i
HALAMAN PENGESAHAN
i
`
ii
PENILAIAN DAN PERENCANAAN TOTAL PRODUCTIVE
MAINTENANCE (TPM) DAN ROOT CAUSE FAILURE
ANALYSIS (RCFA) PADA COAL CONVEYOR SYSTEM
RINGKASAN
Coal Conveyor merupakan salah satu alat angkat angkut berbentuk sabuk
yang digunakan oleh PLTU untuk pengiriman batubara, batubara sendiri berfungsi
sebagai bahan bakar dalam pemanasan air untuk pembangkitan listrik itu sendiri.
Untuk sistem kerja conveyor ini adalah bermula dari jetty dimana batubara dikirim
melalui jalur perairan dari Kalimantan menggunakan kapal tongkang. Setelah
sampai di wilayah PLTU batubara dari kapal tongkang di ambil menggunakan
mobile crane lau dihaluskan menggunakan crusher dan di alirkan ke coal pile / coal
bunker menggunakan conveyor. Dalam sehari dan pada jadwal tertentu conveyor
mengirimkan batubara ke sylo yang ada di tiap plant lantai 14 sebagai bahan bakar
dari PLTU itu sendiri. Permasalahan yang sering dialami pada conveyor adalah
seringnya terjadi kerusakan serta pada saat penggantian dan perawatan cukup
beresiko sehingga menyebabkan pekerja mengalami injury pada beberapa
komponennya sehingga harus mendapatkan perawatan yang baik. Penelitian ini
menggunakan metode Total Productive Maintenance (TPM) sebagai strategi yang
mampu menjadi alat pemeliharaan sebuah mesin/peralatan yang berkualitas.
Bertujuan memaksimalkan efektivitas peralatan, Membentuk sistem pemeliharaan
produktif secara menyeluruh dan terpadu, perencanaan peralatan, pemakaian
peralatan, pemeliharaan peralatan dan lain-lain, Melibatkan seluruh partisipasi
staff, dari manajemen puncak sampai pekerja lapangan, Mempromosikan
pemeliharaan produktif, melalui manajemen motivasi yaitu melalui kegiatan-
kegiatan oleh kelompok kecil. Serta Root Cause Failure Analysis (RCFA) sebagai
analisa kegagalan untuk menentukan akar dari permasalahan dengan menggunakan
salah satu tools nya yaitu Fault Tree Analysis (FTA).
iii
`
iv
DAFTAR ISI
v
`
vi
2.10.5 Keuntungan Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) . 44
vii
`
4 ............................................................................................................................. 63
viii
*halaman ini sengaja dikosongkan*
ix
`
DAFTAR GAMBAR
x
*halaman ini sengaja dikosongkan*
xi
`
DAFTAR TABEL
xii
*halaman ini sengaja dikosongkan*
xiii
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1
`
Pada tanggal 7 Agustus 2019 seorang pekerja mengalami luka bakar derajat
2A dan 2B pada bagian wajah. Hal tersebut disebabkan karena korban terpecik
aspal panas saat melakukan coating pada support-support dan roof digester.
Coating ini dilakukan untuk membersihkan sisa scaling atau slury yang masih
menempel pada support-support dan roof digester. Selain itu pada tanggal 2
February 2018, pekerja mengalami luka bakar derajat 1 dan 2 karena terkena
luberan slurry dengan temperatur ± 70°C pada saat membersihkan scaling. Pada
tanggal 2 Oktober 2019, terdapat kebocoran/semburan slury dari block valve
drain digester. Hal ini disebabkan pada saat cleaning tidak dilakukan
pengecekan kembali terhadap block valve sehingga didapatkan bahwa bolt and
nut pada block valve tidak kencang. Kejadian ini berdampak pada keluarnya
material slury dan mengakibatkan adanya pekerjaan cleaning slury. Pekerja
terkena dampak dari adanya kegiatan cleaning yaitu tangan pekerja melepuh
karena membersihkan material slury yang ber-pH rendah. Berdasarkan kejadian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan perbaikan dan cleaning pada
tangki (confined space) merupakan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya
tinggi dan sangat memungkinkan untuk terjadi kecelakaan.
2
Belum ada identifikasi bahaya serta penilaian risiko terkait dengan
kegiatan cleaning dan perbaikan di dalam digester ini. Potensi bahaya saat
bekerja disana juga sangat banyak. Pada saat pekerjaan cleaning terdapat
beberapa aktivitas dari pekerja yang dapat mengakibatkan potensi bahaya,
baik itu berdampak langsung ataupun tidak. Ada beberapa contoh bahaya
yang terdapat dari pekerjaan cleaning pada confined space antara lain yaitu
masih terdapat gas berbahaya yang tertinggal di dalam tangki, mengakibatkan
keracunan, kurangnya kadar oksigen (O2), Pencahayaan yang kurang
mengakibatkan mudah tersandung dan terpeleset, bahaya dari alat elektronik
yang digunakan, ruang masuk tangki yang kecil mengakibatkan terbentur,
komunikasi yang kurang antar pekerja dapat mengakibatkan potensi
kecelakaan pada saat memasuki ruang kerja terbatas. (Permana,2018).
Oleh karena itu, perlu adanya identifikasi bahaya serta penilaian risiko
pada kegiatan cleaning dan perbaikan digester mengingat banyaknya kasus
kecelakaan yang terjadi dan banyaknya potensi bahaya yang tinggi. Salah satu
metode identifikasi bahaya yaitu menggunakan metode HIRADC (Hazard
Identification Risk Assesment and Determining Control) diawali dengan
Hazard Identification untuk mengkaji kegiatan dan mengamati hal-hal yang
mungkin berpotensi akan menimbulkan kecelakaan meliputi (unsafe action)
dan (unsafe condition), setelah itu melakukan Risk Assessment yaitu analisis
dan penilaian risiko yang mungkin terjadi. Sedangkan Determining control
merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengendalikann semua
kemungkinan bahaya ditempat kerja serta melakukan peninjauan ulang secara
secara terus menerus untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut aman.
Kelebihan dari metode ini yaitu jauh lebih mudah diterapkan disetiap
perusahaan dan dianggap lebih tepat serta lebih teliti karena bahaya yang
timbul dijelaskan dari setiap aktivitas kerja. Selain itu juga memberikan
pengendalian yang sesuai untuk setiap tahapan pekerjaan dan dapat
merangking dari tahapan tersebut. (OHSAS 18001 : 2008). Penulis
menggunakan metode HIRADC untuk membantu perusahaan dalam
memenuhi standar OHSAS (18001:2007) klausul 4.3.1 karena pada saat audit
3
`
4
1.3 Tujuan
Tujuan diadakannya penelitian ini antara lain :
1. Mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko yang ada pada pekerjaan
cleaning dan perbaikan tangki digester dengan metode HIRADC (Hazard
Identification Risk Assesment and Determining Control)
2. Menentukan penyebab dasar potensi bahaya yang berisiko tinggi pada
pekerjaan cleaning dan perbaikan tangki digester di Industri asam fosfat
menggunakan metode FTA (Fault Tree Analysis)
3. Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) kegiatan cleaning dan
perbaikan tangki digester
2. Bagi Peneliti
Manfaat yang bisa diambil oleh mahasiswa dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Memperdalam wawasan dan pengetahuan tentang identifikasi bahaya dan
penilaian risiko di tiap-tiap tahapan proses cleaning dan perbaikan tangki
5
`
6
2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
`
8
5. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya.
6. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
7. Meningkatkan produktivitas kerja
9
`
Sumber : (Martono,2015)
10
2.3.3 Potensi Bahaya Confined Space
Kecelakaan dan kerusakan dapat dicegah dan diminimalisir
apabila perusahaan mempertimbangkan bahaya yang dihadapi dan
melakukan tindakan pencegahan pada saat pekerjaan cleaning
maupun perbaikan tangki dilakukan. Banyak bahaya yang dapat
terjadi di dalam confined space dan bahaya tersebut juga bervariasi
tergantung jenis ruang dan pekerjaannya. Berikut ini adalah bahaya
yang dapat terjadi di dalam confined space :
1. Oxygen deficiency
Kekurangan oksigen adalah bahaya utama ketika seorang
pekerja memasuki confined space. Kandungan oksigen dalam
udara normal adalah 20,9%. Kandungan oksigen dikatakan
kurang ketika konsentrasi oksigen kurang dari 19,5% volume.
Berikut efek dan gejala kekurangan oksigen pada manusia pada
tingkat yang berbeda yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Efek Kekurangan Oksigen Pada Manusia
Konsentrasi
Efek dan Gejala
(% Volume)
19.5 Kandungan minimum yang diperbolehkan
16-19 Tanda pertama adalah hipoksia. Penuruan
kemampuan untuk bekerja. Dapat menimbulkan
gangguan awal pada sirkulasi paru bagi yang memiliki
masalah pernapasan (sesak napas)
12-16 Proses pernapasan mulai berat, laju napas mulai naik,
dan mulai terjadi gangguan koordinasi otot, persepsi
dan penilaian
10-12 Laju pernapasan makin cepat dan dalam, penilaian
makin buruk dan bibir mulai biru.
8-10 Gagal mental, tidak sadar, pingsan, pucat, bibir biru,
mual, muntah, tidak mampu bergerak.
6-10 6 menit, 50% kemungkinan meninggal8 menit, 100%
kemungkinan meninggal
<6 Koma dalam 40 detik, kejang, pernapasan terhenti,
dan meninggal
Sumber : (WSHCOUNCIL,2010)
11
`
2. Fire/explosion hazards
Risiko kebakaran atau ledakan dalam ruang tertutup sangat tinggi.
Apabila terdapat campuran gas mudah terbakar berada dalam
rentang Lower dan Upper Explotion Limit (LEL dan UEL) di
dalam confined space bertemu dengan sumber penyalaan
(ignition source) dapat menyebabakan risiko kebakaran yang
sangat besar yang dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Nilai LEL dan UEL Bahan Mudah Terbakar
Auto
LEL UEL Ignition Flash
(% (% Point
Bahan Temp PPM
Vol) Vol) (0C)
(0C)
Benzena 1,2 7,1 498 -11,1 5
Karbon 12,5 74 607 NA 25
Monoksida
Hidrogen 4,3 44 260 NA 10
Sulfida
Ethanol 3,5 19 365 13 1000
Styene 1,1 6,1 490 31 50
Isopropil 2 12 399 11,7 400
Alkohol
Butana 1,8 8,4 287 -60 800
Styene 1,1 6,1 490 31 50
Sumber : (WSHCOUNCIL,2010)
12
3. Gas beracun
Keberadaan gas beracun di dalam confined space dapat
mengakibatkan berbagai dampak terhadap kesehatan, tergantung
dari jenis bahan kimianya dan paparannya. Gas beracun yang banyak
dijumpai adalah Hidrogen Sulfida, uap pengelasan, Karbon
Monoksida, Benzena dsb.
4. Bahaya lain
Bahaya lain yang terdapat pada pekerjaan di ruang terbatas
seperti suhu ekstrem, bahaya listrik, kebisingan, bahaya ergonomi,
bahaya ketinggian, bahaya permukaan (terjatuh, terpeleset,
tersandung), potensi-potensi benda jatuh, tertutupnya jalan
masuk/keluar, terperangkap material (contoh: lumpur)
Tank No R2302
Design Pressure 1 ATM
Operating Pressure 1 ATM
Design Temperature 105°C
Operating Temperature 100°C
Service Fluid Hemihydrate slurry
Fluid Density 1760 kg/m3
Corrosion Allowance 1,0 mm
13
`
Volume 704 m3
Pressure of Proof Pressure Full water
Test
Earthquake Factor 0,07
Design Wind Speed 33 m/s
Net Weight 13000 (Note 3) kg
Lining Weight 3400+98000 kg
Sumber : (Data perusahaan,2019)
No Katalog 109074
Nama Produk Sulfuric acid (asam sulfat)
14
Rumus Molekul H2SO4
Sumber : (Peraturan UE,2006)
1. Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan
- Setelah menghirup : hirup udara segar
- Setelah kontak pada kulit : cuci dengan air yang banyak.
Lepaskan pakaian yang terkontaminasi.
- Setelah kontak dengan mata : bilaslah dengan air yang
banyak
- Setelah tertelan : beri air minum kepada korban (paling
banyak dua gelas). Konsultasi kepada dokter jika merasa
tidak sehat.
15
`
16
gabungan untuk gas dan partikel asam, kode warna: Abu-
abu/Putih).
3. Tindakan pengatasan jika terjadi kebocoran
- Tindakan pencegahan pribadi, peralatan protektif dan
prosedur kedaruratan untuk personel non-kedaruratan : Lap
dengan material absorben (misalnya kain, bulu domba).
Gunakan peralatan pelindung personal sesuai yang
dipersyaratkan.
- Untuk penanggap darurat : Kenakan alat pernapasan yang
mengisi-sendiri.
- Tindakan pencegahan lingkungan : Jauhkan dari saluran air,
air permukaan dan air tanah. Produk ini asam. Sebelum
pembongkaran air limbah ke dalam tempat penampungan,
biasanya diperlukan netralisasi.
- Nasihat tentang cara membatasi tumpahan : Penutupan
saluran pembuangan
- Nasihat tentang cara membersihkan tumpahan, Material
yang cocok untuk pembersihan/pengambilan : Pengikat
universal
- Informasi lainnya terkait dengan tumpahan dan pelepasan :
Taruh di wadah yang tepat untuk dibuang.
4. Penanganan dan penyimpanan
- Tindakan pencegahan untuk penanganan yang aman.
Nasihat tentang higiene umum di tempat kerja : Cuci tangan
setelah penggunaan. Jangan makan, minum dan merokok di
tempat kerja. Siapkan air saat proses pengenceran/pelarutan
dan aduk produk pelahan-lahan. Uap jangan dihirup.
- Suasana eksplosif : Jaga wadah tertutup rapat.
- Bahan atau campuran tidak cocok : Mengamati petunjuk
untuk penyimpanan gabungan.
- Pertimbangan untuk nasihat lain : Jaga agar wadah tetap
tertutup rapat.
17
`
Negara ID
Naman Bahan Asam Fosfat
CAS No 7664-38-2
Pengidentifikasi NAB
PSD (ppm)
PSD (mg/m3) 1
STEL (ppm)
STEL (mg/m3) 3
Sumber ID-NAB
Sumber : (Regulasi (EC),2006)
18
produksi. Selain itu jumlah pekerja yang sangat sedikit membuat waktu
bekerja / jam kerja menjadi panjang dan pekerja bekerja pada kondisi lelah.
19
`
20
2.6.8 Inpeski Tangki
Sebelum dilakukan perbaikan tangki, staff inspeksi perlu
memeriksa atau menginspeksi equipment yang berada di dalam
tangki seperti blade agitator, bottom, shaft dan lain lain.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kondisi equipment
equipment tangki dalam kondisi baik atau perlu adanya perbaikan.
Inspeksi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerusakan dan
memberikan rekomendasi mengenai perbaikan equipment.
21
`
2.6.14 Pembongkaran
Setelah perbaikan maupun cleaning selesai dilakukan, maka
mitra kerja wajib membongkar scaffolding, mengeluarkan mesin las
,mesin gerinda ataupun peralatan-peralatan lain yang telah
digunakan untuk perbaikan tangki.
2.6.15 Cleaning
Pada proses repair pasti akan menghasilkan kotoran-kotoran
hasil perbaikan seperti potongan plat sisa pengelasan, serpihan-
serpihan sisa gerinda maupun material material lain sehingga perlu
dilakukan cleaning.
2.7 Hazard
Bahaya/hazard menurut (OHSAS 18001 : 2007) berarti
sumber,situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau
kondisi kelainan fisik atau mental yang teridentifikasi berasal dari dan/atau
bertambah buruk karena kegiatan kerja dan/ atau situasi yang terkait
pekerjaan.
Sedangkan menurut (Retnowati,2017) potensi bahaya atau dapat
disebut juga dengan hazard terdapat hampir disetiap tempat dimana dilakukan
suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Apabila
hazard tersebut tdak dikendalikan dengan tepat akan dapat menyebabkan
kelelahan,sakit, cedera,dan bahkan kecelakaan yang serius. Oleh karena itu,
22
harus dilakukan pengendalian bahaya dengan menemukan sumber-sumber
bahaya di tempat kerja, kemudian diadakan identifikasi bahaya. Bahaya
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu :
23
`
24
3. Penilaian risiko
Setelah melakukan identifikasi bahaya, maka Hasil identifikasi
bahaya selanjutnya dianalisa dan dievaluasi untuk menentukan besarnya
risiko serta tingkat risiko serta menentukan apakah risiko tersebut dapat
diterima atau tidak.
4. Pengendalian risiko
Setalah mengidentifkasi dan menilai risiko, maka selanjutnya semua
risiko tersebut harus dikendalikan, khususnya jika risiko tersebut dinilai
memiliki dampak signifikan atau tidak dapat diterima.
5. Komunikasi dan konsultasi
Setelah melakukan pengendalian maka selanjutnya
mengkomunikasikan risiko atau bahaya kepada semua pihak yang
berkepentingan dengan kegiatan organisasi atau perusahaan.
6. Pemantauan dan tinjauan ulang
Pemantauan dan peninjauan ulang dilakukan untuk mengetahui
adanya penyimpangan atau kendala dalam pelaksanaanya. Selain itu untuk
memastikan bahwa system manajemen risiko telah berjalan sesuai dengan
yang direncanakan. Terdapat berbagai masukan dari hasil pemantauan
yang diperoleh. Selanjutnya melakukan tinjauan ulang untuk mengetahui
apakah proses manajemen rsiko telah sesuai dan menentukan langkah-
langkah perbaikannya.
25
`
26
ke satu peristiwa tertentu yang tidak diinginkan. Gambar berikut
menunjukkan langkah-langkah yang terlibat dalam melakukan analisis FTA.
Banyak teknik reliabilitas bersifat induktif dan terutama berkaitan
dengan memastikan dalam pemenuhan fungsi yang dimaksudkan. Analisis
pohon kesalahan adalah analisis deduktif terperinci yang biasanya
membutuhkan informasi yang cukup banyak tentang sistem. Ini memastikan
bahwa semua aspek penting dari suatu sistem diidentifikasi dan dikendalikan.
Metode ini menggambarkan secara grafis logika Boolean yang terkait dengan
kegagalan sistem tertentu.
FTA adalah sebuah model yang bersifat logis dan secara grafik
memperlihatkan kombinasi yang bermacam-macam pada kejadian yang
mungkin terjadi, baik salah maupun normal, sesuatu yang muncul di sebuah
sistem yang menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan. Analisa FTA
bersifat deduktif yang mentransfer dari penyebab umum ke penyebab khusus.
FTA mengembangkan jalur kesalahan yang bersifat logis dari satu kejadian
yang tidak diinginkan pada awal akar penyebab.
27
`
28
8. Setelah dilakukan penggambaran diagram FTA, langkah selanjutnya
adalah menentukan cut set dan minimal cut set. Ada banyak metode yang
berbeda-beda untuk mengkalkulasikan kemungkinan kejadian pada FTA.
Metode yang paling umum adalah sebagai berikut:
a. Analisa FTA menggunakan cut set.
b. Gunakan kalkulasi mocus algorithm.
c. Berikan simulasi.
Berikut adalah contoh penyelesaiaan cut set menggunakan metode mocus
algorithm, dapat dilihat pada gambar berikut
29
`
selama 24 jam dan pencampuran dilakukan dengan suhu sekitar 100 C°-
105C`°.
Berdasarkan referensi diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
mesin merupakan suatu ukuran yang hendak dicapai oleh suatu mesin atau
peralatan yang dinyatakan pada target kualitas, kuantitas dan waktu yang
telah tercapai. Dimana prosentase target yang dicapai semakin tinggi, maka
efektivitas mesin atau peralatan juga tinggi. Lebih lanjut, efektivitas adalah
hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian efektivitas merupakan
ukuran seberapa jauh tingkat output yang dihasilkan suatu mesin produksi,
dalam mencapai kualitas hasil produksi sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh suatu perusahaan. Efektivitas mesin sangat berpengaruh
untuk proses produksi karena berkaitan dengan efisiensi berdasarkan waktu
yang telah dijadwalkan untuk menghasilkan suatu produk. Maka sebelum
proses produksi perlu adanya perencanaan agar mesin dapat mencapai
efektivitas mesin yang diinginkan dengan hasil produksi tercapai sesuai
kualitas yang ditetapkan.
Pada perusahaan manufaktur, proses produksi merupakan hal yang
sangat penting, oleh karena itu diperlukan adanya perencanaan proses
produksi dan pengawasan agar efektivitas mesin tetap stabil dapat berjalan
secara kontinyu atau terus-menerus. Dengan adanya perencanaan proses
produksi pada perusahaan akan lebih memudahkan, karena jalannya proses
produksi akan lebih terstruktur. Faktor-faktor produksi seperti sumber daya
manusia atau tenaga kerja, bahan baku, teknologi dan modal juga
memerlukan perencanaan dan pengendalian yang baik pada perusahaan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada faktor produksi bahan baku dan
tenaga kerja.
Semakin seringnya mesin bekerja untuk memenuhi target produksi
yang kadang melebihi kapasitas dapat menurunkan kemampuan mesin,
menurunkan umur mesin dan sering membutuhkan pergantian komponen
yang rusak. Apabila mesin atau peralatan yang digunakan mengalami
kerusakan maka proses produksi akan terhambat. “Untuk beroperasi secara
efisien dan efektif, perusahaan manufaktur perlu memastikan bahwa tidak
30
terdapat gangguan produksi yang disebabkan oleh kerusakan, pemberhentian
dan kegagalan mesin” (Lazim, Ramayah, 2010).
Salah satu metode yang sering digunakan oleh perusahaan untuk
pengukuran kinerja dan efektivitas mesin adalah metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE). Metode ini terdiri dari faktor utama yang saling
berhubungan ada tiga yaitu Avaibility (ketersediaan), Performance
(kemampuan) dan Quality (kualitas). Metode pengukuran ini merupakan
bagian utama dari sistem pemeliharaan yaitu Total Productive Maintenance
(TPM).
Menurut (Ljunberg, 1998), “dalam penelitiannya yang berjudul
“Measurement of overall equipment effectiveness as a basic for TPM
activities” mengatakan bahwa pengukuran efektivitas peralatan secara
keseluruhan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan atau implementasi
Total Productive Maintenance (TPM)”.
31
`
32
fasilitas untuk lebih mengefektifkan aliran produksi (production
flow), meningkatkan kualitas produk dan mengurangi biaya
operasi”. Keterlibatan pekerja secara total, pemeliharaan mandiri
(autonomous maintenance) oleh operator, aktivitas-aktivitas
kelompok kecil untuk meningkatkan kehandalan (realibility),
kemudahan untuk dipelihara (maintainability), produktivitas
peralatan serta perbaikan berkesinambungan (kaizen) merupakan
prinsip-prinsip yang tercakup dalam TPM.
Sebagai salah satu pilar kegiatan TPM, Kaizen mengejar
peralatan yang efisien, operator dan material dan pemanfaatan
energi, yaitu ekstrim produktivitas dan bertujuan untuk mencapai
efek substansial. Kegiatan Kaizen mencoba untuk benar-benar
menghilangkan 16 kerugian (losses) besar. Losses tersebut dapat
dilihat pada tabel 2.1
Loss Category
1. Failure Losses – Breakdown
loss
2. Setup/ adjusment losses
3. Cutting blade loss Losses that impede
4. Start up loss equipment efficiency
5. Minor stoppage / idling loss
6. Speed loss- operating at low
speeds
7. Defect / rework loss
8. Scheduled downtime loss
9. Management loss
10. Operating morion loss
11. Line organization loss Losses that impede human
12. Logistic loss work efficiency
13. Measurement and adjusment
loss
14. Energy loss Losses that impede
15. Die, jig and tool breakage effective use of production
loss resources
16. Yield loss
(Sumber: Venkatesh, J., 2007)
33
`
34
b) Mencari tahu penyebab dan akibat dari debu dan kotoran
c) Menetapkan standar lubrikasi dan pembersihan
d) Melakukan pelatihan pengawasan umum
e) Melakukan pengecekan
f) Mengontrol dan mengatur tempat kerja
g) Perbaikan secara kontinu
b. Pilar 2 Perbaikan yang fokus (focussed improvement)
Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi dengan
menghilangkan sampah (waste) dan kerugian proses produksi.
Keefektifan peralatan keseluruhan (OEE = Overall Equipment
Effectiveness) yang biasanya diterapkan pada saat operasi dalam
proses produksi.
c. Pilar 3 Pemeliharaan terencana (planned maintenance)
Hal ini bertujuan untuk membangun suatu sistem perawatan yang
baik
d. Pilar 4 Pemeliharaan yang berkualitas (quality maintenance)
Bertujuan untuk menjaga kondisi zero defect, yaitu reject product
/ produk cacat dengan tingkat cacat produk nol. Walaupun secara
kenyataan sangat sulit untuk tercapai, paling tidak dapat
mengurangi cacat produk.
e. Pilar 5 Pendidikan dan pelatihan (education and training)
Meliputi dua komponen utama, yaitu pelatihan softskill dan
teknik
f. Pilar 6 Keselamatan, kesehatan dan lingkungan (safety, health
and environment)
Bertujuan untuk menjamin keselamatan dan mencegah dampak
lingkungan yang merugikan.
g. Pilar 7 TPM kantor (office TPM)
Hal ini dapat dilihat sebagai proses dalam pabrik dimana tugas
utamanya mengumpulkan, memproses dan mendistribusikan
informasi.
h. Pilar 8 Manajemen pengembangan (development management)
35
`
36
kebiasaan yang spontanitas atas kemauan sendiri. Terjemahan kata
tersebut seperti yang ditunjukkan tabel berikut :
37
`
c. Seiso (Resik)
Menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan keadaan bersih.
Selalu membersihkan, menjaga kerapian dan kebersihan. Ini
adalah proses pembersihan dasar dimana disuatu daerah dalam
keadaan bersih. Meskipun pembersihan besar-besaran dilakukan
oleh pihak perusahaan beberapa kali dalam setahun. Aktivitas itu
cenderung mengurangi kerusakan mesin akibat tumpahan
minyak, abu dan sampah. Untuk itu bersihkan semua peralatan,
mesin dan tempat kerja, menghilangkan noda dan limbah serta
menanggulangi sumber limbah.
d. Seiketsu (Rawat)
Memperluas konsep kebersihan pada diri sendiri terus menerus
mempraktekkan tiga langkah sebelumnya. Memelihara tempat
kerja tetap bersih tanpa sampah merupakan aktivitas seiketsu.
e. Shitsuke (Rajin)
Shitsuke adalah hal terpenting dari 5-S. Karena itu pimpinan atau
orang yang bertugas memberikan perintah pada pekerja harus
memberikan suri tauladan yang baik. Dapat membangun disiplin
pribadi dan membaiaskan diri untuk menerapkan 5-S melalui
norma kerja dan standarisasi. Membakukan empat langkah
sebelumnya dan membuatnya menjadi proses yang
berkesinambungan.
Manfaat yang akan dicapai dalam melakukan kegiatan 5-S
yaitu dapat menciptakan lingkungan yang bersih, aman dan
menyenangkan bagi semua orang, mempermudah gerak kerja
operator, menekan gerakan yang menimbulkan rasa tegang dan
regangan, dapat membantu karyawan dalam mencapai disiplin
pribadi, mengurangi gerak kerja yang tidak memberi nilai tambah
dan dapat meningkatkan efisiensi kerja dan mengurangi biaya dan
waktu operasi.
38
Komponen dalam TPM terbagi menjadi tiga bagian yang
berbeda yaitu: Autonomous Maintenance, Planned Maintenance
Planned Maintenance dan Maintenance Reduction.
a. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)
Ide utama dari pemeliharaan mandiri adalah menugaskan
operator untuk melakukan beberapa tugas pemeliharaan rutin
(routine maintenance). Tugas tersebut antara lain pembersihan
rutin setiap harinya, melakukan pemeriksaan terhadap peralatan,
mengencangkan komponen peralatan dan melumasi sesuai
kebutuhan peralatan. Karena operator merupakan seorang yang
paling dekat dengan peralan/mesin yang mereka gunakan, maka
mereka akan dapat dengan cepat untuk mendeteksi setiap
terjadinya kelainan pada alat tersebut.
b. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)
Dengan menghilangkan beberapa tugas pemeliharaan rutin
melalui pemeliharaan mandiri, staf pemeliharaan dapat dimulai
bekerja secara proaktif. Pemeliharaan terencana (juga dikenal
sebagai pemeliharaan pencegahan) merupakan pekerjaan yang
telah dijadwalkan untuk melakukan perbaikan ataupun
penggantian komponen sebelum peralatan tersebut rusak. Secara
teoritis, jika pemeliharaan terencana meningkat maka
pemeliharaan tak terencana atau breakdown akan mengalami
penurunan, sehingga total biaya pemeliharaan yang dikeluarkan
akan menurun pula.
c. Maintenance Reduction (Mengurangi Jumlah Pemeliharaan)
Dengan cara bekerja bersama-sama dengan penyedia
peralatan, pengetahuan yang diperoleh dari memelihara peralatan
dapat dijadikan sebagai masukan untuk merancang peralatan
yang akan digunakan dimasa mendatang, sehingga akan
dihasilkan peralatan yang mudah dipelihara dan dapat secara
mudah mendukung pemeliharaan mandiri. Hal ini diharapkan
39
`
40
Pemilihan satu atau lebih area percobaan diperlukan dengan
tujuan untuk mencoba TPM, untuk mendemonstrasikan manfaatnya
dan menunjukkan persyaratan praktek dari implementasi TPM pada
bagian tertentu. Ketika memilih area percobaan diperlukan
pertimbangan terhadap hal-hal berikut:
1) Ukuran dan lokasi area
2) Jumlah mesin-mesin dan orang didalam area
3) Tipe mesin dalam area
4) Antusiasme pengawas lokal dan personel pabrik
5) Tingkat kepentingan area terhadap bisnis
Komunikasi untuk memperkenalkan konsep TPM
dilaksanakan oleh manajer yang telah memperoleh pengertian
tentang prinsip dan praktek TPM yang merupakan pendukung yang
antusias terhadap aplikasi TPM didalam perusahaan. Sangat
disarankan bahwa percobaan dilakukan sesegera mungkin setelah
program komunikasi selesai dilaksanakan. Manfaat dari percobaan
TPM adalah :
a. TPM dapat diuji di dalam perusahaan
b. TPM dapat dilihat prakteknya
c. Pelajaran dapat dipetik untuk implementasi dimasa depan
d. Implikasi implementasi TPM dapat di mengerti
e. Langkah implementasi selanjutnya direncanakan dengan
keyakinan yang lebih besar.
f. Mewujudkan langkah yang tepat untuk implementasi TPM
Tim TPM akan terdiri dari personel yang bekerja di dalam
atau berkaitan dengan area tertentu perusahaan dan fasilitas
didalamnya. Pembentukan tim TPM ini merupakan salah satu
tahapan yang penting untuk suksesnya proses pengimplementasian
TPM.
Langkah-langkah praktis yang diperlukan untuk
mengimplemetasikan semua komponen TPM adalah :
41
`
42
manajemen dan rangcangan proses, dapat mempengaruhi proses
pemeliharaan perlengkapan mesin.
Agar implementasi TPM berhasil, maka perusahaan harus
memiliki : (a) Dukungan dari Manajemen yang baik; (b) Pemahaman
dan komitmen dari setiap orang dalam organisasi; (c) Pelatihan dan
motivasi dari setiap orang didalam organisasi; (d) Manajemen harus
mendidik, mempromosikan dan membangun budaya baru dimana
tim dapat berfungsi guna menghasilkan sebuah sistem TPM; (e)
TPM memerlukan pemberdayaan karyawan, dengan partisipasi total
dari seluruh tenaga kerja; (f) TPM tidak akan berhasil jika hanya
sebagai sebuah program pemeliharaan, tetapi harus menjadi program
dari setiap orang; (g) Dengan TPM, operator mesin bertanggung
jawab atas pemeliharaan rutin mesin dan peralatan, termasuk
pembersihan dan pemeliharaan area kerja; (h) Para karyawan dilatih
untuk dapat mengidentifikasi permasalahan, menentukan
pemecahan dan menerapkan metode kerja yang dikembangkan oleh
kelompok kecil.
Dengan mengimplementasikan TPM sejak 1989 dan
menggunakan 12 langkah dari Nakajima yang diadaptasikan dengan
situasi perusahaan, maka bentuk komitmen manajemen meliputi :
a. Komitmen diumumkan secara luas dalam perusahaan
b. Kampanye pendidikan
c. Dibentuk organisasi untuk mempromosikan TPM
d. Penentuan dasar kebijakan TPM
e. Pola perencanaan TPM secara rinci
f. Peluncuran/pengguliran dimulai TPM (Komitmen Manajemen)
g. Mengembangkan efektifitas peralatan
h. Mengembangkan program mandiri (autonomous maintenance)
i. Mengembangkan program pemeliharaan yang terjadwal (plan
maintenace)
j. Melakukan pelatihan untuk pengembangan operasi dan keahlian
pemeliharaan (pelatihan keterampilan)
43
`
44
2.12 Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Tujuan TPM adalah mempertinggi efektivitas peralatan dan
memaksimumkan keluaran peralatan dengan berusaha mempertahankan dan
memelihara kondisi optimal dengan maksud untuk menghindari kerusakan
mesin, kerugian kecepatan, kerusakan barang dalam proses. Semua efisiensi
termasuk efisiensi ekonomis dicapai dengan meminimasi biaya
pemeliharaan, memelihara kondisi peralatan yang optimal selama umur
pakainya atau dengan kata lain, meminimasi biaya daur hidup peralatan.
Maksimasi efektivitas peralatan dan minimasi biaya daur hidup peralatan
dicapai dengan keterlibatan semua anggota organisasi dalam mengurangi apa
yang disebut dengan enam kerugian besar (six big losses) yang menurunkan
efektivitas peralatan.
Menurut (Nakajima, 1989), “Overall Equipment Effectiveness untuk
mengevaluasi perkembangan dari TPM karena keakuratan data peralatan
produksi sangat esensial terhadap kesuksesan perbaikan berkelanjutan dalam
jangka panjang. Jika data tentang kerusakan peralatan produksi dan alasan
kerugian-kerugian produksi tidak dimengerti, maka aktifitas apapun yang
dilakukan tidak akan dapat menyelesaikan masalah penurunan kinerja sistem
operasi”. Kerugian produksi bersama-sama dengan biaya tidak langsung dan
biaya tersembunyi merupakan mayoritas dari total biaya produksi. Itulah
sebabnya Nakajima mengatakan OEE sebagai suatu pengukuran yang
mencoba untuk menyatakan/menampakkan biaya tersembunyi ini. Inilah
yang menjadi salah satu kontribusi penting OEE, dengan teridentifikasinya
kerugian tersembunyi yang merupakan pemborosan besar yang tidak disadari.
45
`
46
faktor penyebab menurunnya nilai OEE dapat diketahui. Lebih
lanjut, melalui faktor-faktor penyebab tersebut, tindakan-tindakan
perbaikan segera dilakukan sehingga dapat mengurangi usaha untuk
pencarian area perbaikan.
1. Equipment Failure
Availibility = Loading Time – Downtime x 100
Loading Time
Loading Time
2. Setup and Adjusment
Downtime
Losses
4. Reduce Speed
Not Operating Time
Defect Losses
5.Defect in Process
Valuable Rate Of Quality = Processed Amount – Defect Amount x 100
Operating Product Processed Amount
Time 6. Reduce Yield
47
`
Keterangan :
Operating Time = Loading Time – Down Time – Setup Time
c. Quality Ratio difokuskan pada kerugian kualitas berupa berapa
banyak produk yang rusak, yang terjadi berhubungan dengan
peralatan, yang selanjutnya dikonversi menjadi waktu dengan
pengertian seberapa banyak waktu peralatan yang dikonsumsi
untuk menghasilkan produk yang rusak tersebut.
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡−𝑅𝑒𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑 𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑−𝑅𝑒𝑗𝑒𝑐𝑡
𝑄𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑥 100% (2.3)
Berikut ini table nilai OEE berdasarkan tiga rasionya (Borris, 2006).
Perfomance Rate of
Availability Rate OEE
Efficiency Quality
100% 100% 100% 100%
50% 100% 100% 50%
50% 50% 100% 25%
50% 50% 50% 12,5%
100% 75% 75% 56%
(Sumber: Borris, 2006)
Nilai OEE yang diingkan sebesar ≥ 85%, dimana 85%
menunjukkan mesin bekerja pada kondisi ideal. Setelah nilai OEE
48
diketahui, maka nilai tersebut dapat disesuaikan dengan standar yang
ada. Menurut Willmot Nilai OEE memiliki Klasifikasi pada tiap
presentasenya. Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM)
mengklarifikasikan beberapa nilai OEE beserta keterangan yaitu
pada tabel berikut:
49
`
2. Speed losses
a. Idling and minor stoppage losses
Idling and minor stoppage losses terjadi ketika produksi diinterupsi
oleh temporary malfunction atau mesin sedang berhenti. Masalah-
masalah ini sering diabaikan sebagai penghapusan produk yang tidak
dikehendaki sesuai masalah yang dihadapi, sehingga zero minor
stoppages menjadi tujuan utamanya.
Idle and Minor Stoppages Losses =
(Jumlah Target−Jumlah Hasil) x Jumlah Hasil
× 100% (2.7)
𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒
50
Merupakan perbedaan antara design speed dengan actual operating
speed. Adanya perbedaan kecepatan karena terjadi masalah-masalah
pada mesin/peralatan atau masalah kualitas. Reduced speed losses dapat
disebabkan oleh masalah abnormalitas atau keragaman pada saat
operasional produksi.
Reduced Speed Losses =
(𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙−𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒) 𝑥 Jumlah Hasil
× 100% (2.8)
𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒
3. Quality losses
a. Quality defect and rework
Merupakan losses didalam kualitas yang disebabkan oleh
malfunctioning production equipment. Mengurangi kecacatan produk
yang membutuhkan investigasi yang cermat dan aksi inovatif yang
berhubungan dengan perbaikan-perbaikan. Quality defect and rework
sendiri berhubungan dengan masalah defective product yang dapat
menjadi produk akhir bagi pelanggan atau internal work-in-process.
Defect Losses
Total 𝑝𝑟𝑜𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡 𝑥 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒
= × 100% (2.9)
𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑒
51
`
52
kemampuan, karakteristik fisik dan sebagainya. Untuk mencari
berbagai penyebab tersebut dapat digunakan dari seluruh personil
yang terlibat dalam proses yang sedang dianalisa. Contoh Diagram
Sebab Akibat seperti pada gambar berikut
53
`
54
(Halaman Sengaja Dikosongkan)
55
`
3 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
56
untuk menjaga performa Coal Conveyor dan produksi tetap berjalan
dengan lancar.
57
`
dan data sekunder. Pada data kualitatif yang dibutuhkan adalah data
komponen, fungsi komponen dan sistem pengaman pada komponen, data
data tersebut diperoleh dari data sekunder, sedangkan data gambar komponen
diperoleh dari data primer. Pada data kuantitatif yang dibutuhkan adalah data
available time, downtime, production, waktu siklus ideal.
58
3.4 Variabel Penelitian
Pada tahap ini akan dilakukan analisa dari hasil pengolahan data yang
telah diolah, baik melakukan analisa kualitatif maupun kuantitatif.
Berdasarkan hasil analisa yang telah dibuat maka akan diperoleh kesimpulan
yang akan menjawab tujuan awal dari penelitian ini. Kesimpulan yang
diberikan juga disertai dengan saran-saran baik untuk diberikan perusahaan
maupun untuk pengembangan penelitian ini selanjutnya.
59
`
60
3.5 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Pustaka :
Pengumpulan Data :
Pengumpulan Data :
Data Sekunder :
Data Primer :
1. Data Loading time,
1. Standar Operasional
2. Data downtime
Prosedure (SOP)
3. Production time,
2. Manual Book pada
4. Produk yang
Belt Conveyor PLTU
dihasilkan
Paiton
5. Waktu siklus ideal
61
`
Selesai
62
4
63
`
5 DAFTAR PUSTAKA
64
Prayoga, S., & Witantyo. (2016). Analisa Kegagalan Pipa Udara A312 Tipe 304H
pada Line A-1011-14” (25P2J) Unit Amonia PT. Petrokimia Gresik.
JURNAL TEKNIK ITS . Surabaya: ITS.
Rafli, M. (2016). RANCANGAN PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE
MAINTENANCE (TPM) PADA EFEKTIVITAS MESIN DI UNIT FINISH
MILL PT. SEMEN INDONESIA . Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
Ramayah, H. M. (2010). Maintenance strategy in Malaysian manufacturing
companies: a total productive maintenance (TPM). Business Strategy
Series, ol. 11 Iss 6 pp. 387 - 396.
Rimawan, E., & Raif , A. (2016). ANALISIS PENGUKURAN NILAI OVERALL
EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA PROSES PACKAGING
DI LINE 2. SINERGI, 140-148.
Stamatis, D. (2010). The OEE Primer Understanding Overall Equipment
Effectiveness, Reliability, and Maintainability. New York: Taylor and
Francis Group, LLC.
SUKWADI, R. (2007). ANALISIS PERBEDAAN ANTARA FAKTOR – FAKTOR
KINERJA PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH MENERAPKAN
STRATEGI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM).
SEMARANG: UNIVERSITAS DIPONEGORO.
Sunaryo, & Nugroho, E. A. (2015). KALKULASI OVERALL EQUIPMENT
EFFECTIVENESS (OEE) UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS
MESIN KOMATZU 80T (Studi Kasus pada PT. Yogya Presisi
Tehnikatama Industri). Teknoin (hal. 225-233). Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia.
Supriyadi, Ramayanti, G., & Afriyansah, R. (2017). ANALISIS TOTAL
PRODUCTIVE MAINTENANCE DENGAN METODE OVERALL
EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN FUZZY FAILURE MODE AND
EFFECTS ANALYSIS. SINERGI (hal. 165-172). Serang : Universitas
Serang Raya.
Supriyono, S. (2000). Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: BPFE -
Yogyakarta.
65
`
66