DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan
penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Infeksi sifilis dibagi
menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis
primer, sekunder, dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier
(gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis laten lanjut.
Meskipun insidensi sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan,
karena merupakan penyakit berat. Hampir semua alat tubuh dapat diserang,
termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita
sifilis dapat meularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian.
4
2.1 Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir
seluruh alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan
dapat ditularkan dari ibu ke janin.
2.2 Epidemiologi
Insidensi sifilis di Amerika mulai meningkat pada akhir tahun 2000, dan
semakin meningkat secara nasional sampai 2009. Epidemi sifilis semakin
berkembang terutama pada laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki
(LSL). Insidensi dari sifilis dan penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya
pada LSL telah menurun selama epidemi AIDS dan meningkatnya kejadian
berikutnya antara LSL telah dikaitkan oleh sejumlah faktor, termasuk penurunan
praktik seks aman akibat penanganan HIV yang sukses, penggunaan Internet untuk
bertemu dengan mitra seks, dan peningkatan penggunaan narkoba, termasuk
methamphetamine dan obat-obatan disfungsi ereksi. Tingkat rasio penderita sifilis
laki-laki dan perempuan sangat bervariasi, namun, umumnya lebih tinggi pada
kota-kota besar di seluruh dunia. Wabah antara pria dan wanita heteroseksual terus
terjadi secara sporadis, dan sifilis pada kalangan heteroseksual telah muncul
kembali sebagai masalah kesehatan masyarakat. Dibandingkan dengan orang yang
memiliki tidak pernah menderita sifilis, orang dengan riwayat sifilis berada pada
risiko tinggi untuk terinfeksi sifilis berulang.
2.3 Etiologi
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada tahun
1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema
pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-
0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteri
terdiri dari 8-14 gelombang dan bergerak secara aktif. karena spiralnya sangat halus
5
maka hanya dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan
teknik immunofluoresensi. Terdapat dua lapisan, sitoplasma merupakan lapisan
dalam mengandung mesosom, vakuol ribosom dan bahan nukleoid, lapisan luar
yaitu bahan mukoid. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat pathogen
pada manusia. Potongan melintang Treponema pallidum dapat dilihat pada Gambar
1.
Taksonomi dari Treponema palidum
Kingdom : Bacteria
Phylum : Spirochaetes
Ordo : Spirochaetales
Family : Spirochaetaceae
Genus : Treponema
Species : T. pallidum
Subspecies : pallidum
Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak tahan
panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob pada suhu 25°C,
Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup selama 4-7 hari
dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat, piruvat,
sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnai dengan zat warna lilin
tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada
permukaan sel kuman. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan
melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam.
6
2.4 Patogenesis
Patogenesis dari penyakit sifilis ini dibagi menjadi 2 stadium yakni:
1. Stadium Dini
Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa
vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu
yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan.
Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan
kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran darah,
kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk keruang intersisial
jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka tutup botol). Beberapa
jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala klinis dan serologi
belum kelihatan pada saat itu. Darah dari pasien yang baru terkena sifilis ataupun
yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembang biak
Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi
primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasa-nya bertahan selama 4-
6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman
mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang
terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat
sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya
kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara
endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang
dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans). Kerusakan
vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut berkurang
sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut chancre. Pada pemeriksaan
klinis disebut sebagai S I.
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional
secara limfogen dan berkembang biak. Pada saat itu, terjadi pula penjalaran
7
2. Stadium Lanjut
Stadium laten dapat berlang bertahun-tahun karena Treponema pallidum dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian, antibodi untuk kuman tersebut masih ada
dalam tubuh penderita. Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum
dipahami selengkapnya, tidak ada tanda-tanda bahwa kuman ini bersifat toksigenik
karena didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun endotoksin.
Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun tidak ditemukan
kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan kuman yang berada diluar
sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema yang dapat tetap
dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainnya yang bukan fagosit
misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat menjadi petunjuk
mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka
waktu yang lama, yaitu selama masa asimtomatik yang merupakan ciri khas dari
penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema sangat membantu memperpanjang daya
tahan kuman di dalam tubuh manusia. Keseimbangan antara jumlah Treponema
pallidum dan reaksi jaringan terhadap kuman dapat berubah dengan seketika karena
8
berbagai macam factor, salah satunya yaitu trauma. Pada saat itu muncullah S III
berbentuk guma (Djuanda, 2015).
Guma merupakan lesi yang granulomatous, nodular dengan nekrosis
sentral, muncul paling cepat setelah dua tahun infeksi awal, meskipun guma bisa
juga muncul lebih lambat. Lesi ini bersifat merusak biasanya mengenai kulit dan
tulang, meskipun bisa juga muncul di hati, jantung, otak, lambung dan traktus
respiratorius atas. Lesi jarang yang sembuh spontan tetapi dapat sembuh secara
cepat dengan terapi antibiotik yang tepat. Guma biasanya tidak menyebabkan
komplikasi yang serius, disebut dengan sifilis benigna lanjut (late benign syphilis).
Skema patogenesis pada sifilis dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
lebih sedikit akan tetapi lebih bertahan lama, dapat anular, dan
bergerombol. Jika menghilang kadang-kadang meninggalkan bercak
hipopigmentasi (leukoderma sifilitikum), namun pada umumnya
roseola tidak menginggalkan bekas.
Papul
Papul merupakan bentuk yang paling sering ditemui pada S II.
Bentuknya bulat, terkadang terlihat bersama-sama dengan roseola.
Papul tersebut dapat berskuama. Pada S II dini, papul generalisata
dan simetrik, sedangkan pada S II lanjut bersifat setempat dan
tersusun secara khusus (arsinar, sirsinar, polisiklik, dan
korimbiformis).
Papuloskuamosa
12
Pustul
Bentuk ini jarang didapat. Mulanya berbentuk banyak papul
kemudian berubah jadi vesikel dan akhirnya terbentuk pustul.
Timbulnya pustul ini lebih sering disertai demam intermiten dan
penderita tampak sakit hingga berminggu-minggu.
Bentuk lain
Kelainan lain yang dapat dilihat pada S II adalah banyak papul,
pustul, dan krusta yang berkonfluensi sehingga mirip impetigo
sehingga disebut sifilis impetiginosa. Dapat pula timbul berbagai
ulkus yang ditutupi oleh krusta sehingga disebut ektima sifilitikum,
bila krustanya tebal maka disebut rupia sifilitika, sedangkan bila
ulkus meluas ke perifer hingga berbentuk kulit kerang maka disebut
sifilis ostrasea.
S II pada mukosa
S II pada mukosa biasanya timbul bersama dengan eksantema pada
kulit, kelainan pada mukosa ini disebut enantem, terutama pada mulut
dan tenggorokan. Umumnya berupa makula eritematosa, yang cepat
berkonfluensi membentuk eritema yang difus, berbatas tegas. Umumnya
disertai keluhan nyeri tenggorok, terutama waktu menelan, suara parau,
eritema berbentuk bercak putih keabu-abuan dapat erosif dan nyeri.
Kelainan lain adalah mucous patch, berupa papul eritematosa,
permukaannya datar, biasanya miliar atau lentikular, timbul bersama
dengan S II bentuk papul pada kulit.
S II pada rambut
Pada S II yang masih dini, sering terjadi kerontokan rambut,
umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopesia difusa. Pada S
II lanjut dapat terjadi kerontokan setempat-setempat, tampak bercak yang
ditumbuhi oleh rambut yang tipis, tidak botak seluruhnya, tampak seperti
digigit ngengat dan disebut alopesia areolaris (mouth eaten hairloss).
13
Gumma
15
Saddle nose
- Nodul granulomatous
Lesi berupa nodul yang central healing yang berubah menjadi
plak berbentuk anular dan bersifat serpiginosa. Lesi paling sering
terdapat pada daerah lengan, punggung, dan muka.
- Plak granulomatous psoriasiformis
Lesi berupa plak psoriasiformis (plak dengan skuama berlapis-lapis).
S III pada mukosa
Guma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat (pada mulut,
tenggorok atau septum nasi) atau menyebar. Guma akan melunak,
membentuk ulkus, bersifat destruktif sehingga dapat merusak tulang
rawan septum nasi atau pallatum mole.
S III pada tulang
Sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula dan
humerus. Terdapat dua bentuk yaitu periostitis gumatosa dan osteitis
gumatosa.
S III pada alat dalam
Hepar merupakan organ intraabdominal yang paling diserang. Guma
bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami
16
Mukosa
Dapat terlihat plaque muqueuses seperti pada S II. Kelainan ini sering
terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam kavum nasi yang menyebabkan
timbulnya rinitis dan disebut syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai
sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat menular dan
menyebabkan sumbatan sehingga pasien sulit bernapas dengan hidung.
Keratitis interstisial
- Clutton’s joints: pembengkakan kedua sendi lutut disertai efusi
- Neurosifilis berbentuk paralisis generalisata
c. Stigmata
Stigmata pada lesi dini
- Wajah
Rinitis parah dan terus menerus pada bayi menyebabkan gangguan
pertumbuhan septum nasi dan tulang lain pada kavum nasi. Terjadi
depresi pada jembatan hidung (saddle nose). Maksila tumbuh lebih
kecil daripada mandibula (bulldog jaw).
- Gigi
o Gigi Hutchinson yaitu hanya terdapat pada gigi seri
permanen. Gigi tampak lebih kecil dari normal, sisi gigi
konveks, sedangkan daerah untuk menggigit konkaf.
20
Gigi Hutchinson
- Sikatriks gumatosa
Guma pada kulit meninggalkan sikatriks. Pada palatum dan septum
nasi meninggalkan perforasi.
- Atrofi optikus
Atrofi optikus primer terjadi jika sifilis menyerang susunan saraf
pusat
- Trias Hutchinson
Adalah sindrom yang terdiri atas keratitis interstitial, gigi
Huctchinson, dan kelumpuhan nervus VIII (tuli).
sifilis. Makin tinggi sensitivitas suatu tes, makin baik tes tersebut digunakan
untuk skrining. Tes dengan spesifitas yang tinggi sangat baik untuk
diagnosis.
T.S.S dibagi menjadi dua pemeriksaan berdasarkan antigen yang
dipakai:
a) Nontreponemal (tes reagin)
Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolipin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini
dapat memberi Reaksi Biologi Semu (RBS).
Antibodinya disebut reagin, yang terbentuk setelah infeksi
dengan T. Pallidum, tetapi zat tersebut terdapat pula pada berbagai
penyakit lain dan selama kehamilan. Reagin ini dapat bersatu
dengan suspensi ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan,
menggumpal membentuk massa yang dapat dilihat pada tes
flokulasi. Massa tersebut dapat bersatu dengan komplemen yang
merupakan dasar bagi tes ikatan komplemen.
Contoh tes nontreponemal:
Tes fiksasi komplemen: Wasserman (WR), Kolmer
Tes flokulasi: VDRL (Venereal Disease Research
Laboratories), Kahn, RPR, ART, dan RST.
Diantara tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR
secara kuantitatif, karena teknis lebih mudah dan lebih cepat
daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif daripada tes
Wasserman, dan baik untuk menilai terapi. Tes RPR dilakukan
dengan antigen VDRL, kelebihan RPR adalah flokulasi dapat dilihat
secara makroskopik, lebih sederhana, serta dapat dibaca setelah
sepuluh menit seningga dapat dipakai untuk skrining.
Pada tes flokulasi dapat terjadi reaksi negatif semu karena
terlalu banyak reagin sehingga flokulasi tidak terjadi. Reaksi
demikian disebut reaksi prozon. Jika serum diencerkan dan dites
lagi, hasilnya menjadi positif.
23
b) Tes Nontreponemal
Tes ini bersifat spesifik karena antigennya adalah treponema dan
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok:
Tes imobilisasi: TPI (Treponemal pallidum imobilization
test)
Merupakan tes yang paling spesifik, tetapi mempunyai
kekurangan: biaya mahal, teknis sulit, membutuhkan waktu
yang banyak. Selain itu reaksinya juga lambat, baru positif
pada stadium primer, tidak dapat digunakan untuk menilai
hasil pengobatan, hasil dapat negatif pada sifilis dini dan
sangat lanjut.
Tes fiksasi komplemen: RPCF (Reiter Protein Complement
Fixation Test)
Sering digunakan untuk tes screening karena biayanya
murah, kadang-kadang dapat didapatkan reaksi positif semu.
Tes imunofluoresen: FTA-Abs (Fluorescent Treponemal
Antibody Absorption Test), ada dua: IgM, IgG; FTA-Abs
DS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption Test
Double Straining).
FTA-Abs paling sensitif (90%), terdapat dua macam yaitu
IgM dan IgG sudah positif pada waktu timbul kelain S I. IgM
sangat reaktif pada sifilis dini, pada terapi yang berhasil titer
IgM cepat turun, sedangkan IgG lambat.
Tes hemoglutinasi: TPHA (Treponemal pallidum
Haemoglutination Assay), SPHA (Solid-phase
Hemabsorption Assay), MHA-TP (Microhemagglutination
Assay for Antibodies to Treponema Pallidum).
TPHA merupakan tes nontreponemal yang dianjurkan
karena teknis dan pembacaan hasilnya mudah, cukup
spesifik dan sensitif, menjadi reaktifnya cukup dini.
Kekurangannya tidak dapat dipakai untuk menilai hasil
24
2.7 Penatalaksanaan
Pada pengobatannya jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selama belum sembuh penderita dilarang untuk bersenggama. Pengobatan dimulai
sedini mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten terapi bermaksud
mencegah proses lebih lanjut. Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik
lain.
1. Penisilin
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus
plasenta sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhkan
janin yang terinfeksi. Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlakukan,
asal jangan kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadarnya harus
bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat belas hari untuk sifilis
dini dan lanjut, dua puluh satu hari untuk neurosifilis dan sifilis
kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari
dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang
biak.
Menurut lama kerjanya, terdapat 3 macam penisilin:
a) Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat
jam, jadi bersifat kerja singkat.
b) Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c) Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam
serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan secara intramuskular. Derivat
penisilin per oral tidak disarankan karena absorpsi oleh saluran cerna kurang
25
BAB 3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
3. Djuanda, A. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Djuanda, Adi dan E.C. Natahusada. 2010. Sifilis. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi keenam: cetakan ketiga. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.