TEKNOLOGI PASCAPANEN
Oleh :
FAKULTAS PERTANIAN
2019
1. Panen
Panen Tanaman kentang dipanen pada umur 90-160 hari setelah tanam (HST)
dan hasilnya beragam tergantung kultivar, wilayah produksi, dan kondisi pemasaran.
Ada berbagai macam cara memanen kentang mulai dari yang paling sederhana sampai
yang modern. Panen dapat dilakukan dengan jalan menggemburkan guludan dengan
cara mencangkul pinggirannya lalu mengangkatnya. Pencangkulan dilakukan pada
setiap tempat untuk menghindari kerusakan umbi oleh cangkul. Selain itu, cara panen
dapat dilakukan dengan menggunakan tangan dengan cara membongkar guludan atau
menggali langsung. Setelah penggalian dan pengumpulan umbi, umbi dibiarkan merata
di lahan. Hal ini dimaksudkan agar umbi terkena angin dan sinar matahari langsung
sehingga kulit umbi menjadi kering. Setelah umbi kering dan tanah tidak menempel
lagi, dilakukan pewadahan umbi sekaligus melaksanakan seleksi lapangan (maksudnya
sambil melakukan pawadahan juga memilih umbi yang sehat). Sisa tanaman kentang
yang tidak masuk dalam kriteria perbanyakan bibit akan terus dikelola agar dapat dijual
dan dikonsumsi. Umbi bibit sebelum dimasukkan ke gudang perlu ditimbang untuk
mengetahui berat benih setelah panen dan diangin–anginkan lagi selama 2-5 hari.
Panen kentang yang modern menggunakan peralatan untuk memisahkan umbi
dari tanah dan menempatkannya dalam wadah pengumpul atau truk. Mekanisasi dapat
mengurangi kebutuhan tenaga kerja dan digunakan pada skala produksi yang besar.
Tanaman yang akan dipanen menggunakan mesin, pada bagian atasnya harus
dihancurkan dengan mesin pemotong tajuk atau dengan bahan kimia pengering daun.
Kegiatan ini dilakukan saat satu atau dua minggu sebelum panen. Penghancuran daun
cenderung memperkuat jaringan peridermis umbi yang belum matang sehingga
meningkatkan ketahanannya terhadap kemungkinan kerusakan sebelum panen
(Rahardi, 1993). Kentang yang dipanen ketika masih muda mempunyai kulit yang tipis,
mudah sobek, kandungan airnya tinggi dan kandungan tepungnya rendah. Sebaliknya,
kentang yang dipanen setelah cukup tua mempunyai kulit yang tebal, tidak mudah
sobek, kandungan tepungnya tinggi, dan tahan lama bila disimpan. Mutu sayuran
setelah dipanen tidak dapat ditingkatkan, hanya dapat dipertahankan. Mutu yang baik
dapat diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kedewasaan yang cukup
(Muchtadi, D., 1996).
2. Packinghouse
a. Pencucian
Kegiatan pencucian pada produk pasca panen bertujuan untuk
menghilangkan produk dari sisa kotoran yang menenmpel akibat terbawa dari
lahan. Kegiatan pencucian juga bertujuan untuk mempermudah dalam perlakuan
proses pasca panen selanjutnya. Tidak semua prosuk pasca panen bisa mendapat
perlakuan pencucian tergantung dari karakteristik dan morfologi serta fisiologi
produk. Produk pasca panen yang bisa diberikan perlakuan pencucian salah satunya
adalah kentang (Pantastico, 1986)
Kegiatan pencucian hanya dilakukan pada kentang konsumsi agar kentang
yang akan dijual dalam keadaan bersih. Biasanya pencucian hanya dilakukan untuk
kentang konsumsi yang akan dijual ke supermarket sedangkan kentang yang akan
dijual ke pasar tradisional tidak dilakukan pencucian terlebih dahulu (Rukmana,
1997).
Umbi kentang yang telah dipanen, dibersihkan dengan cara
memasukkannya kedalam bak air. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan
kotoran, residu pestisida, dan sumber-sumber kontaminasi. Biasanya ditambahkan
suatu bahan kimia yaitu klorin kedalam air pencucian yang bertujuan untuk
mengendalikan mikroorganisme. Klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral.
Perlakuan klorin dengan konsentrasi 100-150 ppm dapat membantu mengendalikan
patogen selama proses lebih lanjut. Setelah itu, bahan dikeringkan dengan cara
meniriskan dan memberikan udara (Muchtadi, D., 1996).
b. Sortasi
Rancangan truk yang diberi ’penangkap angin’ di bagian depan, dan susunan
peti kayu untuk menjadi saluran udara. (Sumber: Kasmire dalam Kitinoja dan Kader,
2002).
DAFTAR PUSTAKA
Hilton DJ. 1993. Impact and Vibration Damage to Fruit during Handling and
Transportation. In: Champ, B.R., E. Highley and G. I. Jhohson, editor.
Postharvest Handling of Tropical Fruits. Proceedings of An International
Conference, Chiang Mai, Thailand. 19-23 July 1993.
Kitinoja and A.A. Kader, 2002. Small-Scale Postharvest Handling Practices: A Manual
for Horticultural Crops.
Kitinoja L, Gorny JR. 1999. Postharvest Technology for Small Scale Produce Marketer:
Economic Opportunities, Quality and Food Safety. USA. University of
California.
Kitinoja L, Kader AA. 2003. Small-Scale Postharvest Handling Practices: A manual
for Horticultural Crops. USA. University of California.
Meyhuay, Magno. 2001. POTATO: Post-harvest Operations. Italy: FAO.
Muchtadi, D., B. Anjarsari. 1996. Penanganan pasca panen dalam meningkatkan nilai tambah
komoditas sayuran. Prosiding Seminar Nasional Komoditas Sayuran. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Bandung. hal 91-105.
Muchtadi, D., B. Anjarsari. 1996. Penanganan pasca panen dalam meningkatkan nilai tambah
komoditas sayuran. Prosiding Seminar Nasional Komoditas Sayuran. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. hal 91-105.
Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
906hal.
Peleg, K. 1985. Produce Handling Packaging and Distribution. Publishing Company, Inc.
Westport, Israel. 625 p.
Rahardi, F., R. Palungkun, A. Budiarti. 1993. Agribisnis Tanaman Sayuran. Penebar
Swadaya. Jakarta. 52 hal.
Rukmana, R. 1997. Kentang Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. 108 hal.
Samadi B. 2007.Kentang dan Analisis Usaha Tani. Edisi revisi. Yogyakarta(ID):Kanisius.
Soelarso,R.B.1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius. Yogyakarta.
Trenggono dan Sutardi.1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Proyek Pengembangan
Pusat Fasilitas bersama antar Univeristas (Bank Dunia XVII) Pusat Antar Universitas
pangan dan Gizi UGM.
Yogyakarta. Trenggono.1992. Fisiologi Lepas Pasca Panen. Fakultas Teknologi Pertanian
UGM. Yogyakarta.