Anda di halaman 1dari 8

PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA DENGAN

PENDEKATAN INKUIRI TERINTEGRASI NILAI


Evi Sapinatul Bahriah, Etty Sofyatiningrum, Dedi Irwandi
Pendidikan Kimia FITK UIN Syarif Hidayatullah, evi@uinjkt.ac.id
Abstract
The objective of this study was to increase students’ mastery knowledge on chemial balancing concept
through value-integrated inquiry-based learning approach. The research was carried out at SMA
Muhammadiyah 3 Jakarta from 20th October to 25th November, 2008. Using classroom action research,
this study consisted of two cycle in which each cycle involved planning, action, observation, and
reflection. Instrument used in this study was a multipe choice test. Based on N-Gain analysis, it was
found that cycle I scored 0,6 (medium category) and cycle II scored 0,8 (high category). The t-test
analysis was found to have tcalc > ttab, which indicated a significant difference in the result in cycle I and
II.
Keywords: Classroom Action Research (CAR), chemical balancing, concept mastery, value-integrated
inquiry-based learning
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep kesetimbangan kimia yang terintegrasi
nilai dengan menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri. Penelitian ini dilaksanakan di SMA
Muhammadiyah 3 Jakarta pada tanggal 20 Oktober sampai dengan 25 November 2008. Metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang terdiri dari dua siklus
dan setiap siklus terdiri dari empat kegiatan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar berupa pilihan ganda. Data yang
diperoleh kemudian dihitung nilai N-Gain dan dan diuji signifikansinya dengan uji-t.Berdasarkan hasil
analisis kuantitatif dengan menggunakan N-Gain diperoleh rata-rata N-Gain untuk siklus I sebesar 0,6
(kategori sedang) dan pada siklus II skor rata-rata N-Gain yaitu 0,8 berada (kategori tinggi). Uji-t data
hasil perhitungan rata-rata N-Gain siklus I dan siklus II diperoleh nilai thitung sebesar 4,17 dan nilai ttabel
sebesar 2,05 pada taraf signifikansi 95%, jadi thitung 4,17>ttabel 2,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaaan yang signifikan peningkatan hasil belajar siswa di siklus I dan siklus II.
Kata kunci: Classroom Action Research (CAR), kesetimbangan kimia, penguasaan konsep, pendekatan
nilai pada pembelajaran inkuiri.

PENDAHULUAN
Adapun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan
merupakan salah satu modal dasar keberhasilan yang dapat dijadikan sebagai salah satu alat
pembangunan nasional. Salah satu komponen yang pendidikan yang dapat menumbuhkan pengalaman
sangat mempengaruhi kualitas sumber daya belajar secara optimal. Hal ini dikarenakan belajar
manusia adalah pendidikan (Bahriah, 2009). IPA, khususnya kimia, pada hakikatnya mempunyai
tiga aspek, yaitu sebagai produk, proses, dan sikap
Pendidikan merupakan salah satu pokok
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
bahasan paling penting dan aktual sepanjang
lainnya (Mardana, 2000).
zaman, karena dengan pendidikan orang menjadi
maju dan mampu mengelola alam yang Pembelajaran kimia yang optimal dapat
dikaruniakan Allah SWT kepadanya. Melalui mengantarkan siswa untuk memperoleh hasil
pendidikan manusia juga memperoleh ilmu belajar yang menyangkut aspek kognitif, afektif,
pengetahuan yang dapat dijadikan tuntunan dalam dan psikomotor sekaligus. Namun, berdasarkan
mengembangkan dirinya, yaitu mengembangkan hasil uji pendahuluan berupa wawancara dengan
semua potensi, kecakapan, serta karakteristik guru kimia di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta
pribadinya ke arah yang lebih positif, baik bagi menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang
dirinya maupun lingkungan sekitarnya (Syah, sering digunakan berupa pendekatan konsep dan
2004). keberhasilan pembelajaran kimia sering kali hanya
dilihat dari aspek kognitif saja. Sehingga orientasi
guru adalah berusaha agar siswa mendapat nilai
Peningkatan Penguasaan Konsep Kesetimbangan Kimia

yang tinggi saat ujian, tanpa memberikan perhatian sesuatu itu baik atau buruk tentang objek, orang,
lebih bahwa perlunya pengalaman langsung dan ide, gaya perilaku dan yang lainnya. Nilai
tidak mengaitkan materi pelajaran dengan nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang
yang terkandung di dalamnya. berarti bagi kehidupan manusia (Lubis, 2008). Nilai
adalah suatu keyakinan abadi (an enduring belief)
Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003
yang menjadi rujukan bagi cara bertingkah laku
tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan
atau tujuan akhir eksistensi (mode of conduct or
bahwa pendidikan nasional berfungsi
end-state of existence) yang merupakan preferensi
mengembangkan kemampuan dan membentuk
tentang konsepsi yang lebih baik (conception of the
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
preferable) atau konsepsi tentang segala sesuatu
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang secara personal dan sosial dipandang lebih
serta bertujuan untuk berkembangnya potensi
baik (Al Rasyid, 2005). Jadi, nilai nilai merupakan
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
segala sesuatu yang menjadi tuntunan yang
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dipandang baik atau tidak baik terhadap sesuatu
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
immaterial, personal, kondisional atau harga yang
mandiri, dan menjadi warga negara yang
dibawakan oleh suatu objek dan sangat berarti bagi
demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas,
kehidupan manusia (Bahriah, 2009).
2006).
Jenis-jenis nilai menurut Einstein terdiri dari
Salah satu upaya agar terwujudnya generasi
nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-
bangsa yang beriman dan bertakwa sesuai tujuan
ekonomi, nilai pendidikan, dan nilai religius
pendidikan nasional maka perlu diberikan sistem
(Yudianto, 2004). Menurut Krathwohl dalam
pengajaran yang bernuansa nilai. Karena dengan
Mawardi (2008), proses pembentukan nilai pada
pengajaran berpikir yang bernuansa religi, budi
anak dapat dikelompokkan menjadi lima tahap,
pekerti luhur, dan budaya bangsa yang melekat
yakni: 1) Tahap receiving (menyimak); 2) Tahap
pada setiap bidang studi, khususnya pengajaran
responding (menanggapi); 3) Tahap valuing
sains yang bernuansa Iptek dan Imtaq dapat
(memberi nilai); 4) Tahap mengorganisasikan nilai
menciptakan kondisi sistem pendidikan religius,
(organization); 5) Tahap karakterisasi nilai
edukatif, dan ilmiah (Bahriah, 2009). Pendidikan
(characterization).
nilai sangat penting untuk diinternalisasikan dalam
pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada saat ini Dengan demikian pendidikan dalam sains di
terjadi degradasi moral (Yudianto, 2005). sekolah dapat dilakukan, dan pelaksanaannya harus
mengintegrasikan nilai-nilai insrinsik dengan
Penerapan nuansa nilai ke dalam
norma-norma yang berlaku di masyarakat dan
pembelajaran sains-kimia juga diharapkan dapat
budaya bangsa, serta ajaran agama yang saling
membuka cakrawala berpikir peserta didik agar
memperkuat menjadi nilai kebenaran untuk
lebih bersemangat untuk memotivasi diri dalam
kehidupan manusia (Bahriah, 2009).
belajar sains-kimia dalam memahami dan
menguasai Iptek, juga meningkatkan Imtaq untuk Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti
senantiasa belajar dari hukum alam dan ayat-ayat juga mengadakan observasi langsung ke lingkungan
Allah SWT yang tersurat/tersirat dalam Al-qu’ran, sekolah SMA Muhammadiyah 3 Jakarta dan
agar ia senantiasa berusaha menjalankan perintah- mengamati proses belajar mengajar di kelas.
Nya dan meninggalkan larangan-Nya (Bahriah, Observasi yang dilakukan adalah kunjungan ke
2009). laboratorium IPA, dimana laboratorium IPA
(Fisika, Kimia, dan Biologi) sudah tersedia namun
Menurut A. Kosasih Djahiri yang dikutip
pengelolaan dan pendayagunaan laboratorium
oleh Syaeful Anwar (2000) menyatakan bahwa
belum dioptimalkan secara maksimal sehingga
”nilai merupakan ide atau konsep mengenai apa
pengalaman langsung siswa dalam praktikum masih
yang penting dan bertautan dengan etika dan
kurang dan proses pembelajaran berpusat pada guru
estetika”. Nilai adalah tuntunan mengenai apa yang
(Teacher Center). Berdasarkan data nilai hasil Mid
baik, benar, adil, dan indah. Nilai merupakan
Semester Ganjil hasil belajar mereka masih
standar untuk mempertimbangkan dan memilih
tergolong rendah. Hal ini karena hampir sebagian
perilaku apa yang pantas dan tidak pantas atau tidak
besar siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan
baik dilakukan. Sebagai standar, nilai membantu
Minimal (KKM) yang ditetapkan di sekolah
seseorang menentukan apakah ia suka terhadap
tersebut (Bahriah, 2009).
sesuatu atau tidak. Dalam hal yang lebih kompleks,
nilai akan membantu orang menentukan apakah

EDUSAINS. Volume VI Nomor 02 Tahun 2014, 178 - 184


Evi SB, Etty S, Dedi I

Berdasarkan beberapa data dan permasalahan analitis, sehingga mereka dapat merumuskan
tersebut, maka perlu diadakan perbaikan proses sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”
pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil (Dahar, 1986). Sementara itu menurut Sund &
belajar siswa, yang meliputi ranah kognitif, afektif, Trowbridge (1973) dalam Ratna Wilis Dahar
dan psikomotorik. Siswa perlu diberikan menyatakan bahwa: Model pembelajaran inkuiri
pengalaman langsung untuk meningkatkan adalah mempersiapkan situasi dan kondisi bagi
kemampuan kerja ilmiah dan penguasaan konsep. anak untuk melakukan eksperimen sendiri untuk
Siswa perlu diarahkan agar mampu bekerjasama melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu,
dan tidak belajar secara individu. Prestasi siswa ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari
bergantung dari bagaimana proses belajar yang jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan
dialaminya. Pada dasarnya proses belajar penemuan yang satu dengan yang lain,
merupakan proses perubahan tingkah laku untuk membandingkan apa yang ditemukannya dengan
mencapai tujuan tertentu yang diharapkan. apa yang ditemukan oleh orang lain. Jadi,
Misalnya menumbuh kembangkan rasa ingin tahu pendekatan inkuiri adalah pendekatan yang
(curiosity), belajar penemuan, penerapan konsep, ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan
melatih berpikir nalar, mengembangkan sikap disiplin intelektual dan keahlian yang diperlukan
ilmiah (scientific attitude) siswa, dan untuk memunculkan masalah dan menemukan
mengembangkan nilai-nilai lainnya (Bahriah, pemecahan masalah tersebut (konsep-konsep,
2009). prinsip-rinsip, hukum-hukum, dan teori-teori baru)
oleh siswa itu sendiri, sehingga siswa menjadi
Oleh karena itu, perlu diterapkan metode
penemu pemecahan masalah yang independen
pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
(independent problem solver) (Bahriah, 2009).
belajar siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat
sistem pendidikan dengan pendekatan Trowbridge et al,. (1973) dalam Sri
konstruktivisme. Salah satu model pendekatan Anggraeni membagi pendekatan inkuiri ini menjadi
konstruktivisme yang digunakan dalam penelitian tiga jenis, yaitu: (1) belajar diskoveri (discovey
ini adalah model pendekatan inkuiri. Hal itu inquiry), dimana guru yang menyusun masalah dan
dikarenakan dalam pendekatan inkuiri keterlibatan proses tetapi mengizinkan siswa untuk
guru relatif rendah. Guru bertindak selaku mengidentifikasi hasil alternatif. (2) Inkuiri
organisator dan fasilitator. Jadi konsep “mengajar” terbimbing (guided inquiry), dimana guru
dalam pendekatan inkuiri berarti mengajukan masalah dan siswa menentukan
“mengorganisasikan belajar” (Anggraeni, 2007). penyelesaian dan prosesnya. (3) Inkuiri terbuka
Guru tidak memberitahukan konsep-konsep IPA (opened inquiry), dimana hanya diberikan konteks
tetapi membimbing siswa menemukan sendiri masalah oleh guru untuk diidentifikasi dan
konsep-konsep itu melalui kegiatan belajarnya dipecahkan oleh siswa (Anggraeni, 2007).
sehingga proses pembelajaran menjadi lebih Sedangkan Colburn (2000) membedakan
bermakna dan mudah dipahami oleh siswa. Seperti pendekatan inkuiri menjadi empat, yaitu: 1) Inkuiri
materi kesetimbangan kimia yang memiliki konsep terstruktur (structured inquiry); 2) Inkuiri
yang abstrak dan sulit untuk dipahami oleh siswa. terbimbing (guided inquiry); 3) Inkuiri bebas
(open/student initiated inquiry); 4) Siklus belajar
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry
(learning cycle).
yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan
mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari
yang diajukan. Pertanyaan ilmiah ini adalah penggunaan pendekatan inkuiri, diantaranya:
pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan pendekatan ini memungkinkan siswa membuat peta
penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan konsep jalur diskoveri dan investigasinya sendiri
kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk melalui pengalaman kelas dan perpustakaan yang
memperoleh dan mendapatkan informasi dengan dapat membimbingnya memperoleh konsep-konsep
melakukan observasi dan atau eksperimen untuk yang bernilai (Friedrichsen, 2005); proses inkuiri
mencari jawaban atau memecahkan masalah tampak dapat mengembangkan siswa menjadi siswa
terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan yang aktif dan pembelajar yang independen; Sund
menggunakan kemampuan berpikir kritis (Ibrahim, dan Trowbridge dalam Dahar (1986) menjelaskan
2009). Metode inkuiri juga berarti sebagai suatu bahwa belajar dengan pendekatan inkuiri akan
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara mendukung berkembangnya bakat dan akan
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari menumbuhkan rasa percaya diri.
dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,

EDUSAINS. Volume VI Nomor 02 Tahun 2014, 179 - 184


Peningkatan Penguasaan Konsep Kesetimbangan Kimia

Latar belakang inilah maka tujuan penelitian Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa,
ini untuk mengetahui peningkatan penguasaan siklus I sebelum dilakukan pembelajaran dengan
konsep siswa pada konsep kesetimbangan kimia menggunakan pendekatan inkuiri diperoleh rata-
yang terintegrasi nilai setelah diterapkannya rata skor pretest siswa tentang subkonsep
pendekatan pembelajaran inkuiri serta untuk kesetimbangan dinamis, kesetimbangan homogen
memperbaiki dan meningkatkan proses dan heterogen, serta tetapan kesetimbangan (Kp
pembelajaran yang memperhatikan aspek kognitif, dan Kc) adalah 20,1 termasuk kedalam kategori
psikomotorik, dan afektif. kurang. Namun setelah kegiatan pembelajaran pada
siklus I, rata- rata skor postest siswa menjadi 66,4
METODE PENELITIAN
dan termasuk dalam kategori cukup. Selanjutnya
Metode yang digunakan adalah penelitian pada siklus II, rata-rata skor pretest siswa tentang
tindakan kelas (classroom action research) yang subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi
dilakukan dua siklus. Masing-masing siklus terdiri pergeseran kesetimbangan, perhitungan tetapan
dari perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan kesetimbangan (Kp, Kc, dan hubungannya), serta
tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi penerapan kesetimbangan dalam industri dan alam
proses dan hasil tindakan (observation and adalah 21,3 dan termasuk pada kategori kurang.
evaluation), dan melakukan refleksi (reflecting) Namun setelah kegiatan pembelajaran dengan
(Sukardi, 2007). Pada siklus kedua dapat dibuat menggunakan pendekatan inkuiri pada siklus II,
revisi tindakan untuk tujuan yang belum tercapai rata-rata skor postest siswa meningkat menjadi 83,3
pada siklus pertama dan seterusnya. dan termasuk dalam kategori sangat baik.
Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPA1 Dengan menghitung selisih antara nilai
SMA Muhammadiyah 3 Jakarta. Waktu penelitian pretest dan postest maka diperoleh nilai N-Gain
dari tanggal 20 Oktober-25 November 2008. pada tiap siklusnya. Nilai rata-rata N-Gain pada
Instrumen yang digunakan untuk kelas XI IPA1 siklus I adalah 0,6 (kategori sedang). Sedang pada
adalah lembar wawancara, kuesioner, lembar siklus II nilai rata-rata N-Gain meningkat menjadi
observasi, dan tes objektif pilihan ganda. Tes 0,8 (kategori tinggi).
objektif ini diberikan diawal pembelajaran (pretes)
Setelah didapatkan nilai rata-rata N-Gain
dan diakhir pembelajaran (postes). Data yang
siklus I dan siklus II kemudian dilakukan pengujian
diperoleh dari intrumen tes objektif selanjutnya
dua sampel dengan tujuan untuk mengetahui
dianalisis dengan nilai N-Gain untuk mengetahui
perbedaan peningkatan hasil belajar siswa pada
kategori peningkatan Meltzer (2002). Perolehan
kedua siklus. Pengujian dua sampel dilakukan
skor gain ternormalisasi tergategori : g-tinggi (Nilai
dengan uji-t (Pair Sampel T Test). Berdasarkan
g>0,7); g-sedang (Nilai 0,7≥g≥0,3); g-rendah
hasil pengujian dua sampel uji-t diperoleh thitung
(Nilai g<0,3). Setelah itu, data diuji signifikansinya
sebesar 4,17 dengan derajat kebebasan 26 pada
dengan menggunakan uji-t (Sudjiono, 2001) dan
taraf kesalahan 5% atau keterpercayaan 95%.
kemampuan inkuiri dianalisis dengan menggunakan
Pengujian apakah hipotesis tindakan diterima atau
deskriptif kuantitatif
ditolak. Harga thitung dibandingkan dengan ttabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tabel distribusi ”t” untuk taraf
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kesalahan 5% dengan derajat kebebasan (df) yang
siswa pada tiap siklus, maka data skor siswa besarnya n-1, (df = n-1=27-1=26) diperoleh ttabel
dianalisis dengan menggunakan N-Gain. Skor rata- 2,05. Nilai thitung lebih besar dari ttabel (4,17>2,05),
rata pretest, postest, dan nilai N-Gain pada siklus I maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho
dan siklus II dapat di lihat pada Tabel.1 berikut ini. ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan
antara peningkatan hasil belajar pada siklus I dan
Tabel 1. Skor Rata-rata Pretest, Postest, dan siklus II.
N-Gain Siklus I dan II
SIKLUS I SIKLUS II Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
Kete- selama tindakan pembelajaran dengan
N- N-
rangan Pretest postest Pretest Postest
Gain Gain menggunakan pendekatan inkuiri, diperoleh
X 20,1 66,4 0,6 21,3 83,3 0,8 persentase rata-rata kemampuan inkuiri siswa dapat
SD 13,2 18,2 0,2 9,6 9,7 0,1 dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

EDUSAINS. Volume VI Nomor 02 Tahun 2014, 180 - 184


Evi SB, Etty S, Dedi I

maupun demonstrasi masih banyak siswa yang


sibuk mengobrol, bercanda, menggangu kelompok
lain, tidak serius dalam mengikuti prosedur yang
dicantumkan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS).
Pada kegiatan diskusi kelas jumlah siswa yang
bertanya maupun yang menanggapi pertanyaan
masih sedikit dan terbatas hanya pada siswa yang
berkemampuan lebih dan memiliki keberanian.
Dikarenakan oleh kebiasan siswa sebelumnya yaitu
siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat
informasi yang disampaikan oleh guru dan sering
menunggu penjelasan guru. Kebiasaan ini masih
terbawa ketika mereka sedang mengikuti
pembelajaran inkuiri dengan metode demonstrasi
dan diskusi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
belum bisa bekerjasama dalam memecahkan
masalah dan menumbuhkan rasa rasa tanggung
jawab dalam dirinya masing-masing. Sehingga
pembelajaran pada siklus ini masih perlu
Gambar 1. Kemampuan Inkuiri Siswa setiap Siklus ditingkatkan lagi guna mencapai pembelajaran yang
Berdasarkan Gambar 1 di atas menunjukkan optimal.
adanya peningkatan kemampuan inkuiri siswa. Hal Setelah dilanjutkan dengan tindakan
ini dapat dilihat pada rata-rata skor keseluruhan pembelajaran pada siklus II ternyata hasil belajar
jenis kemampuan inkuiri siswa pada siklus II lebih siswa melebihi nilai yang diharapkan, jumlah siswa
tinggi dibandingkan dengan siklus 1. yang sudah mencapai KKM sebanyak 100%.
Berdasarkan lembar angket yang disebarkan Adapun sikap siswa setelah diberikan penjelasan
pada akhir siklus II maka didapatkan sikap siswa tentang konsep kesetimbangan kimia yang
setelah mempelajari konsep kesetimbangan kimia terintegrasi nilai religi dan praktis menunjukkan
yang terintegrasi nilai religi dan praktis adalah respon yang positif. Hampir seluruh siswa telah
positif dengan rata-rata persentase siswa yang menilai bahwa pembelajaran kimia yang
menunjukkan sikap positif sebesar 88,9% dan rata- terintegrasi nilai sangat penting untuk dipelajari
rata persentase siswa yang menunjukkan sikap dengan harapan meningkatkan rasa syukur,
negatif sebesar 11,9%. keimanan, dan ketakwaan kita kepada sang Maha
Esa dan mengetahui seberapa besar peranan konsep
Penerapan pendekatan pembelajaran inkuiri kesetimbangan kimia dalam kehidupan sehari-hari.
dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa, hal Di samping itu, penerapan nuansa nilai ke dalam
ini terlihat dari perbedaan hasil belajar sebelum pembelajaran sains-kimia diharapkan dapat
dan sesudah kegiatan pembelajaran dilakukan. membuka cakrawala berpikir peserta didik agar
Sebelum dilakukan tindakan pembelajaran dengan lebih bersemangat untuk memotivasi diri dalam
menggunakan pendekatan inkuiri kegiatan belajar sains-kimia dalam memahami dan
pembelajaran berpusat pada guru (teacher menguasai Iptek, juga meningkatkan Imtaq untuk
centered). Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya senantiasa belajar dari hukum alam dan ayat-ayat
mendengarkan penjelasan dari guru. Sehingga Allah SWT yang tersurat/tersirat dalam Al-qu’ran,
siswa kurang mampu mengemukakan dan agar ia senantiasa berusaha menjalankan perintah-
mengaplikasikan ide pada bermacam situasi serta Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
kurang memberikan kesempatan kepada siswa
dalam mengembangkan keterampilan proses siswa Melalui pembelajaran dengan menggunakan
dalam kerja ilmiah. Akibatnya siswa kurang pendekatan inkuiri siswa dapat membuktikan dan
menguasai konsep yang sedang dipelajari. menemukan sendiri konsep kesetimbangan kimia.
Siswa mulai dikenalkan mengenai keterampilan-
Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak keterampilan dasar dalam kerja ilmiah. Di samping
siswa yang belum memahami konsep yang itu, dengan metode praktikum dan diskusi ini siswa
diberikan. Begitu juga aktivitas belajar yang dapat terlatih untuk menganalisis suatu
menunjukkan kemampuan inkuiri siswa belum permasalahan dengan cermat sehingga siswa
tercapai dengan optimal. Dalam diskusi kelompok dengan sendirinya dapat mengembangkan daya

EDUSAINS. Volume VI Nomor 02 Tahun 2014, 181 - 184


Peningkatan Penguasaan Konsep Kesetimbangan Kimia

kreativitas siswa untuk menemukan hubungan baru self-direction yang lebih besar, siswa dapat
mengenai konsep yang dimiliki dengan mengembangkan sikap yang baik untuk kegiatan
permasalahan yang dihadapi. Serta belajar, dan siswa dapat menjaga dan menggunakan
mengembangkan kemampuan kerja ilmiah yang informasi untuk periode yang lebih lama
mereka miliki. (Friedrichsen, 2005).
Sejalan dengan pendapat Sund dalam Dahar Penerapan pendekatan pembelajaran inkuiri
(1986) yang menyatakan bahwa pengajaran dengan selama tindakan pembelajaran berlangsung dapat
inkuiri mempunyai proses mental yang lebih meningkatkan kualitas penguasan konsep siswa.
kompleks misalnya merumuskan masalah, Hal itu dikarenakan dengan keterampilan inkuiri
merancang eksperimen, menganalisis data, dan yang dimilikinya, dapat membantu siswa dalam
menarik kesimpulan. Dalam pelaksanaan inkuiri menemukan dan membuktikan suatu jawaban dari
dibutuhkan sikap-sikap objektif, jujur, terbuka, suatu permasalahan yang mereka hadapi.
penuh dorongan ingin tahu, dan tangguh dalam Keberhasilan siswa dalam mengatasi masalah
pengajaran. Sejalan pula dengan yang dikatakan dalam diskusi maupun praktikum mengantarkan
Roestiyah (2001), bahwa penggunakan metode mereka dalam memahami dan meningkatkan
praktikum ini mempunyai tujuan agar siswa mampu penguasan konsep. Tingkat penguasan konsep
mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban siswa dapat dilihat dari hasil belajar mereka selama
atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan tindakaan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan hasil
mengadakan percobaan sendiri. Siswa juga dapat penelitian dalam 2 siklus bahwa hasil belajar siswa
terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah (scientific terus meningkat sampai pada kategori baik. Hal ini
thinking). Dalam praktikum siswa menemukan menunjukkan bahwa penerapan pendekatan inkuiri
bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang melalui kegiatan pembelajaran diskusi dan
dipelajarinya. praktikum dapat meningkatkan penguasaan konsep
siswa pada konsep kesetimbangan kimia.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
merangsang keaktifan siswa dalam berpikir ilmiah Dalam mempelajari IPA, seorang guru dapat
sehingga siswa dapat mengemukakan berbagai ide menggunakan media apa saja sebagai sumber
atau gagasan mengenai pemecahan permasalahan. belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan kerjasama yang baik siswa dapat bertukar Seperti dengan halnya dengan praktikum di
ide atau gagasan dari setiap alternatif pemecahan laboratorium yang merupakan salah satu tempat
masalah dengan sesama rekan kelompoknya. Hal untuk menemukan dan memecahkan masalah.
ini tentu saja dapat menyatukan berbagai pendapat Dengan kegiatan praktikum mengajak siswa untuk
yang berbeda sehingga dapat diperoleh satu belajar IPA dengan menyenangkan. Lingkungan
gagasan yang tepat mengenai pemecahan masalah belajar yang menyenangkan dapat membantu siswa
yang dihadapi. untuk lebih termotivasi dalam proses belajar.
Sebelumnya mereka menganggap pelajaran IPA
Kembali lagi pada hakikat pembelajaran IPA
khusunya kimia adalah pelajaran yang
sebagai aspek produk dan proses maka untuk
membosankan dan memusingkan karena terlalu
mencapai tujuan dalam pembelajaran kimia yang
banyak hafalan dan rumus-rumus. Namun setelah
merupakan bagian dari IPA tidak dapat dipisahkan
kegiatan inkuiri (diskusi dan praktikum) ini siswa
dari kedua kegiatan tersebut. Dalam memahami dan
terlihat lebih aktif dalam proses belajar mengajar
menguasai konsep-konsep kimia, siswa tidak hanya
dan siswa lebih termotivasi lagi untuk belajar
cukup diberikan penjelasan verbal dari suatu
(Bahriah, 2009).
konsep tersebut akan tetapi siswa perlu diberikan
pemahaman lebih lanjut melalui pengalaman PENUTUP
langsung untuk membuktikan kebenaran dari
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah
sebuah konsep. Karena dengan melakukan sendiri
diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
siswa akan lebih memahami apa yang mereka
setelah dilakukan tindakan pembelajaran berupa
pelajari (learning by doing) dan mereka
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
memperoleh pengalaman belajar yang lebih
pendekatan inkuiri, hasil penguasaan konsep siswa
bermakna sehingga retensi mereka terhadap suatu
pada konsep kesetimbangan kimia yang terintegrasi
konsep akan lebih lama. Hal ini sejalan dengan
nilai setiap siklusnya mengalami peningkatan. Pada
pendapat Ellis dalam Budi Eko yang menyatakan
siklus I rata-rata skor pretest siswa mencapai 20,1
bahwa dalam pendekatan inkuiri siswa dapat
dan rata-rata skor postest sudah mencapai 66,4
terlibat dalam kesempatan belajar dengan derajat
dengan nilai N-Gain 0,6 pada kategori sedang.

EDUSAINS. Volume VI Nomor 02 Tahun 2014, 182 - 184


Evi SB, Etty S, Dedi I

Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II Anwar S. 2007. ”Pembelajaran Terpadu dalam
hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang Mengembangkan Nilai-nilai Keagamaan
signifikan dengan rata-rata skor pretest mencapai Siswa”. Tesis Pascasarjana UPI Bandung.
21,3 dan rata-rata skor postest sebesar 83,3 dengan Bandung: Perpustakaan UPI.
nilai N-Gain 0,8 pada kategori tinggi. Uji-t data
Bahriah ES. 2009. “Penerapan Pendekatan
hasil perhitungan rata-rata N–Gain siklus I dan
Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan
siklus II diperoleh harga thitung sebesar 4,17 dan nilai
Penguasaan Konsep Kesetimbangan Kimia
ttabel sebesar 2,05 pada taraf signifikansi 95%, jadi
yang Terintegrasi Nilai”. Penelitian
thitung>ttabel. Artinya terdapat perbedaan yang
Tindakan Kelas (Classroom Action
signifikan antara peningkatan penguasaan konsep
Research). Jakarta: Skripsi FITK UIN.
siswa di siklus I dan siklsus II.
Colburn A. 2000. An Inquiry Primer. Diakses dari:
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini,
http: //www. nsta.org/ main/ news/ pdf/
maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai
ss0003_42. Pdf, 2008.
berikut: 1) Penerapan pendekatan pembelajaran
inkuiri ini hendaknya digunakan untuk pembahasan Dahar RW. 1986. Buku Materi Pengelolaan Kimia.
konsep kesetimbangan kimia dan konsep lain Jakarta: Universitas Terbuka.
secara kontinyu, lebih kreatif, dan inovatif. 2) DEPDIKNAS. 2006. “UU RI No.20 tahun 2003
Perlunya intensifikasi kegiatan pembelajaran tentang Sistem Pendidikan Nasional”.
inkuiri (praktikum) dalam pembelajaran IPA Jakarta: DEPDIKNAS.
khususnya kimia, karena dengan learning by doing
siswa akan memperoleh pengalaman yang Eko SB. 1997. ”Pengembangan Pengajaran Inkuiri
bermakna dalam mempelajari IPA yang di Sebuah Sekolah Dasar di Victoria,
mengandung hakikat produk, proses dan sikap. 3) Australia”. Malang: FPIPS IKIP.
Guru hendaknya lebih memahami konsep, Friedrichsen P, Munford D. 2005. Using Inquiry
karakteristik, langkah-langkah, dan evaluasi dari Empowering Technologies to Support
pendekatan pembelajaran inkuiri agar hasil yang Prospective Teachers’ Scientific Inquiry and
diperoleh setelah pembelajaran lebih baik. 4) Guru Sience Learning. Diakses dari:
hendaknya menggunakan variasi pendekatan dan http://www.atejournal.org/artiles/v312 curr
metode pembelajaran agar siswa dapat lebih ent pratice 2.pdf.
memahami materi yang dipelajari serta
menciptakan suasana pembelajaran yang tidak Ibrahim M. 2009. Inkuiri. Diakses dari: http//www.
membosankan dan monoton. Guru juga hendaknya puspa-unindra6. blogspot.com/ 2008_03_
mengintegrasikan nilai dalam penyampaian materi 01_archive.html.
pelajaran agar siswa mengetahui dan memahami Lubis M. 2008. “Evaluasi Pendidikan Nilai
hubungan nilai dengan sains. 5) Guru dan pihak Perkembangan Moral Keagamaan
sekolah harus terus meningkatkan upaya dalam Mahasiswa PTAIN”. Yogyakarta: Pustaka
pengoptimalan laboratorium sebagai salah satu Pelajar.
sumber belajar dalam pembelajaran IPA.
Meltzer DE. 2002. “The Relationship between
DAFTAR PUSTAKA Mathematics Preparation and Conceptual
Al Rasyidin. 2005. “Model Pendekatan Inkuiri Learning Grains in Physics: A Possible
dalam Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi “Hidden Variable” in Diagnostice Pretest
Pendidikan Islam”. Tesis Pascasarjana UPI Scores”. American Journal Physics 70
Bandung, Bandung: Perpustakaan UPI (12):1259-1286.
Bandung. Mardana. 2000. “Intensifikasi Pelaksanaan
Anggraeni S. 2007. ”Pembelajaran Biologi Berbasis Kegiatan laboratorium dalam pembelajaran
Inkuiri”. Jurnal Prosiding Seminar IPA Sebagai Upaya Meningkatkan Minat,
Internasional Pendidikan IPA. Jakarta: UIN Sikap Ilmiah, dan Prestasi Belajar IPA Siswa
Syahid. kelas II SLTPN 1 Singaraja”. Jakarta: LIPI.
Anwar S. 2000. ”Pembelajaran Terpadu dalam Roestiyah. 2001. ”Strategi Belajar Mengajar”.
Mengembangkan Nilai-nilai Keagamaan Jakarta: Rineka Cipta.
Siswa”. Tesis Pascasarjana UPI Bandung.
Bandung: Perpustakaan UPI.

EDUSAINS. Volume VI Nomor 02 Tahun 2014, 183 - 184


Peningkatan Penguasaan Konsep Kesetimbangan Kimia

Syah M. 2004. ”Psikologi Pendidikan Dengan Sudijono, Anas. 2001. ”Pengantar Stastistik
Pendekatan Baru”. Bandung: Remaja Rosda Pendidikan”. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Karya.
Yudianto AS. 2005. Menejemen Alam Sumber
Sukardi. 2007. ”Metodologi Penelitian Pendidikan Pendidikan Nilai. Bandung: Mughni
Kompetensi dan Praktiknya”. Jakarta: Bumi Sejahtera.
Aksara.

EDUSAINS. Volume VI Nomor 02 Tahun 2014, 184 - 184

Anda mungkin juga menyukai