Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UTS BAHASA INDONESIA

Disusun oleh :

Moch. Wahyu Ainul Fauzi

Dibimbing oleh bapak Bayu Pramono, M.Pd

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM STUDI D-VI SISTEM KELISTRIKAN

POLITEKNIK NEGERI MALANG

OKTOBER 2017
Biografi Ki Hajar Dewantara - Pahlawan
Indonesia. Tokoh berikut ini dikenal sebagai pelopor
pendidikan untuk masyarakat pribumi di Indonesia ketika
masih dalam masa penjajahan Kolonial Belanda. Mengenai
profil Ki Hajar Dewantara sendiri, beliau terlahir dengan
nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian
kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Beliau sendiri lahir
di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889, Hari
kelahirannya kemudian diperingati setiap tahun oleh Bangsa
Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau sendiri
terlahir dari keluarga Bangsawan, ia merupakan anak dari
GPH Soerjaningrat, yang merupakan cucu dari Pakualam III. Terlahir sebagai bangsawan
maka beliau berhak memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan.

Mulai Bersekolah dan Menjadi Wartawan


Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda dan
juga kaum bangsawan. Selepas dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di
STOVIA yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada
masa kolonial Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Meskipun bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar Dewantara tidak sampai tamat sebab
ia menderita sakit ketika itu.

Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal
ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu, antara
lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer,
dan Poesara. Gaya penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan
semangat anti kolonial. Seperti yang ia tuliskan berikut ini dalam surat kabar De Expres
pimpinan Douwes Dekker : ..Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan
menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri
kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak
pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide
untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk
pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang
Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah
kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada
kepentingan sedikit pun baginya.

Tulisan tersebut kemudian menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Hindia Belanda kala itu
yang mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan kemudian ia diasingkan ke pulau
Bangka dimana pengasingannya atas permintaannya sendiri. Pengasingan itu juga mendapat
protes dari rekan-rekan organisasinya yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo
yang kini ketiganya dikenal sebagai 'Tiga Serangkai'. Ketiganya kemudian diasingkan di
Belanda oleh pemerintah Kolonial.
Masuk Organisasi Budi Utomo
Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong
Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung didalamnya, Di Budi Utomo ia berperan sebagai
propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat
kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Munculnya Douwes Dekker yang
kemudian mengajak Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikan organisasi yang bernama
Indische Partij yang terkenal.

Di pengasingannya di Belanda kemudian Ki Hadjar Dewantara mulai bercita-bercita untuk


memajukan kaumnya yaitu kaum pribumi. Ia berhasil mendapatkan ijazah pendidikan yang
dikenal dengan nama Europeesche Akte atau Ijazah pendidikan yang bergengsi di belanda.
Ijazah inilah yang membantu beliau untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang
akan ia buat di Indonesia. Di Belanda pula ia memperoleh pengaruh dalam mengembangkan
sistem pendidikannya sendiri.

Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara kemudian mempersunting seorang wanita keturunan
bangsawan yang bernama Raden Ajeng Sutartinah yang merupakan putri paku alaman,
Yogyakarta. Dari pernikahannya dengan R.A Sutartinah, Ki Hadjar Dewantara kemudian
dikaruniai dua orang anak bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram. Selama di
pengasingannya, istrinya selalu mendampingi dan membantu segala kegiatan suaminya
terutama dalam hal pendidikan.

Kembali Ke Indonesia dan Mendirikan Taman Siswa


Kemudian pada tahun 1919, ia kembali ke Indonesia dan langsung bergabung sebagai guru di
sekolah yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah
tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode
pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah tersebut
bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai
Taman Siswa.

Di usianya yang menanjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, hal ini ia
maksudkan agar ia dapat dekat dengan rakyat pribumi ketika itu.

Semboyan Ki Hadjar Dewantara


Ia pun juga membuat semboyan yang terkenal yang sampai sekarang dipakai dalam dunia
pendidikan Indonesia yaitu :

 Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh).


 Ing madyo mangun karso, (di tengah memberi semangat).
 Tut Wuri Handayani, (di belakang memberi dorongan).

Penghargaan Pemerintah Kepada Ki Hadjar Dewantara


Selepas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara kemudian
diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri pengajaran Indonesia yang kini dikenal
dengan nama Menteri Pendidikan. Berkat jaa-jasanya, ia kemudian dianugerahi Doktor
Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada.
Selain itu ia juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan juga sebagai
Pahlawan Nasional oleh presiden Soekarno ketika itu atas jasa-jasanya dalam merintis
pendidikan bangsa Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menetapkan tanggal kelahiran
beliau yakni tanggal 2 Mei diperingati setiap tahun sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki
Hadjar Dewantara Wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di
Taman Wijaya Brata. Wajah beliau diabadikan pemerintah kedalam uang pecahan sebesar
20.000 rupiah.

Sumber: http://www.biografiku.com/2009/02/biografi-ki-hajar-dewantara.html

1. Kebakuan kata
Dari teks diatas, terdapat kata yang tidak baku. Selain itu, juga terdapat penulisan
tanda baca yang salah. Selain itu juga terdapat kata yang seharusnya tidak ditulis.
2. Jenis Paragraf
Teks diatas termasuk dalam paragraf deskriptif, karena dalam teks diatas menjelaskan
tentang biografi dari Ki Hadjar Dewantara. Paragraf deskriptif disini menjelaskan
secara detail tentang kehidupan Ki Hadjar Dewantara.
3. Tujuan dari penulisan teks adalah supaya pembaca dapat memahami biografi Ki
Hadjar Dewantara dan dapat memahami jasa jasa beliau untuk indonesia. Pembaca
dapat memahami organisasi yang beliau dirikan dan manfaatnya untuk Bangsa
Indonesia.

Dibawah ini merupakan pembetulan dari teks yang salah diatas.

PEMBETULAN:

Biografi Ki Hajar Dewantara - Pahlawan Indonesia. Tokoh ini dikenal sebagai pelopor
pendidikan untuk masyarakat pribumi di Indonesia ketika masih dalam masa penjajahan
Kolonial Belanda. Mengenai profil Ki Hajar Dewantara sendiri, beliau lahir dengan nama
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara.
Beliau lahir di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889. Hari kelahirannya kemudian
diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau
terlahir dari keluarga Bangsawan, beliau merupakan anak dari GPH Soerjaningrat, yang
merupakan cucu dari Pakualam III. Terlahir sebagai bangsawan maka beliau berhak
memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan.

Mulai Bersekolah dan Menjadi Wartawan


Beliau pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda
dan juga kaum bangsawan. Selepas dari ELS beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di
STOVIA yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada
masa kolonial Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Meskipun bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar Dewantara tidak sampai tamat sebab
beliau menderita sakit ketika itu.
Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal
ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu, antara
lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer,
dan Poesara. Gaya penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan
semangat anti kolonial. Seperti yang ia tuliskan berikut ini dalam surat kabar De Expres
pimpinan Douwes Dekker : ..Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan
menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri
kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak
pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide
untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk
pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang
Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah
kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada
kepentingan sedikit pun baginya.

Tulisan tersebut menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Hindia Belanda kala itu yang
mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan kemudian beliau diasingkan ke pulau
Bangka dimana pengasingannya atas permintaannya sendiri. Pengasingan itu juga mendapat
protes dari rekan-rekan organisasinya yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo
yang kini ketiganya dikenal sebagai 'Tiga Serangkai'. Ketiganya kemudian diasingkan di
Belanda oleh pemerintah Kolonial.

Masuk Organisasi Budi Utomo


Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong
Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung didalamnya, Di Budi Utomo beliau berperan sebagai
propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat
kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Munculnya Douwes Dekker yang
kemudian mengajak Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikan organisasi yang bernama
Indische Partij yang terkenal.

Di pengasingannya di Belanda kemudian Ki Hadjar Dewantara mulai bercita-bercita untuk


memajukan kaumnya yaitu kaum pribumi. Beliau berhasil mendapatkan ijazah pendidikan
yang dikenal dengan nama Europeesche Akte atau Ijazah pendidikan yang bergengsi di
belanda. Ijazah inilah yang membantu beliau untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan
yang akan beliau buat di Indonesia. Di Belanda pula ia memperoleh pengaruh dalam
mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara kemudian mempersunting seorang wanita keturunan
bangsawan yang bernama Raden Ajeng Sutartinah yang merupakan putri paku alaman,
Yogyakarta. Dari pernikahannya dengan R.A Sutartinah, Ki Hadjar Dewantara kemudian
dikaruniai dua orang anak bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram. Selama di
pengasingannya, istrinya selalu mendampingi dan membantu segala kegiatan suaminya
terutama dalam hal pendidikan.

Kembali Ke Indonesia dan Mendirikan Taman Siswa


Kemudian pada tahun 1919, beliau kembali ke Indonesia dan langsung bergabung sebagai
guru di sekolah yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang beliau terima di
sekolah tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai
metode pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah
tersebut bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal
sebagai Taman Siswa

Di usianya yang menanjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, hal ini ia
maksudkan agar ia dapat dekat dengan rakyat pribumi ketika itu.

Semboyan Ki Hadjar Dewantara


Ia pun juga membuat semboyan yang terkenal yang sampai sekarang dipakai dalam dunia
pendidikan Indonesia yaitu :

 Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh).


 Ing madyo mangun karso, (di tengah memberi semangat).
 Tut Wuri Handayani, (di belakang memberi dorongan).

Penghargaan Pemerintah Kepada Ki Hadjar Dewantara


Selepas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara kemudian
diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri pengajaran Indonesia yang kini dikenal
dengan nama Menteri Pendidikan. Berkat jaa-jasanya, ia kemudian dianugerahi Doktor
Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada.

Selain itu beliau juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan juga sebagai
Pahlawan Nasional oleh presiden Soekarno ketika itu atas jasa-jasanya dalam merintis
pendidikan bangsa Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menetapkan tanggal kelahiran
beliau yakni tanggal 2 Mei diperingati setiap tahun sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki
Hadjar Dewantara Wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di
Taman Wijaya Brata. Wajah beliau diabadikan pemerintah kedalam uang pecahan sebesar
20.000 rupiah

Anda mungkin juga menyukai