PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Keberhasilan kegiatan pertanian tidak terlepas dari berbagai faktor yang
I.2 Tujuan
Tujuan diadakan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan survei tanah.
1
Manfaat
Manfaat diadakan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat melakukan metode survei tanah dan evaluasi lahan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik dan klasifikasi tanah,
kemampuan serta kesesuaian lahan di Dusun Tumpangrejo, Desa Ngenep,
kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
3. Mahasiswa dapat mengetahui uapaya-upaya perbaikan pada lahan aktual
untuk menjadi lahan yang potensial bagi tanamn dalam rangka
mengingatkan pendapatan usahatani.
BAB II
METODE PELAKSANAAN
2.1
No
Nama
Cangkul
Pisau lapang
3
4
Meteran
Sabuk Profil
5
6
7
GPS
Klinometer
10
11
Kompas
12
Peta kelerengan
13
Peta SPL
14
15
16
Fial film
17
18
19
20
21
Plastik 1 kg
pH strips
Spidol
Alat tulis
Kamera
Fungsi
menggali tanah
Untuk
(membuat
minipit)
Membuat batas horizon tanah dan
menentukan batas konsistensi tanah
Mengukur batas kedalaman tanah
Mengukur kedalaman profil tanah dan
ketebalan horizon yang telah digali.
Menentukan warna tanah.
Memperdalam galian minipit
Sebagai tempat air untuk membasahi
tanah dalam menetukan tekstur, dan
konsistensi tanah
Untuk menentukan letak di permukaan
bumi
(titik) dengan bantuan
penyelarasan (synchronization) sinyal
satelit
Menentukan kemiringan lereng pada
tempat survey
Sebagai
panduan
untuk
mengumpulkan data hasil survey
Menentukan arah dalam mencari titik
pengamatan
Pedoman penentuan daerah survei dan
menemukan titik
Untuk mengetahui satuan peta lahan
pada daerah yang disurvei
Untuk pedoman penentuan daerah
serta titik survei
Sebagai panduan dalam menentukan
jenis tanah, epipedon, dan Endo pedon
yang berada di daerah survei
Wadah
sampel
tanah
dalam
pengukuran pH tanah
Sebagai tempat sampel tanah
Untuk mengukur pH tanah
Untuk memberi tanda sampel tanah
Untuk mencatat data hasil survei
Untuk dokumentasi kegiatan survei
Nama Bahan
Fungsi
Air
2
3
Tanah
Aquades
Mengaktivasi GPS
Memasukkan titik-titik koordinat pengamatan yang akan dituju pada GPS
fieldwork kali ini metode survei tanah yang digunakan adalah pendekatan analitik
dengan penggunaan aplikasi grid bebas. Metode survei tanah yang berdasarkan
prinsip pendekatan analitik adalah metode survei fisiografi dengan bantuan
interpretasi foro udara. Secara metode grid bebas merupakan perpaduan antara
metode grid kaku dan fisiografis.
Dalam metode grid bebas, jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua
arah, namun tergantung pada fisiografi daerah survei. Jika terjadi perubahan
fisiografi yang menyolok dalam jarak dekat maka perlu pengamatan lebih rapat
sedangkan landform relatif seragam maka jarak pengamatan dapat dilakukan
berjauhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerapatan pengamatan
disesuaikan dengan kebutuhan skala survei serta tingkat kerumitan pola tanah di
lapangan. Metode ini biasanya dilaksanakan pada skala 1:12.500 sampai dengan
5
1:25.000. Pada peta foto udara yang tersedia kebetulan memiliki sklasa 1:4.000
(sangat detail). Pelaksanaan survei ini diiawali dengan analisis fisiografi melalaui
interpretasi foto udara secara detail.
Menurut Rayes (2007), pengamatan dengan menggunakan metode grid
bebas dilakukan dengan cara seperti pengamatan pada grid kaku, tetapi jarak
pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah, tergantung fisiografi daerah survei.
Jika terjadi perubahan fisiografis yang menyolok dalam jarak dekat, perlu
pengamatan lebih rapat, sedangkan jika landform relatif seragam maka jarak
pengamatan dapat dilakukan berjauhan. Dalam penentuan titik pengamatan di
lapang, setelah adanya intepretasi foto udara dan penentuan-penentuan titik
berdasar kenampakan fisiografisnya maka di perlukan penentuan titik pengamatan
dengan mengikuti titik-titik yang telah ditentukan dengan menggunakan GPS
(Global Positioning System). Setelah menemukan titik yang akan diamati, amati
kondisi lahan sekitar, untuk menentukan titik pembuatan minipit. Minipit yang
dibuat harus berada pada tempat yang datar dan tidak. berada pada daerah
perakaran atau setidaknya berjarak 5 m dari pohon. Pembuatan minipit dilakukan
dengan cara menempatkan penampang membelakangi lereng.
2.4
2.4.1 Minipit
Membuat lubang minipit pada setiap titik pengamataan dengan menggunakan
cangkul sedalam 50 cm
Membuat batas horizon berdasarkan perbedaan warna tanah yang terlihat jelas
Memasang sabuk profil tanah tegak lurus dengan bidang profil tanah.
Melakukan dokumentasi.
Menentukan karakteristik tanah mulai dari tekstur tanah, struktur tanah, warna
tanah, dan konsistensi tanah. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada form
morfologi tanah.
Metode pengamatan tanah menggunakan minipit dengan cara membuat
lubang sedalam 50 cm dengan menggunakan cangkul. Kemudian menentukan
batas horizon tanah berdasarkan perbedaan warna tanah yang terlihat jelas pada
profil tanah. Setelah itu menentukan konsistensi tanah dengan cara menusuk
bidang profil tanah dengan menggunakan pisau lapang. Apabila ada kepadatan
yang berbeda pada bagian profil tanah buat horizon baru berdasarkan perbedaan
kepadatan tersebut. Kemudian memasang sabuk profil tanah tegak lurus dengan
bidang profil tanah untuk mengukur tebal horizon. Melakukan dokumentasi.
Menentukan karakteristik tanah mulai dari tekstur tanah, struktur tanah, warna
tanah, dan konsistensi tanah. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada form
morfologi tanah.
2.4.2 Bor
Melakukan pengeboran pada setiap minipit yang telah dibuat sebelumnya
Melakukan pengeboran sebanyak 6 kali sehingga total kedalaman pengeboran
sedalam 120 cm
Melakukan identifikasi tekstur tanah, warna dan konsistensi tanah pada setiap
pengeboran
Mencatat hasil pengamatan
Metode pengamatan tanah dilakukan dengan cara mengebor setiap minipit
yang telah dibuat sebelumnya. Pengeboran dilakukan sebanyak 6 kali sehingga
total kedalaman pengeboran sedalam 120 cm. Kemudian melakukan identifikasi
tekstur dan warna tanah pada setiap pengeboran. Mencatat hasil pengamatan yang
didapat.
2.5
Klasifikasi Tanah
Metode yang digunakan dalam klasifikasi tanah adalah sebagai berikut:
Melakukan survei lapang
Melakukan tabulasi data secara sederhana
Mengelompokkan tanah berdasarkan ciri-ciri spesifik
sebagai
dasar
untuk
pengelolaan
bagi
penggunaan
tanah
(Hardjowigeno, 1986). Setiap jenis tanah memiliki karakteristik yang berbedabeda, hal itu tergantung dengan penciri yang ada pada tanah tersebut. Klasifikasi
tanah dilakukan dengan menggunakan buku Keys to Soil Taxonomy.
Langkah dalam klasifikasi tanah yang pertama adalah melakukan survei
lapang. Kemudian data yang didapat dari hasil survei ditabulasi secara sederhana.
Selanjutnya mengelompokkan tanah berdasarkan ciri-ciri spesifik. Melakukam
klasifikasi tanah berdasarkan horizon penciri yaitu epipedon dan endopedon.
Kemudian menentukan ordo tanah berdasarkan pada horizon penciri atau sifatsifat tanah lain yang merupakan hasil dari proses pembetukan tanah. Dalam
menentukan sub ordo tanah didasarkan pada keseragaman genetik, seperti bahan
induk, pengaruh vegetasi, dan tingkat dekomposisi bahan induk. Dalam
menentukan nama grup tanah didasarkan pada susunan dan tingkat perkembangan
horizon atau sifat penciri tanah yang lain seperti padas, fragipan, duripan. Dalam
menentukan subgrup tanah dibagi dalam 3 kelompok yaitu subgrup typic, subgrup
intergrade, dan subgrup extragrade. Selanjutnya mencatat hasil klasifikasi tanah
yang diperoleh dari hasil survei.
2.6
Evaluasi Lahan
kemampuan
lahan
merupakan
salah
satu
upaya
untuk
Kelas Kemampuan
Lahan
I
II
III
Sub-Kelas Kemampuan
Lahan
IV
IIIw, banjir
IIIs, tanah dsb
IIIe, erosi
V
VI
VII
VIII
Kelas I
Lahan
kelas
mempunyai
sedikit
hambatan
yang
membatasi
Di daerah beriklim kering yang telah dibangun fasilitas irigasi, suatu lahan
dapat dimasukkan ke dalam kelas I jika topografi hampir datar, daerah perakaran
dalam, permeabilitas dan kapasitas menahan air baik, dan mudah diolah. Beberapa
dari lahan yang dimasukkan ke dalam kelas ini mungkin memerlukan perbaikan
pada awalnya seperti perataan, pencucian garam laut atau penurunan permukaan
air tanah musiman. Jika hambatan oleh garam, permukaan air tanah ancaman
banjir, atau ancaman erosi akan terjadi kembali, maka lahan tersebut mempunyai
hambatan alami permanen, oleh karenanya tidak dapat dimasukkan ke dalam kelas
ini.
Tanah
yang
kelebihan
air
dan
mempuyai
lapisan
bawah
yang
Kelas II
Lahan dalam kelas II memiliki beberapa hambatan atau memerlukan
11
e. Salinitas ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium yang mudah
dihilangkan, meskipun besar kemungkinan timbul kembali.
f. Kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai
pembatas yang sedang tingkatannya, atau
g. Keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman dan pengelolaan.
Lahan kelas II memberikan pilihan pengunaan yang kurang dan tuntutan
pengolahan yang lebih berat. Lahan dalam kelas ini mungkin memerlukan
konservasi tanah khusus, tindakan-tindakan pencegahan erosi, pengendalian air
lebih, atau metode pengelolaan jika diperlukan untuk tanaman semusim dan
tanaman yang memerlukan pengelolaan lahan sebagai contoh, tanah yang dalam
dengan lereng yang landai yang terancam erosi sedang jika dipergunakan untuk
tanaman semusim mungkin memerlukan salah satu atau kombinasi tindakantindakan berikut: guludan, penanaman dalam jalur pengelolaan menurut kontur,
pergiliran tanaman dengan rumput dan leguminosa dan pemberian mulsa. Secara
tepatnya tindakan atau kombinasi tindakan yang akan diterapkan, dipengaruhi
oleh sifat-sifat tanah, iklim dan sistem usaha tani. Pada peta kemampuan lahan,
lahan kelas II biasanya dibari warna kuning.
c)
Kelas III
Lahan kelas III mempunyai hambatan berat yang mengurangi pilihan
yang
terdapat
pada
lahan
kelas
III
membatasi
lama
12
Kelas IV
Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas IV lebih besar dari
pada kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika dipergunakan untuk
tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan
konservasi tanah lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku,
saluran bervegetasi, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara
kesuburan dan kondisi fisik tanah. Lahan dikelas IV dapat dipergunakan untuk
tanaman semusim dan tanaman pertanian pada umumnya, tanaman rumput, hutan
produksi, padang pengembalaan, hutan lindung dan suaka alam. Hambatan atau
ancaman kerusakan kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi dari
faktor-faktor berikut:
a. Lereng miring atau relief berbukit.
b. Kepekaan erosi yang besar.
c. Pengaruh erosi agak berat yang telah terjadi.
d. Tanahnya dangkal.
e. Kapasitas menahan air yang rendah.
f. Sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman.
g. Kelebihan air dan ancaman kejenuhan atau penggenangan yang terus terjadi
setelah didrainase.
h. Salinitas atau kandungan natrium yang tinggi.
i. Keadaan iklim yang kurang menguntungkan.
Pada peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas IV biasanya diberi warna biru.
e)
Kelas V
13
Lahan kelas V tidak terancam erosi, akan tetapi mempunyai hambatan lain
yang tidak dihilangkan dan membatasi pilihan penggunaannya, sehingga hanya
sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan hutan produksi atau hutan
lindung dan suaka alam. Lahan di dalam kelas V mempunyai hambatan yang
membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat
pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Lahan ini terletak pada topografi datar
atau hampir datar tetapi tergenang air, sering terlanda banjir, berbatu-batu iklim
yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi dari hambatan-hambatan tersebut.
Contoh lahan kelas V adalah:
a. Lahan yang sering dilanda banjir, sehingga sulit dipergunakan untuk
penanaman tanaman semusim secara formal.
b. Lahan datar yang berada pada kondisi iklim yang tidak memungkinkan
produksi tanaman secara normal.
c. Lahan datar atau hampir datar yang berbatu-batu, dan
d. Lahan tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi
dapat ditumbuhi rumput atau pohon pepohonan.
Pada peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas V biasanya diberi warna hijau
tua.
f)
Kelas VI
Lahan dalam kelas VI mempunyai hambatan berat yang menyebabkan lahan
14
Kelas VII
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Jika digunakan
sebagai padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan usaha pencegahan
erosi yang berat. Lahan kelas VII yang solumnya dalam dan tidak peka erosi jika
dipergunakan untuk tanaman pertanian harus dibuat teras bangku yang ditunjang
dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi tanah, disamping tindakan
pemupukan. Lahan kelas VII mempunyai beberapa hambatan atau ancaman
kerusakan berat dan tidak dapat dihilangkan seperti:
a. Terletak pada lereng yang curam.
b. Telah tererosi sangat berat bahkan berupa erosi parit, dan
c. Daerah perakaran sangat dangkal.
Pada peta kemampuan lahan, lahan kelas VII biasanya diberi warna coklat.
h)
Kelas VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai
untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan
lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Lahan kelas VIII biasanya berwarna
putih atau tidak berwarna. Pembatas atau ancaman kerusakan pada kelas VIII
berupa:
a. Terletak pada lereng yang sangat curam.
b. Berbatu.
c. Kapasitas menahan air sangat rendah.
15
Mengisi kolom faktor pembatas di baris 1 dengan data tekstur pada lapisan atas dan
lapisan bawah, baris 2 diisi dengan lereng, baris 3 diisi dengan data
drainase,
baris 4 diisi dengan data kedalaman efektif tanah, baris 6 dengan data batuan atau
kerikil didalam tanah dan baris 7 dengan data bahaya banjir
16
akan diterapkan.
Dalam
17
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total Cost (Biaya total (Rp))
TFC = Total Fixed Cost (Biaya tetap total (Rp))
TVC = Total Variable Cost (Biaya variabel total (Rp))
Q
= Quantitas Produk
Dimana biaya tetap total (Total Fixed Cost = TFC) adalah keseluruhan biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah
jumlahnya. Sebagai contoh biaya pembelian mesin, membangun bangunan
pabrik, membangun prasarana jalan menuju pabrik, dan sebagainya. Sedangkan
Biaya Variabel Total (Total Variable Cost = TVC) Biaya variabel total adalah
keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi variabel.
Contoh biaya variabel adalah upah tenaga kerja, biaya pembelian bahan baku,
pembelian bahan bakar mesin, dan sebagainya.
Kurva biaya total atau Total cost untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar
P / Rp
TC
VC
FC
Q
18
banyak barang yang dihasilkan, maka semakin besar pula pengeluaran untuk
pembelian bahan baku. Namun demikian laju peningkatan biaya tersebut
berbeda-beda (tidak konstan ). Laju peningkatan mula-mula dari titik asal
adalah menurun hingga titik A. Pada titik A ini tidak terjadi peningkatan
sama sekali. Kemudian sesudah titik A laju kenaikannya terus menerus naik.
Jika jumlah produksinya sedikit, maka nilai biaya yang diperlukan
rendah. Sehingga dalam hal ini, antara biaya variabel dan jumlah produksi
merupakan suatu hubungan yang sifatnya searah. Dalam usahatani, yang
termasuk biaya variabel adalah pengeluaran untuk pembelian pupuk, bibit,
benih, pestisida, biaya persiapan dan persewaan lahan, serta biaya
pengolahan lahan. Biaya variabel total dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
VC
= variable cost/ biaya variabel (Rp)
TVC = total variable cost/ jumlah dari biaya variabel (Rp)
Kurva biaya variabel atau biaya yang berubah-ubah sesuai dengan
kapasitas produksi dapat dilihat pada gambar 2.
P / Rp
TVC
19
N = batas kapasitas
normal
Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap, dan secara tetap
Keterangan:
TFC = total biaya tetap (Rp)
Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Pxi = harga input (Rp)
n
Kurva biaya tetap atau biaya yang tidak berubah walaupun volume produksi
atau penjualan berubah dapat dilihat pada gambar 3.
P/Rp
TFC
Q
Gambar 3. Kurva Total Fixed Cost
2.7.2 Penerimaan dan Pendapatan
20
total biaya yang digunakan. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka
dapat dikatakan bahwa perusahaan terus berkembang dengan baik karena
pada prinsipnya, tujuan perusahaan secara umum adalah mencari laba
maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani, antara
lain: luas lahan, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usaha,
intensitas pengusaha pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja (Hernanto,
1991).
Sedangkan menurut Mulyadi (1992), pendapatan merupakan keuntungan
yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayaran dari melakukan kegiatan
sebagai berikut :
a. Menghadapi resiko ketidakpastian dimasa yang akan datang.
b. Melakukan inovasi/pembaharuan di dalam kegiatan ekonomi.
21
= Keuntungan (Rp)
Perhitungan NPV
Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih adalah analisis
Keterangan:
Bt = Benefit (penerimaan usahatani pada tahun ke-t)
22
c.
Net B / C
1 i
1 i
t 1
n
t 1
Ct Bt
Keterangan:
Bt = Benefit (penerimaan kotor pada tahun ke-t)
Ct = Cost (biaya kotor pada tahun ke-t)
n = umur ekonomis proyek
i = tingkat suku bunga yang berlaku
Kriteria yang dapat diperoleh dari penghitungan Net B/C antara lain:
Net B/C > 1, maka usahatani menguntungkan;
Net B/C = 1, maka usahatani tidak menguntungkan dan tidak merugikan;
Net B/C < 1, maka usahatani merugikan
23
BAB III
KONDISI UMUM WILAYAH
3.1
Fisiografi Lahan
Titik 1
Dalam pengamatan fisiografi, titik 1 memiliki ketinggian 1061 mdpl dengan
24
3.3
Karakteristik Tanah
Berdasarkan suku katanya, geomorfologi terbentuk atas kata geo yang
artinya bumi, morfo yang artinya bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Hal ini
25
26
Penggunaan Lahan
UB Forest merupakan kawasan hutan pendidikan Universitas Brawijaya
3.5
27
Titik 1
Titik 2
Titik 3
A1
Pachic Humudepts
Typic Dystrudepts
Typic Humudepts
A2
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
B1
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Pachic Humudepts
B2
Typic Distrudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
C1
Typic Distrudepts
Typic Humudepts
Typic Dystrudepts
C2
Typic Distrudepts
Typic Distrudepts
Typic Hapludalf
D1
Typic Humudepts
Typic Distrudepts
Typic Distrudepts
D2
Typic Distrudepts
Typic Distrudepts
Typic Humudepts
E1
Typic Humudepts
Typic Dystrudept
Typic Humudepts
E2
Pachic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
F1
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
F2
Lithic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
G1
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
G2
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
H1
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
H2
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
I1
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
I2
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
J1
Pachic Humudepts
Typic Humudepts
Typic Humudepts
J2
Typic Humudepts
Typic Humudepts
Lithic Humudepts
K1
Typic Humudepts
Pachic Humudepts
Typic Humudepts
K2
Typic Humudepts
Typic Dystrudept
Typic Humudepts
28
ditemukan beberapa poligon dengan masing masing SPT yang berbeda. Adapun
SPT yang ditemukan diantaranya Pada SPT 1 didapatkan konsosiasi Typic
Humudepts. Pada SPT 2 didapatkan kompleks Typic Humudepts, Typic
Dystrudepts, dan Typic Hapludalf. Pada SPT 3 didapatkan kompleks Typic
Dystrudepts, Typic Humudepts, dan Pachic Humudepts. Pada SPT 4 didapatkan
konsosiasi Typic Dystrudepts. Selain itu juga didapatkan konsosiasi Pachic
Humudepts pada SPT 5.
Pada SPT 6 didapatkan konsosiasi Lithic Humudepts. Sedangkan pada
SPT 7 didapatkan kompleks Typic Humudepts dan Typic Dystrudepts. Pada SPT 8
didapatkan kompleks Typic Humudepts, Typic Dystrudepts, dan Pachic
Humudepts. Terdapat pula kompleks Typic Dystrudepts dan Typic Humudepts
pada SPT 9. Sedangkan pada SPT 10 didapatkan asosiasi Typic Humudepts dan
Pachic Humudepts. Pada SPT 11 didapatkan kompleks Typic Humudepts, Typic
Dystrudepts, Lithic Humudepts, dan Pachic Humudepts
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
1
Ap
0-23
10 YR 2/1 (Hitam)
2
Bw1
23-50
10 YR 3/2 (Coklat
29
Kelas Tekstur
Lempung Berdebu
Kehitaman)
Lempung Berdebu
Struktur
Konsistensi
Gumpal membulat
Gembur
Agak Plastis,
Tidak Lekat
Sedikit
Sedikit
Sedikit
6
Gumpal Bersudut
Agak Teguh
Agak Plastis,
Agak Lekat
Sedikit
Sedikit
Sedikit
5
Pori
pH
Lembab
Basah
Halus
Sedang
Kasar
30
logam yang mempengaruhi kondisi kesuburan tanah dan sangat baik untuk
perkembangan tanaman pertanian di sekitar gunug berapi selama kadar masingmasing unsur yang ada pada abu vulkanik masih berada dalam batas aman, maka
abu vulkanik tidak bersifat racun bagi tanaman.
Horizon kedua dikatakan Bw1 karena telah terjadi perubahan warna dari
hitam menjadi coklat kehitaman dan adanya perkembangan struktur tanah.
Menurut USDA (1998), bahwa simbol penciri w ini digunakan bersama simbol
genetik B untuk menunjukkan adanya perkembangan warna atau perkembangan
struktur, atau perkembangan keduanya yang tidak secara jelas atau hanya sedikit
memperlihatkan akumulasi bahan secara aluvial. Horizon ini memiliki kedalaman
tanah 23-50 cm dan warna tanah coklat kehitaman atau 10 YR 3/2. Horizon ini
memiliki kelas tekstur lempung berdebu dan struktur tanahnya gumpal bersudut.
Horizon kedua memiliki konsistensi yaitu agak teguh pada keadaan lembab
sedangkan untuk konsistensi basah yaitu agak plastis dan agak lekat. Dikatakan
agak plastis karena tanah dapat dibuat gulungan namun mudah retak ketika dibuat
cincin dan dikatakan agak lekat karena ada tanah yang melekat pada salah satu
jari. Menurut Darmawijaya (1997), tanah basah yang memiliki plastisitas agak
plastis dicirikan dengan dapat dibentuknya gulungan-gulungan kecil yang dapat
diubah bentuknya. Sedangkan kelekatan tanah agak lekat dicirikan dengan adanya
sedikit gaya adhesi pada jari yang mudah dilepas lagi. Horizon kedua ini memiliki
pori halus sedikit, pori sedang sedikit, dan pori kasar sedikit. Nilai pH tanah 5
yang menunjukkan tanah bersifat asam. Hal ini diduga karena tanah pada horizon
ini terkena abu vulkanik yang mengandung mineral seperti Besi (Fe), Aluminium
(Al), dan Silika (Si) sehingga tanah pada horizon ini bersifat asam. Menurut
Fiantis (2006), tanah yang terkena abu vulkanik akan memiliki kadar keasaman
(pH) tanah sebesar 5 5,5.
Tabel 6. Deskripsi Horizon Titik 1
Horizon
Deskripsi
Horizon Ap; dengan kedalaman 0-23 cm; 10 YR 2/1 hitam;
Lempung berdebu; Gumpal membulat; Gembur; Tidak lekat,
Agak Plastis; Pori mikro sedikit; Pori meso sedikit; Pori makro
sedikit; Akar halus tidak ada; Akar sedang sedikit ; Akar kasar
sedikit; Baur.
Horizon Bw1; dengan kedalaman23-50 cm; 10 YR 3/2 coklat
kehitaman; Lempung berdebu; Gumpal bersudut; Agak teguh;
Agak Lekat, Agak Plastis; Pori mikro sedikit; Pori meso
31
sedikit; Pori makro sedikit; Akar halus tidak ada; Akar sedang
sedikit; Akar kasar sedikit; Jelas.
Simbol Horizon
Ap
Bw1
Bw2
Kedalaman (cm)
0-19
19-33
Warna
10 YR 2/1
(Hitam)
10 YR 3/3
(Coklat Tua)
33-50
10 YR 3/6
(Coklat Tua
Kekuningan)
Kelas Tekstur
Lempung
Berdebu
Lempung
Berliat
Liat Berdebu
Struktur
Gumpal
Membulat
Gumpal
Bersudut
Gumpal
Bersudut
Gembur
Tidak Lekat,
Agak Plastis
Sedikit
Sedikit
Sedikit
6
Agak Teguh
Agak Lekat,
Agak Plastis
Sedikit
Sedikit
Sedikit
5
Agak Teguh
Agak Lekat,
Agak Plastis
Sedikit
Sedikit
Sedikit
5
Lembab
Konsistensi
Pori
pH
Basah
Halus
Sedang
Kasar
Titik pengamatan ke-2 dilakukan pada lokasi yang memiliki titik koordinat
UTM 0676835, 9133675, dan berada pada elevasi 1062 mdpl dengan vegetasi
utama kopi. Pada titik pengamatan ke-2 terdapat tiga horizon. Horizon pertama
memiliki kedalaman 0-19 cm yang dinamakan horizon Ap. Dinamakan horizon
Ap dikarenakan lapisan tanah atas pada titik pengamatan ke-2 telah mengalami
pengolahan tanah untuk budidaya tanaman kopi. Horizon Ap yang ditemukan
pada titik pengamatan ke-2 memiliki warna hitam atau 10 YR 2/1. Warna tanah
merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Warna hitam menunjukkan
adanya kandungan bahan organik yang tinggi. Seperti yang dinyatakan oleh
Hardjowigeno (1993), bahwa tanah-tanah hitam di Indonesia mengandung banyak
bahan organik. Pernyataan dari Hardjowigeno dapat dijadikan dasar untuk
hipotesis awal bahwa pada tanah lapisan atas di titik pengamatan ke-2 memiliki
kandungan bahan organik tinggi. Pengamatan selanjutnya pada horizon Ap di titik
pengamatan ke-2 adalah tekstur dan struktur tanah. Kelas tekstur horizon Ap
adalah lempung berdebu dan struktur gumpal membulat dengan ukuran struktur
32
tanah 20-50 mm. Menurut Hanafiah (2007), tanah dengan tekstur lempung
berdebu termasuk dalam jenis tanah bertekstur sedang. Horizon Ap pada titik ke-2
memiliki konsistesi lembab gembur dengan konsistensi basah tidak lekat dan agak
plastis. Konsistensi lembab dikatakan gembur karena saat diremas tanah mudah
hancur akan tetapi dapat membentuk gumpalan saat digenggam. Sedangkan pada
konsistensi basah dikatakan tidak lekat dan agak plastis karena saat ditekan
dengan dua ibu jari tidak ada tanah yang masih menempel dan tanah dapat
dibentuk gulungan tetapi patah saat dibentuk cincin. Hal tersebut sesuai pendapat
Rayes (2006), bahwa pada keadaan lembab, konsistensi tanah gembur dicirikan
jika diremas, hancur, jika digenggam bergumpal. Sedangkan konsistensi tanah
agak plastis dan tidak lekat dicirikan dengan tidak menempel di jari dan dapat
dibentuk gelintir tapi mudah berubah bentuk. Pori yang dapat diamati diantaranya
pori halus sedikit, pori sedang sedikit, dan pori kasar sedikit. Horizon Ap
memiliki pH sebesar 6.
Horizon kedua memiliki kedalaman 19-33 cm yang dinamakan horizon
Bw1. Sesuai yang telah dijelaskan pada pengamatan di titik 1 bahwa simbol
tambahan w menunjukkan adanya perubahan warna dan struktur dari horizon
sebelumnya. Horizon Bw1 di titik pengamatan ke-2 memiliki warna coklat tua
atau 10 YR 3/3. Kemudian kelas tekstur yang dimiliki ialah lempung berliat dan
strukturnya gumpal bersudut yang berukuran 20-50 mm. Horizon Bw1 pada titik
pengamatan ke-2 memiliki konsistesi lembab agak teguh dengan konsistensi
basah agak lekat dan agak plastis. Perbedaan konsistensi lembab antara horizon
Ap dengan horizon Bw1 dikarenakan saat pengamatan tanah tidak mudah hancur
dengan sedikit tenaga. Akan tetapi dibutuhkan tekanan yang sedikit lebih kuat
agar agregat tanah dapat dihancurkan. Pori yang dapat diamati pada horizon Bw1
diantaranya pori halus sedikit, pori sedang sedikit, dan pori kasar sedikit. Horizon
Bw1 memiliki pH sebesar 5.
Horizon ketiga memiliki kedalaman 33-53 cm yang dinamakan horizon
Bw2. Horizon Bw2 memiliki warna coklat tua kekuningan atau 10 YR 3/6.
Kemudian kelas tekstur yang dimiliki ialah liat berdebu dan strukturnya gumpal
bersudut yang berukuran 20-50 mm. Horizon Bw2 pada titik pengamatan ke-2
memiliki konsistesi lembab agak teguh dengan konsistensi basah agak lekat dan
agak plastis. Pori yang dapat diamati pada horizon Bw2 diantaranya pori halus
33
sedikit, pori sedang sedikit, dan pori kasar sedikit. Horizon Bw2 memiliki pH
sebesar 5. Tanah yang ditemukan pada titik-2 umumnya memiliki pH antara 5-6.
Menurut Mukhlis (2007), tanah-tanah yang telah diolah untuk kegiatan budidaya
memiliki pH antara 4 sampai 8. Sedangkan untuk pH yang lebih masam
ditemukan pada tanah gambut atau tanah dengan kandungan alumunium atau
belerang yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan kondisi tanah di titik pengamatan
ke-2 yang memiliki pH 5-6 karena telah mengalami pengolahan tanah untuk
kegiatan budidaya tanaman.
Tabel 8. Deskripsi Horizon Titik 2
Horizon
1
Deskripsi
Horizon Ap; dengan kedalaman 0-19 cm; 10 YR 2/1 hitam;
Lempung berdebu; Gumpal membulat; Gembur; Tidak lekat,
Agak Plastis; Pori mikro sedikit; Pori meso sedikit; Pori
makro sedikit; Akar halus biasa; Akar sedang tidak ada ;
Akar kasar sedikit; Nyata.
Horizon Bw1; dengan kedalaman19-33 cm; 10 YR 3/3coklat
tua; Lempung berliat; Gumpal bersudut; Agak teguh; Agak
Lekat, Agak Plastis; Pori mikro sedikit; Pori meso sedikit;
Pori makro sedikit; Akar halus biasa; Akar sedang tidak ada;
Akar kasar sedikit; Baur.
Horizon Bw2; dengan kedalaman 33-53 cm; 10 YR
3/6coklat tua kekuningan; Liat berdebu; Gumpal bersudut;
Agak teguh; Agak Lekat, Agak Plastis; Pori mikro sedikit;
Pori meso sedikit; Pori makro sedikit; Akar halus biasa;
Akar sedang tidak ada; Akar kasar sedikit; Baur.
Simbol Horizon
Kedalaman (cm)
0-50
10 YR 2/2
(hitam kecoklatan)
Lempung Liat Berdebu
Warna
Kelas Tekstur
Struktur
Konsistensi
Lembab
Gumpal Membulat
Gembur
34
Basah
Halus
Sedang
Kasar
Pori
pH
6
Berdasarkan hasil pengamatan tanah pada titik 3, pengamatan berada pada
koordinat TM 0676884, 9133673, dan berada pada elevasi 1064 mdpl dengan
vegetasi kopi. Pada titik 3 hanya ditemukan 1 horizon yaitu A yang memiliki
kedalaman 0-50 cm. Horizon A ini memiliki warna hitam kecoklatan atau disebut
10 YR 2/2, seperti yang dikatakan Hardjowigeno
merupakan horizon di permukaan tanah yang terdiri dari campuran bahan organik
dan bahan mineral berwarna lebih gelap daripada horison di bawahnya. Pada
horizon ini juga memiliki kelas tekstur lempung liat berdebu yang berarti
memiliki rasa licin yang jelas, dapat membentuk bola teguh dan gulungan yang
mengkilat serta dapat melekat. Dari hasil pengamatan, struktur yang didapatkan
adalah gumpal membulat. Menurut Quirk (1987) dalam Handayani dan
Sunarminto (2002), terdapat pengelompokan struktur tanah, yaitu struktur tanah
berbutir (granular/gumpal membulat), umumnya terdapat pada horizon A. Horizon
A ini juga memiliki konsistensi lembab gembur dengan konsistensi basah Tidak
lekat dan agak plastis. Pori yang di amati baik halus, sedang, dan kasar di
dapatkan hasil yang sama yaitu sedikit. Horizon A memiliki pH sebesar 6.
4.2
Deskripsi
Horizon A; dengan kedalaman 0-50 cm; 10 YR 2/2 hitam
kecoklatan; Lempung liat berdebu; Gumpal membulat;
Gembur; Tidak lekat, Agak Plastis; Pori mikro sedikit; Pori
meso sedikit; Pori makro sedikit; Akar halus tidak ada; Akar
sedang sedikit ; Akar kasar tidak ada.
Klasifikasi Tanah
35
Titik
Epipedon
B1.1
Umbrik
Endopedon
Kambik
B1.2
Umbrik
Kambik
B1.3
Umbrik
Kambik
A. Titik B1.1
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014), maka
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik dapat diklasifikasikan dalam epipedon
umbrik. Hal tersebut diperkuat dengan data yang menunjukkan masuknya syaratsyarat tanah titik B1.1 dalam epipedon umbrik. Warna tanah pada titik B1.1
adalah 10 YR 2/1 (hitam) yang sesuai dengan syarat epipedon umbrik yaitu
memiliki nilai value dan chroma kurang dari atau sama dengan 3 pada keadaan
lembab. Dilihat dari kedalaman tanah, horizon pertama pada titik B1.1 memiliki
kedalaman 23 cm sehingga sudah memenuhi syarat untuk masuk dalam epipedon
umbrik. Adapun nilai pH-nya adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan
basanya <50% karena nilai pH 6 tergolong asam. Nilai kejenuhan basa tersebut
memenuhi syarat dari epipedon umbrik yaitu memiliki kejenuhan basa (NH4OAc)
<50%.
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014), maka
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik B1.1 dapat diklasifikasikan dalam
endopedon kambik. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri tanah tersebut yang
memenuhi syarat dari endopedon kambik. Warna tanah endopedon adalah 10 YR
3/2 (coklat tua), dimana baik nilai value dan chromanya kurang dari atau sama
dengan 3 (lembab) yang merupakan jenis endopedon kambik. Kedalaman tanah
adalah 23-50 cm dimana nilainya telah melebihi 15 cm. Tekstur tanah lempung
berdebu yang termasuk pada tekstur halus juga termasuk dalam karakteristik tanah
kambik. Serta letak endopedon bukan pada horizon Ap melainkan pada horizon B.
Menurut Rahayu dkk. (2014), tanah dikategorikan ke dalam endopedon kambik
karena telah mengalami perkembangan struktur tanah.
B. Titik B1.2
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014), maka
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik dapat diklasifikasikan dalam epipedon
umbrik. Hal ini dikarenakan tanah yang diamati pada titik B1.2 memiliki ciri-ciri
36
yang memenuhi syarat tanah jenis umbrik. Kedalaman tanah pada titik ini yaitu 19
cm yang mana telah memenuhi karakteristik tanah umbrik yaitu memiliki
kedalaman 18 cm, dan warna tanah 10 YR 2/1 (hitam) dimana nilai dari warna
ini juga memenuhi karakteristik dari umbrik karena baik nilai value maupun
chroma 3. Adapun nilai pH-nya adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan
basanya <50% karena nilai pH 6 tergolong asam. Nilai kejenuhan basa tersebut
memenuhi syarat dari epipedon umbrik yaitu memiliki kejenuhan basa (NH4OAc)
<50%.
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014), maka
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik B1.2 dapat diklasifikasikan dalam
endopedon kambik. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri tanah tersebut yang
memenuhi syarat dari endopedon kambik. Warna tanah endopedon adalah 10 YR
3/3 (coklat tua), dimana baik nilai value dan chromanya kurang dari atau sama
dengan 3 (lembab) yang merupakan jenis endopedon kambik. Kedalaman tanah
adalah 19-33 cm dimana nilainya telah melebihi 15 cm. Tekstur tanah lempung
berliat yang termasuk pada tekstur halus juga termasuk dalam karakteristik tanah
kambik. Serta letak endopedon bukan pada horizon Ap melainkan pada horizon B.
C. Titik B1.3
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014), maka
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik dapat diklasifikasikan dalam epipedon
umbrik.Hal ini dikarenakan tanah yang diamati pada titik B1.3 memiliki ciri-ciri
yang memenuhi syarat tanah jenis umbrik. Kedalaman tanah pada titik ini yaitu 50
cm yang mana telah memenuhi karakteristik tanah umbrik yaitu memiliki
kedalaman 18 cm, dan warna tanah 10 YR 2/2 (hitam) dimana nilai dari warna
ini juga memenuhi karakteristik dari umbrik karena baik nilai value maupun
chroma 3. Adapun nilai pH-nya adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan
basanya <50% karena nilai pH 6 tergolong asam. Nilai kejenuhan basa tersebut
memenuhi syarat dari epipedon umbrik yaitu memiliki kejenuhan basa (NH4OAc)
<50%.
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014), maka
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik B1.3 dapat diklasifikasikan dalam
endopedon kambik. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri tanah tersebut yang
memenuhi syarat dari endopedon kambik. Warna tanah endopedon adalah 10 YR
37
3/3 (coklat tua), dimana baik nilai value dan chromanya kurang dari atau sama
dengan 3 (lembab) yang merupakan jenis endopedon kambik. Kedalaman tanah
adalah 50-130 cm dimana nilainya telah melebihi 15 cm. Tekstur tanah lempung
liat berdebu yang termasuk pada tekstur halus juga termasuk dalam karakteristik
tanah kambik. Serta letak endopedon bukan pada horizon Ap melainkan pada
horizon B.
4.2.2 Ordo Subgrup
Tabel 12. Klasifikasi Ordo-Subgrup
Kelompok
B1
Titik
Ordo
Subordo
Grup
B1.1
Inceptisols
Udepts
Humudepts
B1.2
Inceptisols
Udepts
Humudepts
B1.3
Inceptisols
Udepts
Humudepts
Subgrup
Typic
Humudepts
Typic
Humudepts
Pachic
Humudepts
A. Titik B1.1
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014),
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik B1.1 termasuk kedalam ordo Inceptisols.
Hal tersebut dikarenakan tanah pada titik B1.1 telah memenuhi ciri-ciri ordo
Inceptisols yaitu memiliki epipedon umbrik dan endopedon kambik. Hal ini juga
sesuai dengan ciri-ciri tanah inceptisols menurut Hardjowigeno (1993), yang
mengatakan bahwa Inceptisols adalah tanah yang memiliki epipedon okrik dan
horizon albik tetapi juga memiliki beberapa sifat penciri lain misalnya horizon
kambik, serta banyak ditemukan pada ekosistem hutan. Dalam bukunya
Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis dijelaskan pula bahwa Inceptisols merupakan
tanah immature atau belum matang dan perkembangan profilnya masih lemah
dibanding tanah yang matang.Di samping itu, tanah Inceptisols juga memiliki
tekstur yang bervariasi antara lempung dan lempung berdebu (Siregar, 2016).
Menurut USDA (2014), subordo Udepts adalah Inceptisols lain yang
memiliki ciri-ciri rezim lengas udik.Penentuan subordo ini selain berdasarkan
rezim lengasnya tetapi juga dari vegetasi. Vegetasi yang ditemukan dilapangan
adalah pohon mahoni, hal ini sesuai dengan ciri-ciri subordo udepts yaitu vegetasi
kebanyakan adalah hutan campuran kayu-keras. Berdasarkan ciri-ciri diatas, pada
titik B1.1 ini termasuk ke dalam subordo Udepts.
38
Berdasarkan subordo Udepts yang dimiliki tanah pada titik B1.1, tanah
tersebut termasuk kedalam great grup Humudepts dikarenakan memiliki epipedon
umbrik atau molik. Sedangkan untuk subgrup pada titik B1.1 termasuk kedalam
subgrup Typic Humudepts dikarenakan tidak memiliki ciri-ciri Humudepts yang
lain (USDA, 2014).
B. Titik B1.2
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014),
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik B1.2 termasuk kedalam ordo Inceptisols.
Hal ini juga sesuai dengan ciri-ciri tanah Inceptisols menurut Hardjowigeno
(1993), yang mengatakan bahwa Inceptisols adalah tanah yang memiliki epipedon
Okrik dan horizon Albik tetapi juga memiliki beberapa sifat penciri lain misalnya
horizon Kambik, serta banyak ditemukan pada ekosistem hutan. Dalam bukunya
Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis dijelaskan pula bahwa Inceptisols merupakan
tanah immature atau belum matang dan perkembangan profilnya masih lemah
dibanding tanah yang matang.Di samping itu, tanah Inceptisols juga memiliki
tekstur yang bervariasi antara lempung dan lempung berdebu (Siregar, 2016).
Menurut USDA (2014),subordo Udepts adalah Inceptisols lain yang
memiliki ciri-ciri rezim lengas udik. Penentuan subordo ini selain berdasarkan
rezim lengasnya tetapi juga dari vegetasi. Vegetasi yang ditemukan dilapangan
adalah pohon mahoni dan kopi, hal ini sesuai dengan ciri-ciri subordo Udepts
yaitu vegetasi kebanyakan adalah hutan campuran kayu-keras. Berdasarkan ciriciri diatas, pada titik B1.2 ini termasuk ke dalam subordo Udepts.
Berdasarkan subordo Udepts yang dimiliki tanah pada titik B1.2, tanah
tersebut termasuk dalam great grup Humudepts dikarenakan memiliki epipedon
umbrik atau molik. Sedangkan untuk subgrup pada titik B1.1 termasuk kedalam
subgrup Typic Humudepts dikarenakan tidak memiliki ciri-ciri Humudepts yang
lain (USDA, 2014).
C. Titik B1.3
Berdasarkan pengamatan dan klasifikasi tanah menurut USDA (2014),
didapatkan hasil bahwa tanah pada titik B1.3 termasuk kedalam ordo Inceptisols.
Hal ini dikarenakan titik tersebut memenuhi ciri-ciri ordo Inceptisols menurut
USDA (2014), yaitu terdapat Horizon Kambik dan memiliki Epipedon
Umbrik.Hal ini juga sesuai dengan ciri-ciri tanah Inceptisols menurut
Hardjowigeno (1993), yang mengatakan bahwa Inceptisols adalah tanah yang
39
memiliki epipedon okrik dan horizon albik tetapi juga memiliki beberapa sifat
penciri lain misalnya horizon kambik, serta banyak di temukan pada ekosistem
hutan. Dalam bukunya Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis dijelaskan pula bahwa
Inceptisols merupakan tanah immature atau belum matang dan perkembangan
profilnya masih lemah dibanding tanah yang matang.Di samping itu, tanah
Inceptisols juga memiliki tekstur yang bervariasi antara lempung dan lempung
berdebu (Siregar, 2016).
Menurut USDA (2014), Udepts merupakan subordo dari tanah Inceptisols
(Other Inceptisols), dimana subordo ini memiliki ciri-ciri rezim lengas udik.
Penentuan subordo ini selain berdasarkan rezim lengasnya tetapi juga dari
vegetasi. Vegetasi yang ditemukan dilapangan pada sekitar titik pengamatan
adalah pohon mahoni dan kopi, hal ini sesuai dengan ciri-ciri subordoUdepts yaitu
vegetasi kebanyakan adalah hutan campuran kayu-keras. Berdasarkan ciri-ciri
diatas, pada titik B1.3 ini termasuk ke dalam subordo Udepts.
Berdasarkan subordo Udepts yang dimiliki tanah pada titik B1.3, tanah
tersebut termasuk dalam great grup Humudepts dikarenakan memiliki epipedon
umbrik atau molik. Sedangkan untuk subgrup pada titik B1.3 termasuk kedalam
subgrup Pachic Humudepts dikarenakan memiliki ciri-ciri Humudepts dengan
epipedon umbrik atau molik hingga kedalaman 50 cm (USDA, 2014).
4.2
Kemampuan Lahan
Keterangan
20 %
Permukaan, Rendah
Ringan
Dalam
Lempung Berdebu
Lempung Berdebu
Lambat
Agak baik
Tidak ada
Tidak ada
Kelompok
D
KE2
e1
k0
t3
t1
P1
d2
b0
O0
Kelas
IV
I
II
I
I
I
V
II
I
I
40
Vs
Keterangan
20 %
Permukaan, Rendah
Ringan
Dalam
Lempung Berdebu
Lempung Berliat
Lambat
Agak baik
Tidak ada
Tidak ada
Kelompok
D
KE2
e1
k0
t3
t2
P1
d2
b0
O0
Kelas
IV
I
II
I
I
I
V
II
I
I
41
11.
Garam/ salinitas
Kelas Kemampuan Lahan
Vs
Keterangan
40 %
Permukaan, Sedang
Sedang
Dalam
Lempung Berdebu
Lempung Berdebu
Agak Cepat
Cepat
Tidak ada
Tidak ada
Kelas kemampuan lahan
Kelompok Kelas
E
VI
KE3
II
e2
III
k0
I
t2
I
t2
I
P4
III
d4
IV
b0
I
O0
I
VIe
42
di gunakan untuk
4.4
Kesesuaian Lahan
Temperatur (tc)
Rata-rata
25-32
tahunan (0C)
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
Curah hujan
(mm/ tahun)
2000
3000
Kelembaban
45 - 80
DATA
AKTUAL
<20
23,5
S2
1 2 bulan
>4000
1595
S3
<30
77,5
S1
S2
S3
>32;
22-25
20-22
35
56
1750
2000
3000
3500
35 45
1500
1750
3500
4000
>90 ;
43
nisbi (%)
LGP (hari)
Media perakaran (rc)
Drainase
Baik,
tanah
agak
terham
bat
Tekstur
Agak
halus,
sedang
Kedalaman
>75
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Saprik
+
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
>16
pH tanah
5,5
6,5
C-Organik
(%)
Kejenuhan
basa (%)
Toksisitas (xc)
Persyaratan
Penggunaan
30 - 35
-
Agak
cepat,
sedang
Terham
bat
Sangat
terhambat,
cepat
Sedang
Halus,
agak
kasar
Agak
halus
Kasar
Lempung
berdebu
S1
50-75
Saprik,
hemik
+
60
140
16
5,0 5,5
6,5 7,5
S2
25-50
<25
170
S1
Hemik,
fibrik +
Fibrik
140
200
>200
S1
<5,0
>7,5
>0,8
0,8
35
<35
DATA
AKTUAL
S1
Salinitas
<2
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
<25
(%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
>100
sulfide (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<3
Bahaya erosi
Sanga
t
rendah
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<3
(%)
S3
2-3
3-4
>4
25-35
35-45
>45
75-100
40-75
<40
3-8
Rendah
sedang
8-15
>15
20
Berat
Sangat
berat
Ringan
S2
15-40
>40
Tidak
ada
S1
3-15
44
Singkapan
<2
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
ORDO
KELAS
SUB KELAS
2-10
F1
10-25
F2
>25
Tidak
ada
S1
>F2
N
N
N eh
DATA
AKTUAL
45
S1
Temperatur (tc)
Rata-rata
25-30
tahunan (0C)
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
<3
(<75)
Curah hujan
2000
(mm/ tahun)
3000
Kelembaban
45
nisbi (%)
80
LGP (hari)
Media perakaran (rc)
Drainase tanah Baik
Tekstur
Kedalaman
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Persyaratan
Penggunaan
Ketebalan (cm)
S2
S3
>30;
21-<25
Td
Td
23,5
S1
>3 4
Td
>3000
3500
1750
<2000
1500
<1750
>3500
4000
>90 ;
30 - 35
-
Td
1595
S3
<30
77,5
S1
35 45
Agak
cepat,
sedang
L,
SCl,
SiL,
CL,
SiCL
SL, SC,
SiC, C
>150
100-150
Saprik
Cepat,
Agak
terhamb
at
LS,
StrC,
Liat
masiv
Terham
bat
Sedang
Td
Lempun
g
berdebu
(SL)
75 <100
Hemik
<60
S2
50 <75
150
S1
HemikFibrik
DATA
AKTUAL
>200
S2
S2
60
140
S3
140 200
16
5,0 <5,5
<7,0 7,5
0,8
4,5 <5,0
>7,5
8,0
-
S1
<35
2-3
3-4
>4
25-35
35-45
>45
46
Kedalaman
>100
sulfide (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<8
Bahaya erosi
Sanga
t
Ringa
n
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
<3
permukaan (%)
Singkapan
<2
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
ORDO
KELAS
SUB KELAS
75-100
40-75
<40
8-15
>15-30
>30-50
20
S3
Ringan
Sedang
Berat
Ringan
S2
3-15
15-40
>40
2-10
10-25
>25
F1
F2
>F2
Tidak
ada
Tidak
ada
-
S1
S1
S
S3
S3 wa,eh
Temperatur (tc)
Rata-rata
22
tahunan (0C)
25
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
DATA
AKTUAL
< 19
23,5
S1
12
bulan
S2
S3
25-28
19-22 ;
28-32
3-5
56
47
Curah hujan
(mm/ tahun)
Kelembaban
45
nisbi (%)
80
LGP (hari)
Media perakaran (rc)
Drainase tanah Baik
Tekstur
Kedalaman
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Ketebalan (cm)
1750
2000
3000
3500
2000
3000
Halus,
agak
halus,
sedan
g
35 - 45
Agak
baik
1500
1750
3500
4000
>90 ;
30 35
Agak
terhamb
at, agak
cepat
Agak
kasar
<30
77,5
S1
Terham
bat,
sangat
terhamb
at, cepat
Kasar,
sangat
halus
Lambat
N
<50
93
S2
Fibrik
>200
Td
S1
1-2
>2
75
125
<75
16 50
>50
25
S3
Berat
Sangat
berat
Ringan
S2
50 75
Saprik
+
Saprik,
hemik +
<60
60 - 140
Hemik,
fibrik +
140
200
C-Organik (%)
>0,8
Kejenuhan
>20
20
basa (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas
<1
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
125 >175
sulfide (cm)
175
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<8
8 - 16
Bahaya erosi
Sanga
Rendah
t
- sedang
rendah
Penyiapan lahan (lp)
S3
S1
75 - 100
16
6,5
7,0
5,0
5,5
0,8
1595
>4000
Lempun
g
berdebu
>100
<1500
>7,0
<5,0
48
Batuan
<5
permukaan (%)
Singkapan
<5
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
ORDO
KELAS
SUB KELAS
5-15
15-40
>40
5 - 15
15 25
>25
F0
F1
Tidak
ada
Tidak
ada
S1
S1
>F1
N
N
N rc
49
Temperatur (tc)
Rata-rata
25-32
tahunan (0C)
Ketersedian air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
Curah hujan
(mm/ tahun)
2000 3000
Kelembaban
nisbi (%)
45 80
S2
S3
DAT
A
>32;
22-25
20-22
<20
23,5
S2
35
56
12
bulan
1750
2000
3000
3500
1500
1750
3500
4000
>90 ;
30 35
>4000
1595
S3
<30
77,5
S1
35 45
AKTUAL
50
LGP (hari)
Media perakaran (rc)
Drainase
Baik,
tanah
agak
terha
mbat
Tekstur
Agak
halus,
sedan
g
Kedalaman
>75
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Saprik
+
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
>16
pH tanah
5,5
6,5
C-Organik
>0,8
(%)
Kejenuhan
35
basa (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas
<2
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
<25
(%)
Persyaratan
Penggunaan
S1
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
>100
sulfide (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<3
Bahaya erosi
Sanga
t
renda
h
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<3
(%)
Singkapan
<2
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Agak
cepat,
sedang
Terham
bat
Sangat
Lam
terhamb bat
at, cepat
Halus,
agak
kasar
Agak
halus
Kasar
S3
Lem
pung
berd
ebu
S1
<25
170
S1
Fibrik
>200
50-75
25-50
Saprik,
hemik +
60
140
Hemik,
fibrik +
140
200
16
5,0 - 5,5
6,5 - 7,5
<5,0
>7,5
S1
0,8
<35
2-3
3-4
>4
25-35
35-45
>45
DATA
AKTUAL
<40
8-15
>15
25
Rendah
sedang
Berat
Sangat
berat
Ringa
n
S2
3-15
15-40
>40
Tidak
ada
S1
2-10
10-25
>25
Tidak
ada
S1
S2
S3
75-100
40-75
3-8
51
Genangan
ORDO
KELAS
SUB KELAS
F0
F0
F1
>F1
N
N
N eh
52
SPL 8, kesesuaian lahan aktual tanaman talas adalah S3 eh. Kelas ini
menunjukkan bahwa tanaman talas masih sesuai dibudidayakan di wilayah SPL 3
namun sesuai marjinal. Faktor pembatas pada kesesuaian lahan aktual tersebut
adalah faktor kelerengan.
Kesesuaian lahan aktual tanaman talas di SPL 9 adalah kelas S3 nr. Kelas
kesesuaian tersebut menunjukkan bahwa tanaman talas di wilayah SPL 9 sesuai
marjinal untuk tanaman talas dengan faktor pembatas adalah pH tanah.
Keseuaian lahan aktual komoditas talas di SPL 10 S2 wa,eh. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan budidaya tanaman talas di SPL 10 adalah agak
sesuai. Yang menjadi faktor pembatas kesesuaian lahan tanaman talas pada SPL
10 adalah curah hujan (wa) dan kelerengan (eh).
Pada SPL 11 kesesuaian aktual tanaman talas adalah termasuk kedalam
kelas S3 tc, wa, eh. Pada kelas ini menunjukkan bahwa tanaman talas yang
dibudiadayakan di wilayah SPL tersebut adalah sesuai marjinal dengan faktor
pembatas berupa temperatur (tc), curah hujan (wa) dan kelerengan (eh).
S1
Temperatur (tc)
Rata-rata
20
0
tahunan ( C)
28
Ketersediaan air (wa)
Lama bulan
<6,5
Kering (bln)
Curah hujan
(mm/ tahun)
1500 2000
DATA
AKTUAL
S2
S3
18-20
28-30
16-18
30-38
< 16
>38
23,5
S1
6,5-7,5
7,5-8,5
>8,5
900
1500
2000
2500
600
900
2500
3000
1595
S1
<600
>3000
53
Drainase
tanah
Tekstur
Bahan Kasar
(%)
Kedalaman
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Baik
sampa
i agak
baik
H, ah,
s, ak
<15
Agak
cepat
Terham
bat,
cepat
Sangat
Cepat
terhamb
at, cepat
H, ah, s,
ak
15-35
Halus
35-55
>55
>75
50 75
40 - 50
<50
170
S1
Saprik
+
Saprik,
hemik +
Hemik,
fibrik +
Fibrik
140-200
200-400
>400
60 - 140
140
200
>200
16
5,5-7,0
7,0-7,5
>5,5
>7,5
S1
0,4
35-50
<35
4-6
6-8
>8
DATA
AKTUAL
<40
>30
40
Sangat
berat
Ringan
S2
>40
Tidak
ada
S1
Sisipan/pengk
<140
ayaan
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
>16
pH tanah
5,87,0
C-Organik
>0,4
(%)
Kejenuhan
>50
basa (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas
<4
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
(%)
Persyaratan
Penggunaan
S2
-
S2
S3
S1
<5
5-15
15-40
54
Singkapan
<5
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
5 - 15
F1
15 - 25
F2
>25
>F3
Tidak
ada
S1
Tidak
ada
S1
ORDO
KELAS
SUB KELAS
N
N
N eh
f)
S1
Temperatur (tc)
Rata-rata
22
tahunan (0C)
25
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
Curah hujan
2000
(mm/ tahun)
3000
DATA
AKTUAL
S2
S3
25-28
19-22 ;
28-32
< 19
23,5
S1
3-5
56
12
bulan
1750
2000
3000
3500
1500
1750
3500
4000
<1500
>4000
1595
S3
55
Kelembaban
45
nisbi (%)
80
LGP (hari)
Media Perakaran (rc)
Drainase
Baik
tanah
Tekstur
Kedalaman
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Halus,
agak
halus,
sedan
g
Persyaratan
Penggunaan
Agak
baik
>90 ;
30 35
Agak
terhamb
at, agak
cepat
Agak
kasar
>100
75 - 100
50 75
Saprik
+
Saprik,
hemik +
Hemik,
fibrik +
140
200
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
>16
pH tanah
5,5
6,5
C-Organik
(%)
Kejenuhan
basa (%)
35 - 45
60 - 140
16
6,5
7,0
5,0
5,5
<30
77,5
S1
Terham Cepat
bat,
sangat
terhamb
at, cepat
Kasar,
Lempung
sangat
berdebu
halus
S1
<50
170
S1
Fibrik
>200
Td
S1
>7,0
<5,0
>0,8
0,8
>20
20
DATA
AKTUAL
Toksisitan (xc)
Salinitas
<1
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
(%)
Bahaya Sulfidix (xs)
Kedalaman
>175
sulfide (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<8
Bahaya erosi
Sanga
t
S2
S3
1-2
>2
125 175
75
125
<75
8 - 16
Rendah
- sedang
16 50
Berat
>50
Sangat
berat
40
Berat
N
S3
56
rendah
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<5
(%)
Singkapan
<5
batuan (%)
Bahaya Banjir (fh)
Genangan
F0
ORDO
KELAS
SUB KELAS
5-15
15-40
>40
Tidak ada
S1
5 - 15
15 25
>25
Tidak ada
S1
F0
F1
>F1
N
N
N rc, eh
Pada lahan pengamatan yang dilakukan pada titik tiga, didapatkan bahwa
kondisi tanah pada titik tiga termasuk dalam ordo sesuai. Jadi, lahan tersebut bisa
dijadikan sebagai lahan produksi. Factor penghambat yang memiliki nilai tinggi
yakni kelerengan pada lahan tersebut memiliki nilai sebesar 40%. Hal ini berarti
bahwa nilai tersebut termasuk ordo N yakni tidak sesuai. Menurut Djaebudin et,
al. (2000), tanaman kopi akan tumbuh dengan baik pada kelerengan <8%.
Temperatur (tc)
Rata-rata
25-32
tahunan (0C)
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
Curah hujan
2000 -
S2
S3
>32;
22-25
20-22
<20
35
56
1750
1500
12
bulan
>4000
DATA
AKTUAL
POTENSIAL
23,5
S2
S2
1595
S3
S3
57
(mm/ tahun)
2000
3000
3500
3000
Kelembaban
45 nisbi (%)
80
LGP (hari)
Media perakaran (rc)
Drainase
Baik,
tanah
agak
terha
mbat
Tekstur
Kedalaman
efektif (cm)
35 - 45
-
Agak
halus,
sedan
g
1750
3500
4000
>90 ;
30 - 35
-
<30
77,5
S1
S1
S2
S1
Lempun
g
berdebu
S1
S1
Agak
cepat,
sedang
Terham
bat
Sangat
Sedang
terhamb
at, cepat
Halus,
agak
kasar
Agak
halus
Kasar
>75
50-75
25-50
<25
170
S1
S1
Saprik
+
Saprik,
hemik +
Hemik,
fibrik +
Fibrik
60 - 140
140
200
>200
<5,0
>7,5
S1
S1
Gambut
Kematangan
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
>16
pH tanah
5,5
6,5
16
5,0 - 5,5
6,5 - 7,5
>0,8
0,8
35
<35
DATA
AKTUAL
POTENSIAL
C-Organik
(%)
Kejenuhan
basa (%)
Persyaratan
Penggunaan
Toksisitas (xc)
Salinitas
(mmhos/cm)
S2
S3
<2
2-3
3-4
>4
25-35
35-45
>45
75-100
40-75
<40
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
<25
(%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
>100
sulfide (cm)
Bahaya erosi (eh)
58
Lereng (%)
Bahaya erosi
<3
3-8
Sanga
Rendah
t
- sedang
rendah
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<3
(%)
Singkapan
<2
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
ORDO
KELAS
SUB KELAS
8-15
>15
20
Berat
Sangat
berat
Ringan
S2
S1
3-15
15-40
>40
Tidak
ada
S1
S1
2-10
10-25
>25
Tidak
ada
S1
S1
F0
F1
>F1
N
N
N eh
N
N
N eh
S2
S3
25-30
>30;
21-<25
DATA
AKTUAL
23,5
S1
POTENSIAL
Temperatur (tc)
Rata-rata
tahunan (0C)
S1
60
Bulan Kering
(<75)
Curah hujan
(mm/ tahun)
Kelembaban
nisbi (%)
LGP (hari)
<3
>3 4
>3000
3500
1500
<1750
1750
<2000
>3500
4000
45 - 80
35 45
2000 3000
1595
S3
>90 ;
30 35
<30
77,5
S1
S3
S1
-
Kedalaman
efektif (cm)
Baik
Cepat,
Terha
Agak
mbat
terhamba
t
L, SCl, SL, SC, LS, StrC,
SiL,
SiC, C Liat
CL,
masiv
SiCL
>150
Agak
cepat,
sedang
100150
75 <100
Sedang
S2
S1
Lempun
g
berdebu(
SL)
S2
S1
50 <75
150
S1
S1
Hemi
kFibrik
>200
Gambut
Kematangan
Ketebalan
(cm)
Persyaratan
Penggunaan
<60
60
140
Hemik
140
200
S1
DATA
AKTUAL
POTENSIAL
S2
S3
16
5,0 <5,5
<7,0 7,5
4,5 <5,0
>7,5
8,0
S1
>0,8
0,8
35
<35
Saprik
S1
-
61
Salinitas
(mmhos/cm)
<2
2-3
3-4
>4
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
<25
(%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
>100
sulfide (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<8
Bahaya erosi
Sangat
Ringan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<3
(%)
Singkapan
<2
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
ORDO
KELAS
SUB KELAS
25-35
35-45
75-100
40-75
8-15
>15-30
>3050
20
S3
Ringan
Sedang
Berat
Ringan
S2
3-15
15-40
>40
Tidak
ada
S1
>25
Tidak
ada
S1
2-10
F1
10-25
F2
>45
<40
>F2
S3
S2
S1
S
S3
S3 wa, eh
S1
S
S3
S3 wa, eh
S2
S3
DATA
AKTUAL
POTENSIAL
N
62
Temperatur (tc)
Rata-rata
25-32
tahunan (0C)
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
Curah hujan
(mm/ tahun)
2000 3000
Kelembaban
45 - 80
nisbi (%)
LGP (hari)
Media perakaran (rc)
Drainase
Baik,
tanah
agak
terham
bat
Tekstur
Kedalaman
efektif (cm)
Agak
halus,
sedang
Persyaratan
Penggunaan
<20
23,5
S2
S2
3-5
56
12
bulan
1750
2000
3000
3500
1500
1750
3500
4000
>90 ;
30 35
-
>4000
1595
S3
S3
<30
77,5
S1
S1
S3
S2
Lempun
g
berdebu
(Agak
halus)
S1
S1
35 - 45
Agak
cepat,
sedang
Terhamb
at
Halus,
agak
kasar
Agak
halus
Sanga
t
terha
mbat,
cepat
Kasar
Lambat
50-75
25-50
<25
170
S1
S1
Saprik+
Saprik,
hemik
+
Hemik,
fibrik +
Fibrik
<60
60 140
140
200
>200
DATA
AKTUAL
POTENSIAL
20-22
>75
Gambut
Kematangan
Ketebalan
(cm)
>32;
22-25
S2
S3
16
5,0 5,5
6,5 7,5
S1
S1
<5,0
>7,5
>0,8
0,8
35
<35
<2
2-3
3-4
>4
63
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
<25
(%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
>100
sulfide (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<3
Bahaya erosi
Sangat
rendah
25-35
35-45
>45
75-100
40-75
<40
3-8
Rendah
sedang
8-15
>15
25
Berat
Sanga
t berat
Ringan
S2
S1
3-15
15-40
>40
Tidak
ada
S1
S1
2-10
10-25
>25
Tidak
ada
S1
S1
F0
F1
>F1
N
N
N eh
N
N
N eh
64
menahan air (Stevenson, 1982). Porositas itu sendiri merupakan ukuran yang
menunjukan perbandingan pori tanah yang dapat terisi oleh udara dan air. Pori
tanah sendiri terbagi menjadi pori mikro yang biasa dikenal sebagai pori kapiler,
pori meso sebagai pori drainase lambat, dan pori makro dengan pori drainase
cepat.
d) Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi di Titik 2
Tabel 25. Kesesuaian Lahan Potensial Kopi Titik 2
Persyaratan
Penggunaan
Temperatur (tc)
Rata-rata
22
tahunan (0C)
25
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
Curah hujan
2000
(mm/ tahun)
3000
Kelembaban
45
nisbi (%)
80
LGP (hari)
Media perakaran (rc)
Drainase
Baik
tanah
Persyaratan
Penggunaan
Tekstur
Kedalaman
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
DATA
S3
-;25-28
19-22 ;
28-32
< 19
23
S1
S1
3-5
56
12
bulan
1750
2000
3000
3500
1500
1750
3500
4000
>90 ;
30 35
-
>4000
1595
S3
S3
<30
79,75
S1
S1
S2
35 - 45
Agak
baik
Terham
bat,
sangat
terhamb
at, cepat
Kelas kesesuaian Lahan
S1
S2
S3
N
Halus, Agak
Kasar,
agak
kasar
sangat
halus,
halus
sedang
>100
75 100
Saprik
+
Saprik,
hemik +
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
>16
AKTUAL POTENSIAL
S2
60 - 140
16
Agak
terhamb
at, agak
cepat
50 75
Hemik,
fibrik +
140
200
-
Lambat
DATA
AKTUAL POTENSIAL
Lempun
g
berdebu
S1
S1
<50
93
S2
S1
Fibrik
>200
65
pH tanah
5,5
6,5
6,5
7,0
5,0
5,5
>7,0
Td
S1
S1
25
S3
S3
Ringan
S2
S1
Tidak
ada
S1
S1
Tidak
ada
S1
S1
<5,0
C-Organik
>0,8
0,8
(%)
Kejenuhan
>20
20
basa (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas
<1
1-2
>2
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
(%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
125
>175
75 - 125
<75
sulfide (cm)
175
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<8
8 - 16
16 - 50
>50
Bahaya erosi
Sanga
Rendah
Sangat
t
Berat
- sedang
berat
rendah
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<5
5-15
15-40
>40
(%)
Singkapan
<5
5 - 15
15 - 25
>25
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
F0
F1
>F1
ORDO
KELAS
SUB KELAS
N
N
N rc
S
S2
S2 oa, rc, eh
Pengamatan yang dilakukan pada titik dua yakni terdapat komoditas kopi.
Kesesuaian lahan potensial merupakan kesesuaian yang diterapkan pada suatu
lahan setelah melihat dari kekurangan yang ada. Pada komoditas kopi yang berada
pada titik dua ini memiliki tingkat drainase tanah lambat, kedalaman efektif hanya
93cm dan bahaya erosi yang disebabkan dari adanya lereng dengan nilai
kelerengan 25%. Nilai tersebut termasuk kedalam keals S3 dimana kondisi
tersebut sesuai dengan marginal. Untuk meningkatkan kesesuaian lahan kopi pada
titik 2 tersebut diperlukan kesesuaian lahan potensial dengan melakukan perbaikaperbaikan yang sekiranya pertlu dilakukan. Hal ini didukung dengan adanya
literature yang menyatakan bahwa Menurut Suprihartono (2003) karakteristik
kedalaman tanah yang dangkal, atau ditemukannya lapisan padas atau pada keras
66
67
bahwa setelah dilakukan perbaikan tanaman kopi di SPL 3 yang semula tidak
sesuai berubah menjadi sesuai marjinal.
SPL 4 memiliki kesesuaian lahan aktual tanaman kopi pada SPL 4adalah S3
wa. Pada SPL 4, faktor pembatas berupa curah hujan tidak bisa dilakukan
perbaikan sehingga kelas kesesuain lahan potensial tidak berubah dari kesesuaian
lahn aktualnya. Kesesuaian lahan potensial kopi pada SPL 4 adalah S3 wa.
SPL 5 tanaman kopi memiliki kesesuaian lahan yaitu N dengan faktor
pembatas berupa kelerengan sehingga kelas kesesuaianya potensialnya adalah
adalah N eh. Mengingat kondisi lahan yang berupa hutan dan mempertimbangkan
efisiensi secara ekonomi, maka pada SPL 5 faktor pembats kelereng dilakukan
perbaikan, sehingga kelas kesesuian lahan potensial tanamn kopi pada SPL 5 tidak
berubah dari kesesuaian lahan potensialnya. Kesesuaian lahan potensial tanaman
kopi pada SPL 5 adalah N eh.
Kesesuaian lahan aktual kopi di SPL 7 N eh. Pada SPL 7 fakto pembats
keerengan tidak dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatas kelerengan
sehingga kelas keseuaian lahan potensial tanaman kopi pada SPL 3 tidak berubah
dari kesesuaian lahan aktualnya. Kesesuaian lahan potensial di SPL 3 adalah N eh.
e)
DATA
AKTUAL POTENSIAL
S2
S3
18-20
28-30
16-18
30-38
< 16
>38
23,5
S1
S1
<6,5
6,5-7,5
7,5-8,5
>8,5
1500 2000
900
1500
600
900
<600
>3000
1595
S1
S1
Temperatur (tc)
Rata-rata
20
tahunan (0C)
28
Ketersediaan air (wa)
Lama bulan
Kering (bln)
Curah hujan
(mm/ tahun)
68
2000
2500
2500 3000
Baik
sampa
i agak
baik
H, ah,
s, ak
<15
Agak
cepat
Terham
bat,
cepat
Sangat
Cepat
terhamb
at, cepat
H, ah, s,
ak
15-35
Halus
35-55
>55
>75
50 75
40 - 50
<50
Saprik
+
Saprik,
hemik +
Hemik,
fibrik +
140-200
S1
S1
S2
S2
170
S1
S1
Fibrik
200-400
>400
60 - 140
140 200
>200
>16
16
5,87,0
5,5-7,0
>5,5
7,0-7,5
>7,5
S1
S1
>0,4
0,4
>50
35-50
<35
<4
4-6
6-8
>8
DATA
AKTUAL
POTENSIAL
Sisipan/pengk
<140
ayaan
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
pH tanah
C-Organik
(%)
Kejenuhan
basa (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
(%)
Persyaratan
Penggunaan
75 - 100
40 - 755
<40
69
Lereng (%)
Bahaya erosi
<8
8 16
Sanga
Ringan t
sedang
ringan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<5
(%)
Singkapan
<5
batuan (%)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
F0
16 - 30
>30
40
berat
Sangat
berat
Ringan
S2
S1
5-15
15-40
>40
Tidak
ada
S1
S1
5 - 15
15 - 25
>25
Tidak
ada
S1
S1
F1
F2
>F3
Tidak
ada
ORDO
KELAS
SUB KELAS
S1
S1
N
N
N eh
N
N
N eh
f)
Persyaratan
Penggunaan
DATA
S1
Temperatur (tc)
Rata-rata
22
tahunan (0C)
25
Ketersediaan air (wa)
Bulan Kering
23
(<75)
Curah hujan
2000
(mm/ tahun)
3000
Kelembaban
45
nisbi (%)
80
LGP (hari)
Media Perakaran (rc)
Drainase
Baik
tanah
Tekstur
Kedalaman
efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Halus,
agak
halus,
sedan
g
C-Organik
(%)
Kejenuhan
basa (%)
Toksisitan (xc)
Salinitas
(mmhos/cm)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas
S2
S3
25-28
19-22 ;
28-32
< 19
23,5
S1
S1
3-5
56
12
bulan
1750
2000
3000
3500
1500
1750
3500
4000
>90 ;
30 35
-
<1500
>4000
1595
S3
S3
<30
77,5
S1
S1
Lempun
g
berdebu
S1
S1
<50
170
S1
S1
Fibrik
>200
Td
S1
S1
35 - 45
Agak
baik
Agak
terhamb
at, agak
cepat
Agak
kasar
>100
75 - 100
50 75
Saprik
+
Saprik,
hemik +
Hemik,
fibrik +
140
200
Ketebalan
<60
(cm)
Retensi hara (nr)
KTK tanah
>16
pH tanah
5,5
6,5
AKTUAL POTENSIAL
60 - 140
16
6,5
7,0
5,0
5,5
Terham
bat,
sangat
terhamb
at, cepat
Kasar,
sangat
halus
Cepat
>7,0
<5,0
>0,8
0,8
>20
20
<1
1-2
>2
71
(%)
Bahaya Sulfidix (xs)
Kedalaman
125 >175
sulfide (cm)
175
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
<8
8 - 16
Bahaya erosi
Sanga
Rendah
t
- sedang
rendah
Penyiapan lahan (lp)
Batuan
permukaan
<5
(%)
Singkapan
<5
batuan (%)
Bahaya Banjir (fh)
Genangan
F0
ORDO
KELAS
SUB KELAS
75
125
<75
16 50
>50
40
Berat
Sangat
berat
Berat
S3
S2
5-15
15-40
>40
Tidak
ada
S1
S1
5 - 15
15 25
>25
Tidak
ada
S1
S1
F0
F1
>F1
N
N
N , rc, eh
N
N
N rc eh
pada
hutan
apabila
dilakukan
pembuatan
terasering
akan
4.4.3 Rekomendasi
a. Titik pedon tipikal 1 (A. 2.1 )
72
Pada titik pedon tipikal yang pertama yaitu titik A. 2.1, kami
merekomendasikan tanaman kopi. Hal yang menjadi pertimbangan kami
dalam memilih kopi sebagai tanaman yang direkomendasikan karena kopi
hanya memiliki kelas kesesuaian lahan S3 dengan faktor pembatas wa
(curah hujan). Sedangkan, talas memiliki kelas kesesuaian lahan S3 dengan
faktor pembatas eh (kelerengan).Meskipun kelerengan dapat diperbaiki
dengan membuat terasering, namun dalam kasus ini, posisi pengamatan
berada di hutan produksi dengan tanaman kayu yang ada di dalamnya,
sehingga
memperbaiki
kelerengan
dengan
terasering
sangat
kecil
73
memperbaiki
kelerengan
dengan
terasering
sangat
kecil
pernyataan
diatas,
semakin
sedikit
faktor
pembatas semakin mendekati sesuai, selain itu faktor pembatas nr (pH) pada
titik tersebut dapat diperbaiki, sehingga kami merekomendasikan talas.
g. Titik pedon tipikal 7 (E. 1. 1)
Pada titik pedon tipikal yang ketujuh yaitu titik E. 1. 1, kami
,merekomendasikan tanaman kopi. Hal yang menjadi pertimbangan kami
dalam memilih kopi sebagai tanaman yang direkomendasikan karena kopi
memiliki akar yang kuat dalam menahan air dalam mengatasi kemungkinan
erosi karena lereng yang terlalu curam.Meskipun kopi dan talas sama-sama
74
75
Jumlah
Lahan
Tipe Lahan
Luas
(m2)
Lokasi
Status
Tadah Hujan
2 Ha
Dalam lahan
Perhutani
Milik sendiri
B. Produksi (Output)
Tabel 29. Penerimaan Petani 1
No
Uraian
Umur
Tanaman
Jumlah
Fisik
Harga per
satuan (Rp)
Total
Penerimaan
(Rp)
Dijual
Sekaligus
1 Tahun
5.000 kg
Rp. 1.800
9.000.000
76
77
No.
Uraian
Jumlah
Hari
Jumlah
Jam Kerja
Jumlah
Orang
P
2
2
2
1
2
3
4
5
6
7
10
Pengolahan Lahan
Penanaman
Penyiraman
Penyiangan
Pemupukan
a. Pupuk Dasar
b. Pupuk Kandang
Semprot Pestisida
3
5
-
5
5
-
L
3
3
-
11
Panen
TOTAL
Total Biaya
Rp 309.375
Rp 515.625
Rp Rp Rp Rp Rp RpRp 293.750
Rp 1.118.750
F. Biaya Tetap
Tabel 31. Biaya Tetap Petani 1
No. Uraian
Jumlah
Harga/satuan
Satuan
Total (Rp)
Fisik
(Rp)
1
2
0
0
0
0
0
0
78
Uraian
Jumlah Harga
Unit
awal (Rp)
Perkiraan
HargaAkhir lama
(Rp)
pemakaian
(tahun)
a. Cangkul
45.500
25.000
10
6.150
c. Garu
17.500
500
10
1.700
d. Sekop
43.000
20.000
10
2.700
e. Sabit
18.500
5.000
10
2.700
13.250
Total
Total (Rp)
= TR- TC
= Rp 9.000.000 - 1.132.000
= Rp 7.868.000
2. BEP Unit
Titik 1
BEPunit=
BEPunit =
=1.647 kg
Dari hasil penghitungan BEP unit pada titik 1, diperoleh bahwa usaha
tani pak Waisan akan memperoleh titik impas setelah terjual sebanyak
1.647 kg.
3. BEP Rupiah
79
Titik 1 (Profil)
BEPrupiah =
BEPrupiah =
= Rp 15.125,57
Dari perhitungan BEP rupiah pada titik 1 akan didapat titik impas jika
telah mendapat penerimaan sebesar Rp 15.125,57.
4. R/C Ratio
R/C Ratio = TR/TC
Titik 1
R/C Ratio = TR/TC
R/C Ratio = 9.000.000/1.132.000
R/C Ratio = 7,95
Dari perhitungan R/C ratio pada titik 1 dapat diintepretasikan
bahwa usahatani pada titik 1 layak secara finansial. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil perhitungan R/C ratio yang lebih dari 1 yaitu 7,95.
Jumlah
Lahan
Tipe
Lahan
Luas
(Ha)
Lokasi
Status
Tadah
Hujan
1 Ha
Dalam Lahan
Perhutani
Milik Perhutani
80
seluas 1 Ha digunakan untuk budidaya tanaman kopi dan talas. Lokasi lahan
terdapat di dalam lahan perhutani yang kepemilikannya merupakan milik
perhutani.
B. Produksi (Output)
Tabel 34. Penerimaan Petani 2
No
1
Uraian
Umur
Tanaman
50%
4 Tahun
diberikan
kepada
pihak
perhutani
50% dijual
langsung
Jumlah
Fisik
3 kwintal
Harga Per
Satuan
Rp. 4000
Total
Penerimaan
Rp.1.200.000
C. Sarana Produksi
Bu Kastuni menggunakan bibit kopi jenis Bistak dan Jawa untuk
dibudidayakan. Bu Kastuni membeli bibit tersebut di toko bibit dekat rumahnya.
Bibit yang dibeli Bu Kastuni sebanyak 300 bibit kopi yang merupakan campuran
jenis bibit Bistak dan Jawa. Harga bibit kopi sebesar Rp.1000 per bibitnya. Selain
bibit Bu Kastuni menggunakan pupuk sebagai sarana produksinya. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk kandang, pupuk urea, dan pupuk ZA. Pupuk yang
digunakan Bu Kastuni didapat dengan membeli ke toko penjual pupuk. Harga
pupuk kandang sebesar Rp. 10.000 per karungnya. Sedangkan harga pupuk Urea
dan ZA sebesar Rp. 250.000 per kwintalnya. Bu Kastuni menggunakan pupuk
kandang sebanyak 20 karung dan pupuk Urea serta ZA sebanyak 2 kwintal.
D. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Dalam kegiatan usahatani yang dilakukan oleh Bu Kastuni banyak
menggunakan tenaga kerja keluarga, yakni anak dari Bu Kastuni. Menurut Bu
Kastuni usahatani yang dilakukan masih tergolong mudah dan tidak memerlukan
banyak buruh tani dalam mengerjakan usahataninya. Namun dalam kegiatan
usahatani yang membutuhkan tenaga kerja banyak seperti saat panen Bu Kastuni
tetap menggunakan tenaga kerja diluar keluarga untuk mengerjakannya.
E. Biaya Usahatani
Tahun ke-1
81
Uraian
Satuan
Harga
Total
1.
Bibit Kopi
300
1000
300.000
2.
Pupuk
Kandang
20 (karung)
10.0000
200.000
3.
Pupuk
Anorganik
2 kw
250.000
500.000
Jumlah
orang
Pria
Penanaman
Wanita
Penyiangan
Peupukan
Jumlah
hari
Jumlah
jam/hari
HOK
Upah/H
OK
Total
0.5
30.000
15.000
0
. 25.000
5
12.500
0
. 25.000
5
12.500
4
1
Total
40.000
Harga
awal
Harga
akhir
Tahun
ekonomis
Biaya/tahun
Cangkul
75.000
10.000
10
6.500
Sabit
35.000
5.000
10
3.000
Nama alat
Total
9.500
Total biaya tahun 1
Rp. 1.049.500
82
Tahun ke-2
Tabel 38. Biaya Variabel Petani 2 Tahun ke-2
No
1.
Uraian
Pupuk
Anorganik
Harga
100000
Total
100.000
Jumlah
orang
2
Jumlah
hari
2
Jumlah
jam/hari
1
HOK
Upah/HOK
Total
0.5
25.000
12.500
0.5
25.000
12.500
Total
25.000
Jumlah
Harga
akhir
10.000
Harga
awal
75.000
10
6.500
Sabit
35.000
5.000
10
3.000
Total
9.500
Total biaya Tahun ke 2
Rp. 134.500
Tahun 3
Tabel 41. Biaya Variabel Petani 2 Tahun ke-3
No
Uraian
Harga
Total
1.
Pupuk
Anorganik
100000
100.000
Jumlah
orang
Wanita Penyiangan 2
Jumlah
hari
Jumlah
jam/hari
0.5
25.000
12.500
83
Pemupukan 2
0.5
25.000
Total
12.500
25.000
Jumlah
Harga
awal
Harga
akhir
Tahun
ekonomis
Biaya/tahun
Cangkul
75.000
10.000
10
6.500
Sabit
35.000
5.000
10
3.000
Total
9.500
Tahun 4
Tabel 44. Biaya Variabel Petani 2 Tahun ke-4
No
Uraian
1.
Pupuk
Anorganik
Harga
Total
100000 100.000
Jumlah
orang
Jumlah
hari
Jumlah
jam/har
i
HOK
Upah/HOK
Total
Pria
Panen
6 1.5
30.000
45.000
Wan
ita
Penyiangan
1 0.5
25.000
12.500
Pemu
pukan
1 0.5
25.000
12.500
Panen
6 0.75
25.000
18.750
Total
88.750
84
Jumlah
(Unit)
Harga Awal
(Rp)
Harga akhir
(Rp)
Tahun
ekonomis
(tahun)
Biaya/tahun
(Rp)
Cangkul
75.000
10.000
10
6.500
Sabit
35.000
5.000
10
3.000
Total
9.500
Total biaya tahun ke 4
Rp. 198.250
Tahun
1
2
3
4
Total
Penerimaan Keuntungan
(Rp)
(Rp)
Biaya
(Rp)
1.049.500
134.500
134.500
198.250
1.516.750
0
0
0
1.200.000
1.200.000
-1.049.500
-134.500
-134.500
1.001.750
-316.750
Kumulatif
keuntungan
(Rp)
Discount
factor
-1.049.500
-1.184.000
-1.318.500
-316.750
0.94
0.88
0.83
0.78
PV Biaya
(Rp)
985.446
118.583
111.346
154.104
13.369.479
Pada table diatas menujukan bahwa analisis usaha tani tanaman kopi yang
diusahakan oleh petani pada titik 2. Biaya yang dikeluarkan oleh petani pada
tahun pertama adalah Rp. 1.049.500 biaya ini termasuk saprodu yang digunakan
pada saat pertama kali usaha dimualai, pada tahun ke- 2 dan ke-3 biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp. 134.500 biaya ini adalah biaya perawatan kopi, dan pada
tahun ke- 4 biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 198.250 biaya ini termasuk biaya
tenaga kerja saat pemanenan kopi, jadi total biaya yang dikeluarkan oleh petani
sebesar Rp. 1.516.750 . Penerimaan yang diterima oleh petani hanya ada pada
tahun ke- 4 sebesar Rp. 1.200.000. Jadi petani mengalami kerugian sebesar Rp.
85
PV
Penerimaan
Rp
0
0
0
932.788
923.788
316750, karena pada tahun ke- 1 sampai ke-3 petani belum mendapatkan
penerimaan. Pada Tabel tersebut akan ditetapkan suku bunga yang berlaku adalah
6.5%
Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya
suatu usahatani dilakukan atau layak atau tidak layaknya suatu usahatani yang
dijalankan dapat dilihat dari beberapa indeks, indeks-indeks tersebut disebut
investment criteria atau kriteria investasi. Berikut ini adalah beberapa investment
criteria yang paling sering digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu
usahatani:
1. NPV
Bt Ct
t
t 0 1 i
NPV = (1200000-1516750) / ( 1+0,065)4
NPV = Rp -246.217
Menurut Alexandri (2008), Net Prensent Value adalah selisih Present Value
n
NPV
dari keseluruhan Proceed dengan Present Value dari keseluruhan investasi. Nilai
NPV pada analisis usahatani tanaman kopi yang kami survey bernilai negative
yaitu Rp -246.217, hal ini menunjukkan bahwa usaha tani tanaman kopi ini belum
masuk dalam kategori layak. Menurut Rangkuti (2004) nilai NPV > 0 berarti
proyek tersebut dapat menciptakan cash inflow dengan presentase lebih besar
dibandingkan opportunity cost modal yang ditanamkan atau dikatakan usahatni
yang dilakukan layak. Nilai NPV = 0, proyek kemungkinan dapat diterima karena
cash flow yang akan diperoleh sama dengan opportunity cost dari modal yang
ditanamkan. Dan apablia nilai NPV < 0 usahatani yang kita lakukan tidak layak.
2. NET B/C
Net B/C Ratio = jumlah PV penerimaan / jumlah PV biaya
= 932787.7091/ 1369479
= 0.68
Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat
efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai bersih sekarang
yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif, atau dengan kata
lain Net B/C adalah perbandingan antara jumlah NPV positif dangan jumlah NPV
negatif dan ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan kita peroleh
dari cost yang kita keluarkan (Gray, 1997).
Kriteria yang dapat diperoleh dari penghitungan Net B/C antara lain:
Net B/C > 1, maka usahatani menguntungkan;
Net B/C = 1, maka usahatani tidak menguntungkan dan tidak merugikan;
Net B/C < 1, maka usahatani merugikan
86
Nilai B/C Ratio analisis usahatani tanaman kopi yang disurvey adalah 0.68 hal ini
menunjukkan bahwa usaha dinyatakan belum layak karena nilai B/C Ratio < 1.
3. IRR
IRR =
IRR = -10 %
IRR menunjukkan kemampuan suatu investasi atau usaha dalam
menghasilkan return atau tingkat keuntungan yang bisa dipakai. Kriteria yang
dipakai untuk menunjukkan bahwa suatu usaha layak dijalankan adalah jika nilai
IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku pada saat usahatani tersebut
diusahakan (Gittinger, 1993). Suatu proyek akan dipilih bila nilai IRR yang
dihasilkan lebih tinggi daripada tingkat suku bunga yang berlaku (IRR > social
discount rate). Bila IRR < social discount rate menunjukkan bahwa modal proyek
akan lebih menguntungkan bila didepositokan di bank dibandingkan bila
digunakan untuk menjalankan proyek.
Nilai IRR dalam survey usahatani tanaman kopi yang kami lakukan
menunjukkan angka sebesar -10 %. Angka ini lebih kecil dari suku bunga yang
berlaku. Sehingga hal ini menunjukan bahwa usaha tani yang diusahan oleh petani
masih belum layak.
Usaha tani tanaman kopi yang diusahakan oleh petani pada titik 2 ini
dikatakan tidak layak. Hal ini terjadi karena menurut Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia (Puslitkoka) usia ideal tanaman kopi yang produktif, yakni 5
tahun sampai 20 tahun. Sedangakan untuk analisis usaha tani tanaman tahunan
kopi ini baru berjalan 4 tahun dan baru 1 kali panen, maka usaha tani tanaman
tahunan tanaman kopi ini masih dikatakan tidak layak pada tahun ke- 4.
4.5.3 Analisis Usahatani Titik 3
Pada pengamatan titik 3 terdapat tanaman sengon dan tanaman kopi. Pada
lahan tanaman kopi masih termasuk milik petani di titik 2. Hal ini dikarenakan
pengamatan titik 3 dengan titik 2 memiliki jarak yang dekat. Namun pada titik 3
ini termasuk lahan perhutani yang bukan merupakan lahan budidaya milik petani
sehingga tidak dapat melakukan analisis usahatani. Titik 3 ini tidak dapat
digunakan sebagai lahan budidaya karena memiliki tingkat kelerengan sebesar 40
% yang berarti curam sehingga kurang sesuai sebagai lahan budidaya.
87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pelaksanaan survei tanah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
analitik dengan penggunaan metode grid bebas. Prinsip pendekatan analitik adalah
metode survei fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara, metode ini
digunakan untuk menentukan titik pengamatan. Pengamatan hasil tanah untuk
menentukan karakteristik tanah mulai dari tekstur tanah, struktur tanah, warna
tanah, dan konsistensi tanah
Karakteristik tanah yang ditemukan di lokasi survey tanah yaitu memiliki
epipedon umbrik dan endopedon kambik. Ordo tanah Inceptisol, dengan sub ordo
udepts. Klasifiksi tanah di titik 1dan 2 adalah Typic Humudepts, sedangkan titik 3
Pachic Humudepts. Kelas kemampuan lahan titik 1 dan 2 adalah kelas Vs dan
pada titk 3 adalah VIs. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman talas di titik 1
adalah N eh dan potensialnya N eh, kesesuaian aktual mahoni titik 1 S3 wa eh,
potensialnya wa eh, kesesuaian lahan talas aktual di titik 2 Neh dan potensialnya
N eh, kesesuaian aktual kopi di titik 2 N rc, dan potensial nya S2 rc, oa, eh,
kesesuaian aktaul sengon dan kopi di titik 3 N eh, dan potensialnya N eh.
Analisis usahatani yang dilakukan pada titik 1 yang komoditasnya adalah
talas dikatakan layak karena R/C rasio lebih dari 1. Analisis kelayakan usahatani
tanaman tahunan kopi belum layak dengan indikator yaitu nilai NPV negatif, Net
B/C kurang dari 1, dan IRR menunjukkan nilai dibawah suku bunga bank. Pada
titk 3 tidak dilakukan analisi usahatani karena hanya terdapat tanaman hutan yang
dikelola oleh pihak Perhutani.
5.2 Saran
88
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T.S., 1991. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Cooke R.U & Dornkamp J. 1974. Geomorphology in Environmental
Management, An Introduction. Oxford: Clarendon Press.
Darmawijaya, M. I. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Djaenuddin, et.al. 1994. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan
Tanaman Kehutanan. Bogor: Center of Soil and Agroclimate Research.
Fiantis, D., 2006. Laju Pelapukan Kimia Debu Vulkanis G. Talang dan
Pengaruhnya Terhadap Proses Pembentukan Mineral Liat Non-Kristalin.
Universitas Andalas, Padang.
Gray. 1997. Factors Influencing Voluntary Annual Report Disclosures by U.S,
U.K. and continental Europe Multinational Corporation. Journal of
International Business Study.
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Handayani, S. dan B.H. Sunarminto. 2002. Kajian struktur tanah lapis olah: I.
pengaruh pembasahan dan pelarutan selektif terhadap agihan ukuran
agregat dan dispersitas agregat. Agrosains 16 :10-17.
Handayani, S. dan B.H. Sunarminto. 2002. Kajian struktur tanah lapis olah: I.
pengaruh pembasahan dan pelarutan selektif terhadap agihan ukuran
agregat dan dispersitas agregat. Agrosains 16 :10-17.
89
Hardjowigeno, S. 1986. Sumber daya fisik wilayah dan tata guna lahan: Histosol.
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal. 86-94.
Hardjowigeno, S. 1993. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Hardjowigeno. 2007. Ilmu Tanah.Jakarta:Akademika Pressindo.
Hernanto, Bachtiar R. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya
Kadariah, dkk., 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: LP FE UI.
Kadarsan. 1993. Pengantar Ekonomi Pertanian Edisi III. LP3ES: Jakarta
Lobeck, A.K. 1939. Geomorphology, An Introduction to The Study of Landscape.
New York: Mc Graw-Hill Book Co., Inc.
Mukhlis. 2007. Analisis Tanah dan Tanaman. Medan: USU Press.
Mulyadi. 1992. Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, Edisi keempat.
Yogyakarta: PT. BPFE.
Mulyono, Asep. 2015.Deskripsi dan Klasifikasi Jenis Tanah di Wilayah
Sagalaherang, Subang. Pusat Penelitian Geoteknologi. Online:
(https://www.researchgate.net, Diakses pada: 19 November 2016).
Quirk, J.P. 1987. The physical and chemical basis for the management of soil
structure of Red Brown Earth soil. Dalam. Rengasamy, P. (ed.). Soil
Structure and Aggregate Stability. Conference Proceeding No. 12. April,
1987. Australia. Pp: 2-31
Rahayu, Ayyu, Sri Rahayu Utami, dan M. Luthfi Rayes. 2014. Karakteristik dan
Klasifikasi Tanah Pada Lahan Kering dan Lahan yang Disawahkan di
Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya
Lahan Vol. 1 No. 2: 77-87.
Rayes, Moh. Luthfi. 2006. Deskripsi Profil Tanah di Lapangan. Malang: Unit
Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Rayes, Mohtar Lutfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Siregar, HM. 2016. Karakteristik Tanah Inceptisols. Universitas Sumatera Utara.
Online: ( http://repository.usu.ac.id, diakses pada 19 November 2016.)
Sitorus, Santan R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: PT Tarsito
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press
Supriyono. 2000. Akuntansi Biaya, Buku 1, edisi dua. Yogyakarta: BPFE
90
91
LAMPIRAN
Titik 1
Kode
Klasifikasi
Lokasi
Koordinat
Fisiografi
Ketinggian
Topografi
Drainase
Permeabilitas
Erosi
Vegetasi
Dominan
Spesifik
Bahan Induk
Horison
Rejim
: B.1.1
: Typic Humudepts
: Lereng Gunung Arjuna dalam wilayah UB
Forest, Dusun Tumpangrejo Desa Ngenep
Kecamatan Karangploso Kabupaten
Malang
: UTM 0676770, 9133634
: Lereng
: 1062 mdpl
: Kemiringan lereng 20%
: Drainase sedang; Aliran permukaan
lambat
: Cepat
: Permukaan;Bahaya erosi ringan
: Agroforestri
: Mahoni
: Talas
: Qvaw
: Epipedon Umbrik dan Endopedon
Kambik
: Suhu: Isohipertermik
Lengas: Udik
Deskripsi Oleh
: Wahyu Eko W, dkk.
Tanggal 05 November 2016
10 YR 2/1 hitam;
Lempung
berdebu;
Gumpal
membulat;
Gembur; Tidak lekat,
Agak
Plastis;
Pori
Ap
mikro sedikit; Pori
(0-23 cm)
meso
sedikit;
Pori
makro sedikit; Akar
halus tidak ada; Akar
sedang sedikit; Akar
kasar sedikit; Baur.
10 YR 3/2 coklat
kehitaman; Lempung
berdebu;
Gumpal
bersudut; Agak teguh;
Agak Lekat, Agak
Bw1
Plastis; Pori mikro
(23-50 cm) sedikit;
Pori
meso
sedikit; Pori makro
sedikit; Akar halus
tidak ada; Akar sedang
sedikit; Akar kasar
sedikit; Jelas.
92
Titik 2
Kode
Klasifikasi
Lokasi
Koordinat
Fisiografi
Ketinggian
Topografi
Drainase
Permeabilitas
Erosi
Vegetasi
Dominan
Spesifik
Bahan Induk
Horison
Rejim
Lengas: Udik
Deskripsi Oleh
: B 1.2
: Typic Humudepts
: Lereng Gunung Arjuna dalam wilayah
UB Forest, Dusun Tumpangrejo Desa
Ngenep Kecamatan Karangploso
Kabupaten
Malang
: UTM 0676835, 9133675
: Lereng
: 1062 mdpl
: Kemiringan lereng 25%
: Drainase lambat; Aliran permukaan
lambat
: Cepat
: Permukaan; Bahaya erosi ringan
: Hutan Produksi
: Mahoni
: Talas, Kopi
: Qvaw
: Epipedon Umbrik dan Endopedon
Kambik
: Suhu: Isohipertermik
: Wahyu Eko W, dkk.
Tanggal 05 November 2016
Ap
(0-19 cm)
Bw1
(19-33 cm)
Bw2
(33-53 cm)
93
Titik 3
Kode
Klasifikasi
Lokasi
Koordinat
Fisiografi
Ketinggian
Topografi
Drainase
Permeabilitas
Erosi
Vegetasi
Dominan
Spesifik
Bahan Induk
Horison
Rejim
Deskripsi Oleh
: B 1.3
: Pachic Humudepts
: Lereng Gunung Arjuna dalam wilayah UB
Forest, Dusun Tumpangrejo Desa Ngenep
Kecamatan Karangploso Kabupaten
Malang
: UTM 0676884, 9133673
: Lereng
: 1064 mdpl
A
: Kemiringan lereng 40%
(0-50 cm)
: Drainase cepat; Aliran permukaan sangat
cepat
: Sangat cepat
: Permukaan; Bahaya erosi sedang
: Agroforestri
: Sengon
: Kopi
: Qvaw
: Epipedon Umbrik dan Endopedon Kambik
: Suhu: Isohipertermik
Lengas: Udik
: Wahyu Eko W, dkk.
Tanggal 05 November 2016
10 YR 2/2 hitam
kecoklatan;
Lempungliat berdebu;
Gumpal
membulat;
Gembur; Tidak lekat,
Agak
Plastis;
Pori
mikro sedikit; Pori
meso
sedikit;
Pori
makro sedikit; Akar
halus tidak ada; Akar
sedang sedikit; Akar
kasar tidak ada.
94