Anda di halaman 1dari 5

NILAI IDENTITAS ANGGOTA (NIA)

LEMBAGA KAJIAN DAN DEBAT MAHASISWA


ILMU HUKUM UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

I. NILAI KEMANUSIAAN DAN KEMAHASISWAAN

Manusia diciptakan Tuhan dalam bentuk sebaik-baiknya,1 terlahir dengan dibekali


seperangkat nikmat berupa naluri, kalbu, nafsu, ruh, dan akal. Keseluruhan itu mengarahkan
manusia selalu berada dalam fitrahnya, yaitu berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung
kepada kebenaran (hanief). Oleh karena itu, manusia diamanahkan sebagai khalifah fil ardh
(pengganti/wakil di muka bumi)2 untuk mensejahterakan dan memakmurkan alam semesta.
Kesejahteraan dan kemakmuran ibarat berada disuatu tempat yang untuk mencapainya
diharuskan melewati jalan yang rumit dan berliku-liku. Maka dengan segala nikmat yang
melekat, manusia diberikan kemerdekaan (bukan berarti tanpa batas) untuk terus berkhtiar3
sesuai fitrahnya sekaligus menjadi pembuka jalan (pelopor) yang dapat mengantarkan dan
mencapai tujuan tersebut. Kepeloporan hanya dapat dicapai melalui suatu keteladanan 4 yang
meliputi perpaduan utuh antara ilmu (ide/gagasan) dan akhlak (etika/moral).
Mahasiswa sebagai manusia yang sedang berada dalam puncak pembelajaran (civitas
academica) sudah sejatinya sadar akan peran dan fungsinya untuk terus meningkatkan
kecerdasan intelektual, keahlian/keterampilan, kematangan emosional, serta keluhuran budi
pekerti sehingga mampu mewujudkan karya dan memberikan gagasan solusi untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan dan kemakmuran tersebut. Uraian diatas menjelaskan bahwa
hakikat kemahasiswaan ialah integrasi dari proses pendidikan yang utuh, penelitian yang
cermat dan tekun, serta pengabdian yang penuh keikhlasan. Pengabdian (dedikasi) tersebut
ialah pengorbanan tenaga, pikiran, bahkan seluruh yang dimiliki secara ikhlas demi tujuan
mulia (amal shaleh) sebagai bagian dari hidup bermasyarakat (hablum minannas), tanpa
mengharapkan sesuatu kecuali ridha-Nya (hablum minallah).

1
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. At-Tiin : 4).
2
Dan (ingatlah) ketika tuhanmu berkata kepada para malaikat ‘ aku hendak menjadikan khalifah di bumi’,
mereka berkata “apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana,
sedangkan kami bertasbih memuji-mu dan menyucikan nama-mu?” Dia berfirman “sungguh, aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah : 30).
3
....Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.... (QS. Ar-Ra`d : 11).
4
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21).

1
Sebagai mahasiswa hukum, maka seluruh dharma pendidikan, penelitian dan
pengabdiannya harus berorientasi pada tegaknya hukum dan kebenaran dimuka bumi.
Penegakan hukum tersebut berdasarkan kesesuaian norma hukum dengan peristiwa hukum
demi menjamin suatu kepastian yang jelas dan tegas. Namun kepastian pun tidak semata-mata
berdasarkan apa yang tertera dalam teks hukum, terdapat pula substasi (konteks) moralitas
dalam setiap hukum. Perlu disadari bahwa idealnya apa yang tercermin dalam hukum itu
merupakan refleksi langsung dari apa yang disuarakan dan hidup dalam masyarakat (kontrak
sosial). Oleh karena itu keselarasan dalam memahami hukum (teks/konteks) menjadi nilai
fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Ikhtiar tersebut hanya dapat dilakukan melalui
interpretasi kritis. Dengan kehidupan kritis yang terus dibudayakan, maka kebenaran-
kebernaran akan selalu ditemukan dan keadilan dapat selalu dirasakan dimuka bumi oleh setiap
manusia.

II. NILAI ILMU PENGETAHUAN DAN AKHLAKUL KARIMAH

Manusia terlahir dalam keadaan lemah dan tidak mengetahui sesuatu apapun.5 namun
karena fitrah dan amanah yang diemban sebagai khalifah fil ardh, maka manusia harus terus
berkembang dan berkhtiar ke arah kemajuan. Upaya tersebut dilakukan melalui proses
pembelajaran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dengan membaca (tekstual dan
kontektual) serta menulis.6 Proses tersebut merupakan perwujudan rasa syukur atas nikmat akal
yang diberikan Tuhan. Dengan akal manusia dapat bernalar (nazr), berpikir (fikr),
merenungkan (tadabur), mengingat (tadzakr), mengerti (tafaqquh), memahami (fahm) segala
sesuatu sehingga mampu membedakan antara benar atau salah dan baik atau buruk.
Ilmu pengetahuan yang luas dan akal yang terus berproses, akan mengantarkan manusia
pada kesejahteraan dan kemakmuran. Sebaliknya, apabila manusia tidak memiliki ilmu
pengetahuan maka yang terjadi adalah taqlid buta yang terus menghalangi munculnya
kebenaran dan menimbulkan perselisihan atau perpecahan.7 Ketidaktahuan ialah akar
permasalahan, untuk mengetahui maka budayakan rasa ingin tahu. Rasa tersebut pada
hakikatnya adalah proses panjang yang tidak ada akhirnya, sebagaimana luas dan dalamnya

5
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl : 78)
6
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq : 1-5).
7
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Israa : 36).

2
ilmu pengetahuan yang tiada batasnya.8 Sadarlah selalu bahwa apa yang diketahui saat ini tidak
ada apa-apanya dengan luasnya ilmu pengetahuan, itulah inti kebijaksanaan. Saat mengetahui
sesuatu semakin sadar dan tahu bahwa dirinya tidak tahu apa-apa. Manusia yang terus berada
dalam kesadaran, akan terhindar dari rasa sombong dan berpuas diri atas apa yang sudah
diketahuinya.9 Bahkan ia akan terus merasa haus sekaligus berbahagia dalam menyelami
dalamnya ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan ibarat cahaya yang mampu menerangi gelapnya ketidaktahuan.
Dengan ilmu yang bermanfaat manusia menjadi bijaksana yang senantiasa menundukkan hati
dan mendekatkan diri kepada-Nya sang pemilik ilmu.10 Hal tersebut dapat diperoleh dengan
menjauhkan diri dari segala perbuatan buruk/tercela serta senantiasa berani melawan segala
kemasalan diri.11
Para pelajar selalu menganalogikan bahwa dalam menuntut ilmu, akal harus selalu seperti
gelas kosong yang siap diisi air. Namun terkadang, tidak disadari bahwa selain akal, hati
(kalbu) pun harus selalu diisi. Banyak ditemukan orang pintar, cerdas, sangat berilmu, tapi
berbanding terbalik dengan kepribadian dan perilaku yang sangat tidak mencerminkan
kedalaman ilmunya. Kepintarannya digunakan untuk membodohi/menipu, tutur bahasa dan
perilakunya digunakan untuk merendahkan/meremehkan orang lain. Itulah manusia yang
berilmu dangkal, dimana tidak terdapat kemanfaatan sedikitpun daripadanya. Kedalaman ilmu
tercermin dari kematangan emosional dan keluhuran budi pekerti yang diantaranya selalu
bertindak dan berbicara dengan sopan satun (akhlakul karimah).12
Guna memperoleh kebenaran dalam suatu ilmu pengetahuan maka diperlukan suatu
kajian mendalam dengan cara memeriksa, menyelidiki, menguji, dan menelaah secara kritis
(tajam/tidak lantas percaya). Selanjutnya untuk menguji kekuatan argumentasi atau metode
berpikir perlu dilakukan suatu pertukaran pendapat dengan saling memberikan alasan
penguatan bahkan bantahan. Itulah debat sebagai seni persuasi yang dinikmati sebagai suatu
pedagogi (ilmu pendidikan), sambil berkalimat pikiran dikonsolidasikan. Perdebatan adalah

8
Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu
sebelum kalimat-kalimat Rabbku habis (ditulis), meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (QS.
Al-Kahfi : 109)
9
.... dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui. (QS. Yusuf :
76)
10
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadilah : 11).
11
Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah akan mengajarimu. (QS. Al-Baqoroh: 282).
12
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk, (QS. An-Nahl :125).

3
pemantik lahirnya pemikiran kritis, itulah cara terbaik agar manusia tidak terjebak pemikiran
dogmatis. Apabila berdebat dipahami sebagai pelajaran berpikir, maka lawan berdebat pada
hakikatnya ialah kawan terbaik yang kooperatif untuk membuka cakrawala berpikir.

III. NILAI KEMAJEMUKAN DAN PERSATUAN

Manusia sebagai individu merdeka yang selalu berikhtiar sesuai dengan fitrahnya
(hanief) untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran, tidak dapat melepaskan diri dari
kodratnya sebagai mahluk sosial. Dalam kehidupan sosial manusia tidak dapat hidup sendiri,
melainkan membutuhkan hidup bersama manusia lainnya. Berdasarkan pemaparan di atas,
bahwa manusia pada hakikatnya terlahir merdeka dan diberikan kebebasan untuk selalu
berikhtiar sesuai nafsu/keinginannya (dorongan hati yang kuat). Maka wajar dalam kehidupan
manusia ditemukan banyak perbedaan-perbedaan. Apabila dalam kehidupan sosial yang ada
hanya persamaan, dapat dipastikan itu adalah pengekangan. Perbedaan adalah rahmat,
esensinya untuk membangun interaksi (saling membantu) dan untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan.13
Dalam setiap perlombaan pasti mempertemukan berbagai manusia yang berbeda untuk
saling berlawanan. Lawan tersebut ialah tandingan dalam arti positif atau berarti kawan/teman
yang mampu menghantarkan kita pada kebaikan atau kemajuan. Begitu pula dalam perdebatan,
argumentasi yang ada diperhadapkan/diujikan dengan argumentasi lain dengan kritis. Berbeda
dengan lawan dalam arti negatif, yaitu bermusuhan. Apabila hal demikian dilakukan dalam
perdebatan maka yang terjadi ibarat buih kalimat yang terus bersorak lalu saling mengejek.
Dalam debat yang dipahami sebagai pelajaran berpikir, meskipun terkadang didalamnya
terdapat kritik pedas. Namun hal tersebut datangnya tetaplah dari pikiran yang mendalam dan
logika yang kuat. Maka berdebat hanyalah saling berlawanan dalam bicara namun hakikatnya
menjadi kawan berpikir yang sedang berlomba memberikan ide/gagasan/solusi terbaik untuk
kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
Yakinlah bahwa setiap manusia selalu berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung
kepada kebenaran tunggal dan mutlak. Inilah nilai persamaan yang hidup dan berkembang
dalam setiap manusia tidak terkecuali. Oleh karena itu dalam kehidupannya yang majemuk,
manusia harus memahami dan merenungkan setiap titik temu kemajemukan (kalimatus sawa).
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

13
..... Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan... (QS. Al-
Maidah: 48).

4
Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi titik persamaan ideologi dan aturan dasar. Apabila
persatuan telah mengakomodir segala perbedaan, maka kejayaan sudah di depan mata.

IV. KESIMPULAN

Lembaga Kajian dan Debat Mahasiswa


Pelopor Cita Etika
Wujudkan Karya
Memberikan Solusi

Panjatkan Puji Ikhlas dalam pengabdian


Tegakkan hukum dan kebenaran
Bumikan rasa keadilan
LKDM jayalah slalu

Sadarlah selalu perdalamlah ilmu


Beranikanlah dirimu
Beradab bertindak, santun dalam berkata
Berdebat mencari kawan bukan lawan

Lawan bicara, kawan berpikir


Demi nusa bangsa sejahtera
Setialah bersama pancasila
Juga Undang-undang Dasar Empat lima

Bersatu bersama LKDM


Bersama Jayalah LKDM
Jayalah Almamaterku
Jayalah Ilmu Hukum

Anda mungkin juga menyukai