Askep Kelompok 1 Cvcu
Askep Kelompok 1 Cvcu
Analisa Kasus pada Tn.B dengan STEMI Anterior Kilip I Onset 15 jam ) di
Ruang CVCU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Oleh:
KELOMPOK I
RAHMIANI M
RISMA
AYU ASRIYANI
MARLIAN ISMAIL NUR
ZAKIRAH UMMU AIMAN
RASDIANA
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Definisi ........................................................................................................ 1
B. Etiologi ......................................................................................................... 2
C. Patofisiologi ................................................................................................. 4
F. Penatalaksanaan.......................................................................................... 10
G. Komplikasi ................................................................................................. 13
B. Saran .......................................................................................................... 63
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan
penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau
terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri
koronaria yang cukup. (Sudiarto,2011). Infark miocardakut (IMA) merupakan
gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkansel otot jantung
mati.Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadisumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluhdarah di sekitarnya.
Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidakmendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapatmempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton &Hall, 2007).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI
(ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia
miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian
miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan
lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah
miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan
Kita, 2009). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction)merupakan bagian dari
sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI
terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster,
2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori,
yaituST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark
miocard(NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkanarea infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandaidengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
Sedangkan NSTEMI merupakanoklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalanmiokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen
ST pada EKG.
1
B. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinyarupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus,
terdapatbeberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI,
antara lainaktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam
lainnya.Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
terjadinyaIMA pada individu.Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua)
bagian besar,yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko
yang dapatdirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a. Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses
yangprogresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai
lesimencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ
padausia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia
antara 40dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat(Kumar, et al., 2007).
b. Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang
kulit putih.
c. Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali
jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat.Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan
dengan pria.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun)meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah
2
a. Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi
rokokmungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan
keparahanatherosclerosis pada wanita (Kumar, et al., 2007). Efek
rokok adalahmenyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan olehkatekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat
inhalasi CO ataudengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi,
vasokonstrisipembuluh darah, merubah permeabilitas dinding
pembuluh darah danmerubah 5-10 % Hb menjadi carboksi-Hb.
Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi
mekanismenya belum jelas. Makinbanyak jumlah rokok yang dihidap,
kadar HDL kolesterol makin menurun.Perempuan yang merokok
penurunan kadar HDL kolesterolnya lebihbesar dibandingkan laki-
laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkantipe IV abnormal
pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi,sehingga orang yan
gmerokok cenderung lebih mudah terjadi prosesaterosklerosis dari
pada yang bukan perokok.
b. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol
dkolesterol di atas 180mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri
koronaria, danpeningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila
kadarnya melebihi 240mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL
dihubungkan dengan meningkatnyaresiko penyakit arteri koronaria,
sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit ini.
c. Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik
tekanandarah systole maupun diastole memiliki peran penting.
Hipertensi dapatmeningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD)
sekitar 60%dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa
perawatan, sekitar50% pasien hipertensi dapat meninggal karena
gagal jantung kongestif,dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena
stroke (Kumar, et al.,2007). Mekanisme hipertensi berakibat IHD:
3
1) Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang beratuntuk
jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri
ataupembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini
tergantungdari berat dan lamanya hipertensi.
2) Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan
menimbulkantrauma langsung terhadap dinding pembuluh darah
arteri koronaria,sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis
koroner (faktorkoroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris,
Insufisiensi koronerdan miokard infark lebih sering didapatkan
pada penderita hipertensidibanding orang normal.
3) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan
jugameningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark
miokard duakali lebih tinggi pada seseorang yang menderita
diabetes daripada tidak.Juga terdapat peningkatan risiko stroke
pada seseorang yang menderitadiabetes mellitus.
4) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit
jantungkoroner.
5) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin
yangbersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
C. Patofisiologi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba
setelahoklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami
atherosclerosis.STEMIterjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang
secara cepat pada tempatterjadinya kerusakan vascular.Kerusakan ini
difasilitasi oleh beberapa faktor, sepertimerokok, hipertensi, dan akumulasi
lipid.Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadiketika permukaan plak
atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plaktersebut terekspos
dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis(terbentuknya
thrombus).Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluhdarah)
terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada
arterikoroner.Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya
4
ruptur plak,beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
menyebabkan aktivasiplatelet.Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane
A(vasokonstriktor local yangkuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih
lanjut (Price, 2005).
Selain pembentukan thromboxane Aaktivasi platelet oleh agonis
meningkatkanperubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Ketika reseptor ini dikonversimenjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan
membentuk protein adhesive sepertifibrinogen. Fibrinogen adalah molekul
multivalent yang dapat berikatan dengan duaplateet secara simultan,
menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi.Kaskadekoagulasi mengalami
aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yangrusak, tepatnya
pada area rupturnya plak.Aktivasi faktor VII dan X menyebabkankonversi
protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi
fibrinogenmenjadi fibrin.Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena
thrombus yang terdiridari agregat platelet dan benang-benang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri
koroner,abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit
sistemik, terutamainflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan
oklusi koroner tergantungpada:
1. daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
2. apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
3. durasi oklusi koroner
4. kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan
yangterkena
5. kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun
secara tiba-tiba
6. faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
7. keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri
koronerepikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.
D. Manifestasi Klinik
1. Keluhan Utama Klasik
5
a. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infarkmiokard berat
nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia jugasering
dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa
jamatau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali
normal.
b. Nyeri, Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan
pada pasiendengan STEMI.Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu
dalam dan visceral,yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa
berat dan seperti diremas,seperti ditusuk, atau seperti terbakar.
Karakteristik nyeri pada STEMI hampirsama dengan pada angina
pectoris, namun biasanya terjadi pada saatistirahat, lebih berat, dan
berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan padabagian tengah
dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke
daerahlengan.Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen,
punggung,rahang bawah, dan leher.Nyeri sering disertai dengan
kelemahan,berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, 2007).
c. Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantungyang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah
anterior,terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh
diskinesis otot-ototjantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3
dan S4), penurunanintensitas suara jantung dan paradoxal splitting
suara jantung S2 merupakanpertanda disfungsi ventrikel jantung.
2. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang
menunjukkanketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri.Pallor yang
berhubungan dengankeluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga
sering ditemukan padapasien dengan STEMI.Nyeri dada substernal yang
berlangsung selama >30menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya
STEMI. Meskipun sebagian besarpasien menunjukkan tekanan darah dan
frekuensi nadi yang normal selama satujam pertama STEMI, sekitar 25%
pasien dengan infark anterior memilikimanifestasi hiperaktivitas sistem
6
saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi),dan 50% pasien dengan
infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis(bradikardi
dan/atau hipotensi).Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin
sulit untuk dipalpasi.Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya
S3 dan S4, penurunanintensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical
splitting dari S2. Selain itu jugasering terjadi penurunan volume pulsasi
carotis, yang menunjukkan adanyapenurunan stroke volume. Peningkatan
temperature tubuh di atas 38oC mungkinditemukan selama satu minggu
post STEMI.
7
E. Pemeriksaan penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI
dapatdibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac
imaging, dan indeksnonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a. Lead II, III, aVF : Infark inferior
b. Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c. Lead V2-V4 : Infark anterior
d. Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e. Lead I, aVL : Infark high lateral
f. Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g. Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h. Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari
ototjantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI.Kecepatan
pelepasan protein spesifikini berbeda-beda, tergantung pada lokasi
intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local.Biomarker
kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitaslimfatik kardiak
untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark
berlebihansehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a. Cardiac Troponin (cTnT dan cTnI)
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I
(cTnI) memiliki sekuensasam amino yang berbeda dari protein ini
yang ada dalam otot skeletal.Perbedaantersebut memungkinkan
dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI denganantibody
monoclonal yang sangat spesifik.Karena cTnT dan cTnI secara
normal tidakterdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat
setelah STEMI menjadi >20 kalilebih tinggi dari nilai normal,
pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagaipemeriksaan
8
diagnostic.Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-
10 harisetelah STEMI.
b. CKMB (Creatine Kinase-MB isoenzym)Creatinine phosphokinase
(CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali normalsetelah
48-72 jam.Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki
spesifisitas yangrendah, karena CK CK juga mungkin meningkat pada
penyakit otot skeletal, termasuk infarkintramuscular.Pengukuran
isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI
karenaisoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada
jaringan ekstrakardiak.Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak
mungkin didapatkan peningkatan kadarisoenzim MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging
a. Echocardiography (ECG)
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional
echocardiographyhampir selalu ditemukan pada pasien STEMI.
Walaupun STEMI akut tidak dapatdibedakan dari scar miokardial
sebelumnya atau dari iskemia berat akut denganechocardiography,
prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika
tidakterdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal
maka nada atautidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan
echocardiography dapatdigunakan untuk mengambil keputusan,
seperti apakah pasien harus mendapatkanterapi reperfusi.Estimasi
echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna
dalamsegi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapidengan inhibitor
RAAS.Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark
padaventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan
thrombus padaventrikel kiri.Selain itu, Doppler echocardiography
juga dapat mendeteksi dankuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral,
dua komplikasi STEMI.
b. Angiografi
9
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung
yangmemungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar
dan pengukuranlangsung terhadap ventrikel kiri.
c. High Resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution
cardiac MRI.
d. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan
leukositosispolimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam
setelah onset nyeri danmenetap selama 3-7 hari.Hitung sel darah putih
seringkali mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit
meningkat secara lebih lambatdibandingkan dengan hitung sel darah
putih, memuncak selama minggu pertamadan kadang tetap meningkat
selama 1 atau 2 minggu (Muttaqin, 2009).
F. Penatalaksanaan
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau
LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika
terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
10
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera
dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali)
atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik
yang tidak repon dengan atropin.
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel
kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
11
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik
atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC
shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal
harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga
360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan
angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus
diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu
regimen berikut:
Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap
5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian
loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50
ug/lg/menit).
Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-
60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi
DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil
harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock
ketiga 360 J
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV
bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized.
12
G. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri
mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ;
slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks
ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan
terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi
< 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus
diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,
baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
13
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Ruptur
9. Ventrikrel
10. Otot papil
11. Kelainan septal ventrikel
12. Disfungsi katup
13. Aneurisma ventrikel
14. Sindroma infark pascamiokardias
d. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
e. Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal
berikut:
1) Tingkat kesadaran
2) Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3) Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen kedalam miokard
4) Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5) Tekanan darah: Di ukur untuk menentukan respons nyeri dan
pengobatan, perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan
menyempit setelah serangan miokard infark, menandakan
ketidakefektifan kontraksi ventrikel
6) Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7) Warna dan suhu kulit
8) Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur
terhadap tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krak les pada dasar
paru)
9) Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosisar
terimesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal
14
10) Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan
oliguria
1. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri dan
hiperventilasi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terki
15
16
WEB OF CAUTION (WOC)
Thrombus Penimbunan di
jaringan fibrosa
Penyumbatan
arteri coroner Atherosklerosi
s
Penyempitan lumen
Penurunan suplai O2
keotot jantung Aliran darah ke miokard terganggu
SV (stroke volume)
Metabolisme anaerob Penurunan
curah jantung
Penimbunan asam CO
laktat Suplai oksigen ke
jaringan dan sel
Pelepasan media Volume residu
kimia histamine ventrikel
Tekanan hidrostatik kapilerparu
17
18
19
A. Pengkajian Keperawatan CVCU
IDENTITAS PASIEN
TB : 164 cm
RIWAYAT
RIwayat keluhan utama : Nyeri dialami sejak 15 jam yang lalu dan memberat 9 jam yang lalu. Nyeri di rasakan seperti tertekan dan
menyebar ke tangan kiri dan leher, dan nyeri disertai keringat dingin dengan durasi >20 menit. Pasien mengalami
sesak napas.
Riwayat medis : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami riwayat nyeri dada selanjutnya. Pasien memiliki riwayat hipertensi
namun berobat herbal. Pasien merupakan peokok aktif sejak 20 tahun yang lalu dan merokok 2 bungkus dalam
sehari.
20
S: 7 VAS
T: >20 menit
5 5
5 5 Normal Normal
Pernapasan = 26 x/menit
Terapi Oksigen : Nasal kanul RM NRM :3L
Irama : Reguler Irreguler
RESPIRATORY/BREATHING
TD : 132/82 mmHg
CARDIOVAS
KULAR/BLO
21
Kulit : Pink Pucat Jaundice Sianotik Hangat Panas Dingin
Konjungtiva : Merah Anemis
Udem :
NVD Sign : Tidak ada Pale Pulse Parase
Drain/WSD : ……..cc (Tidak terdapat drain)
INTERPRETASI EKG :
Sinus rhytm, HR 80 x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis II,
III, aVF
Tidak ada
Bartel indeks:
Mengendalikan rangsang 0. Perlu pencahar 1. Kadang perlu 2. Mandiri 2
BAB pencahar
Mengendalikan rangsang BAK 0. Pakai kateter/ 1. Kadang tak 2. Mandiri 2
tak terkendali terkendali
Membersihkandiri 0. Butuh bantuan 1. Mandiri 1
22
Melepas dan memakai celana, 0. Tergantung 1. Tergantung 2. Mandiri 1
membersihkan, menyiram jamban orang lain pada pada beberapa
setiap kegiatan kegiatan
Makan 0. Tidak mampu 1. Perlu dibantu 2. Mandiri 1
memotong
makanan
Berubah posisi dari berbaring ke 0. Tidak mampu 1. Dibantu lebih 2. Dibantu 1 atau 0
duduk dari 2 orang 2 orang
Berpindah/berjalan 0. Tidak mampu 1. Dengan kursi 2. dibantu 1 orang 0
roda
Memakai baju 0. tergantung 1. sebagian 2. mandiri 1
dibantu
Naik turun tangga 0. tidak mampu 1. sebagian 2. mandiri 0
dibantu
Mandi 0. tergantung 1. mandiri 0
Total Skor 9
Keterangan :
20 : Mandiri, 12-19 : ketergantungan ringan, 9-11 : ketergantungan sedang, 5-8 : ketergantungan berat,
0-4 : ketergantungan total
Terapi obat:
NaCl 0,9% 500cc/24jam/iv
Aspilet 80 m/24jam/oral
Clopidogrel 750g/24jam/oral
Nytroglicerin 40mg/oral
Atrovastatin 40mg/24jam/oral
Ranipril 2,5mg/24jam/oral
Anxtre 2,5 mg/24jam/subcutan
Lansoprazole 30g/24jam/iv
Paracetamol 1g/iv/bila demam
Morfin 1g/iv/ekstra
23
Elektrolit
Natrium 142 136-145 mmol/l
Kalium 4.5 3.5-5.1 mmol/l
Klorida 107 97-111 mmol/l
HEMATOLOGI
WBC 17.13 4-10 x10^3 u/L
RBC 6.81 4-6x10^3 gr/dl
HGB 17,0 12-16 gr/dl
HCT 53.0 37-48 %
MCHC 32.1 1.5-35.0 g/dL
PLT 320 150-400x10^3/uL
RDW-SD 38.6 37-54 fL
RDW-CV 15.1 10-15%
PDW 10.4 10-18 fL
MPV 9.4 6.5-11 fL
PCT 0.30 0.15-0.50 %
NRBC 0.00 0.00-99.9 x 10^3/uL
NEUT 14.63 52-75%
LYMPH 1.55 20-40%
MONO 0.85 2-8x10^3 u/L
EO 0.00 0,0-0,10 x10^3u/L
BASO 0.05 0,0-0,10 x10^3u/L
24
Pemeriksaan foto toraks PA/AP (18/09/2019)
Kesan: siight cardiomegaly, dilatasi aortae, efusi minimal pleura bilateral
Echocardiogram: (24/9/2019)
Kesan: Fungsi sistolik RV dan LV menurun EF:33 (TEICH) EF:33,3% (BIPLANE),Dilatasi
Ventrikel kiri, hipertropi ventrikel kiri eksentrik, akinetik dan hipokinetik segmental,
disfungsi diastolik ventrikel kiri derajat sedang
25
ANALISA DATA
DO:
Klien nampak gelisah
Pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 7 VAS
T: h>20 menit
Pemeriksaan imunoserologi lai : Hs
Troponin I : >12960.4
Hasil pemeriksaan EKG : Sinus rhytm, HR
80 x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-
V4,Q patologis II, III, aVF
Hasil: TD: 132/82 mmHg, S : 36,2oC, N :
79 x/menit, P: 22 x/menit
DO :
Perubahan irama Jantung
Hasil pemeriksaan EKG : Sinus rhytm, HR 80
x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q
patologis II, III, aVF
Perubahan preload
a. Hasil pemeriksaan Foto Thoraks PA:
cardiomegaly disetai edema paru
26
b. Efusi minimal pleura bilateral
c. Dilatatio aorta
Perubahan afterload
a. Tekanan darah 132/82 mmHg
b. Nadi perifer teraba lemah
c. CRT > 3detik
Perubahan Kontraktilitas
d. Pemeriksaan echocardiogram :
Kesan: Fungsi sistolik RV dan LV
menurun EF:33 (TEICH) EF:33,3%
(BIPLANE),Dilatasi Ventrikel kiri,
hipertropi ventrikel kiri eksentrik,
akinetik dan hipokinetik segmental,
disfungsi diastolik ventrikel kiri derajat
sedang
e. Pemeriksaan foto toraks PA/AP:
Kesan: siight cardiomegaly, dilatasi
aortae, efusi minimal pleura bilateral
Perilaku/emosional
Klien tampak gelisah
Hasil: TD: 132/82 mmHg, S : 36,2oC, N :
79 x/menit, P: 22 x/menit.
27
28
Metabolisme anaerob
Pemberian analgesik
a. Identifikasi karasteristik nyeri
b. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
c. Tetapkan target efetifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
d. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
e. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik
30
Irama pernafasan normal 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedia
3. Penurunan curah jantung NOC : Perawatan jantung
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
perubahan kontraktilitas x 24 jam, status sirkulasi pasien membaik dengan jantung (meliputi dipsnue, kelelahan, edema,
jantung kriteria hasil : ortpnue, dan peningkatan CVP)
Keefektifan pompa jantung 2. Identifikasi tanda/gejala sakunder penurunan curah
TTV dalam rentang normal (tekanan jantung (meliputi peningkatan berat badan,
darah: 120/80 mmHg, nadi: 60-80 x/menit, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi,
pernafasan: 16-20x/menit) ronkhi, batuk dan kulit pucat)
Fraksi ejeksi > 50 % 3. Pantau vital sign
4. Monitor intake dan output cairan
Status sirkulasi 5. Monitor keluhan nyeri dada
CRT < 3 detik 6. Monitor saturasi oksigen
Denyut nadi perifer kuat dan simetris dan 7. Monitor aritmia
reguler 8. Posisikan pasien semifowler atau fowler dengan kaki
Tidak ada edema perifer kebawah atau posisi nyaman
9. Berikan terapi relaksasi jika perlu
10. Berikan dukungan emosional dan spiritual
11. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
12. Anjurkan berhenti merokok
13. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
14. Ajarkan pasien mengukur intake dan output cairan
harian
15. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
4 Intoleransi aktivitas NOC : Dukungan perawatan diri
berhubungan dengan tirah Setelah dilakukan tindakan keperawatan, dalam 1. Identifikasi kebiasaan aktifitas perawatan diri sesuai
baring waktu 3x24 jam pasien menunjukkan kriteria hasil usia
: 2. Monitor tingkat kemandirian
Status perawatan diri: ADL 3. Sediakan lingkungan yang terapeutik (misalnya
1. Mampu melakukan aktivitas sehari hari suasana rileks, hangat, privasi)
(ADLs) secara mandiri 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
2. Klien toleran terhadap aktivitas 5. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
6. Ajarkan melalui perawatan dirir secara konsisten
sesuai kemampuan
31
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI
Pukul 21.00
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
32
Hasil pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 7 VAS
T: h>20 menit
Kolaborasi pemberian anlagesik Nitrogliserin
30mg/50cc
Hasil:
Pasien masih merasakan nyeri dan tidak ada
perubahan
Rabu, 18 Pukul 21.50 Pukul 07.00
September 2019 melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif S:
Hasil pengkajian nyeri: Klien mengeluh nyeri dada memberat
(21.00-07.00) O: > 15 jam sebelum masuk RS Klien mengatakan tidak bisa tidur
Hari pertama P : proses penyakit (STEMI) O:
(Dinas Malam) Q: tertekan Klien nampak gelisah dan tidak bisa beristirahat
R: dada Pengkajian nyeri:
S: skala 4 VAS dan 4 NRS O: > 15 jam sebelum masuk RS
T: h>20 menit P : proses penyakit (STEMI)
Pukul 22.00 Q: tertekan
Kolaborasi pemberian anlagesik Nitrogliserin R: dada
30mg/50cc S: skala 3 VAS dan 3 NRS
Hasil: Pasien masih merasakan nyeri dan tidak ada T: h>20 menit
perubahan
Kolaborasi pemberian anlagesik Morfin 1mg A : Nyeri akut belum teratasi
Hasil: Pasien masih merasakan nyeri dan tidak ada P:
perubahan Pantau nyeri secara komprehensif
Berikan posisi nyaman
Pukul 22.10 Ajarkan teknik relaksasi
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam
klien bisa melakukan tapi klien masih merasakan
nyeri.
33
Pukul 22.55
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
Hasil pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 4 VAS dan 4 NRS
T: h>20 menit
Pukul 23.00
Kolaborasi pemberian anlagesik Nitrogliserin
50mg/50cc
Hasil:
Pasien masih merasakan nyeri dan tidak ada
perubahan
Kolaborasi pemberian anlagesik Morfin 2mg
Hasil: Pasien masih merasakan nyeri dan tidak ada
perubahan
Pukul 24.55
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
Hasil pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 4 VAS dan 4 NRS
T: h>20 menit
Pukul 24.00
Kolaborasi pemberian anlagesik morfin 2mg
Hasil:
Pasien masih gelisah dan mengatakan nyeri sudah
sedikit berkurang
34
Pukul 01.00
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
Hasil pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 4 VAS dan 4 NRS
T: h>20 menit
Pukul 01.00
Kolaborasi pemberian anlagesik nitrogliserin 40mg
Hasil:
Pasien tenang dan sudah bisa tidur
Pukul 03.00
Kolaborasi pemberian anlagesik nitrogliserin 30mg
Hasil:
Pasien tenang dan sudah bisa tidur
Pukul 06.00
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
Hasil pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 3 VAS dan 3 NRS
T: h>20 menit
Pukul 06.00
Kolaborasi pemberian anlagesik nitrogliserin 25mg
Hasil:
Pasien tenang dan sudah bisa tidur
35
Kamis 20 Pukul 07.00 Pukul 14.00
September 2019 Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. S :
Dinas Pagi Hasil pengkajian nyeri: Klien masih nyeri dada tapi sudah berkurang
(07.00-14.00) O: > 15 jam sebelum masuk RS O:
Hari Kedua P : proses penyakit (STEMI) Klien sudah bisa diajak untuk berkomunikas
Q: tertekan Pengkajian nyeri:
R: dada O: > 15 jam sebelum masuk RS
S: skala 3 NRS dan 3 VAS P : proses penyakit (STEMI)
T: h>20 menit Q: tertekan
R: dada
Pukul 07.00 S: skala 3 NRS dan 3 VAS
Kolaborasi pemberian anlagesik nitrogliserin 25mg T: h>20 menit
Hasil:
Pasien tenang dan bisa diajak untuk berkomunikasi A : Nyeri akut belum teratasi
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam P:
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam Pantau nyeri secara komprehensif
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri Berikan posisi nyaman
tekan dan rasa berdebar-debar Ajarkan teknik relaksasi
Memberikan posisi nyaman
Hasil: posisi semi fowler
Pukul 12.00
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
Hasil pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 3 NRS
T: h>20 menit
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri
tekan dan rasa berdebar-debar
36
Kamis 20 Pukul 14.00 Pukul 21.00
September 2019 Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. S :
Hasil pengkajian nyeri: Klien masih nyeri dada tapi sudah berkurang
(21.00-07.00) O: > 15 jam sebelum masuk RS O:
Hari Kedua P : proses penyakit (STEMI) Klien sudah bisa diajak untuk berkomunikas
(Dinas Sore) Q: tertekan Pengkajian nyeri:
R: dada O: > 15 jam sebelum masuk RS
S: skala 3 NRS dan 3 VAS P : proses penyakit (STEMI)
T: h>20 menit Q: tertekan
R: dada
Pukul 15.00 S: skala 3 NRS dan 3 VAS
Kolaborasi pemberian anlagesik nitrogliserin T: h>20 menit
30mg/50cc
Hasil: A : Nyeri akut belum teratasi
Pasien tenang dan bisa diajak untuk berkomunikasi P :
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam Pantau nyeri secara komprehensif
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam Berikan posisi nyaman
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri Ajarkan teknik relaksasi
tekan dan rasa berdebar-debar
Memberikan posisi nyaman
Hasil: posisi semi fowler
Pukul 18.00
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
Hasil pengkajian nyeri:
O: > 15 jam sebelum masuk RS
P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
R: dada
S: skala 3 NRS dan 3 VAS
T: h>20 menit
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri
tekan dan rasa berdebar-debar
Pukul 20.00
Kolaborasi pemberian anlagesik morfin 2mg
37
Hasil:
Pasien tenang dan bisa diajak untuk berkomunikasi
38
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri
tekan dan rasa berdebar-debar
Jumat, 21 Pukul 07.00 Pukul 14.00
September 2019 Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. S :
Dinas PAgi Hasil pengkajian nyeri: Klien masih nyeri dada tapi sudah berkurang
(07.00-14.00) O: > 15 jam sebelum masuk RS O:
Hari ketiga P : proses penyakit (STEMI) Klien sudah bisa diajak untuk berkomunikasi dan
Q: tertekan bia melakukan aktivitas
R: dada Pengkajian nyeri:
S: skala 3 NRS dan 3 VAS O: > 15 jam sebelum masuk RS
T: h>20 menit P : proses penyakit (STEMI)
Q: tertekan
Pukul 07.00 R: dada
Kolaborasi pemberian anlagesik nitrogliserin 50mg S: skala 1 NRS dan
Hasil: T: h>20 menit
Pasien tenang dan bisa diajak untuk berkomunikasi
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam A : Nyeri akut teratasi
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam P :
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri Pantau nyeri secara komprehensif
tekan dan rasa berdebar-debar Berikan posisi nyaman
Memberikan posisi nyaman Ajarkan teknik relaksasi
Hasil: posisi semi fowler A : Nyeri akut belum teratasi
Pukul 12.00 P:
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. Pantau nyeri secara komprehensif
Hasil pengkajian nyeri: Berikan posisi nyaman
O: > 15 jam sebelum masuk RS Menganjurkan klien bercakap-cakap dengan
P : proses penyakit (STEMI) istrinya
Q: tertekan Menganjurkan klien melakukan kegiatan yang
R: dada disukai sebagai peralihan nyeri
S: skala 3 NRS
T: h>20 menit
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri
tekan dan rasa berdebar-debar
39
Jumat, 21 Pukul 18.00 Pukul 21.00
September 2019 Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. S:
Dinas Sore Hasil pengkajian nyeri: Klien masih nyeri dada tapi sudah berkurang
(14.00-21.00) O: > 15 jam sebelum masuk RS O:
Hari ketiga P : proses penyakit (STEMI) Klien sudah bisa diajak untuk berkomunikasi dan
Q: tertekan bia melakukan aktivitas
R: dada Pengkajian nyeri:
S: skala 1 NRS O: > 15 jam sebelum masuk RS
T: h>20 menit P : proses penyakit (STEMI)
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam Q: tertekan
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam R: dada
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri S: skala 1 NRS
tekan dan rasa berdebar-debar T: h>20 menit
Memberikan posisi nyaman
Hasil: posisi semi fowler A : Nyeri akut teratasi
P:
Pantau nyeri secara komprehensif
Berikan posisi nyaman
Ajarkan teknik relaksasi
A : Nyeri akut belum teratasi
P:
Pantau nyeri secara komprehensif
Berikan posisi nyaman
Menganjurkan klien bercakap-cakap dengan
istrinya
Menganjurkan klien melakukan kegiatan yang
disukai sebagai peralihan nyeri
Jumat, 21 Pukul 22.00 Pukul 07.00
September 2019 Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. S :
Dinas Malam Hasil pengkajian nyeri: Klien masih nyeri dada tapi sudah berkurang
(21.00-07.00) O: > 15 jam sebelum masuk RS O:
Hari ketiga P : proses penyakit (STEMI) Klien sudah bisa diajak untuk berkomunikasi dan
Q: tertekan bia melakukan aktivitas
R: dada Pengkajian nyeri:
S: skala 1 NRS dan 1 VAS O: > 15 jam sebelum masuk RS
T: h>20 menit P : proses penyakit (STEMI)
40
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam Q: tertekan
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam R: dada
klien bisa melakukan dan mengatakan nyeri sudah S: skala 1 NRS
berkurang dan bisa melakukan aktivitasMemberikan T: h>20 menit
posisi nyaman
Hasil: posisi semi fowler A : Nyeri akut belum teratasi
Menganjurkan klien melakukan kegiatan yang P:
disukai sebagai peralihan nyeri Pantau nyeri secara komprehensif
Pukul 06.00 Berikan posisi nyaman
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. Ajarkan teknik relaksasi
Hasil pengkajian nyeri: A : Nyeri akut teratasi
O: > 15 jam sebelum masuk RS P:
P : proses penyakit (STEMI) Pantau nyeri secara komprehensif
Q: tertekan Berikan posisi nyaman
R: dada Menganjurkan klien bercakap-cakap dengan
S: skala 1 NRS dan 1 VAS istrinya
T: h>20 menit Menganjurkan klien melakukan kegiatan yang
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam disukai sebagai peralihan nyeri
Hasil : setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam
klien bisa melakukan dan mengatak masih ada nyeri
tekan dan rasa berdebar-debar
41
Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pola napas
Tanggal/waktu Implementasi Evaluasi
Rabu, 18 Pukul 19.00 Pukul 21.00
September 2019 Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman S : Pasien mengatakan sesak napas ketika beristirahat,
suara napas beraktivitas
(19. 00-21.00) Hasil: RR: 26x/menit, irreguler O:
Hari pertama Kolaborasi pemberian terapi oksigen nasal kanul 6 Klien tampak sesak
(Dinas Sore) lpm Terpasang nasal kanul 6 liter
Hasil: klien tampak lebih nyaman dan bernapas Kulit teraba lembab
dengan baik RR:26/menit, irreguler.
Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan Penggunaan otot bantu tidak ada
Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu Pengembangan dada simetris
pernapasan dada. A : Ketidakefektifan pola napas belum teratasi
Memperhatikan pengembangan dinding dada P : Lanjutkan intervensi
Hasil: pengembangan dada simetris Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
Mempertahankan posisi pasien suara napas
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi Monitor aliran oksigen
pasien(dengan posisi semifowler) Pertahankan posisi pasien
Pukul 20.00 Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman Monitor sianosis perifer
suara napas
Hasil: RR: 26x/menit, irreguler
Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan
Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu
pernapasan dada.
Memperhatikan pengembangan dinding dada
Hasil: pengembangan dada simetris
Mempertahankan posisi pasien
Pukul 21.00
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
suara napas
Hasil: RR: 26x/menit, irreguler
Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan
Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu
pernapasan dada.
42
Memperhatikan pengembangan dinding dada
Hasil: pengembangan dada simetris
Mempertahankan posisi pasien
Rabu, 18 Pukul 22.00 Pukul 07.30
September 2019 Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman S : Pasien mengatakan sesak napas ketika beristirahat,
suara napas beraktivitas
(21.00-07.00) Hasil: RR: 26x/menit, irreguler O:
Hari pertama Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan Klien tampak sesak
(Dinas Malam) Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu Terpasang nasal kanul 6 liter
pernapasan dada. Kulit teraba lembab
Memperhatikan pengembangan dinding dada RR:26/menit, irreguler.
Hasil: pengembangan dada simetris Penggunaan otot bantu tidak ada
Memonitor aliran oksigen Pengembangan dada simetris
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul 6 A : Ketidakefektifan pola napas belum teratasi
lpm P : Lanjutkan intervensi
Mempertahankan posisi pasien Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi suara napas
pasien(dengan posisi semifowler) Monitor aliran oksigen
Pukul 23.00 Pertahankan posisi pasien
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
suara napas Monitor sianosis perifer
Hasil: RR: 26x/menit, irreguler
Memonitor aliran oksigen
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul
6lpm
Mempertahankan posisi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Pukul 24.00
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
suara napas
Hasil: RR: 26x/menit, irreguler
Mempertahankan posisi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Memonitor aliran oksigen
43
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul
6lpm
Pukul 01.00
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
suara napas
Hasil: RR: 26x/menit, irreguler
Mempertahankan posisi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Pukul 02.00
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
suara napas
Hasil: RR: 26x/menit, irreguler
Memonitor aliran oksigen
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul
6lpm
Mempertahankan posisi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Pukul 04.00
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
suara napas
Hasil: RR: 24x/menit, irreguler
Memonitor aliran oksigen
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul
6lpm
Mempertahankan posisi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Pukul 05.00
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
suara napas
Hasil: RR: 24x/menit, irreguler
Memonitor aliran oksigen
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul
6lpm
44
Mempertahankan posisi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Pukul 06.00
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
suara napas
Hasil: RR: 24x/menit, irreguler
Memonitor aliran oksigen
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul
6lpm
Mempertahankan posisi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Kamis 20 Pukul 09.00 Pukul 14.00
September 2019 S : Pasien mengatakan sesak napas ketika beristirahat,
Dinas Pagi Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman beraktivitas, sesak sudah berkurang
(07.00-14.00) suara napas O:
Hari Kedua Hasil: RR: 22x/menit, irreguler Klien tampak sesak
Memonitor aliran oksigen Terpasang nasal kanul 6 liter
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul 3 Kulit teraba lembab
lpm RR:26/menit, irreguler.
Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan Penggunaan otot bantu tidak ada
Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu Pengembangan dada simetris
pernapasan dada. A : Ketidakefektifan pola napas belum teratasi
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien P : Lanjutkan intervensi
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
pasien(dengan posisi semifowler) suara napas
Pukul 12.00 Monitor aliran oksigen
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman Pertahankan posisi pasien
suara napas Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
Hasil: RR: 22x/menit, irreguler Monitor sianosis perifer
Memonitor aliran oksigen
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul 3
lpm
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien
45
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
46
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien P : Lanjutkan intervensi
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
pasien(dengan posisi semifowler) suara napas
Pukul 06.00 Monitor aliran oksigen
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman Pertahankan posisi pasien
suara napas Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
Hasil: RR: 24x/menit, irreguler Monitor sianosis perifer
Memonitor aliran oksigen
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul 3
lpm
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Jumat, 21 Pukul 09.00 Pukul 14.00
September 2019 S : Pasien mengatakan sudah tidak merasakan sesak
Dinas PAgi Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman O:
(07.00-14.00) suara napas Klien tampak tidak terpasang nasal kanul
Hari ketiga Hasil: RR: 22x/menit, irreguler Kulit teraba lembab
Memonitor aliran oksigen RR:22/menit, irreguler.
Hasil: klien sudah tidak terpasang oksigen Penggunaan otot bantu tidak ada
Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan Pengembangan dada simetris
Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu A : Ketidakefektifan pola napas teratasi
pernapasan dada. P : Lanjutkan intervensi
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi suara napas
pasien(dengan posisi semifowler) Monitor aliran oksigen
Pukul 12.00 Pertahankan posisi pasien
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
suara napas Monitor sianosis perifer
Hasil: RR: 22x/menit, irreguler
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi
pasien(dengan posisi semifowler)
Jumat, 21 Pukul 15.00 Pkul 21.00
September 2019 Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman S : Pasien mengatakan sudah tidak merasakan sesak
Dinas Sore suara napas O:
47
(14.00-21.00) Hasil: RR: 22x/menit, irreguler Klien tampak tidak terpasang nasal kanul
Hari ketiga Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan Kulit teraba lembab
Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu RR:22/menit, irreguler.
pernapasan dada. Penggunaan otot bantu tidak ada
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien Pengembangan dada simetris
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi A : Ketidakefektifan pola napas teratasi
pasien(dengan posisi semifowler) P : Lanjutkan intervensi
Pukul 18.00 Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman suara napas
suara napas Monitor aliran oksigen
Hasil: RR: 20x/menit, irreguler Pertahankan posisi pasien
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi Monitor sianosis perifer
pasien(dengan posisi semifowler)
Jumat, 21 Pukul 06.00 Pukul 07.30
September 2019 Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman S : Pasien mengatakan sudah tidak sesak
Dinas Malam suara napas O:
(21.00-07.00) Hasil: RR: 20x/menit, irreguler Terpasang nasal kanul 3 liter
Hari ketiga Memonitor aliran oksigen Kulit teraba lembab
Hasil: masih terpasang terapi oksigen nasal kanul 3 RR:22/menit, irreguler.
lpm Penggunaan otot bantu tidak ada
Mengobservasi penggunaan otot bantu pernapasan Pengembangan dada simetris
Hasil: klien tidak menggunkakan otot bantu A : Ketidakefektifan pola napas teratasi
pernapasan dada. P : Lanjutkan intervensi
Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien Mengobservasi frekuensi, irama, dan kedalaman
Hasil: telah dilakukan pengaturan posisi suara napas
pasien(dengan posisi semifowler) Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
Monitor sianosis perifer
48
Diagnosa Keperawatan : Penurunan Curah Jantung
Tanggal/waktu Implementasi Evaluasi
Rabu, 18 Pukul 19.00 Pukul 21.00 wita
September 2019 Mengidentifikasi tanda/gejala penurunan curah S:
jantung Klien mengatakan sesak jika berbaring telentang
(19. 00-21.00) Hasil: klien mengatakan sesak ketika berbaring Klien terkadang merasa jantungnya berdebar lebih
Hari pertama telentang kuat sehingga dadanya sakit
(Dinas Sore) Pukul 19.15 O:
Melakukan pemeriksaan EKG Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
Hasil: Sinus rhytm, HR 80 x/menit, normoaxis, ST x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis
Elevasi V1-V4,Q patologis II, III, aVF II, III, aVF
Tekanan darah 132/820 mmHg (hipotensi)
Mengukur TTV Orthopnue
Hasil: TD: 132/82 mmHg, S : 36,2oC, N : 79 Nadi teraba lemah
x/menit, P: 22 x/menit Pemeriksaan echocardiogram : fungsi sistolik RV
Pukul 20.00 dan LV menurun EF:33 (TEICH) EF:33,3%
Mengukur TTV (BIPLANE)
Hasil: TD: 122/76 mmHg, S : 36,4oC, N : A:
81x/menit, P: 26 x/menit Penurunan curah jantung belum teratasi
49
Rabu, 18 Pukul 22.00 Pukul 07.30 wita
September 2019 Melakukan pemeriksaan TTV S:
Hasil: tekanan darah: 199/77 mmHg , nadi: 80 Klien mengatakan sesak jika berbaring telentang
(21.00-07.00) kali/menit, pernafasan 26 kali/menit dan suhu Klien terkadang merasa jantungnya berdebar lebih
Hari pertama 36,9oC. kuat sehingga dadanya sakit
(Dinas Malam) Pukul 23.00 O:
Melakukan pemeriksaan TTV Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
Hasil: tekanan darah: 117/67 mmHg , nadi: 74 x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis
kali/menit, pernafasan 26 kali/menit dan suhu II, III, aVF
36,6oC. Tekanan darah 132/820 mmHg (hipotensi)
Pukul 23.30 wita Orthopnue
Memposisikan pasien semi fowler Nadi teraba lemah
Hasil: klien dapat beristirahat dengan posisi Pemeriksaan echocardiogram : fungsi sistolik RV
semifowler HU 45 ͦ dan LV menurun EF:33 (TEICH) EF:33,3%
Memonitor saturasi oksigen (BIPLANE)
Hasil: SaO2: 99% A:
Pukul 24.00 Penurunan curah jantung belum teratasi
Melakukan pemeriksaan TTV
Hasil: tekanan darah: 109/63 mmHg , nadi: 75 P : Lanjutkan intervensi
kali/menit, pernafasan 26 kali/menit dan suhu monitor adanya keluhan nyeri dada
36,5oC. monitor intake dan output cairan
Pukul 01.00 monitor saturasi oksigen
Melakukan pemeriksaan TTV beri posisi nyaman
Hasil: tekanan darah: 115/72 mmHg , nadi: 75 monitor vital sign
kali/menit, pernafasan 24 kali/menit dan suhu
36,3oC.
Pukul 02.00
Melakukan pemeriksaan TTV
Hasil: tekanan darah: 115/71 mmHg , nadi: 75
kali/menit, pernafasan 20 kali/menit dan suhu
36,1oC.
Pukul 03.00
Melakukan pemeriksaan TTV
Hasil: tekanan darah: 110/80 mmHg , nadi: 80
kali/menit, pernafasan 24 kali/menit dan suhu
36,9oC.
50
Pukul 05.00
Melakukan pemeriksaan TTV
Hasil: tekanan darah: 116/72 mmHg , nadi: 82
kali/menit, pernafasan 24 kali/menit dan suhu 36oC.
Pukul 06.00
Monitor intake dan output cairan
Hasil : intake cairan 810 cc. Output cairan+IWL:900
cc. Ballance cairan -90 cc
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Hasil : TD : 120/71 mmHg, Nadi : 84 kali/menit,
Pernapasan : 24 kali/menit, suhu : 36,5oC
Pukul 06.30
Pemeriksaan EKG
Hasil pemeriksaan : Sinus rhytm, HR 80 x/menit,
normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis II, III,
aVF
Kamis 20 Pukul 07.30 Pukul 14.00
September 2019 Memonitor adanya keluhan nyeri dada S:
Dinas Pagi Hasil: klien mengatakan masih merasakan nyeri dada Klien mengatakan sesak jika berbaring telentang
(07.00-14.00) Pemberian Nacl 0,9% 300 cc/jam/intravena Klien terkadang merasa jantungnya berdebar lebih
Hari Kedua Pukul 09.00 kuat sehingga dadanya sakit
Melakukan pemeriksaan TTV O:
Hasil: tekanan darah: 115/75 mmHg , nadi: 80 Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
kali/menit, pernafasan 21 kali/menit dan suhu x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis
37.1oC. II, III, aVF
Pukul 09.15 Tekanan darah 132/820 mmHg (hipotensi)
Memposisikan pasien semi fowler Orthopnue
Hasil: klien dapat beristirahat dengan posisi Nadi teraba lemah
semifowler HU 45 ͦ Pemeriksaan echocardiogram : fungsi sistolik RV
Pukul 12.00 dan LV menurun EF:33 (TEICH) EF:33,3%
Melakukan pemeriksaan TTV (BIPLANE)
Hasil: tekanan darah: 133/77 mmHg , nadi: 89 A:
kali/menit, pernafasan 22 kali/menit dan suhu 37oC. Penurunan curah jantung belum teratasi
Pukul 12.30
P : Lanjutkan intervensi
51
Kolaborasi pemberian Antitrombolitik Aspilet 80 monitor adanya keluhan nyeri dada
mg/24 jam monitor intake dan output cairan
Hasil: tidak ada tanda-tanda efek samping obat monitor saturasi oksigen
Kolaborasi pemberian Antiplatelet Clopidogrel beri posisi nyaman
75mg/24jam monitor vital sign
Hasil: tidak ada tanda-tanda efek samping obat
52
(21.00-07.00) Hasil: tidak ada tanda-tanda efek samping obat Klien mengatakan sesak jika berbaring telentang
Hari Malam Kolaborasi pemberian Antihipertensi Ramipiril 2.5 Klien terkadang merasa jantungnya berdebar lebih
mg kuat sehingga dadanya sakit
Hasil: tidak ada tanda-tanda efek samping obat O:
Pukul 22.10 Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
Melakukan pemeriksaan TTV x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis
Hasil: tekanan darah: 134/78 mmHg , nadi: 82 II, III, aVF
kali/menit, pernafasan 20 kali/menit dan suhu Tekanan darah 132/820 mmHg (hipotensi)
36,4oC. Orthopnue
Pukul 23.00 wita Nadi teraba lemah
Memposisikan pasien semi fowler Pemeriksaan echocardiogram : fungsi sistolik RV
Hasil: klien dapat beristirahat dengan posisi dan LV menurun EF:33 (TEICH) EF:33,3%
semifowler HU 45 ͦ (BIPLANE)
Pukul 06.00 A:
Monitor intake dan output cairan Penurunan curah jantung belum teratasi
Hasil : intake cairan 1850 cc. Output cairan+IWL:
1500 cc. Ballance cairan +350 cc P : Lanjutkan intervensi
Pemeriksaan tanda-tanda vital monitor adanya keluhan nyeri dada
Hasil : TD : 113/69 mmHg, Nadi : 83 kali/menit, monitor intake dan output cairan
Pernapasan : 24 kali/menit, suhu : 36.8oC monitor saturasi oksigen
Pukul 06.30 beri posisi nyaman
Pemeriksaan EKG monitor vital sign
Hasil pemeriksaan : Sinus rhytm, HR 80 x/menit,
normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis II, III,
aVF
Jumat, 21 Pukul 08.00 Pukul 14.00
September 2019
Dinas PAgi Memonitor adanya keluhan nyeri dada S:
(07.00-14.00) Hasil: klien mengatakan masih merasakan nyeri dada Klien mengatakan sesak jika berbaring telentang
Hari ketiga Pemberian Nacl 0,9% 300 cc/jam/intravena Klien terkadang merasa jantungnya berdebar lebih
kuat sehingga dadanya sakit
Pukul 09.00 O:
Kolaborasi pemberian Antitrombolitik Aspilet 80 Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
mg/24 jam x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis
Hasil: tidak ada tanda-tanda efek samping obat II, III, aVF
Tekanan darah 132/820 mmHg (hipotensi)
53
Kolaborasi pemberian Antiplatelet Clopidogrel Orthopnue
75mg/24jam Nadi teraba lemah
Hasil: tidak ada tanda-tanda efek samping obat Pemeriksaan echocardiogram : fungsi sistolik RV
Pukul 09.00-12.00 dan LV menurun (EF:33,9%)
Kolaborasi tindakan kateterisasi di cathlab A:
Penurunan curah jantung belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
monitor adanya keluhan nyeri dada
monitor intake dan output cairan
monitor saturasi oksigen
beri posisi nyaman
monitor vital sign
P : Lanjutkan intervensi
monitor adanya keluhan nyeri dada
54
monitor intake dan output cairan
monitor saturasi oksigen
beri posisi nyaman
monitor vital sign
55
Masalah Keperawatan : Intoleransi aktivitas
Hari/
Implementasi Evaluasi
Tanggal
Rabu, 18 Pukul 20.00 Pukul 21.00
September 2019 S:
Memonitoring intake dan output nutrisi untuk Klien mengeluh lemas
(19. 00-21.00) mengetahui sumber energi yang adekuat. Klien merasa tidak nyaman setelah jika banyak bergerak
Hari pertama Hasil: klien memilki nafsu makan yang baik dan selalu O:
(Dinas Sore) menghabiskan makanan yang diberikan dari gizi Hasil EKG Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
Pukul 18.00 x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis II,
III, aVF Tekanan darah 132/82 mmHg
Pemeriksaan TTV
Hasil: TD: 132/82 mmHg, S : 36,2oC, N : 79 x/menit, P: A : Intoleransi aktivitas belum teratasi
22 x/menit
P : Melanjutkan intervensi:
Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga ketahanan.
Monitor sistem kardiorespirasi pasien selama kegiatan
(misalnya takikardia, disritmia, dyspnea, diaphoresis,
dll).
Lakukan ROM aktif/pasif untuk menghilangkan
ketegangan otot.
56
Monitor sistem kardiorespirasi pasien selama kegiatan Buat batasan untuk aktivitas yang hiperaktif pasien
(misalnya takikardia, disritmia, dyspnea, diaphoresis, saat menggangu yang lain atau dirinya sendiri.
dll). Instruksikan keluarga untuk membantu dalam
Hasil: klien merasa lelah dan tidak nyaman (dypsnue) memenuhi tujuan aktivitas yang akan dicapai secara
setelah beraktivitas berjalan. realistis
Pukul 06.00
57
Kamis 20 Pukul 14.30 Pukul 21.00
September 2019 1. Menyediakan lingkungan yang terapeutik kepada pasien S:
Hasil: klien istirahat dengan memakai selimut dan Klien mengeluh lemas
(14.00-21.00) diberikan privasi dengan membiarkan tirai tertutup Klien merasa tidak nyaman setelah jika banyak bergerak
Hari Kedua Pukul 16.00 O:
(Dinas Sore) 1. Memonitoring tingkat kemandirian pasien Hasil EKG Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
Hasil: klien mampu melakukan aktivitas makan/minum x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis II,
secara mandiri. Perawatan dari personal hygine mandi III, aVF
masih dibantu Tekanan darah 132/82 mmHg
58
Jumat, 21 Pukul 08.00 Pukul 14.00
September 2019 1. Menyediakan lingkungan yang terapeutik kepada pasien S:
Dinas PAgi Hasil: klien istirahat dengan memakai selimut dan Klien mengeluh lemas
(07.00-14.00) diberikan privasi dengan membiarkan tirai tertutup Klien merasa tidak nyaman setelah jika banyak bergerak
Hari ketiga O:
Pukul 09.00 Hasil EKG Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
2. Memonitoring tingkat kemandirian pasien x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis II,
Hasil: klien mampu melakukan aktivitas makan/minum III, aVF
secara mandiri. Perawatan dari personal hygine mandi Tekanan darah 132/82 mmHg
masih dibantu
A : Intoleransi aktivitas belum teratasi
59
Jumat, 21 Pukul 23.00 Pukul 07.00
September 2019 1. Menyediakan lingkungan yang terapeutik kepada pasien S:
Dinas Malam Hasil: klien istirahat dengan memakai selimut dan Klien mengeluh lemas
(21.00-07.00) diberikan privasi dengan membiarkan tirai tertutup Klien merasa tidak nyaman setelah jika banyak bergerak
Hari ketiga O:
Hasil EKG Hasil pemeriksaan EKG Sinus rhytm, HR 80
x/menit, normoaxis, ST Elevasi V1-V4,Q patologis II,
III, aVF
Tekanan darah 132/82 mmHg
60
BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut (AHA, 2017) terdapat tiga cara yang dapat dilakukan pada pasien
dengan STEMI yaitu melalui terapi fibrinolitik, PCI, atau Coronary Artery Bypass
Graft (CABG).Ketika seorang pasien di-triase di lapangan atau di departemen gawat
darurat dengan gejala-gejala nyeri dada, EKG 12 lead dilakukan segera. Jika ada
indikator STEMI (peningkatan troponin-I & ST-segmen positif), mereka dianggap
sebagai pasien ACS berisiko tinggi dan harus segera dibawa ke lab untuk dilakukan
kateterisasi jantung (PCI).Jika pasien tidak dilakukan PCI pada 90 menit pertama,
maka dilakukan pemberian terrapin fibrinolisis(ACCF / AHA, 2017).
Sedangkan menurut (PERKI, 2016), terapi yang dapat dilakukan pada fase akut
di IGD yaitu bed rest total, oksigen 2-4 liter/menit, pemasangan IVFD, pemberian obat-
obatan seperti aspilet, clopidogrel, atorvastatin, nitrat sublingual yang dapat diulang
sampai 3 kali jika masih ada keluhan, dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan
persisten, pemberian morfin iv jika masih nyeri dada, monitoring jantung, jika onset <
12 jam dapat diberikan fibrinolitik, dan primary PCI dalam 2 jam.
Terapi yang dapat diberikan pada fase perawatan intensif (2 x 24 jam), yaitu
pemberian obat-obatan seperti simvastatin atau atorvastatin jika kadar LDL di atas
batas normal, aspilet, clopidogrel atau ticagrelor, isoprolol jika fungsi ginjal baik,
61
carvedilol jika fungsi ginjal menurun, ramipril jika terdapat infark anterior atau LV
fungsi menurun EF 50%, diazepam, jika tidak dilakukan primary PCI diberikan
heparinisasi, dilakukan monitoring kardiak, puasa 6 jam, diet jantung, total cairan,
laboratorium; profil lipd dan asam urat
Pada tanggal 18 September 2019 pukul 19.00 Tn. B masuk dari IGD dengan
keluhan nyeri dada sejak 15 jam sebelum masuk RS dan memberat 10 jam yang lalu.
Nyeri dada disertai dengan sesak nafas dengan frekuensi nafas 30 kali per menit. Hal
yang pertama dilakukan adalah memberikan terapi oksigen menggunakan binasal kanul
3 liter per menit dengan memberikan posisi semifowler. Oksigen harus diberikan pada
pasien dengan sesak napas, tanda-tanda gagal jantung, atau syok kardiogenik. Posisi
semifowler merupakan pemberian posisi semi fowler pada klien dilakukan sebagai cara
untuk membantu mengurangi sesak nafas. Posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 45, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diagfragma.
Kemudian diberikan isosorbid sublingual, lalu pemberian nitroglycerin 9ml/jam
dengan melakukan evaluasi setiap 15 menit. Setelah itu, laju pemberian dinaikkan
menjadi 12 ml/jam dan 15ml/jam, lalu laju pemberian diturunkan kembali menjadi 9
ml/jam. Kemudian dilakukan monitoring tekanan darah dan skala nyeri, serta frekuensi
dan irama pernapasan klien. Satu jam setelah dilakukan evaluasi, pasien masih
mengeluh nyeri sehingga diberikan morfin 1 mg. Satu jam berikutnya, dosis morfin
ditambah menjadi 2 mg. Setelah dilakukan intervensi, hasil evaluasi diperoleh nyeri
berkurang, tekanan darah dalam batas normal (TD: 115/72 mmHg), nadi 80x/menit dan
frekuensi nafas dalam batas normal (RR: 24x/menit) Pasien Nampak tenang dan
mampu beristirahat.
Adapun diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini adalah nyeri akut,
ketidakefektifan pola nafas, penurunan curah jantung, dan intoleransi aktivitas.
Rencana intervensi keperawatan dan implementasi yang dilakukan adalah mengkaji
nyeri secara komprehensif, memberikan posisi nyaman, kolaborasi pemberian
62
analgesic, menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi semi fowler,
melakukan pemasangan oksigen 3 lpm via binasal kanul, melakukan pengkajian
frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, dan retraksi dada, memonitor
tanda-tanda vital, melakukan pemeriksaan ekg 12 lead, kolaborasi pemberian terapi,
dan membantu melakukan activity daily living (ADL).
Menurut (AHA, 2017) pengobatan primer yang dilakukan pada pasien ACS
adalah pemberian oksigen, aspirin, nitrat, analgesik, beta bloker, ACE inhibitor,
antiplatelet, dan anti fibrinolitik. Terapi oksigen rutin belum terbukti bermanfaat pada
pasien yang dirawat dengan ACS tanpa komplikasi dan yang TANPA tanda dan gejala
hipoksemia dan gagal jantung. Aspirin menghambat agregasi trombosit, yaitu proses
trombosit saling menempel atau menggumpal. Pada ACS, agregasi trombosit
berbahaya karena dapat membuat plak atau trombosis menjadi lebih besar, sehingga
menghambat aliran darah ke jantung. Nitrogliserin (NTG) adalah vasodilator yang
memiliki afinitas yang lebih besar untuk vena daripada arteri. Ini membantu
mengurangi preload dan afterload dalam sistem pembuluh darah, yang akan
mengurangi keseluruhan beban kerja jantung. Persiapan nitrogliserin bervariasi dan
dapat diberikan secara sublingual, aerosol, topikal, melalui mulut dan intravena.Obat
selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dalam ACS adalah morfin sulfat intravena.
Morphine sulfate adalah narkotika pilihan untuk ketidaknyamanan dada terutama pada
pasien STEMI yang tidak berespon terhadap nitrogliserin.
BAB V
63
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Acute Coronary Syndrome (ACS) terbagi menjadi 3, yaitu Unstable
Angina Pektoris (UAP), Non ST Elevation Myocard Infark (NSTEMI), dan ST
Elevation Myocard Infark (STEMI). STEMI merupakan kejadian oklusi
mendadak di arteri coroner epikardial dengan gambaran EKG elevasi segmen
ST. STEMI merupakan menifestasi khas angina dengan durasi > 20 menit,
disertai keringat dingin, dapat menjala ke lengan kiri, punggung, rahang, dan
ulu hati, disertai peningkatan enzim penanda jantung
Pada kasus ini, klien terdiagnosa STEMI Anteroseptal Killip 1 Onset
+/- 15 jam + AKI. Adapun diagnosis yang ditegakkan adalah nyeri akut,
ketidakefektifan pola nafas, penurunan curah jantung, dan intoleransi aktivitas.
Rencana intervensi keperawatan dan implementasi yang dilakukan adalah
mengkaji nyeri secara komprehensif, memberikan posisi nyaman, kolaborasi
pemberian analgesic, menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan
posisi semi fowler, melakukan pemasangan oksigen 3 lpm menggunakan
binasal kanul, melakukan pengkajian frekuensi pernafasan, penggunaan otot
bantu pernafasan, dan retraksi dada, memonitor tanda-tanda vital, melakukan
pemeriksaan ekg 12 lead, kolaborasi pemberian terapi, dan membantu
melakukan activity daily living (ADL).
B. Saran
Seharusnya kita sebagai petugas kesehatan melakukan pemeriksaan
echocardiogram terhadap pasien sesegera mungkin karena tindakan ini
merupakan penunjang untuk melakukan intervensi/ tindakan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
64
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrison’s
Principlesof Internal Medicine. 17thedition. The McGraw-HillCompanies, Inc.
GuytonA.C. and J.E. Hall.2007.Buku Ajar FisiologiKedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Kumar,Abbas,Fausto,Mitchel.2007.
Robbin’sBasicPathology,TheKidneyAndIsCollecting System. Elsevier Inc.
Mansjoer,Adkk.2007.KapitaSelektaKedokteran. Jilid1edisi3.Jakarta:Media
Aesculapius.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC). Singapore: ELSEVIER.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner
& Suddarth (8 ed., Vol. II). Jakarta: EGC
Badriyah, F. L., Kadarsih, S., & Yogyakarta, U. M. (2018). Latihan Fisik Terarah
Penderita Post Sindrom Koroner Akut dalam Memperbaiki Otot Jantung.
Muhammadiyah Journal of Nursing, 28–41.
PERKI. (2016). Panduan praktik klinis (ppk) dan clinical pathway (cp) penyakit
jantung dan pembuluh darah (1st ed.). Jakarta: Perhimpunan Dokter
Kardiovaskular Indonesia.
Badriyah, F. L., Kadarsih, S., & Yogyakarta, U. M. (2018). Latihan Fisik Terarah
Penderita Post Sindrom Koroner Akut dalam Memperbaiki Otot Jantung.
Muhammadiyah Journal of Nursing, 28–41.
65