu untuk melaksanakan
kebijakan harus memperhatikan juga kekondusifan kondisi lingkungan sosial, ekonomi,
dan politik.
8) Dalam hubungan antar organisasi terdapat realitas dari program kebijakan maka
diperlukan adanya hubungan yang baik diantara instansi yang terkait, salah stunya berupa
dukungan koordinasi. Jika dilihat dari indikator diatas maka program KIA sudah memenuhi
kriteria tersebut dengan bekerjasama dengan rumah sakit, sekolah, dan taman hiburan
walaupun belum semua rumah sakit, skolah, serta taman hiburan melakukan koordinasi
dengan KIA.
4.2 Rekomendasi
1) Perlunya diadakan sosialisasi ulang tetntang betapa pentingnya KIA oleh pemerintah
terhadap masyarakat dan menjalankan jemput bola sesuai dengan tata cara yang ada
di Pemendagri. Lebih banyak melakukan kerja sama dengan sekolah, rumah sakit,
taman bermain, maupun fasilitas umum lainnya. Melakukan monitoring agar
penerapannya dapak terlaksana dengan baik. Serta, perlu ditegaskan sanksi bagis
masyarakat yang tidak membuat KIA.
2) Bagi orang tua diharapkan dapat lebih intens dalam pemanfaatan manfaat KIA
tersebut. Menambahkan frekuensi fasilitas KIA, fasilitas yang telah disediakan akan
sangat berguna bagi anak. Selanjutnya hak sipil untuk anak harus diterapkan mulai
dari kesehatan, hiburan, pendidikan, dan juga olahraga, agar tidak menjadi
penghambat dalam proses perkembangan, pertumbuhan serta kesejahteraan bagi
anak.
DAFTAR PUSTAKA
NIM, D. A. PELAKSANAAN PEMBUATAN KARTU IDENTITAS ANAK DITINJAU DARI
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KARTU
IDENTITAS ANAK (KIA) DI KOTA PONTIANAK.”Jurnal Fatwa Hukum, 1(3).
Afrizal, C. (2017). Pelaksanaan Kebijakan Pembuatan Kartu Identitas Anak Di Kota Bandar
Lampung. JURNAL HIMA HAN, 4(2).
Ani, S., & Sulistio, E. B. (2017). Implementasi Program Jaring (Jangkau, Sinergi, dan
Guidelin) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Provinsi Lampung
Tahun 2016. ADMINISTRATIO.
PERMANA, J., Hamid, A., & Nugroho, K. S. (2018). EVALUASI PROGRAM KARTU
IDENTITAS ANAK (KIA) DI KOTA CILEGON TAHUN 2018 ((Doctoral dissertation,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).
Cilegon, D.K. (2017). Data Humas; Daftar 50 Kabupaten dan Kota Pelaksana Program Kartu
Identitas Anak (KIA) Tahun 2016. Disdukcapil Kota Cilegon.
Rismiyati, R., Susila, J., & SH, M. (2018)Efektivitas Pemenuhan Hak Anak Ditinjau Dari
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak (Studi
Kasus Di Kota Surakarta) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Tresian, N. (2013). Kebijakan Publik. Bandar Lampung: CV. Anugerah Utama Raharja.