22
23
C. Parameter Pengamatan
Penelitian ini menggunakan parameter pengamatan yang dibagi menjadi
dua jenis yaitu observasi di lapangan dan analisis di laboratorium. Menurut
Sarwono & Widiatmaka (2015) parameter pengamatan yang di amati yaitu:
1. Pengamatan Lapangan
a. Temperatur
Informasi temperatur tahunan yang digunakan yaitu dari data temperatur
selama 5 tahun. Data temperatur yang digunakan yaitu data temperatur rata-rata
dalam satu tahunan yang ditentukan dengan menjumlahkan temperatur pada
setiap bulannya dalam satu tahun dan membaginya dengan jumlah bulan dalam
satu tahun, kemudian dikelompokkan sesuai dengan kriteria kesesuaian lahan
untuk tanaman cabai merah.
b. Ketersediaan Air
1) Curah hujan/tahun (mm), diperoleh melalui penjumlahan curah hujan
pada setiap bulannya dalam satu tahun.
2) Lama bulan kering (<60 mm), diperoleh dari penjumlahan bulan yang
memiliki curah hujan kurang dari 60 mm.
3) Kelembaban (%), diperoleh dari penjumlahan kelembaban pada setiap
bulan dalam satu tahun kemudian dibagi dengan jumlah bulan dalam satu
tahun.
c. Ketersediaan Oksigen
Cara menentukan drainase tanah dilakukan melalui perhitungan estimasi
infiltrasi air dalam tanah (cm) pada tanah tertentu dalam keadaan jenuh air dalam
satuan jam. Menurut Ritung dkk.,(2011), menghitung infiltrasi tanah bisa
diketahui melalui paralon dengan tinggi 10-30 cm, diameter 20 cm yang
ditancapkan pada tanah kemudian diisi dengan air hingga konstan atau stabil
hingga akhirnya diperoleh kecepatan infiltasi air di dalam tanah. Infiltrasi tanah
dapat dikelompokan sebagai berikut:
Lambat : 0,1-0,5 cm/jam Agak cepat : 6,5-12,5 cm/jam
Agak lambat : 0,5-2,0 cm/jam Cepat : 12,5-25,0 cm/jam
Sedang : 2,0-6,5 cm/jam Sangat cepat : >25,0 cm/jam
d. Media Perakaran
1) Komposisi (tekstur) tanah merupakan perbandingan antara fraksi debu,
pasir dan liat yang menunjukkan karakteristik perakaran dari setiap
tanaman. Adapun cara yang umum dimanfaatkan di bidang pertanian
guna menentukan komposisi (tekstur) tanah yaitu sistem klasifikasi
menurut USDA (United States Departement of Agriculture). Kelas
tekstur tanah menurut USDA terbagi menjadi 12 diantaranya pasir (S),
pasir berlempung (LS), lempung berpasir (SL), lempung (L), lempung
berdebu (SiL), debu (Si), lempung berliat (CL), lempung liat berpasir
(SCL), lempung berliat berdebu (SiCL), liat berpasir (SC), liat berdebu
(SiC) dan Liat (C). Dalam menentukan tekstur dapat dilakukan melalui
segitiga USDA yang disajikan pada gambar 8 sebagai berikut:
Kelompok tekstur tanah dapat ditentukan dengan melihat kelas tekstur tanah
yang dianalisis (Sarwono & Widiatmaka, 2015), berikut tersaji kelompok dan kelas
tekstur tanah dalam Tabel 5 :
Tabel 5. Kelompok dan Kelas Tekstur
Kelompok Tekstur Kelas Tekstur
Halus Liat berdebu, liat
Agak halus Liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat,
lempung liat berpasir
Sedang Debu, lempung berdebu, lempung
Agak kasar Lempung berpasir
Kasar Pasir berlempung, pasir
Sumber : Sarwono & Widiatmaka, 2015
2) Bahan kasar di permukaan tanah dan kedalaman 0-30 cm dapat
ditentukan berdasarkan persentase kerikil (0,2-7,5 cm), kerakal (7,5-25
cm), dan batuan (>25 cm) (Ritung dkk, 2011) berikut persentase bahan
kasarnya yaitu:
Sedikit : <15%
Sedang : 15-35%
Banyak : 35-60%
Sangat banyak : >60%
3) Kedalaman efektif yaitu kemampuan akar tanaman dalam menembus
yang diukur dari permukaan tanah sampai lapisan impermeable, pasir,
kerikil, batu, atau plintit dengan menggunakan alat ukur. Pengamatan
kedalaman tanah dilakukan dengan mengamati banyaknya perakaran,
baik akar halus maupun kasar serta dalamnya akar-akar tersebut
menembus tanah. Adapun kedalaman efektif (Ritung dkk, 2011) dapat
dikelompokan sebagai berikut:
Dalam : >75 cm
Sedang : 50-75 cm
Dangkal : 20-50 cm
Sangat dangkal : <20 cm
28
e. Bahaya Erosi
1) Lereng atau kemiringan suatu lahan diperoleh dengan mengukur
menggunakan alat klinometer (Sarwono & Widiatmaka, 2015). Adapun
kemiringan lereng dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Datar : 0-3%
Landai/berombak : 3-8%
Agak miring/bergelombang : 8-15%
Miring/berbukit : 15-30%
Agak curam : 30-45%
Curam : 45-65%
Sangat curam : >65%
2) Bahaya erosi bisa ditentukan sesuai jumlah tanah permukaan yang hilang
pada lahan (Permenhut, 2009). Adapun bahaya erosi dapat dikelompokan
pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Kelas Bahaya Erosi
Kelas
I II III IV V
Solum Tanah (cm)
Erosi (ton/ha/tahunan)
<15 15-60 60-180 180-480 >480
SR R S B SB
Dalam >90
0 I II III IV
R S B SB SB
Sedang 60-90
I II III IV IV
S B SB SB SB
Dangkal 30-60
I II III IV IV
B SB SB SB SB
Sangat Dangkal <30
III IV IV IV IV
Keterangan:
0 – SR : Sangat Ringan
I–R : Ringan
II – S : Sedang
III – B : Berat
IV – SB : Sangat Berat
f. Bahaya Banjir
Bahaya banjir dapat diamati melalui kombinasi pengaruh dari kedalaman
banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Berdasarkan hasil wawancara dengan warga
yang tinggal atau berada di lapangan maka data yang dibutuhkan dalam
29
g. Penyiapan Lahan
1) Batuan permukaan merupakan batuan yang tersebar di permukaan tanah
dengan diameter 40 cm. pengamatan batuan permukaan dilakukan
dengan cara membuat persegi dengan dimensi 1 m x 1 m, kemudian
batuan yang ada didalam persegi dikumpulkan dan dihitung jumlahnya
(Sarwono & Widiatmaka, 2011). Batuan dipermukaan dikelompokan
sebagai berikut:
Tidak ada : kurang dari 0,1% luas areal
Sedikit : 0,01-3% permukaan tanah tertutupi
Sedang : 3-15% permukaan tanah tertutupi
Banyak : 15-90% permukaan tanah tertutupi
Sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutupi
2) Singkapan batuan, merupakan besarnya jumlah singkapan batuan
ditentukan dengan cara pengamatan secara langsung dilapangan
(Sarwono & Widiatmaka, 2011). Singkapan batuan dikelompokan
sebagai berikut:
30
D. Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang yaitu data primer dan data sekunder, dimana
data primer diperoleh melalui hasil observasi langsung di lapangan yang
berhubungan dengan penelitian sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi
kepustakaan dan penelitian dari instansi pemerintah dan swasta yang terlibat dalam
penelitian. Rosdiana (2015), menyatakan data-data yang mendukung dalam
penelitian ini meliputi:
1. Data Primer.
Merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui observasi lapangan
bahkan di laboratorium.
2. Data Sekunder.
Merupakan data yang diperoleh melalui literatur sebagai pendukung dan
pelengkap data primer, umumnya berupa kondisi lapangan saat
pengambilan sampel, penyusunan standard pengukuran, hasil percobaan
sebelumnya, dan buku literatur lainnya.
Beberapa jenis data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian
ini disajikan dalam tabel 8.
33
faktor pembatas yang berkaitan dengan hukum minimum, yaitu kelas kesesuaian
lahan terendah. Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan hingga tingkat sub
kelas yang didasarkan pada struktur klasifikasi kesesuaian lahan yaitu S1 (sangat
sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marjinal) dan N (tidak sesuai) (FAO, 1976
dalam Sys & Debavaye, 1991). Berikut tahap-tahap pengolahan data yang akan
dilakukan antara lain:
a. Metode matching antara syarat penggunaan lahan ataupun persyaratan tumbuh
tanaman dengan data kualitas/karakteristik lahan dari suatu lahan digunakan
dalam menilai kesesuaian lahan untuk tanaman cabai merah.
b. Kelas kesesuaian lahan aktual dapat ditentukan dengan cara :
1) Data karakteristik ataupun kesesuaian lahan pada masing-masing satuan
kelas dihubungkan dengan data persyaratan tumbuh bagi tanaman cabai
merah (Ritung, S, dkk, 2011). Selanjutnya masing-masing satuan kelas
digolongkan dengan ordo sesuai (S) atau ordo tidak sesuai (N)
2) Data karakteristik yang termasuk kedalam golongan ordo sesuai,
selanjutnya ditentukan ke dalam kelas kesesuaian lahan baik itu termasuk
ke dalam sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marjinal (S3)
3) Tentukan sub-kelas pada masing-masing kelas yang didasarkan pada
karakteristik lahan yang termasuk ke dalam faktor-faktor pembatas
terberatnya secara berurutan berdasarkan kualitas suatu lahan
4) Hasil dari evaluasi lahan dapat berupa tabel data dan peta kesesuaian
lahan aktual yang menunjukkan ordo, kelas dan sub-kelasnya.
Data kesesuaian lahan potensial diperoleh dengan cara menentukan upaya
perbaikan kualitas lahan yang dilakukan untuk menaikan kelas kesesuaian lahan
berdasarkan masukan/input yang dibutuhkan. Kelas kesesuaian lahan potensial
akan meningkat pada kelas yang terbaik, faktor pembatasnya hanya dibatasi oleh
faktor permanen yang tidak dapat dilakukan usaha-usaha perbaikan (Balai
Penelitian Tanah, 2007).
Analisis data dilakukan menggunakan matching, yaitu dengan cara
mencocokkan serta mengevaluasi data karakteristik lahan yang diperoleh di
lapangan dan hasil analisis di laboratorium dengan kesesuaian pertanaman cabai
merah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis
35