NIM : 1193050050
Keputusan Kepala BPHN Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan, Naskah Akademik
adalah naskah awal yang memuat pengaturan materi perundang- undangan bidang
tertentu yang telah ditinjau secara sistemik, holistik dan futuristik”
Menurut Aan Eko Widiarto, Naskah Akademik adalah konsepsi pengaturan suatu
masalah (obyek peraturan perundang-undangan) secara teoritis dan sosiologis.
Menurut Hamidi dan Mutik (2011) pentingnya Naskah Akademik ini dilatarbelakangi
oleh dua alasan, yaitu alasan substantif dan alasan teknis. Alasan substantif dimaksudkan
untuk memperoleh rancangan undang-undang yang baik, aplikatif, dan futuristik. Selain
itu ketika suatu rancangan peraturan daerah didukung dengan naskah akademik yang
memadai, maka perdebatan dan pembahasan dalam pembahasan raperda pada tingkatan
DPRD dan Pemerintah dapat lebih efisien karena seringkali perdebatan terhadap masalah
yang ada dalam pembahasan raperda sesungguhnya telah dijawab dalam Naskah
Akademik. Sedangkan alasan teknisnya dimaksudkan untuk membatasi daftar prioritas
yang terlalu banyak namun tidak didukung dengan dokumen yang memadai.
Menurut Harry Alexander, Naskah Akademik adalah naskah awal yang memuat gagasan-
gagasan pengaturan dan materi muatan peraturan perundang-undangan bidang tertentu
disebut Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan.
Sesuai dengan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 kerangka Naskah Akademik
yaitu:
- Judul
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I Pendahuluan
- BAB V Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi Muatan Perda
- BAB VI Penutup
- Daftar Pustaka
BAB l yaitu: menguraikan mengenai pemikiran dan alasan perlunya penyusunan naskah
akademik sebagai acuan pembentukan RUU /Raperda. Latar belakang menjelaskan mengapa
pembentukan RUU / Raperda memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif
mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan RUU / Raperda yang
akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis,
sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan RUU / Raperda.
BAB II yaitu: menguraikan tentang kajian teoritis dan praktik empiris diuraikan mengenai materi
yang bersifat teoritis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi social, politik, dan
ekonomi, keuangan daerah dari pengaturan dalam suatu UU / Perda. Diuraikan juga implikasi
penerapan system baru yang akan diatur dalam UU / Perda terhadap aspek kehidupan masyarakat
dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara / daerah.
BAB lll yaitu: menguraikan hasil kajian terhadap peraturan perundang - undangan terkait, guna
mengetahui posisi dari Perda yang baru, tingkat sinkronisasi dan harmonisasi peraturan
perundang - undangan yang ada agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan.
BAB lV yaitu: menguraikan landasan filosofis menghendaki agar UU / Perda yang akan
dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan UUD NRI
1945. Landasan Sosiologis memuat alasan bahwa UU / Perda yang dibuat benar - benar untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Atau menyangkut fakta empiris
mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan Negara. Landasan Yuridis
menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi muatan yang diatur
sehingga perlu UU / Perda baru. Persoalan hukum, seperti UU / Perda yang sudah ketinggalan,
UU / Perda yang tidak harmonis / tumpang tindih, dan belum ada sama sekali pengaturan.
- Pengumpulan bahan dari hasil penelitian /pengkajian, seminar, lokakarya, focus group
discussion (FGD), maupun expert meeting forum yang diikuti oleh para pakar yang spesifikasi
keilmuannya yang berkaitan atau bersinggungan dengan RUU / Raperda yang akan dibentuk.
Cara ini oleh tim legal drafting dipergunakan untuk menggali berbagai pandangan pakar terkait
dengan permasalahan yang timbul dan bagaimana sebaiknya RUU / Raperda yang akan
dibentuk. Pandangan atau pendapat para pakar tersebut kemudian dirangkum untuk dijadikan
bahan dalam penyusunan naskah akademik tahap awal.
- Diskusi intern tim penyusunan naskah akademik untuk memformulasikan berbagai bahan
tersebut sebagaimana kegiatan dalam huruf a untuk disusun ke dalam draft awal naskah
akademik yang format sistematikanya sebagaimana diatur dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun
2011.
- Setelah draft awal naskah akademik tersebut terbentuk, tim penyusun naskah akademik
melakukan diskusi public terhadap draft naskah akademik yang pesertanya para pemangku
kepentingan (stakeholders) yang terkait dengan RUU / Raperda yang akan dibentuk dan pakar -
pakar ilmu yang bidang kajiannya berdekatan dengan materi muatan RUU / Raperda yang akan
dibentuk itu.
- Setelah melakukan kegiatan dalam huruf c, tim penyusun naskah akademik kembali melakukan
penyempurnaan untuk memformulasikan masukan / pendapat /pandangan para pemangku
kepentingan dan para pakar dalam diskusi publik (huruf c) tersebut.
- Jika pertemuan yang diselenggarakan oleh tim penyusun naskah akademik sudah dipandang
cukup, maka tim menyepakati agar draft awal naskah akademik tersebut dijadikan naskah
akademik dan kemudian mulai menyusun draft awal RUU / Raperda sebagai lampirannya.
- Naskah akademik dan draft awal RUU / Raperda hasil kesepakatan finalisasi tersebut (huruf e),
kemudian dikonsultasikan kepada pemrakarsa Raperda untuk memperoleh tanggapan seperlunya.
- Jika tanggapan tersebut sudah diperoleh, tentunya dengan berbagai usul perbaikan, maka tim
penyusun naskah akademik melakukan perbaikan yang diserahkan kepada perancang RUU /
Raperda agar disesuaikan dengan teknik penyusunan peraturan perundang - undangan dengan
materi muatannya bersumber dari hasil penyusunan naskah akademik dan draft awal RUU /
Raperda tersebut.
- Uji sahih naskah akademik dan RUU / Raperda ini dilakukan melalui forum - forum seperti
pada saat melakukan penjaringan aspirasi.
- Tim penyusun naskah akademik yang dibentuk melakukan inventarisasi permasalahan dan
bahan yang akan dipergunakan sebagai materi muatan yang akan dituangkan dalam naskah
akademik.
- Dari hasil pertemuan ilmiah tersebut, tim melakukan diskusi internal untuk penyempurnaan /
perbaikan draft.
- Tim menyusun finalisasi naskah akademik dan draft awal RUU / Raperda.
Metode NA:
Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group
discussion), dan rapat dengar pendapat.
5. Pendapat terhadap naskah akademik yang RUUnya mendapat reaksi pro kontra dari publik
(jawaban disertai contoh naskah akademik dan RUUnya yang relevan).
Jika suatu RUU mendapat pro kontra dari publik, DPR sebagai regulator memiliki
tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah tersebut, salah satu caranya adalah menunda
pengesahan RUU dan melakukan sidang lanjutan terkait dengan pembahasan RUU dengan
mengundang berbagai akademisi dari berbagai bidang untuk menunjukkan sisi-sisi kekurangan
dari RUU tersebut, dengan begitu diharapkan dapat ditemukan jalan tengah dari pro kontra
tersebut dan kemudian RUU bisa disahkan.
Salah satu contoh yang masih hangat adalah pro kontra RUU Cipta Kerja yang sekarang
sudah disahkan oleh DPR tanpa ada pembicaraan lanjut menyoal tentang kekurangan RUU
tersebut.