Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH ILMIAH SEMINAR MASALAH

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KARTU IDENTITAS ANAK DI KOTA METRO

Oleh:

IKE FITTI WARDANI

1616061005

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang hingga saat ini semakin meningkat akan
berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan, baik dari segi sosial maupun ekonomi
sehingga hal tersebut dapat menyebabkan pemerintah menghadapi masalah yang
semakin kompleks. Dalam upaya mewujudkan pelayanan prima bagi masyarakat,
pemerintah berusaha mewujudkan tertib administrasi secara nasional melalui Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dengan menerbitkan Kartu Identitas
Anak (KIA). Dalam Untdang- undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa administrasi kependudukan adalah
rangkaian kegiatan penataan dan penelitian dalam penerbitan dokumen dan data
kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaaan informasi
administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasil untuk pelayanan publik dan
pembangunan sektor publik.
Melalui Kementrian Dalam Negri (Kemendagri) akhirnya pemerintah memberlakukan
sebuah kartu yang diharapkan dapat dijadikan identitas bagi anak, yaitu Kartu Identitas
Anak (KIA). KIA merupakan bukti identitas resmi untuk anak dibawah umur 17 tahun yang
memiliki peran seperti KTP bagi orang dewasa. Kartu ini diterbitkan oleh Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) kabupaten/kota. Sejak dimunculkannya
program tersebut, berbagai tanggapan dan pandangan mulai bermunculan diberbagai
kalangan. Sebagian berpenapat bahwa program KIA sangat penting dan sebagian lagi
menganggap bahwa program tersebut tidak memiliki alasan yang kuat untuk diterapkan.
Berbagai pendapat tersebut tentunya dapat menjadi pedoman bagi pemerintah untuk
meresmikan program KIA atau tidak, tetapi tapaknya hal tersebut tidak terlalu berpengaruh
bagi pemerintah terhadap rencana pemerintah untuk memberlakukan KIA kepada anak.
Dikutip dari Merdeka.com bahwa pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio
mengungkapkan, sebelum mengangan-angankan KIA, lebih baik bereskan dulu e-KTP.
Dalam laman tersebut Agus menuturkan KIA merupakan pembahasan yang perlu
dikebelakangi dahulu. Ia juga menuturkan bahwa masyarakat Indonesia pada saat ini
masih banyak yang memerlukan identitas diri yaitu e-KTP agar urusan negara dan rakyar
menjadi mudah. Dengan adanya identitas diri, pemeritah jadi lebih mudah untuk
memberikan subsidi bagi masyarakat individu dan bantuan untuk orang-orang miskin.
(sumber:https://www.google.co.id/amp/s/m.merdeka.com/amp/peristiwa/perlukah-kartu-
identitas-anak-kia.html)
Tetapi banyak pendapat dari kalangan lain yang justru menganggap bahwa untuk
memberikan identitas bagi warganya adalah hal yang wajib dilakukan pemerintah. Dalam
rangka menyejahterakan masyarakat pemerintah harus mampu untuk memberikan
identitas kependudukan yang berlaku secara nasional kepada seluruh warna negara
Indonesia yang berlaku secara nasional sebagai upaya pemenuhan hak konstitusional dan
juga sebagai perlindungan dalam rangka mensejahterakan masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu kebijakan program KIA ini dimaksudkan untuk upaya pemerintah dalam
melindungi dan memberikan hak kepada anak dibawah 17 tahun. Program KIA sudah
diterbitkan dan berlaku sejak tahun 2016 lalu.
Penerapan KIA dilakukan pada 50 daerah di Indonesia dengan menggunakan dana
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah pusat hanya menyediakan
anggaran sosialisasi dan dukungan berupa stimulan blangko KIA bagi 50 kabupaten/kota
yang terpilh. Jika selanjutnya ada kekurangan blangko maka nantinya akan dialokasikan
melalui anggaran dari masing-masing daerah yang akan menerapkan KIA.

Berikut ini adalah daftar 50 kabupaten/kota pelaksana program KIA pada tahun 2016:
PROVINSI NO Kab/Kota PROVINSI NO Kab/Kota

Daerah Istimewa 1 Kab.Bener Bengkulu 26 Kab. Muko-muko


Aceh Meriah
2 Kot. DIY 27 Kab. Kulonprogo
Subulussalam
Bali 3 Kab. Jembrana Jambi 28 Kab. Tebo
Banten 4 Kot. Cilegon Jawa Barat 29 Kot. Cimahi
Jawa Tengah 5 Kab. Blora Kep. Riau 30 Kot. Tanjung
Pinang
6 Kab. Kendal Lampung 31 Kot. Metro
7 Kab. Magelang Maluku 32 Kab. Maluku
Tenggara
8 Kab. Purworejo Maluku Utara 33 Kab. Halmahera
Tengah
9 Kab. Salatiga Gorontalo 34 Kab. Gorontalo
10 Kot. Tegal 35 Kot. Gorontalo
11 Kot. NTB 36 Kot. Mataram
Temanggung
Jawa Tengah 12 Kot. Wonogiri NTT 37 Kab. Alor
Jawa Timur 13 Kot. Blitar Papua Barat 38 Kab. Fakfak
14 Kot. Kediri Papua 39 Kot. Jayapura
15 Kot. Mojokerto Riau 40 Kot. Dumai
16 Kot. Probolinggo Sulawesi Tengah 41 Kab. Buol
17 Kab. Trenggalek Sulawesi Utara 42 Kot. Tomohon
Kalimantan Barat 18 Kab. Sekadau Sulawesi Barat 43 Kab. Polewali
Mandar
Kalimantan 19 Kab. Hulu Sungai Sulawesi 44 Kab. Manowe
Selatan Selatan Tenggara
Kalimantan 20 Kab. Kapuas Sulawesi Selatan 45 Kab. Sinjai
Tengah
21 Kab. Lamandau Sumatera 46 Kab. Ogan
Selatan Komering Ulu
Timur
Kalimantan Timur 22 Kot. Botang Sumatera Barat 47 Kot. Padang
panjang
23 Kab. Penajan 48 Kot. Solok
Paser Utara
Kalimantan Utara 24 Kab. Bulungan Sumatera Utara 49 Kot. Tanjung Balai
Kep. Bangka 25 Kab. Blitung 50 Kot. Tebing Tinggi
Belitung Timur
Sumber: (rahmawati, 2017) Bagan 1
Program KIA dilaksanakan pada setiap Provinsi yang ada di Indonesia yang jumlahnya
terdapat 34 provinsi. Penetapan kabupaten/kota yang akan melksanakan program KIA
dikembalikan menurut pertimbangan dari provinsi yang bersangkutan. Dilihat dai bagan diatas
provinsi Lampung termasuk kedalam salah satu tempat yang akan melaksanakan program
KIA tersebut tepatnya di Kota Metro. Kota Metro terpilih menjadi salah satu kota untuk menjadi
contoh pelaksanaan KIA tahun 2016. Alasan terpilihnya Kota Metro sebagai Kota yang akan
menerapkan KIA adalah cakupan akta kelahiran yang tercatat sudah lebih dari 75%, bahkan
telah mencapai 77,60% cakupan akta kelahiran pada waktu itu. (sumber: sebatin.com)

Makalah ini akan memfokuskan Implementasi kebijakan dari Van meter Van Horn dengan
menggunakan variabel-variabel yang terapat didalamnya. Variabel-variabel tersebut
diantaranya meliputi: Sumber Daya, Hubungan Antar Organisasai, Struktur Birokrasi,
Karakteristik Agen Pelaksana, Kondisi Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi, serta Disposisi
Implementor. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang bagaimana “Implementasi Kebijakan Program Kartu Identitas Anak di Kota
Metro”.

Kebijakan publik menurut Chief J.O dalam Wahab (2004:5) merupakan suatu tindakan
bersanksi yang mengarah pada tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah yang
saling b erkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat (serli ani, 2016).

Tahap-tahap kebijakan publik menurut Willian Dunn (2003:25) adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan agenda
2. Formulasi kebijakan
3. Adopsi/rekomendasi kebijakan
4. Implementasi/pelaksanaan kebijakan
5. Penilaian/evaluasi kebijakan

Sedangkan pengertian implementasi kebijakan publik menurut Van Meter Van Horn
(2012:149-150) dalam Winarno adalahpembatasan implementasi kebijakan sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan perorangan atau kelompok, pemerintah maupun swasta yang
memiliki arah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan yang
sebelumnya (serli ani, 2016).

Peraturan Dalam Negri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang KIA pasal 1 ayat 7 menyatakan
bahwa KIA adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang dibawah umur 17 tahun
yang belum menikah dan diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
kabupaten/kota. Dalam Pemendagri tersebut terdapat hal-hal yang berkaitan dengan KIA
seperti prosedur untuk mendapatkan KIA, syarat-syarat untuk membuat KIA, dan juga elemen-
elemen yang tercantun dalam KIA. Tujuan dibuatnya program KIA adalah memberikan
identitas kependudukan bagi anak, untuk meningkatkan pendataan, memberikan pelayanan
publik dan perlindungan bagi anak. Selain itu, kebijakan tersebut juga diterbitkan sebagai
bentuk kewajiban pemerintah dalam upaya memberikan identitas kependudukan yang berlaku
secara nasional kepada seluruh penduduk Indonesia.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ilmiah ini bertujuan untuk
1. Menganalisis pelaksanaan program Kartu Identitas Anak yang diterapkan di Kota
Metro.
2. Mendeskripsikan lebih lanjut tentang Kartu Identitas Anak serta mengetahui faktor apa
saja yang menghambat jalannya program KIA tersebut.

1.3 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan makalah ini dapat memberikan pengetahuan tambahan serta
pembelajaran dalam pengaplikasian teori-teori yang telah didapat selama perkuliahan,
khususnya tema kebijakan publik yang digunakan untuk penulisan makalah ini.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis makalah ini dapat memberikan informasi serta memperluas wawasan
bagi para pembaca mengenai pelaksanaan program Kartu Identitas Anak yang ada di
Kota Metro.

BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada makalah ilmiah ini meliputi beberapa sumber data yaitu:
1) Sumber data primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung
oleh peneliti.
2) Sumber data sekunder
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber data sekunder yaitu data yang
diperoleh peneliti dari sumber lain yang sudah ada.

2.2 Analisis Data


Untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang telah disebutkan maka perlunya
dilakukan penganalisisan data. Dalam penulisan makalah ilmiah ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif untuk menggambarkan data yang dihasilkan kedalam
penjelasan yang sistematis. Penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln (1994)
ditunjukkan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau
peristiwa khusus daripada mendeskripsikan bagian permukaan dari sample besar dari
sebuah populasi. Penelitian kualitatif juga dapat menghasilkan data mengenai
kelompok manusia dalam latar atau latar sosial.penelitian ini juga dapat disebut
dengan etnometodologi atau penelitian lapangan.

2.3 Fokus Masalah Penelitian


Dalam penelitian kualitatif terdapat batasan masalah yang merupakan fokus dengan
pokok masalah yang bersifat umum. Untuk mendalami fokus tersebut penelitian ini
akan menggunakan metode kualitatif. Untuk membatasi studi dan mengarahkan
pelaksanaan suatu penelitian atau pengamatan diperlukannya penetapan fokus
dalam penelitian kualitatif. Menurut Irwan (2006:22) dalam fokus penelitian
menjelaskan tentang fokus kajian. Fokus adalah objek yang paling menarik, paling
menantang, dan paning bermanfaat untuk diteliti oleh peneliti. Dalam hal tersebut
penetiti tidak meneliti semuanya tetapi hanya memilih bagian tertentu dari suatu yang
besar.

Berikut ini fokus masalah penelitian menurut Van Meter dan Van Horn (serli ani,
2016) meliputi:
1. Standar dan sasaran kebijakan
2. Sumber Daya
1) Sumber Daya Manusia
2) Sumber Daya Financial
3. Hubungan antar organisasi
4. Karakteristik agen pelaksana
1) Norma-norma
2) Struktur birokrasi
5. Kondisi lingkungan sosial, politik dan ekonomi
6. Disposisi implementor
1) Respon implementor terhadap kebijakan
2) Kondisi, dan
3) Intens disposisi implementor

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Implemetasi Kebijakan Program Kartu Identitas Anak di Kota Metro

Administrasi kependudukan merupakan serangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam


penerbitan dokumen serta data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pengelolaan
informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya bagi pelayanan publik
dan pembangunan sektor lain, dan juga pencatatan sipil. Seiring dengan berjalannya waktu,
pemerintah menyadari bahwa identitas diri tidak hanya diperlukan oleh orang dewasa tetapi
jua diperlukan oleh anak-anak. Untuk itu Kementrian Dalam Negri (Kemendagri) telah
membuat sebuah kebijakan pada tahun 2016 melalui Peraturan Menteri Dalam Negri
(Pemendagri) No 2 Tahun 2016 tentang ketentuan bahwa semua anak yang berusia dibawah
17 tahun diwajibkan memiliki Kartu Identitas Anak atau biasa disebut (KIA). Kebijakan program
tersebut dimaksudkan untuk dijadikan sebagai salah satu bentuk perlindungan dan
pengawasan terhadap anak. Tujuan lain dari dibuatnya program KIA ini adalah untuk
meningkatkan pendataan,pelayanan publik, memberikan perlindungan terhadap anak, dan
juga untuk pemenuhan kah konvensional warga negara. Hal tersebut berarti bahwa negara
memiliki tanggungjawab untuk memberikan perlindungan kepada anak berusia 17 tahun
kebawah.

Berikut ini adalah anak yang harus memiliki KIA:

1. Anak yang berusia dibawah lima tahun bersamaan dengan penerbitan akta kelahiran
2. Anak yang berusia lima tahun sampai dengan 17 tahun kurang satu hari
3. Anak WNI yang baru datang dari luar negeri

Pada tahun 2016 lalu pemerintah provinsi Lampung tepatnya di Kota Metro telah
melaksanakan penerapan kebijakan KIA dengan mengerahkan Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk melakukan sosialisasi mengenai pembuatan KIA kepada
masyarakat kota Metro melalui camat, lurah dan juga sekolah-sekolah setempat. KIA terbagi
menjadi dua macam kartu, yang pertama untuk anak usia dibawah lima tahun dan yang kedua
untuk anak berusia 5-17 tahun. Perbedaan dari kedua kartu ini dapat dilihat dari penampilan
fisiknya yaitu terdapat foto untuk anak yang berusia 5-17 tahun dan utuk anak berusia dibawah
lima tahun tidak menggunakan foto.

Pelaksanaan KIA di kota Metro hingga pada Mei 2019 dinilai sudah cukup berhasil dengan
mecapai persentase sebesar 72,37%. Jumlah anak yang telah memiliki KIA pada bulan Mei
2019 telah mencapai 31,729%, sedangkan jumlah anak yang belum memiliki KIA hanya
berkisar 12,116%. Permasalahan yang menyebabkan belum terlaksananya program KIA
secara merata di kota Metro salah satunya adalah kesadaran masyarakat yang enggan
mendaftarkan anak mereka untuk mendapatka KIA. Sehingga hal tersebut menyebabkan
pelaksanaan kebijkan KIA di kota Metro belum terealisasi dengan sempurna. (Sumber:
wawancara dengan Bapak Sularto selaku staf khusus bagian KIA di Disdukcapil kota Metro,
pada Maret 2019).

3.2 Pelaksanaan Kebijakan Pembuatan Kartu Identitas Anak

Dimulai nya pembuatan KIA sudah berjalan sejak dikeluarkannya Pemendagri yang
mewajibkan semua anak berusia 17 tahun kebawah memiliki Kartu Tanda Penduduk berupa
Kartu Identitas Anak atau biasa disebut KIA.bagi anak WNI yang baru lahir, KIA akan
diterbitkan bersamaan dengan akta kelahiran. Sedangkan bagi anak WNI yang belum berusia
lima tahun tetapi belum memiliki KIA, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Fotokopi kutipan akta kelahiran dan menunjukkan akta kelahiran aslinya
2) Kartu Kelurga (KK) asli dari orang tua/wali, dan;
3) KTP asli kedua orang tua/wali.

Sementara itu, bagi anak bagi anak WNI yang berusia lima tahun dan belum memiliki KIA
maka syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut;

1) Fotokopi kutipan akta kelahiran dan menunjukkan akta kelahiran aslinya


2) Kartu Kelurga (KK) asli dari orang tua/wali
3) KTP asli kedua orang tua/wali
4) Pas foto anak berwarna ukuran 2x3 sebanyak dua lembar.

Untuk anak WNA yang tinggal di Indonesia dan ingin mendapatkan KIA maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut;

1) Fotokopi paspor dan izin tinggal


2) Kartu Kelurga (KK) asli dari orang tua/wali
3) E-KTP asli kedua orang tua

Tata cara pembuatan Kartu Identitas Anak pada pasal 13 Pemendagri No 2 Tahun 2016
adalah sebagai berikut:

1) Orang tua/wali atau pemohon menyerahkan persyarakatan penerbitan KIA dengan


menyerahkan persyaratan ke Disdukcapil kota setempat
2) Kepala dinas menendatangi dan juga menerbitkan KIA
3) Dinas dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan keliling dengan cara menjemput bola di
sekolah-sekolah, taman baca, rumah sakit, taman hiburan anak-anak, dan tempat lainnya,
agar cakupan kpemilikan KIA dapat maksimal.

Selanjutnya cara pembuatan KIA bagi anak WNA adalah sebagai berikut;

1) Kepada anak yang telah memiliki paspor, orangtua anak melaporkan ke Dinas dengan
menyerahkan persyaratan yang digunakan untuk menerbitkan KIA
2) Kepala Dinas menandatangani dan menerbitkan KIA
3) KIA dapat diberikan kepada orang tua atau pemohon di kantor Dinas.

Terbitnya KIA yang meningkatkan perlindungan terhadap hak anak tidak terlalu mendapat
jalan yang baik karena lahirnya kebijakan ini masih kurang dilihat oleh masyarakat secara luas,
dari sisi kepentingan banyak masyarakat yang mengangap bahwa akta kelahiran saja sudah
cukup untuk melengkapi data yang dimiliki bagi anak. Pembuatan KIA ini tentunya dilakukan
secara gratis sama halnya seperti pembuatan kartu identitas lainnya. Hal tersebut sudah
didasari payung hukum dalam pengimplementasiannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari adanya pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaannya. Jika ada aparatur
pemerintah yang mengenakan biaya atas pembuatan KK, KTP, KIA dan sebagainya maka hal
tersebut mask kedalah pelanggaran berupa pungutan liar atau biasa disebut pungli dan akan
dikenakan hukuman pidana selama dua tahun penjara atau denda sebesar-besarnya Rp 25
juta.

Kartu identitas bagi anak yang baru ini dapat dinilai cukup baik. Jika dilihat dari kartu tanda
penduduk yang selama ini belum juga menemukan kata selesai dalam pelaksanaannya.
Efisiensinya sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk mendata dan mempermudah bagi
masyarakat terutama anak-anak yang akan mendaftarkan diri kesekolah maupun saat sakit
dan ingin mendaftarkan diri kerumah sakit. Sebenarnya jika masyarakat benar-benar
melaksanakan program tersebut dengan baik maka efektivitasnya dapat dirasakan, tetapi
dalam kenyataannya penerapan KIA di kota Metro masih belum merata. Hal tersebut
disebabkan oleh masyarakat yang menganggap remeh dan tidak menganggap penting KIA
dan juga belum semua rumah sakit, taman bermain, serta sekolah-sekolah menerapkan
pendaftaran menggunakan KIA.

3.3 Faktor Penghambat Jalannya Program Kartu Identitas Anak di Kota Metro
Dalam setiap kegiatan tentunya terdapat beberapa faktor yang menghambat jalannya
sebuah pelaksanaan. Seperti pada penerapan KIA yang diterapkan sejak tahun 2016 lalu
di kota Metro. Setelah melakukan wawancara dengan bapak Sularto selaku staf khusus
bagian KIA di Disdukcapil kota Metro, beliau mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor
penghambat dalam pelaksanaan KIA, diantaranya yaitu:
1) Masyaakat mengangap akta kelahiran sudah lebih dari cukup sebagai identitas bagi
anak
2) Masih banyak masyarakat yang meremehkan dan menganggap KIA tidak penting bagi
kelangsungan hidup mereka
3) Kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat
4) Tidak ada sanksi yang tertulis bagi para orang tua yang tidak mendaftarkan anaknya
undtuk mendapatkan KIA didalam peraturan

KIA di kota Metro memang sudah melakukan beberapa kerjasama dengan taman bermain
anak, dan sekolah-sekolah yang ada dikota Metro. Tetapi hanya sedikit dari banyaknya
instansi di Kota metro yang bekerjasama dengan KIA. Seharusnya pemerintah lebih
memperbanyak kerjasama dengan berbagai instansi agar pelaksanaan KIA dapat
terealisasi dengan sempurna.

3.4 Pembahasan Mengenai Fokus Penelitian yang Dikemukakan oleh Van Meter dan Van
Horn
 Standar dan Sasaran Program
Standar dan sasaran program menurut Van Meter dan Van Horn dalam Suharno harus
terukur dan jelas karena ketidakjelasan sasaran dan standar kebijakan akan berpotensi
untuk menimbulkan multi interprestasi yang akhirnya akan berimplikasi pada sulitnya
implementasi kebijakan. Dalam hal ini standar dan juga sasaran dari kebijakan KIA sudah
dikatakan cukup jelas. Didalam program KIA ini sudah dicantumkan dengan jelas
mengenai manfaat, syarat-syarat, serta tujuan pembuatan KIA. Sasaran dalam kebijakan
ini juga sangat jelas yaitu pemberian identitas diri secara resmi kepada anak yang berusia
0-17 tahun yang belum menikah.

 Sumber Daya
Kemampuan memenfaatkan Sumber daya yang tersedia sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan proses implementasi kebijakan. Manusia merupakan sumber daya yang
paling penting. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses pelaksanaan kebijakan
menutut adanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas sesuai dengan
pekerjaannya. Selain sumber daya manusia terdapat sumber daya lain yang harus
diperhatikan yaitu smber daya finansial dan sumber daya waktu. Apabila dilihat dari
indikator sumber daya yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn maka dalam
program kebijakan ini dapat dikatakan bahwa tidak semua aparatur pemerintah
melaksanakan pelayanan dengan sebagaimana mestinya. Dalam contoh nyata masih
terdapat ognum-ognum tidak bertanggung jawab yang melakukan tindakan pungli saat
masyarakat melakukan pendaftaran pembuatan kartu identitas.

 Karakteristik Agen Pelaksana


Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi informal dan organisasi formal
yang akan terlibat dalam pelaksanaan kebijakan publik. Hal tersebut sangatlah penting
karena kinerja implementasi kebijakan publik akan banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang
cocok dan tepat dengan para agen pelaksananya. Jalinan hubungan kerjasama diperlukan
agar instansi terkait dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Jika dilihat
dari indikator diatas maka pelaksanan program KIA ini sudah berjalan dengan semestinya.
Dengan dimulainya pemberlakuan KIA di 50 kabupaten/kota pada tahun 2016 yang
terlaksana sebagaimana mestinya telah menunjukkan bahwa program KIA sudah dapat
dikatakan baik.

 Disposisi implementor
Keberhasilan atau kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik sangat dipengaruhi
oleh sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana. Hal tersebut sangat mungkin
terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukan hasil dari formulasi warga setempat
yang sangat mengenal permasalahan yang mereka rasakan. Akan tetapi kebijakan yang
akan implementor laksanakan merupakan kebijakan dari atas atau top down yang sangat
mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui keinginan, kebutuhan,
dan juga permasalahan yang masyarakat ingin selesaikan. Dari pemahaman tersebut
dapat dikatakan sudah baik karena implementor telah melaksanakan tugasnya dengan
benar serta memahami tugasnya sebagai implementor. Tetapi ada juga beberapa
implementor yang sudah paham tugas dan kewajibannya tetapi mereka tidak melakukan
apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang implementator.

 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik


Perlu diketahui bahwa lingkungan eksternal juga membantu keberhasilan kebijakan publik
yang telah ditetapkan. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat
menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik. Oleh karena
itu untuk melaksanakan kebijakan harus memperhatikan juga kekondusifan kondisi
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.

 Hubungan Antar Organisasi


Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan adalah komunikasi antar organisasai yang dapat
membuat pelaksanaan kebijakan menjadi semakin mudah. Koordinasi merupakan
mekanisme yang ampuh dalam sebuah implementasi kebijakan publik. Semakin baik
koordinasi yang dilakukan terhadap berbagai instansi makaasumsinya kesalahan-
kesalahan yang akan terjadi memiliki peluang yang sangat keci dan begitupun sebaliknya.
Karena dalam mengimplementasikan sebuah program diperlukan adanya komunikasi dan
juga koordinasi yang baik maka anak dihasilkan pencapaian tujuan secara efetif dan
efesien, lalu kemungkinan terjadinya konflik juga semakin sedikit. Sebagai realitas dari
program kebijakan maka diperlukan adanya hubungan yang baik diantara instansi yang
terkait, salah stunya berupa dukungan koordinasi. Jika dilihat dari indikator diatas maka
program KIA sudah memenuhi kriteria tersebut dengan bekerjasama dengan rumah sakit,
sekolah, dan taman hiburan walaupun belum semua rumah sakit, skolah, serta taman
hiburan melakukan koordinasi dengan KIA.

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

1) Implementasi kebijakan program kartu identitas anak (KIA) oleh Disdukcapil kota Metro
telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Ketentuan dan persyaratan
pembuatan KIA diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2016 yang
didalamnya terdapat pembagian ketentuan setiap anak berusia dibawah 17 tahun
diwajibkan memiliki KIA baik anak Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing
yang tinggal di Indonesia.

2) Faktor penghambat pelaksanaan KIA adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk


membuat KIA untuk anaknya, kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap masyarakat,
kurangnya rasa ketertarikan dan juga minat masyarakat terhadap KIA yang disebabkan
oleh sudah adanya akta kelahiran dan yang terakhir tidak adanya sanksi tegas yang tertulis
didalam kebijakan walaupun KIA sudah diwajibkan oleh pemerintah.

3) Standar dan sasaran progam KIA sudah sangat jelas yaitu pemberian identitas diri secara
resmi kepada anak yang berusia 0-17 tahun yang belum menikah.

4) Apabila dilihat dari indikator sumber daya yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn
maka dalam program kebijakan ini dapat dikatakan bahwa tidak semua aparatur
pemerintah melaksanakan pelayanan dengan sebagaimana mestinya.

5) Dalam indikator karakteristik agen pelaksana maka pelaksanan program KIA ini sudah
berjalan dengan semestinya. Dengan dimulainya pemberlakuan KIA di 50 kabupaten/kota
pada tahun 2016 yang terlaksana sebagaimana mestinya telah menunjukkan bahwa
program KIA sudah dapat dikatakan baik.

6) Disposisi implementornya dapat dikatakan sudah baik karena implementator telah


melaksanakan tugasnya dengan benar serta memahami tugasnya sebagai implementator.
Tetapi ada juga beberapa implementator yang sudah paham tugas dan kewajibannya
tetapi mereka tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang
implementator.

7) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik. Oleh karena itu untuk melaksanakan
kebijakan harus memperhatikan juga kekondusifan kondisi lingkungan sosial, ekonomi,
dan politik.

8) Dalam hubungan antar organisasi terdapat realitas dari program kebijakan maka
diperlukan adanya hubungan yang baik diantara instansi yang terkait, salah stunya berupa
dukungan koordinasi. Jika dilihat dari indikator diatas maka program KIA sudah memenuhi
kriteria tersebut dengan bekerjasama dengan rumah sakit, sekolah, dan taman hiburan
walaupun belum semua rumah sakit, skolah, serta taman hiburan melakukan koordinasi
dengan KIA.

4.2 Rekomendasi
1) Perlunya diadakan sosialisasi ulang tetntang betapa pentingnya KIA oleh pemerintah
terhadap masyarakat dan menjalankan jemput bola sesuai dengan tata cara yang ada
di Pemendagri. Lebih banyak melakukan kerja sama dengan sekolah, rumah sakit,
taman bermain, maupun fasilitas umum lainnya. Melakukan monitoring agar
penerapannya dapak terlaksana dengan baik. Serta, perlu ditegaskan sanksi bagis
masyarakat yang tidak membuat KIA.

2) Bagi orang tua diharapkan dapat lebih intens dalam pemanfaatan manfaat KIA
tersebut. Menambahkan frekuensi fasilitas KIA, fasilitas yang telah disediakan akan
sangat berguna bagi anak. Selanjutnya hak sipil untuk anak harus diterapkan mulai
dari kesehatan, hiburan, pendidikan, dan juga olahraga, agar tidak menjadi
penghambat dalam proses perkembangan, pertumbuhan serta kesejahteraan bagi
anak.

DAFTAR PUSTAKA
NIM, D. A. PELAKSANAAN PEMBUATAN KARTU IDENTITAS ANAK DITINJAU DARI
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KARTU
IDENTITAS ANAK (KIA) DI KOTA PONTIANAK.”Jurnal Fatwa Hukum, 1(3).

Afrizal, C. (2017). Pelaksanaan Kebijakan Pembuatan Kartu Identitas Anak Di Kota Bandar
Lampung. JURNAL HIMA HAN, 4(2).

Hardjanto, U. S. (2019). Kebijakan Penerbitan Kartu Identitas Anak Di Kota Semarang. e-


journal Administrative Law & Governance UNDIP.

Ani, S., & Sulistio, E. B. (2017). Implementasi Program Jaring (Jangkau, Sinergi, dan
Guidelin) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Provinsi Lampung
Tahun 2016. ADMINISTRATIO.

Eri, P. (2018). IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KARTU IDENTITAS ANAK (KIA) DI DINAS


KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA YOGYAKARTA (Suatu Penelitian
Deskriptif Interpretatif di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta).

Rahmawati, L., Agustino , L., & Ismanto, G. (2018). EFEKTIVITAS PELAKSANAAN


KEBIJAKAN KARTU IDENTITAS ANAK (KIA) DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
PENCATATAN SIPIL KOTA CILEGON TAHUN 2017 (Doctoral dissertation, Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa).

PERMANA, J., Hamid, A., & Nugroho, K. S. (2018). EVALUASI PROGRAM KARTU
IDENTITAS ANAK (KIA) DI KOTA CILEGON TAHUN 2018 ((Doctoral dissertation,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

Cilegon, D.K. (2017). Data Humas; Daftar 50 Kabupaten dan Kota Pelaksana Program Kartu
Identitas Anak (KIA) Tahun 2016. Disdukcapil Kota Cilegon.

Rismiyati, R., Susila, J., & SH, M. (2018)Efektivitas Pemenuhan Hak Anak Ditinjau Dari
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak (Studi
Kasus Di Kota Surakarta) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Tresian, N. (2013). Kebijakan Publik. Bandar Lampung: CV. Anugerah Utama Raharja.

Purwanto, E. A. (2012). Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya.


Yogyakarta: Penerbit Gaya Media.

Agustino, L. (2017). Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai