Anda di halaman 1dari 14

IV.

TATA CARA PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2022 sampai Juli 2022. Penelitian
dilakukan di lapangan dan laboratorium. Observasi lapangan dilakukan di 4 (empat)
desa di Kecamatan Sirampog yaitu Desa Wanareja (luas lahan pertanian 457,6 ha),
Desa Igirklanceng (luas lahan pertanian 302,3 ha), Desa Dawuhan (luas lahan
pertanian 652 ha) dan Desa Batursari (luas lahan pertanian 284,5 ha). Analisis sifat
fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboraturium Tanah dan Nutrisi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Peta lokasi
pengambilan sampel tersaji pada gambar 7.

Gambar 7. Peta lokasi pengambilan sampel


B. Metode Penelitian dan Analisis Data
1. Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan menggunakan metode kualitatif/deskriptif, Metode
matching, dan Metode pengharkatan (scoring). Pendekatan kualitatif/deskriptif
didasarkan dari analisis/pengukuran visual langsung di lapangan melalui penafsiran
lahan. Metode matching ini didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian
lahan dengan data kualitas lahan. Metode matching yang digunakan adalah weight
faktor matching. Weight faktor matching merupakan teknik matching dalam
menentukan faktor pembatas paling berat beserta kelas kemampuan lahannya.
Metode pengharkatan (scoring), metode ini didasarkan pemberian nilai pada tiap

22
23

satuan lahan sesuai dengan karakteristiknya. Metode ini digunakan untuk


memudahkan peneliti dalam memperoleh data yang akan diolah dengan tujuan
pemecahan masalah yang menjadi tujuan dari suatu penelitian (F.C. Susila
Adiyanta, 2019).
2. Metode Pemilihan Lokasi
Dalam menentukan lokasi penelitian, dilakukan Observasi ke lapangan
secara langsung. Metode pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel yang diputuskan dengan
pertimbangan tertentu berdasarkan fenomena yang telah terjadi di lapangan dengan
merumuskan permasalahan yang menyebabkan perlu dilakukannya penelitian
(Sugiyono, 2009).
Pengambilan sampel dilakukan di empat lokasi, yaitu desa Wanareja,
Igirklanceng, Dawuhan dan Batursari, alasan yang menjadikan keempat desa
tersebut sebagai lokasi pengambilan sampel dikarenakan berada pada ketinggian
800 - 1.800 m dpl yang termasuk salah satu syarat tumbuh tanaman cabai merah
dan memiliki bentuk topografi berlereng dengan jumlah tanaman keras yang masih
sedikit.
3. Metode Penentuan Titik Sampel Tanah
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kondisi aktual lokasi lahan
pertanaman cabai merah yang memiliki ketinggian yang sama disetiap desa.
Penentuan lokasi dibagi berdasarkan ketinggian dari wilayah pada peta RBI dengan
software ArcGis. Penentuan titik sampel dilaksanakan dengan membuat polygon
serta membagi kawasan berdasarkan ketinggian tempat yang dapat ditentukan dari
peta DEMNAS yang kemudian dikonversi menjadi garis kontur pada peta
topografi. Dari polygon yang dibuat dapat ditetapkan ketinggian, kemiringan
lereng, dan titik sampel yang akan diambil.
Terdapat empat desa (Desa Wanareja, Desa Igirklanceng, Desa Dawuhan
dan Desa Batursari) dengan ketinggian 800-1.600 yang menjadi lokasi penelitian,
maka untuk lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di setiap desa berdasarkan
ketinggian dengan interval ketinggian 200 mdpl diambil 3 titik sampel dengan
kedalaman 50 cm dengan tujuan untuk mengetahui masa kritis tanaman cabai
merah, sehingga sampel tanah berjumlah 42 sampel. Tanah diambil dengan
24

menggunakan bor tanah. Kemudian dilakukan pencampuran (composit) sampel


tanah. Sampel tanah tersebut digunakan untuk pengujian analisis kadar hara tersedia
dalam tanah dan retensi hara di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UMY dan
instansi terkait.
4. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel tanah di titik yang telah ditentukan diambil dengan
menggunakan sendok semen dan parang. Tanah diambil pada kedalaman sekitar 0-
30 cm dan sampel tanah yang telah diambil dilakukan (composting). Pencampuran
sampel tanah berdasarkan warna tanah menggunakan alat Munsell Soil Color
Charts.
5. Analisis Sampel Tanah
Analisis sampel tanah dilaksanakan di Laboratorium dan berlandaskan
pada petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk yang
dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah (2009). Tolak ukur (parameter)
pengamatan yang dianalisis disamakan dengan tujuan penelitian, yaitu
parameter yang berhubungan erat dengan kesesuaian lahan. Parameter tanah
yang diamati sebagai berikut.
a. Penetapan kadar air kering mutlak.
b. Tekstur tanah dengan metode gravimetric.
c. Perhitungan kejenuhan basa dengan metode kalkulasi
d. Tingkat kemasaman tanah (pH) yang terdiri dari pH-H2O dan pH-KCl dengan
rasio (1:5) yang diukur dengan menggunakan pH meter.
e. Penetapan kandungan Karbon organik (C-organik) dengan metode Walkey dan
Black.
f. Penetapan Susunan Kation, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan metode
Titrimetri.
g. Penetapan kandungan P2O5 yang tersedia didalam tanah dengan metode Olsen
pada tanah dengan pH > 5,5 (Fosfat dalam suasana netral/alkali) dan metode
Bray-1 dan Kurt-1 pada tanah dengan pH < 5,5 (Fosfat dalam suasana asam).
h. Penetapan kadar Kalium dengna metodeSpektrofotometri atau dengan metode
AAS.
i. Penentapan kadar Nitrogen total (N-total) dengan metode Kjedahl.
25

C. Parameter Pengamatan
Penelitian ini menggunakan parameter pengamatan yang dibagi menjadi
dua jenis yaitu observasi di lapangan dan analisis di laboratorium. Menurut
Sarwono & Widiatmaka (2015) parameter pengamatan yang di amati yaitu:
1. Pengamatan Lapangan
a. Temperatur
Informasi temperatur tahunan yang digunakan yaitu dari data temperatur
selama 5 tahun. Data temperatur yang digunakan yaitu data temperatur rata-rata
dalam satu tahunan yang ditentukan dengan menjumlahkan temperatur pada
setiap bulannya dalam satu tahun dan membaginya dengan jumlah bulan dalam
satu tahun, kemudian dikelompokkan sesuai dengan kriteria kesesuaian lahan
untuk tanaman cabai merah.
b. Ketersediaan Air
1) Curah hujan/tahun (mm), diperoleh melalui penjumlahan curah hujan
pada setiap bulannya dalam satu tahun.
2) Lama bulan kering (<60 mm), diperoleh dari penjumlahan bulan yang
memiliki curah hujan kurang dari 60 mm.
3) Kelembaban (%), diperoleh dari penjumlahan kelembaban pada setiap
bulan dalam satu tahun kemudian dibagi dengan jumlah bulan dalam satu
tahun.
c. Ketersediaan Oksigen
Cara menentukan drainase tanah dilakukan melalui perhitungan estimasi
infiltrasi air dalam tanah (cm) pada tanah tertentu dalam keadaan jenuh air dalam
satuan jam. Menurut Ritung dkk.,(2011), menghitung infiltrasi tanah bisa
diketahui melalui paralon dengan tinggi 10-30 cm, diameter 20 cm yang
ditancapkan pada tanah kemudian diisi dengan air hingga konstan atau stabil
hingga akhirnya diperoleh kecepatan infiltasi air di dalam tanah. Infiltrasi tanah
dapat dikelompokan sebagai berikut:
Lambat : 0,1-0,5 cm/jam Agak cepat : 6,5-12,5 cm/jam
Agak lambat : 0,5-2,0 cm/jam Cepat : 12,5-25,0 cm/jam
Sedang : 2,0-6,5 cm/jam Sangat cepat : >25,0 cm/jam
d. Media Perakaran
1) Komposisi (tekstur) tanah merupakan perbandingan antara fraksi debu,
pasir dan liat yang menunjukkan karakteristik perakaran dari setiap
tanaman. Adapun cara yang umum dimanfaatkan di bidang pertanian
guna menentukan komposisi (tekstur) tanah yaitu sistem klasifikasi
menurut USDA (United States Departement of Agriculture). Kelas
tekstur tanah menurut USDA terbagi menjadi 12 diantaranya pasir (S),
pasir berlempung (LS), lempung berpasir (SL), lempung (L), lempung
berdebu (SiL), debu (Si), lempung berliat (CL), lempung liat berpasir
(SCL), lempung berliat berdebu (SiCL), liat berpasir (SC), liat berdebu
(SiC) dan Liat (C). Dalam menentukan tekstur dapat dilakukan melalui
segitiga USDA yang disajikan pada gambar 8 sebagai berikut:

Gambar 8. Segitiga USDA


Sumber: www.nrcs.usda.gov diakses 09 Maret 2021
27

Kelompok tekstur tanah dapat ditentukan dengan melihat kelas tekstur tanah
yang dianalisis (Sarwono & Widiatmaka, 2015), berikut tersaji kelompok dan kelas
tekstur tanah dalam Tabel 5 :
Tabel 5. Kelompok dan Kelas Tekstur
Kelompok Tekstur Kelas Tekstur
Halus Liat berdebu, liat
Agak halus Liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat,
lempung liat berpasir
Sedang Debu, lempung berdebu, lempung
Agak kasar Lempung berpasir
Kasar Pasir berlempung, pasir
Sumber : Sarwono & Widiatmaka, 2015
2) Bahan kasar di permukaan tanah dan kedalaman 0-30 cm dapat
ditentukan berdasarkan persentase kerikil (0,2-7,5 cm), kerakal (7,5-25
cm), dan batuan (>25 cm) (Ritung dkk, 2011) berikut persentase bahan
kasarnya yaitu:
Sedikit : <15%
Sedang : 15-35%
Banyak : 35-60%
Sangat banyak : >60%
3) Kedalaman efektif yaitu kemampuan akar tanaman dalam menembus
yang diukur dari permukaan tanah sampai lapisan impermeable, pasir,
kerikil, batu, atau plintit dengan menggunakan alat ukur. Pengamatan
kedalaman tanah dilakukan dengan mengamati banyaknya perakaran,
baik akar halus maupun kasar serta dalamnya akar-akar tersebut
menembus tanah. Adapun kedalaman efektif (Ritung dkk, 2011) dapat
dikelompokan sebagai berikut:
Dalam : >75 cm
Sedang : 50-75 cm
Dangkal : 20-50 cm
Sangat dangkal : <20 cm
28

e. Bahaya Erosi
1) Lereng atau kemiringan suatu lahan diperoleh dengan mengukur
menggunakan alat klinometer (Sarwono & Widiatmaka, 2015). Adapun
kemiringan lereng dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Datar : 0-3%
Landai/berombak : 3-8%
Agak miring/bergelombang : 8-15%
Miring/berbukit : 15-30%
Agak curam : 30-45%
Curam : 45-65%
Sangat curam : >65%
2) Bahaya erosi bisa ditentukan sesuai jumlah tanah permukaan yang hilang
pada lahan (Permenhut, 2009). Adapun bahaya erosi dapat dikelompokan
pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Kelas Bahaya Erosi
Kelas
I II III IV V
Solum Tanah (cm)
Erosi (ton/ha/tahunan)
<15 15-60 60-180 180-480 >480
SR R S B SB
Dalam >90
0 I II III IV
R S B SB SB
Sedang 60-90
I II III IV IV
S B SB SB SB
Dangkal 30-60
I II III IV IV
B SB SB SB SB
Sangat Dangkal <30
III IV IV IV IV
Keterangan:
0 – SR : Sangat Ringan
I–R : Ringan
II – S : Sedang
III – B : Berat
IV – SB : Sangat Berat

f. Bahaya Banjir
Bahaya banjir dapat diamati melalui kombinasi pengaruh dari kedalaman
banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Berdasarkan hasil wawancara dengan warga
yang tinggal atau berada di lapangan maka data yang dibutuhkan dalam
29

pengamatan bahaya banjir dapat diperoleh (Ritung, S, dkk, 2011). Ancaman


banjir atau penggenangannya dapat dikelompokkan pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Kelas Bahaya Banjir
Kelas Bahaya Kedalaman Banjir Lama Banjir (y)
Simbol
Banjir (x) (cm) (bulan/tahun)
F0 Tidak Ada Bisa diabaikan Bisa diabaikan
<25 <1
F1 Ringan 25 – 50 <1
50 – 150 <1
<25 1–3
25 – 50 1–3
F2 Sedang
50 – 150 1–3
> 150 <1
<25 3–6
F3 Agak Berat 25 – 50 3–6
50 - 150 3-6
<25 >6
25 - 50 >6
50 – 150 >6
F4 Berat
>150 1–3
>150 3–6
>150 >6

g. Penyiapan Lahan
1) Batuan permukaan merupakan batuan yang tersebar di permukaan tanah
dengan diameter 40 cm. pengamatan batuan permukaan dilakukan
dengan cara membuat persegi dengan dimensi 1 m x 1 m, kemudian
batuan yang ada didalam persegi dikumpulkan dan dihitung jumlahnya
(Sarwono & Widiatmaka, 2011). Batuan dipermukaan dikelompokan
sebagai berikut:
Tidak ada : kurang dari 0,1% luas areal
Sedikit : 0,01-3% permukaan tanah tertutupi
Sedang : 3-15% permukaan tanah tertutupi
Banyak : 15-90% permukaan tanah tertutupi
Sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutupi
2) Singkapan batuan, merupakan besarnya jumlah singkapan batuan
ditentukan dengan cara pengamatan secara langsung dilapangan
(Sarwono & Widiatmaka, 2011). Singkapan batuan dikelompokan
sebagai berikut:
30

Tidak ada : kurang dari 2% permukaan tanah tertutup


Sedikit : 2-10% permukaan tanah tertutup
Sedang : 10-15% permukaan tanah tertutup
Banyak : 50-90% permukaan tanah tertutup
Sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutup
2. Pengamatan Laboratorium
a. Retensi Hara
1) Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah ialah kesanggupan tanah dalam
melakukan proses pertukaran kation (me/100 g tanah). KTK dapat diukur
menggunakan larutan penyangga NH4OHAc. KTK tanah dibagi menjadi
beberapa kelas menurut (Ritung, S, dkk, 2011) yaitu:
Sangat rendah : <5
Rendah : 5-16 me/100 g tanah
Sedang : 17-24 me/100 g tanah
Tinggi : 25-40 me/100 g tanah
Sangat tinggi : >40 me/100 g tanah
2) Kejenuhan basa (%) merupakan jumlah basa-basa terekstrak NH4OHAc
pada setiap 100 g sampel tanah. Adapun kelas kejenuhan basa menurut
(Ritung, S, dkk, 2011) yaitu:
Sangat rendah : <20%
Rendah : 20-35%
Sedang : 36-60%
Tinggi : 61-75%
Sangat tinggi : >75%
3) pH tanah yaitu konsentrasi (H+) di dalam larutan tanah, nilai pH menjadi
masam apabila semakin banyak kandungan (H+), sebaliknya pH menjadi
basa apabila semakin sedikit kandungan (H+). pH ditentukan dengan
menggunakan pH meter. Adapun pengelompokan dari pH tanah menurut
(Ritung, S, dkk, 2011) yaitu:
Sangat masam : pH <4,5 Agak alkalis : pH 7,6-8,5
Netral : pH 6,6-7,5 Agak asam : pH5,6-6,5
Masam : pH 4,5-5,5 Alkalis : pH >8,5
31

4) C-Organik atau karbon organik yang terkadung didalam tanah (%), C-


organik diketahui melalui metode Walkey dan Black . Adapun kelas C-
organik menurut (Ritung, S, dkk, 2011) yaitu:
Sangat rendah : <1,00
Rendah : 1,00-2,00
Sedang : 2,01-3,00
Tinggi : 3,01-5,00
Sangat tinggi : >5
b. Hara Tersedia
1) Kadar Nitrogen (N) yaitu total kandungan N didalam tanah (%) yang
ditetapkan dengan metode Kjeldahl, adapun kelas kadar N menurut
(Ritung, S, dkk, 2011) yaitu:
Sangat rendah : <0,1%
Rendah : 0,1-0,20%
Sedang : 0,21-0,50%
Tinggi : 0,51-0,75%
Sangat tinggi : >0,75%
2) Kadar Fosfat (P) yaitu kandungan P2O5 dalam 25% HCl terekstraksi
dalam tanah (mg/100 g tanah). Adapun kelas kadar P menurut (Ritung,
S, dkk, 2011) yaitu:
Sangat rendah : <10 mg/100 g
Rendah : 15-20 mg/100 g
Sedang : 21-40 mg/100 g
Tinggi : 41-60 mg/100 g
Sangat tinggi : >60 mg/100 g
3) Kadar Kalium (K) yaitu kandungan K2O dalam 25% HCl terekstraksi
tanah (mg/100 g tanah). Kelas kadar K menurut (LPT, 1984) yaitu:
Sangat rendah : <10 mg/100 g
Rendah : 10-20 mg/100 g
Sedang : 21-40 mg/100 g
Tinggi : 41-60 mg/100 g
Sangat tinggi : >60 mg/100 g
32

D. Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang yaitu data primer dan data sekunder, dimana
data primer diperoleh melalui hasil observasi langsung di lapangan yang
berhubungan dengan penelitian sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi
kepustakaan dan penelitian dari instansi pemerintah dan swasta yang terlibat dalam
penelitian. Rosdiana (2015), menyatakan data-data yang mendukung dalam
penelitian ini meliputi:
1. Data Primer.
Merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui observasi lapangan
bahkan di laboratorium.
2. Data Sekunder.
Merupakan data yang diperoleh melalui literatur sebagai pendukung dan
pelengkap data primer, umumnya berupa kondisi lapangan saat
pengambilan sampel, penyusunan standard pengukuran, hasil percobaan
sebelumnya, dan buku literatur lainnya.
Beberapa jenis data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian
ini disajikan dalam tabel 8.
33

Tabel 8. Jenis Data Penelitian


No Jenis Data Lingkup Bentuk Data Sumber
BMKG (Badan
Rata-rata temperatur
1 Temperatur Hard & soft copy Metereologi dan
tahunan (ᵒC)
Geofisika)
Curah hujan/tahun
Dinas Pertanian
(mm)
2 Ketersediaan air Hard & soft copy dan Kehutanan
Lama masa kering (<75
Kabupaten Brebes
mm)
Ketersediaan Drainase tanah
3 Hard & soft copy Survei lapangan
oksigen (cm/jam)
Tektur
4 Media perakaran Hard & soft copy Survei lapangan
Kedalaman tanah (cm)
Pertukaran KTK
(me/100 gram tanah) Analisis
5 Retensi hara Hard & soft copy
Kejenuhan basa (%) Laboratorium
pH tanah
Lereng atau kemiringan
tanah (%)
6 Bahaya erosi Hard & soft copy Survei lapangan
Bahaya erosi
(cm/tahun)
Genangan, lamanya
7 Bahaya banjir Hard & soft copy Survei lapangan
banjir
Batuan permukaan (%)
8 Penyiapan lahan Singkapan batuan (%) Hard & soft copy Survei lapangan
Konsistensi, besar butir

Sumber: Ritung dkk, 2011


3. Cara Pengolahan Data.
Pengolahan data dilakukan dengan mengklasifikasikan data yang
diperoleh di lapangan dengan mengacu pada tabel kriteria kesesuaian lahan
cabai merah dan data analisis sampel tanah di Laboraturium Tanah dan
Nutrisi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
E. Analisis Data
Seluruh data dianalisis dengan menginterpretasikan sesuai dengan konsep
evaluasi lahan melalui proses pencocokan (matching process) antara karakteristik
suatu lahan sebagai parameter dengan syarat lahan berdasarkan satuan lahan untuk
menetapkan kelas kesesuaian lahan. Tata cara penentuan kelas didasarkan pada
34

faktor pembatas yang berkaitan dengan hukum minimum, yaitu kelas kesesuaian
lahan terendah. Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan hingga tingkat sub
kelas yang didasarkan pada struktur klasifikasi kesesuaian lahan yaitu S1 (sangat
sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marjinal) dan N (tidak sesuai) (FAO, 1976
dalam Sys & Debavaye, 1991). Berikut tahap-tahap pengolahan data yang akan
dilakukan antara lain:
a. Metode matching antara syarat penggunaan lahan ataupun persyaratan tumbuh
tanaman dengan data kualitas/karakteristik lahan dari suatu lahan digunakan
dalam menilai kesesuaian lahan untuk tanaman cabai merah.
b. Kelas kesesuaian lahan aktual dapat ditentukan dengan cara :
1) Data karakteristik ataupun kesesuaian lahan pada masing-masing satuan
kelas dihubungkan dengan data persyaratan tumbuh bagi tanaman cabai
merah (Ritung, S, dkk, 2011). Selanjutnya masing-masing satuan kelas
digolongkan dengan ordo sesuai (S) atau ordo tidak sesuai (N)
2) Data karakteristik yang termasuk kedalam golongan ordo sesuai,
selanjutnya ditentukan ke dalam kelas kesesuaian lahan baik itu termasuk
ke dalam sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marjinal (S3)
3) Tentukan sub-kelas pada masing-masing kelas yang didasarkan pada
karakteristik lahan yang termasuk ke dalam faktor-faktor pembatas
terberatnya secara berurutan berdasarkan kualitas suatu lahan
4) Hasil dari evaluasi lahan dapat berupa tabel data dan peta kesesuaian
lahan aktual yang menunjukkan ordo, kelas dan sub-kelasnya.
Data kesesuaian lahan potensial diperoleh dengan cara menentukan upaya
perbaikan kualitas lahan yang dilakukan untuk menaikan kelas kesesuaian lahan
berdasarkan masukan/input yang dibutuhkan. Kelas kesesuaian lahan potensial
akan meningkat pada kelas yang terbaik, faktor pembatasnya hanya dibatasi oleh
faktor permanen yang tidak dapat dilakukan usaha-usaha perbaikan (Balai
Penelitian Tanah, 2007).
Analisis data dilakukan menggunakan matching, yaitu dengan cara
mencocokkan serta mengevaluasi data karakteristik lahan yang diperoleh di
lapangan dan hasil analisis di laboratorium dengan kesesuaian pertanaman cabai
merah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis
35

deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran, penjelasan, dan uraian hubungan


antara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta, data dan informasi yang
selanjutnya akan dibuat dalam bentuk tabel atau gambar, dengan demikian akan
diperoleh data kelas kesesuaian lahan tanaman cabai merah di Kecamatan
Sirampog. Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh kualitas dan karakteristik lahan
yang merupakan faktor pembatas yang paling sulit atau secara ekonomis tidak dapat
di atasi atau diperbaiki (Sandri, 2016).
F. Luaran Penelitian
Luaran dari penelitian ini berupa naskah akademik berupa skripsi yang akan
dipublikasikan dijurnal ilmiah, dan juga data-data terkait kesesuaian lahan untuk
pengembangan budidaya pertanaman cabai merah di Kecamatan Sirampog.

Anda mungkin juga menyukai