Anda di halaman 1dari 5

NAMA : NADIA JAKSI AHALIA

NIM : 120306082
KELAS: HPI 3B

Pertemuan ke 2

Assalamualaikum Pak, izin menanggapi

Hukum Perdata
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil
sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum
pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-
hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta
benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga
memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem
hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-
negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem
hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya.

Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal
KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari
Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai tahun 1859.
Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan
beberapa penyesuaian.

Kondisi Hukum Perdata di Indonesia

Mengenai kondisi Hukum Perdata ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu
masih beranekaragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1) Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa.
2) Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S, yang membagi penduduk
Indonesia dalam tiga golongan, yaitu:
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b. Golongan Bumi Putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
1. Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
2. Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no.108)
3. Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no.523)
4. Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no.98).

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang di anut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
hukum Eropa continental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia
yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Selanjutnya Hukum Agama, karena sebagaian besar masyarakat Indonesia menganut Islam,
maka dominasi hukum atau Syari‘at Islam lebih banyak terutama di bidang perwakilan,
kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem Hukum Adat yang diserap
dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan
setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Terima Kasih

Pertemuan ke 3

izin menaggapi

Hukum perdata yaitu suatu hukum yang mengatur mengenai kepentingan antar warga negara,
perseorangan yang satu dengan perseorangan lainnya. Hukum perdata yang dibagi dalam perdata
materiil dan formil ini, berdasarkan ilmu pengetahuan hukum terdiri atas 4 sistematika hukum
perdata yaitu sebagai berikut:

Sistematika dari Hukum Perdata

1. Hukum Pribadi atau Perorangan


Hukum pribadi atau perorangan ini memuat mengenai peraturan peraturan, mengenai manusia
sebagai subjek hukum. Di dalamnya berisi peraturan peraturan tentang kecakapan untuk
mempunyai hak, serta kecakapan dalam bertindak sendiri untuk melaksanakan hal tersebut, serta
hal hal lainnya yang berpengaruh terhadap kecakapan yang dimaksud.

2. Hukum Keluarga
Hukum keluarga mempunyai hak dan kewajiban, yang pada dasarnya tidak bisa dinilai dengan
uang. Di dalam KUHPerdata, hukum satu ini disebutkan dalam aturan Buku I yang berjudul
tentang orang. Isinya yaitu mengatur hubungan yang tercipta dari hubungan kekeluargaan seperti
perkawinan, dan juga hukum kekayaan antara suami istri.

3. Hukum Kekayaan
Jika hukum keluarga mengatur mengenai hubungan yang tercipta dari hubungan kekeluargaan,
maka hukum kekayaan ini mengatur antara orang dengan harta kekayaan yang mereka miliki.
Dimana hak dan kewajibannya dapat dinilai dengan uang. Hak dan kewajiban yang bersifat
seperti ini, umumnya bisa dipindahtangankan kepada orang lain.

4. Hukum Waris
Hukum waris di dalam KUHPerdata, diatur dalam Buku II yang berjudul tentang kebendaan.
Dengan demikian, hukum satu ini sebenarnya termasuk ke dalam hukum harta benda. Meski
demikian, hukum waris ini juga sangat erat kaitannya dengan hukum keluarga. Karena untuk
bisa mewarisi harta benda yang ada, maka harus mempunyai hubungan keluarga dengan pewaris.
Secara garis besar, hukum waris mengatur tentang harta benda seseorang setelah orang tersebut
meninggal dunia. Hukum ini berisikan tentang peralihan hak serta kewajiban pewaris kepada ahli
warisnya, dalam bidang kekayaan. Sehingga sistematika hukum perdata satu ini juga sangat erat
kaitannya dengan hukum kekayaan, yang mempunyai sifat relatif.

Sistematika dari hukum perdata di atas merupakan sistematika berdasarkan ilmu pengetahuan
hukum. Bila berdasarkan pada KUHPerdata atau Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Maka
sistematika dari hukum perdata ini terdiri atas Buku I tentang Orang, Buku II tentang Benda,
Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa.

Terima kasih.

Pertemuan ke 4
Izin menanggapi Pak,

Hukum orang merupakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur subjek hukum dan
wewenangannya, kecakapannya, domisili, dan catatan sipil. Wewenang adalah hak dan
kekuasaan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum. Wewenang seseorang dibedakan
menjadi dua:
(1) wewenang untuk punya hak
(2) wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan faktor yang mempengaruhinya.

Kemudian Setiap orang sebenarnya punya hak, akan tetapi tidak semua orang punya kewenangan
hukum. Orang yang berwenang melakukan perbuatan hukum adalah orang yang telah dewasa
atau kawin. Ada beberapa unsur-unsur badan hukum yaitu Mempunyai perkumpulan, tujuan
tertentu,harta kekayaan, hak dan kewajiban dan hak untuk menggugat dan digugat

Adapun catatan sipil diatur di Bab II Buku I KUH Perdata, terdiri atas 3 bagian dan 13 pasal,
dimulai dari Pasal 4 sampai 16 KUH Perdata. Catatan sipil adalah lembaga yang bertujuan
mengadakan pendaftaran, pencatatan, serta pembukuan selengkap-lengkapnya dan sejelas-
jelasnya, serta memberi kepastian hukum sebesar-besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan,
perkawinan, dan kematian.
Demikian hukum orang merupakan yang mengatur segala wewenang, domisili, dan catatan sipil. 

Terimakasih pak..

Pertemuan Ke 5
Assalamualaikum Pak, izin menanggapi

Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan)
diartikan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Jadi, hukum perkawinan Indonesia berasaskan monogami. Selanjutnya, asas itu
ditegaskan kembali dalam Pasal 3 ayat (1) dan penjelasannya UU Perkawinan yang berbunyi pada
asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita
hanya boleh mempunyai seorang suami (asas monogami).

Poligami dalam UU Perkawinan

Walaupun demikian, UU Perkawinan memberikan pengecualian, yang mana Pengadilan dapat memberi
izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang (poligami), dengan ketentuan:

1. Suami wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya, dengan syarat:

a. Ada persetujuan dari istri/istri-istri, dengan catatan persetujuan ini tidak diperlukan jika:

- Istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian.

- Tidak ada kabar dari istri selama minimal 2 tahun.

- Sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.

b. Adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak.

c. Adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak.

2. Pengadilan hanya memberikan izin poligami jika:


- Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya.

- Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

- Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Adapun izin tersebut diberikan pengadilan jika berpendapat adanya cukup alasan bagi pemohon (suami)
untuk beristri lebih dari seorang.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai