Anda di halaman 1dari 28

Bab I.

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Tanah adalah berasal dari bebatuan yang melapuk dimana tanah pada umumnya
digunakan untuk tempat tumbuh tanaman dan organisme lain. Tanah sendiri terdiri dari
empat komponen diantaranya yaitu 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 25% air, dan
25% udara. Dalam ilmu tanah, dikenal dengan istilah profil tanah  dimana profil tersebut
berkembang membentuk  horizon. Horizon pada setiap profil tanah akan memliki ciri-ciri
yang berbeda baik dari warna, tekstur, stuktur, konsistensi dan hal lain yang menjadi
pencirinya. Setiap lokasi memiliki jenis tanah yang berbeda-beda dimana jenis tanah
tersebut sangat mendukung kehidupan khususnya pada bidang pertanian. Dengan adanya
perbedaan jenis tanah, maka berbeda pula klasifikasi tanah pada tiap lokasi dimana jenis
tanah tersebut dapat mempengaruhi kemampuan lahan, kesesuaian lahan dan cara
pengeloaan lahannya. Untuk itu perlu dilakukannya survey tanah.
Survei tanah adalah metode atau cara mengumpulkan data dengan turun langsung
kelapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia, biologi, lingkungan, dan iklim.
Kegiatan survei terdiri dari kegiatan dilapangan, analisis di laboratorium,
mengklasifikasikan tanah kedalam sistem taksonomi atau sistem klasifikasi tanah,
melakukan pemetaan tanah atau interpretasi atau penafsiran dari survei tanah dan ahli
teknologi pertanian (Abdullah, 1996). Sementara Sitorus (1998) menyatakan bahwa
evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses pendugaan potensi sumber daya lahan
untuk berbagai kegunaan dengan cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk
suatu penggunaan lahan dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut.

Dari dua pengertian tersebut maka survei tanah dan evaluasi lahan merupakan metode
atau cara mengumpulkan data dengan turun langsung ke lapangan yang merupakan proses
pendugaan potensi sumber daya lahan pada suatu daerah tertentu. Kegiatan survei tanah
dan evaluasi lahan pada praktikum ini adalah di Kelurahan Sedau , Kecamatan Singawang
Selatan , Kota Singkawang. Lahan pada daerah ini memiliki tingkat kemiringan sekitar %,
dimana tingkat kemiringan tersebut masuk kemampuan lahan kelas .

Tujuan survei tanah dan evaluasi lahan tersebut adalah untuk mengetahui kondisi
fisiografi dan morfologi dari lahan yang ada di Kelurahan Sedau , Kecamatan Singawang
Selatan , Kota Singkawang, sehingga dapat diketahui kemampuan lahan, kesesuaian
lahan, potensial dan kelayakan usahatani pada lahan Kelurahan Sedau tersebut.
1.2. Tujuan Dan Metode Kerja

1.2.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa lebih memahami cara survei
tanah dilapangan secara langsung, mengklasifikasikan tanah secara langsung
dilapangan serta terbisa dengan kegiatan survei serta dapat membuat evaluasi lahan di
Kelurahan Sedau , Kecamatan Singawang Selatan , Kota Singkawang.
1.2.2. Metode Kerja
a) Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum survei tanah dan evaluasi lahan dilakukan pada tanggal 30 November
2019 bertempat di Kelurahan Sedau , Kecamatan Singawang Selatan , Kota
Singkawang.

b) Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah meteran, GPS, bor
tanah, munsell soil color chart, buku soil taxonomy, alat tulis, parang, cangkul,
dodos, cutter, karung, klinometer, kantong plastik, spidol, ring sampel, kertas
label, formulir pengamatan, baterai, klinometer, kompas, GPS, Hp.
c) Cara Kerja
1) Tahap Persiapan
Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dilapangan. Kemudian
menentukan metode jalur survei menggunakan peta digital/citra satelit dengan
skala 1:40.000. Metode titik survei menggunakan sistem grid bebas dengan
jarak antar titik meter. Pada lahan yang kita survei ada 5 titik.

2) Survei Lapangan
Pada tahap survei lapangan kami menggunakan GPS untuk mencari titik
pengamatan dilapangan yang sesuai dengan yang kami tentukan dipeta,
setelah ketemu titik yang dimaksud kemudian lakukan pengamatan tanah
dengan cara boring, profil dan singkapan. Adapun prosedur dari tiga
pengamatan tersebut adalah sebagai berikut :
A. Boring Tanah
1. Tentukan Titik Bor pada tanah alami
2. Besikan tanah dari serasah atau sampah sampah
3. Kaitkan Mata bor dengan tiang bor menggunakan kunci inggris
4. Putar bor tanah searah jarum jam
5. Bor tanah setiap kedalaman 20 cm
6. Keluarkan bor dari tanah dengan cara menarik dan memutar searah jarum
jam
7. Jejerkan tanah hasil bor sehingga dapat diklasifikasi kedalam tiap lapisan
B. Minipit Tanah
1. Buat minipit dengan ukuran ideal dengan Panjang, Lebar dan Dalam
berturut –turut 50 cm, 50 m dan 50 m agar pengamatan dapat mudah
dilakukan
2. Pengamatan dilakukan pada sisi dinding yang mendapatkan sinar
matahari
3. Buatlah batasan horizon tanah.
C. Singkapan
1. Singkapan dapat dilakukan dengan dilakukan dengan tingkat lereng yang
curam.
2. Dengan lebar dan dalam berturut – turut 1m dan 1,5m
3. Dengan menggali tanah menggunakan cangkul atau pun dodos hingga
dapat mengidentifikasi lapisan horizon.
d) Parameter yang Diamati di Lapangan
A. Warna Tanah

Warna tanah dibedakan atas: (a). Warna dasar tanah atau warna matriks dan (b)
warna karatan sebagai hasil dari proses oksidasi dan reduksi dalam tanah. 1.
Warna matriks Warna tanah ditentukan dengan standar warna dari Buku Munsell
Soil Color Chart dan dinyatakan dalam 3 satuan: Hue, Value, dan Chroma.

B. Tekstur Tanah
Penetapan tekstur di lapangan dilakukan dengan cara masa tanah kering atau
lembab dibasahi, kemudian dipijat diantara ibu jari dan telunjuk sehingga
membentuk pita lembab, sambil dirasakan adanya rasa kasar, licin dan lengket;
tanah tersebut dibuat bola, digulung dan diamati adanya daya tahan terhadap
tekanan dan kelekatan massa tanah sewaktu telunjuk dan ibu jari diregangkan.
Bedasarkan rasa kasar, licin, piritan, gulungan dan kelekatannya dapatlah
ditentukan klas tekstur lapang.
C. Struktur Tanah

Struktur tanah dapat ditentukan sifatnya berupa bentuk, ukuran dan tingkat
perkembangan. Cara menentukan struktur tanah di lapangan ialah dengan
mengambil sebongkah tanah dari suatu bagian horizon/lapisan kirakira 10 cm 3
kemudian dipecah dengan cara menekannya oleh ibu jari dan telunjuk, sehingga
bongkah tanah tersebut akan pecah secara alami. Pecahan gumpalan tanah
menjadi agregat atau gabungan agregat, kemudian ditentukan bentuk, ukuran,
dan tingkat perkembangannya.

D. Konsistensi Tanah

Konsistensi adalah tingkat kohesi/adhesi massa tanah, ditentukan dengan cara


menekan, meremas, memijit atau memirid dengan tangan. Menentukan
konsistensi tanah di lapangan dilakukan pada tiga keadaan, yakni lembab, basah,
dan kering.

E. Kematangan Tanah
Cara menentukan kematangan yaitu dengan menggenggam tanah seukuran
telapak tangan kemudian diremas lalu bandingkan yang keluar dari tangan dan
tanah yang masih tersisa di tangan. Jika tanah yang keluar dari telapak tangan
lebih banyak dari yang tersisa di dalam genggaman tangan tanah tersebut
tergolong mentah, jika tanah yang keluar dari genggaman tangan dan jumlah
tanah yang masih tersisa didalam genggaman tangan sama banyak maka tanah
tersebut digolongkan setengah matang , dan jika jumlah tanah yang keluar dari
genggaman tangan sedikit dibandingkan dengan tanah yang masih tersisa didalam
genggaman tangan tanah tersebut tergolong matang .
F. Karatan
Cara menentukan karatan yaitu dengan melihat apakah ada warna karatan yang
tercampur pada setiap lapisan tersebut.
G. Lereng/Topografi

Pengukur lereng/topografi dilapangan alat yang digunakan adalah


klinometerdengan cara kerja sebagai berikut :
1. Tentukan objek yang akan diukur kemiringannya
2. Saat di lapangan untuk menentukan objeknya yaitu dengan orang yang sama
tinggi berdiri di lereng yang akan diukur kemiringannya
3. Jarak pengukuran menyesuaikan dengan lereng yang akan diukur
H. Vegetasi

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari


beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Saat
dilapangan pengamatan vegetasi ini cukup dengan melihat tumbuhan-tumbuhan
apa saja yang tumbuh disekitar tempat survey kemudian dicatat jenis
tumbuhannya.

e) Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah yang digunakan mengacu pada sistem Klasifikasi Taksonomi
Tanah, 1999. Dalam klasifikasi tanah hal-hal yang harus di tentukan adalah
Epipedon, Endopedon dan Ordo. Epipedon merupakan horizon permukaan dalam
Taksonomi Tanah epipedon terdiri dari mollik, antropik, histik, okrik, plagen,
umbrik, melanik, dan folistik. Sedangkan endopedon merupakan bagian bawah
permukaan yang terdiri dari kambik, agrik, albik, argilik, kalsik, natrik, oksik,
spodik, kandik, gipsik, sombrik, salik, placik, petrokalsik, petrogipsik dan glosik.
Sedangkan yang terakhir yaitu penentuan ordo, dimana ordo tanah ini memiliki 12
ordo tanah yaitu Entisol, Inceptisol, Andisol, Vertisol, Ultisol, Alfisol, Oxisol,
Molisol, Spodosol, Gelisol, Aridisol, dan Histosol. Penentuan klasifikasi ini
dilakukan setelah mendapatkan semua hasil data dari survey yang telah dilakukan.
Baik data dari lapangan langsung dan data dari laboratorium. Penetuan epipedon,
endopedon dan ordo ini menyesuaikan dari data yang di dapatkan.
Bab II. Keadaan Umum Lingkungan

2.1. Lokasi Daerah Studi

Penelitian ini dilakukan pada 2 lokasi yang berbeda yaitu :

 Tanah Mineral : Belakang Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.


 Tanah Gambut : Belakang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura

2.2. Geologi Dan Topografi

Kondisi geologi di Kota Pontianak termasuk ke dalam kategori wilayah peneplant dan
sedimen alluvial yang secara fisik merupakan jenis tanah liat. Jenis tanah ini berupa gambut
bekas endapan lumpur sungai Kapuas. Dengan kondisi tersebut, tanah yang ada sangat labil
dan mempunyai daya dukung sangat rendah. Kondisi geologi di Kota Pontianak terdiri dari
jenis batuan endapan Alluvium dan Litoral yang masing-masing memiliki karakteristik sedikit
berbeda. Batuan endapan Alluvium tersusun dari sediment, clastic dan alluvium dan
merupakan hasil dari endapan terrestrial alluvium. Sedangkan batuan endapan litoral tersusun
dari sediment, clastic dan fine dan merupakan hasil dari endapan litoral dan estuary.

Topografi merupakan suatu pembahasan mengenai posisi suatu bagian dan secara
umun menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan
secara vertikal yaitu ketinggian. Kota Pontianak merupakan dataran rendah dengan ketinggian
0,8 m sampai dengan 1,5 m di atas permukaan laut dengan kemiringan tanahnya kurang lebih
2%. Secara geologi dan topografi di 2 lokasi tersebut memiliki dataran yang rata dan tidak
bergelombang serta merupakan wilayah area perkebunan dan lahan praktikum.

2.3. Iklim Dan Hidrologi

Kota Pontianak termasuk beriklim tropis dengan suhu tinggi (28-32 °C dan siang hari
30 °C). Rata–rata kelembaban nisbi dalam daerah Kota Pontianak maksimum 99,58% dan
minimum 53% dengan rata–rata penyinaran matahari minimum 53% dan maksimum 73%.
Besarnya curah hujan di Kota Pontianak berkisar antara 3.000–4.000 mm per tahun. Curah
hujan terbesar (bulan basah) jatuh pada bulan Mei dan Oktober, sedangkan curah hujan
terkecil (bulan kering) jatuh pada bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata per bulan berkisar 15
hari. Ketinggian air dari permukaan tanah pada saat banjir di wilayah kota rata-rata 50 cm.
Pada pengamatan pasang surut melalui alat ukur (pada koordinat 0000’5” LU dan 109002’20”
BT) diperoleh titik pasang tertinggi sebesar 2,42 meter, titik pasang terendah sebesar 0,07
meter dan muka laut rata-rata maksimal 0,89 meter).

Di area lahan mineral memiliki iklim yang cukup panas karena lahan terbuka dan
hanya sedikit pepohonan. Sedangkan di area lahan gambut memiliki iklim yang dipengaruhi
oleh banyaknya vegetasi di sekitarnya, sehingga cuacanya cenderung sejuk dan lembab.

2.4. Vegetasi Dan Penggunaan Lahan

Vegetasi pada lahan mineral yaitu rerumputan, keladi dan pohon pisang. Vegetasi
pada lahan gambut yaitu pepohonan, tanaman paku, rerumputan, kelapa sawit, dan lainnya.

Penggunaan lahan di Kota Pontianak sangat beragam yaitu sebagai kawasan


permukiman, perkebunan, perkantoran, perdagangan dan jasa, industri, dan ruang terbuka
hijau. Penggunaan lahan yang lebih dominan yaitu untuk kawasan permukiman. Sedangkan,
penggunaan lahan yang paling sedikit yaitu untuk kawasan ruang terbuka hijau. Penggunaan
lahan pada 2 lokasi tersebut umumnya digunakan sebagai tempat praktikum dan penelitian
oleh Mahasiswa Universitas Tanjungpura.

2.5. Agronomi Dan Keadaan Pertanian

Agronomi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara pengelolaan tanaman
pertanian atau manajemen produksi lahan/lapang produksi dan lingkungan dengan tujuan
memperoleh produksi yang maksimal. Dalam arti luas agronomi diartikan juga segala aspek
biofisik yang berkaitan dengan usaha penyempurnaan budidaya tanaman. Agronomi sering
pula diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara pengelolaan tanaman pertanian dan
lingkungan untuk memperoleh produksi maksimum dan lestari (berkelanjutan/sustainable).

2.6 Penduduk Dan Mata Pencarian

Kecamatan Pontianak Tenggara merupakan salah satu kecamatan yang berada tepat di
tengah Kota Pontianak. Luas wilayah Kecamatan Pontianak Tenggara adalah sebesar 1.491.25
Ha. Yang mewadahi 4 (empat) kelurahan, yaitu Kelurahan bangka Belitung Laut, Kelurahan
Bangka Belitung Darat, Kelurahan Bansir Laut dan Kelurahan Bansir Darat. Secara
keseluruhan di wilayah Kecamatan Pontianak Tenggara terdapat  45 RW, 180 RT dengan
jumlah KK sebanyak  11.649 KK. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki di Kecamatan
Pontianak Tenggara yaitu sebanyak 24.241 jiwa, sedangkan penduduk wanita berjumlah
24.133 jiwa, dengan total keseluruhan penduduk berjumlah 48.374. (sumber.
https://camattenggara.pontianakkota.go.id/data-kependudukan)

Berdasarkan data yang disajikan oleh pihak Kecamatan Pontianak Tenggara pada
websitenya dapat diketahui pada masyarakat yang sudah memasuki usia produktif/kerja masih
banyak yang belum mendapatkan pekerjaan atau pengangguran yaitu berjumlah 13.631 jiwa,
sedangkan ada 889 jiwa yang bekerja sebagai buruh harian lepas, 298 jiwa masyarakat
bekerja sebagai guru, 237 jiwa bekerja sebagai dosen, dan lainnya masyarakat memiliki
pekerjaan seperti bidan, anggota DPR, anggota DPD, Apoteker, Nelayan dan lain sebagainya.

Bab III. Tanah

3.1. Metode Survei

Adapun prosedur dari tiga pengamatan tersebut adalah sebagai berikut :

3.1.1.Boring Tanah

1. Tentukan Titik Bor pada tanah alami


2. Besikan tanah dari serasah atau sampah sampah
3. Kaitkan Mata bor dengan tiang bor menggunakan kunci inggris
4. Putar bor tanah searah jarum jam
5. Bor tanah setiap kedalaman 20 cm
6. Keluarkan bor dari tanah dengan cara menarik dan memutar searah jarum jam
7. Jejerkan tanah hasil bor sehingga dapat diklasifikasi kedalam tiap lapisan

3.1.2. Minipit Tanah

1. Buat minipit dengan ukuran ideal dengan Panjang, Lebar dan Dalam berturut –turut 50
cm, 50 m dan 50 m agar pengamatan dapat mudah dilakukan
2. Pengamatan dilakukan pada sisi dinding yang mendapatkan sinar matahari
3. Buatlah batasan horizon tanah.

3.1.3. Singkapan

1. Singkapan dapat dilakukan dengan dilakukan dengan tingkat lereng yang curam.
2. Dengan lebar dan dalam berturut – turut 1m dan 1,5m
3. Dengan menggali tanah menggunakan cangkul atau pun dodos hingga dapat
mengidentifikasi lapisan horizon.

3.2. Proses Pembentukan Tanah

Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-partikel
yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya pertikel
tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi
maupun bentuk-bentuk diantaranya. Umumnya, pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi
oleh pengaruh oksigen., karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali)
dan proses-proses kimia yang lain. Jika hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka
tanah ini disebut tanah residual (residual soil) dan apabila tanah berpindah tempatnya, disebut
tanah terangkut (transported soil).
Pelapukan mekanis mengakibatkan pecahnya butiran batuan sehingga terbentuk ukuran
yang lebih kecil seperti menjadi kerikil, pasir dan lanau. Sedangkan pelapukan kimia,
menghasilkan kelompok partikel koloida berbutir halus dengan ukuran butirnya lebih kecil
dari 0,002 mm. Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran, atau lebih dari satu
macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung saja, akan
tetapi dapat bercampur dengan butir-butiran ukuran lanau maupun pasir, dan mungkin
terdapat campuran bahan organik. Ukuran partikel tanah dapat bervariasi dari lebih besar 100
mm sampai dengan lebih kecil dari 0,001 mm. Menurut Jenny (1941) 5 faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan tanah yaitu:

1. Iklim
Iklim berpengaruh langsung terhadap suhu tanah dan kelembapan tanah serta
berpengaruh tidak langsung pula lewat vegetasi. Hujan dan angin dapat menimbulkan
degradasi tanah karena pencucian dan erosi (Notohadiprawiro, 2006). Adanya curah hujan
dan suhu tinggi di daerah tropika menyebabkan reaksi kimia berjalan cepat sehingga proses
pelapukan dan pencuciaan berjalan cepat. Akibatnya banyak tanah di Indonesia telah
mengalami pelapukan lanjut, rendah kadar unsur hara, dan bereaksi masam (Hardjowigeno,
2010).
2. Topografi
Topografi atau bentuk lahan (landform) menampilkan tampakan lahan berupa tinggi
tempat, kelerengan, dan kiblat lereng. Topografi merupakan faktor pensyarat (conditioning
factor) yang mengendalikan pengaruh faktor iklim dan organisme hidup, dan selanjutnya
mengendalikan laju dan arah proses pembentukan tanah(Notohadiprawiro, 2006).
Relief/topografi merupakan perbedaan tinggi tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah
termasuk didalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief mempengaruhi proses
pembentukan tanah dengan cara: (1) Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau
ditahan masa tanah, (2) mempengaruhi dalamnya air tanah, (3) mempengaruhi besarnya erosi,
dan (4) Mengarahkan gerakan air berikut bahn-bahan yang terlarut didalamnya.
Topografi suatu daerah dapat menghambat atau mempercepat pengaruh iklim. Di daerah
yang datar atau cekung dimana air tidak mudah hilang dari tanah atau menggenang, pengaruh
iklim menjadi tidak jelas dan terbentuklah tanah berwarna kelabu atau banyak mengandung
karatan sebagai akibat genangan air tersebut.
Daerah bergelombang, drainase tanah lebih baik sehingga pengaruh iklim (curah hujan,
suhu) lebih jelas dan pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Di daerah yang berlereng
curam kadang-kadang terjadi terus menerus erosi permukaan sehingga terbentuklah tanah-
tanah dangkal. Sebaliknya, pada kaki-kaki lereng tersebut sering ditemukan tanah dengan
profil dalam akibat penimbunan bahan-bahan yang dihanyutkan dari lereng atas tersebut.
Sifat-sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adalah tebal solum, tebal
kandungan bahan organik horison A, kandungan air tanah, warna tanah, tingkat
perkembangan horison, reaksi tanah (pH), kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut dan
lain-lain (Hardjowigeno, 2010).
3. Organisme
Pengaruh organisme dalam proses pembentukan tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan
organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi
oleh kegiatan organisme dalam tanah. Disamping itu unsur nitrogen dapat diikat kedalam
tanah dari udara oleh mikroorganisme, baik yang hidup sendiri didalam tanah maupun yang
bersimbiosis dengan tanaman. Demikian juga vegetasi yang tumbuh ditanah tersebut dapat
merupakan penghalang untuk terjadinya erosi, sehingga mengurangi jumlah tanah permukaan
yang hilang (Hardjowigeno, 2010).
Faktor pengaruh organisme terbagi dua, yaitu yang hidup di dalam tanah dan yang
hidup di atas tanah, yang hidup di dalam tanah mencakup bakteria, jamur, akar tumbuhan,
cacing tanah, rayap. Bersama dengan makhluk-makhluk tersebut, tanah membentuk suatu
ekosistem. Jasad-jasad penghuni tanah mengaduk tanah, mempercepat pelapukan zarah-zarah
batuan, menjalankan perombakan bahan organik, mencampur bahan organik dengan bahan
mineral, membuat lorong-lorong dalam tubuh tanah yang memperlancar gerakan air dan
udara, dan mengalih tempatkan bahan tanah dari satu bagian ke bagian lain tubuh tanah
(Notohadiprawiro, 2006).
Vegetasi adalah sumber utama bahan organik tanah. Bahan induk organik yang dikenal
dengan sebutan gambut, berasal dari vegetasi (Notohadiprawiro, 2006).Berlainan dengan
batuan induk dan iklim yang merupakan faktor mandiri (independent), vegetasi bergantung
pada hasil interaksi antara batuan, iklim dan tanah. Nasabah vegetasi dengan tanah bersifat
timbal-balik.
Ragam vegetasi dalam kawasan luas terutama ditentukan oleh keadaan iklim. Maka
ragam pokok vegetasi berkaitan dengan mintakat pokok iklim. Namun demikian vegetasi
tetap berdaya pengaruh khusus atas pembentukan tanah, yaitu (1) menyediakan bahan induk
organik, (2) menambahkan bahan organik kepada tanah mineral, (3) ragam vegetasi
menentukan ragam humus yang terbentuk, (4) menciptakan iklim meso dan mikro yang lebih
lunak dengan mengurangi rentangan suhu dan kelembaban ekstrem, (5) melindungi
permukaan tanah terhadap erosi, pengelupasan, pemampatan dan penggerakan, (6)
memperlancar infiltrasi dan perkolasi air, (7) memelihara ekosistem tanah, dan (8) melawan
pelindian hara dengan cara menyerap hara yang terdapat di bagian bawah tubuh tanah dengan
sistem perakarannya dan mengangkat hara ke permukaan tanah dalam bentuk serasa (konversi
daur hara).
4. Bahan Induk
Bahan induk merupakan bahan asal pembentuk tanah. Sebagian sifat-sifat tanah akan
ditentukan oleh sifat-sifat bahan induk asalnya. Tanah yang baru terbentuk, memiliki sifat
yang dekat dengan sifat bahan induknya. Sebaliknya, pada tanah yang telah berkembang
lanjut, sifat-sifat bahan induk masih dapat dilihat.
Asal bahan induk utama tanah adalah batuan. Selain itu terdapat bahan induk organik
yang akan membentuk tanah gambut. Karakteristik utama batuan yang mempengaruhi proses
pembentukan tanah adalah sifat fisik batuan (struktur dan tekstur batuan) dan sifat kimia
batuan (komposisi kimia dan mineral batuan). Batuan yang kompak atau keras (seperti batuan
beku) akan melapuk lebih lambat dari batuan yang lepas-lepas atau lunak (seperti batuan
sedimen). Batuan yang bersifat masam umumnya akan mengalami pelapukan dan
perkembangan yang lebih cepat dari batuan yang bersifat basa.
5. Waktu
Proses pembentukan tanah memerlukan waktu yang sangat panjang, sejak dimulainya
pelapukan batuan atau bahan organik. Proses ini terus berlanjut hingga sekarang, sehingga
tanah merupakan tubuh alam dinamik. Bersama dengan waktu, proses pelapukan dan
pencucian terus terjadi sehingga secara alami semakin tua tanah akan semakin miskin tanah
tersebut. Bersama waktu, mineral yang mudah lapuk akan habis sehingga akan tertinggal
mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Bersama dengan waktu, profil tanah berkembang
dengan pembentukan horison-horison, menghasilkan perbedaan karakteristik antara satu tanah
dengan tanah yang lain.
Waktu akan mempengruhi umur dan perkembangan tanah secara berturut-turut maka
tanah akan berkembang menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah muda
merupakan tanah yang relatif baru mengalami proses pembentukan berupa proses pelapukan
dan percampuran dengan bahan organik, dengan horison A dan C. Sifat tanah banyak mirip
dengan bahan-bahan induknya. Tanah dewasa adalah tanah yang telah memiliki horison yang
lengkap, yaitu A, B dan C, namun horison-horison ini masih belum dapat dipilah menjadi
sub-sub horison. Tanah tua adalah tanah yang telah memiliki horison yang lengkap (A, B dan
C) dan dapat dibedakan lebih detil menjadi sub-sub horison (misalnya A1, A2 dan A3).
Tidak semua faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang sama dalam proses
pembentukan tanah, kadang-kadang satu atau dua faktor berpengaruh lebih dominan
sementara faktor yang lain mempunyai pengaruh yang minimum. Keragaman faktor-faktor
lingkungan pembentukan tanah ini akan menyebabkan sifat-sifat tanah bervariasi baik ke arah
vertikal maupun horizontal.
Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi juga
dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis
pembentukan tanah itu sendiri.Pelapukan dipengaruhi oleh faktor iklim yang bersifat
merusak. Faktor-faktor iklim yang turut menentukan adalah sinar matahari, perbedaan
temperatur antara siang dan malam, keadaan musim kemarau dan musim penghujan. Pada
awalnya batuan pecah dalam bentuk pecahan-pecahan batuan dan mineral-mineral
penyusunnya. Selanjutnya oleh adanya air, asam dan senyawa-senyawa yang larut dalam air,
pecahan-pecahan bantuan dan mineral ini menjadi lunak dan terurai ke dalam unsur-unsur
penyusunnya. Dari bahan-bahan sisa penguraian dan senyawa kembali membentuk mineral-
mineral baru (Foth, 1999).
3.3. Klasifikasi Tanah

Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di
lapang. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan sifat-sifat tanah tersebut. Ciri-ciri
dari morfologi profil tanah merupakan petunjuk dari prosesproses yang telah dialami suatu
jenis tanah selama pelapukan dan perkembanga nya. Untuk menentukan sifat dan morfologi
tanah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain horizon tanah, warna tanah,
tekstur tanah, struktur tanah, dan konsistensi (Purnomo,2003).
Warna tanah adalah sifat tanah yang paling jelas dan mudah ditentukan. Walaupun
warna mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kegunaan tanah, tetapi kadang-kadang dapat
dijadikan petunjuk adanya sifat-sifat khusus dari tanah. Misalnya, warna tanah gelap
mencirikan kandungan bahan organik tinggi. Warna kelabu menunjukkan bahwa tanah sudah
mengalami pelapukan lanjut. Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan dengan
warna baku yang terdapat pada “Munsell Soil Color Chart”. Penentuan ini meliputi
penetapan warna dasar tanah (matriks), warna bidang struktur dan selaput liat, warna karatan
dan konkresi, warna plintit dan warna humus. Warna tanah dinyatakan dalam tiga satuan,
yaitu: kilap (hue), nilai (value), dan kroma (chroma). Kilap berhubungan erat dengan panjang
gelombang cahaya. Nilai berhubungan dengan kebersihan warna. Kroma kadang-kadang
disebut kejenuhan, yaitu kemurnian relative dari spektrum warna (Prasetyo, 2006).
Menurut Nugroho (2009) tekstur tanah adalah sifat tanah yang sangat penting yang
mempengaruhi sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang berguna bagi penetrasi akar dan
kemampuan pengikatan air oleh tanah Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir
pasir (diameter 2,00 - 0,05 mm), debu (0,005 - 0,02 mm) dan liat (<0,002 mm) di dalam
tanah. Butir-butir yang paling kecil adalah butir liat, diikuti oleh butir debu (silt), pasir, dan
kerikil. Selain itu, ada juga tanah yang terdiri dari batu-batu. Tekstur tanah dikatakan baik
apabila komposisi antara pasir, debu dan liatnya hampir seimbang.
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-
butir tanah satu sama lain. Struktur menunjukan kombinasi atau susunan partikel-partikel
tanah primer (pasir, debu dan liat) sampai dengan partikel-partikel sekunder atau ped
(Nugroho, 2009). Gradasi dari struktur merupakan derajat agregasi atau perkembangan
struktur yang menunjukan perbedaan diantara kohesi dalam ped dan adhesi antara ped suatu
gradasi ditentukan dilapangan terutama oleh ketahan ped dan imbangan diantara bahan ped
dan bukan ped.
Konsistensi adalah ketahanan tanah terhadap perubahan bentuk atau perpecahan.
Keadaan ini ditentukan oleh sifat kohesi dan adhesi. Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan
daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain (Nugroho,
2009). Konsistensi digambarkan untuk tiga tingkat kelembaban basah, lembab dan kering.
Suatu tanah tertentu dapat menjadi lekat bila basah, teguh bila lembab dank eras bila kering
(Radjit et.al., 2014).
Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membedakan sifat-sifat tanah
satu sama lain, dan mengelompokkan tanah kedalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas
kesamaan sifat yang dimiliki (Hardjowigeno, 2003). Ada banyak sistem klasifikasi yang
berkembang di dunia namun sistem klasifikasi tanah yang berlaku saat ini adalah sistem
klasifikasi soil taxonomy atau taksonomi tanah yang dikembangkanoleh USDA. Sistem
klasifikasi tanah ini memiliki keistimewaan terutama dalam hal penamaan atau tata nama,
definisi-definisi horizon penciri, dan beberapa sifat penciri lain yang digunakan untuk
menentukan jenis tanah (Rayes, 2007).
Hasil klasifikasi tanah berupa jenis-jenis tanah atau klas-klas tanah yang mencantumkan
nama-nama tanah pada berbagai kategori. Selanjutnya hasil tersebut dipetakan agar diketahui
penyebaran dari masing-masing jenis tanah tersebut, sehingga diperlukan teknik survei tanah
yang menghasilkan peta tanah yang baik. Klasifikasi tanah merupakan bagian dari Pedologi.
Pedologi mencakup genesis tanah, klasifikasi tanah dan pemetaan tanah. Ketiga ilmu di atas
saling berkaitan, sehingga merupakan suatu rangkaian. Adapun 12 Ordo tanah berdasarkan
Soil Survey Staff tahun 2014.
Tabel 1. Ordo tanah menurut klasifikasi United State Department of Agriculture, 2014.
(USDA)

No Ordo Sifat Umum


1. Alfisols Tanah dengan horizon argilik, kandik atau Natrik
dengan KB >35%.
2. Andisols Tanah yang terbentuk dari bahan abu volkan muda.
3. Aridisols Tanah di daerah iklim kering:Arid, Semi Arid, yaitu
wilayah gurun dan semi gurun.
4. Entisols Tanah tidak memiliki horizon pedogenik (berasal dari
pembentukan tanah) yang jelas.
5. Gelisols Tanah mengalami permafrost (bahan-bahan/horizon
yang membeku secara permanen, atau bahan gelik
6. Histosols Tanah gambut / bergambut yang merupakan timbunan
bahan-bahan organik.
7. Inceptisols Tanah dengan horizon bawah penciri kambik, telah
terdapat proses pembentukan tanah.
8. Mollisols Tanah dengan epipedon mollik dan horizon bawah
penciri argilik, kandik, natrik atau kambik.
9. Oxisols Tanah yang memiliki horizon oksik atau kandik.
10. Spodosols Tanah dengan horizon spodik atau plasik dan dapat
memiliki padas fragipanatau horizon albik
11. Ultisols Tanah dengan horizon argilik atau kandik.
Vertisols Tanah dengan kandungan liat tipe 2:1
12. (smektit/montmorilionit)
Sumber :keys to soil taxonomy 2014

Titik 1
Koordinat : N 0085464⁰ E108.92685⁰

Muka Air Tanah : cm

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Titik 1

Kedalama Warna Tekstur Struktur Konsinitas Karata Kematangan pH Uji


plastisita
n lekat n Tanah Pirit
s
10yr lempung
0 - 11 cm   ss po   R   2,1
4/3 berpasir
2,5yr
12 - 35 cm lempung   ss sp   R   2,2
7/6
7,5yr lempung
36 - 54 cm   s vp   NR   2,2
5/1 berdebu
lempung
5y
55 - 84 cm liat   s vp   HR   3,2
2,5/2
berdebu
85 - 120 lempung
5y 3/1   vs vp   U   3,2
cm berliat

Berdasarkan pada data tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pengunaan lahan di titik 1
adalah perkebunan, dengan kedalaman muka air tanah > 120 cm, Fluktuasi maksimum dan
minimum dari gerakan permukaan air tanah dapat diprediksi dari indikator perubahan warna
penampang tanah.
Pada pengamatan boring di titik 1 ini jenis vegetasi lokasi kebun jabon, jagung,
semak, jenis tanah pada pengamatan ini adalah tanah mineral. Dengan kedalaman lapisan 0 –
7 cm memiliki tekstur pasir berlempung, struktur butir, kematangan tanah adalah agak
matang, warna matrik reddish yellow. kosistensi teguh dan horizon B2 karena terjadinya
karena horison B yang tidak menampakkan horison B secara tegas yang menunjukan bahwa
horison ini merupakan peralihan yang luas sampai horison A yang diatasnya atau berdekatan
dengan horison C dan R ,Lereng atau bentuk wilayah ditentukan oleh perbedaan ketinggian
dan besarnya lereng yang dominan. Pada pengamatan dikedalaman 0-7 cm tekstur pasir
berlempung dengan struktur butir sehingga jika mengalami tekanan maka akan hancur
mengikuti bidang atau zona tertentu. Tingkat kematangan tanah pada kedalaman ini agak
matang, dengan warna tanah Redding Yellow dan dengan kosistensi teguh.
Pada pengamatan dikedalaman 7-49cm tekstur pasir berlempung dengan struktur
prismatik yang dimana sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizon, kematangan
tanah agak matang warna tanah 7,5 YR 6/7, kosistensi pada kedalam tanah ini teguh sehingga
masa tanah akan hancur pada masanya dengan tekanan yang sedang, horizon yang dimiliki
dikedalaman ini adalah A dimana horizon ini merupakan horizon horizon tanah mineral di
permukaan yang memliki bahan organik yang telah terurai dan memenuhi persyaratan sebagai
hasil pembentukan tanah
Pada pengamatan lapisan 49-78 cm memiliki tekstur pasir berlempung dengan struktur
gumpal membulat seperti kubus, batas bidang-bidang membentuk sudut membulat,
kematangan tanah agak matang sulit diremas, dengan warna tanah 10YR 5/5, konsistensi
gembur bila diremas dapat bercerai, bila digenggam masa tanah bergumpal, melekat bila
ditekan, dengan horizon atau lapisan C tidak termasuk lapisan batuan keras yang sedikit
dipengaruhi oleh proses pedogenik, dan tidak mempunyai sifat horizon O,A,E atau B, bahan
lapisan C dapat serupa ataupun tidak serupa dengan bahan yang membentuk solum diatasnya.
Termasuk lapisan C adalah bahan endapan, saprolit, batuan yang tidak padu dan bahan
geologi yang agak keras tetapi pecahan kering udara atau dapat hancue bila direndam dalam
air selama 24 jam, sedangkan bila lembab dapat digali dengan.

Pada pengamatan lapisan 78- 113 cm memiliki tekstur lempung berdebu licin,
membentuk bola agak teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat serta agak
melekat, dengan struktur gumpal membulat seperti kubus, batas bidang-bidang membentuk
sudut membulat. Kematangan tanah agak matang, dengan warna 10 YR 5/5, konsistensi
gembur bila diremas dapat bercerai, bila digenggam masa tanah bergumpal, melekat bila
ditekan, dengan horizon B yang dimana horizon yang terbentuk dibawah horizon A,E,dan O.

Pada pengamatan lapisan 113-120 cm dengan tekstur lempung berdebu, struktur


gumpal membulat seperti kubus, batas bidang-bidang membentuk sudut membulat,
kematangan tanah agak matang sulit diremas, kematangan tanah agak matang sulit
diremas,warna matrik 10 YR 5/5, dengan konsistensi gembur bila diremas dapat bercerai, bila
digenggam masa tanah bergumpal, melekat bila ditekan, dan debgan horizon B yang dimana
horizon yang terbentuk dibawah horizon A,E,dan O.

Titik 2
Koordinat :

Muka Air Tanah : cm

Kedalama Warna Tekstur Struktu Konsinitas Karatan Kematanga pH Uji


plastisita
n r lekat n Tanah Pirit
s
10yr lempung
0 - 8 cm   so po   R   2,1
4/3 berpasir
biasa,
10yr lempung kecil,
9 - 25 cm   ss sp R   2,1
6/4 berdebu jelas,
sedang, bs
biasa,
lempung
7,5yr kecil,
26 - 45 cm liat   ss sp NR   3,2
3/2 jelas,
berdebu
sedang, bs
biasa,
liat kecil,
46 - 67 cm 5y 4/2   vs vp HR   3,2
berdebu jelas,
sedang, bs
5y liat
68 – 113   vs vp   U   3,2
2,5/1 berdebu

Berdasarkan pada data tabel 2 di atas menunjukkan bahwa pengunaan lahan di titik 1
adalah hutan sekunder, dengan kedalaman muka air tanah 112 cm, Fluktuasi maksimum dan
minimum dari gerakan permukaan air tanah dapat diprediksi dari indikator perubahan warna
penampang tanah.
Pada pengamatan boring di titik 2 ini jenis vegetasi lokasi pisang, mangga, jenis tanah
pada pengamatan ini adalah tanah mineral. Dengan kedalaman lapisan 0 – 20 cm memiliki
tekstur lempung berpasir, struktur remah, kematangan tanah adalah agak matang, warna
matrik red, kosistensi lunak dan horizon B2 karena terjadinya horison B yang tidak
menampakkan horison B secara tegas yang menunjukan bahwa horison ini merupakan
peralihan yang luas sampai horison A yang diatasnya atau berdekatan dengan horison C dan R
,Lereng atau bentuk wilayah ditentukan oleh perbedaan ketinggian dan besarnya lereng yang
dominan.
Pada pengamatan dikedalaman 21 – 38 cm lempung berpasir dengan struktur remah
yang dimana tanah dengan struktur ini memiliki pori yang besar, kematangan tanah agak
matang dengan warna tanah dark reddish yellow , kosistensi pada kedalam tanah ini lunak
sehingga dengan sedikit tekanan tanah bercerai menjadi butir, horizon yang dimiliki
dikedalaman ini adalah A dimana horizon ini merupakan horizon horizon tanah mineral di
permukaan yang memliki bahan organik yang telah terurai dan memenuhi persyaratan sebagai
hasil pembentukan tanah.
Pada pengamatan lapisan 39 - 47 cm memiliki tekstur pasir berlempung dengan
struktur remah dengan begitu tanah ini memiliki pori yang besar, kematangan tanah agak
matang sulit diremas, dengan warna tanah red ,konsistensi lunak sehingga dengan sedikit
tekanan tanah bercerai menjadi butir, dengan horizon atau lapisan E dengan Horison mineral
dengan sifat utama terjadi pencucian liat, besi, alumunium, atau kombinasinya, bahan
organik, dan lain-lain.
Pada pengamatan lapisan 48 - 80 cm memiliki tekstur lempung berpasir dengan tanah
sangat kasar dan agak lekat, dengan struktur butir dengan seperti bola, sedikit berpori,
membentuk ped (butir Struktur Tunggal ). Kematangan tanah agak matang, dengan warna red,
konsistensi tidak diidentifikasi. Horisonnya adalah horison B yaitu horison mineral dengan
menampilkan satu atau lebih watak berikut : • tempat penimbunan liat silikat, besi, aluminium
atau humus, baik secara tunggal maupun kombinasinya sebagai hasil iluviasi (pengendapan). •
adanya peningkatan sisa-sisa seskuioksida (Fe2O3 dan Al2O3) atau liat silikat, dibandingkan
bahan induknya. • merupakan hasil lapukan dengan pembentukan liat silikat dan oksida, atau
berstruktur prisma, gumpal atau remah.
Pada pengamatan lapisan 81 - 120 cm dengan tekstur lempung berpasir, struktur
batuan halus dengan adanya krikil yang sangat kecil, kematangan tanah agak matang sulit
diremas, kematangan tanah agak matang sulit diremas,warna matrik red, dengan konsistensi
tidak diidentifikasi dengan horison yang dimiliki yaitu horison C horison mineral yang terdiri
dari bahan tidak pejal dan diperkirakan sebagai bahan pembentuk tanah sedikit terpengaruh
proses pedogenik dan kurang memperlihatkan sifat-sifat horison A dan B.

Titik 3
Koordinat :

Muka Air Tanah : cm

Konsinitas
Kedalama Struktu Kematangan Uji
Warna Tekstur Karatan pH
10yr lempung
0 - 4 cm   ss po   R   2,1
6/2 berpasir
sedikit,
10yr
5 - 30 cm lempung   ss sp kecil, jelas, HR   2,1
7/4
jelas, bintik
lempung sedikit,
31 - 41 cm 2y 4/1 liat   s sp kecil, jelas, HR   3,2
berpasir jelas, bintik
sedikit,
2,5y lempung
42 - 74 cm   s vp kecil, jelas, HR   3,2
3/1 berdebu
jelas, bintik
75 - 120
5y 4/1 debu   vs vp   HR   3,2
cm

Berdasarkan pada data tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pengunaan lahan di titik 3
adalah jabon dan jagung, dengan kedalaman muka air tanah 50 cm, Fluktuasi maksimum dan
minimum dari gerakan permukaan air tanah dapat diprediksi dari indikator perubahan warna
penampang tanah.
Pada pengamatan boring dan minipit di titik 3 ini jenis vegetasi lokasi ini adalah
jabon, jagung dan semak, jenis tanah pada pengamatan ini adalah tanah mineral. Dengan
kedalaman lapisan 0 – 5 cm memiliki tekstur lempung liat berdebu, struktur granul,
kematangan tanah adalah matang, warna matrik dark gray, kosistensi lepas dan horizon
merupakan akumulasi bahan organik halus yang tercampurdengan bahan mineral dan tidak
didominasi oleh sifat horison E atau B.
Pada pengamatan dikedalaman 5 – 18 cm lempung liat berpasir dengan struktur
granul, kematangan tanah matang dengan warna tanah brown , kosistensi pada kedalam tanah
ini gembur sehingga bila diremas dapat bercerai, bila digenggam masa tanah bergumpal,
melekat bila ditekan, horizon yang dimiliki dikedalaman ini adalah A dimana horizon ini
merupakan horizon horizon tanah mineral di permukaan yang memliki bahan organik yang
telah terurai dan memenuhi persyaratan sebagai hasil pembentukan tanah.
Pada pengamatan lapisan 18 – 61 cm memiliki tekstur lempung berdebu dengan
struktur granul, kematangan tanah agak matang sulit diremas, dengan warna tanah reddish
yellow,konsistensi sangat teguh sehingga masa tanah tahan terhadap remasan, tidak mudah
berubah bentuk, dengan horizon atau lapisan A1 yaitu horison dengan horison mineral yang
terbentuk pada atau berdekatan dengan permukaan tanah, sebagai tempat bahan organik
terhumifikasi.
Pada pengamatan lapisan 61 - 95 cm memiliki tekstur lempung berpasir dengan tanah
sangat kasar dan agak lekat, dengan struktur gumpal bersudut dengan sumbu vertikal sama
panjang dengan sumbu horinzontal, batas dua bidang membentuk sudut lancip. Kematangan
tanah agak matang, dengan warna light gray , konsistensi teguh. Horisonnya adalah horison
A2 yaitu horison mineral dengan horison mineral yang memperlihatkan kehilangan liat, besi
atau almunium, dan meningkatkan kandungan kuarsa dan mineral lapuk lainnya.
Pada pengamatan lapisan 95 - 120 cm dengan tekstur pasir berlempung, struktur
gumpal membulat dengan seperti kubus, batas bidang-bidang membentuk sudut membulat.,
kematangan tanah agak matang sulit diremas, kematangan tanah agak matang sulit
diremas,warna matrik reddish yellow, dengan konsistensi teguh dengan horison yang dimiliki
yaitu horison horison mineral dengan menampilkan satu atau lebih watak berikut : • tempat
penimbunan liat silikat, besi, aluminium atau humus, baik secara tunggal maupun
kombinasinya sebagai hasil iluviasi (pengendapan). • adanya peningkatan sisa-sisa
seskuioksida (Fe2O3 dan Al2O3) atau liat silikat, dibandingkan bahan induknya. • merupakan
hasil lapukan dengan pembentukan liat silikat dan oksida, atau berstruktur prisma, gumpal
atau remah.

Titik 4
Koordinat :

Muka Air Tanah : cm

Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Titik 4

Konsinitas
Kedalama Struktu Kematangan Uji
Warna Tekstur plastisita Karatan pH
n r lekat Tanah Pirit
s
10yr lempung
0 - 3 cm   so po   R   2,1
5/3 berpasir
lempung sedikit,
7,5 yr
4 - 40 cm liat   ss sp kecil, baur, NR   2,1
7/3
berpasir jelas, bintik
lempung sedikit,
10yr
41 - 53 cm liat   s vp kecil, baur, U   2,2
4/1
berdebu jelas, bintik
lempung
54 - 110 2,5y
liat   vs vp   U   3,2
cm 2,5/2
berdebu

Pada pengamatan minipid di titik 4 ini memiliki jenis vegetasi padi, kelapa, tomat,
jenis tanah pada pengamatan ini adalah tanah inceptisol. Pada pengamatan minipid jalur 4
tediri dari 4 horizon yakni horizon O dengan kedalaman 0-2 cm dengan warna 7.5 Y.R 6/6
memiliki tekstur liat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, sangat
melekat, dengan bentuk struktur gumpal membulat seperti kubus, batas bidang-bidang
membentuk (sub-angular blocky) sudut membulat, konsistensi lembab gembur bila diremas
dapat bercerai, bila digenggam masa tanah bergumpal, melekat bila ditekan, konsistensi basah
tidak lengket, memiliki pori halus banyak di bandingkan pori halus, dan perakaran nya lebih
dominan sedang.
Horizon kedua yakni horizon A dengan kedalaman 2,5 -10/21 cm dengan warna 10
YR 5 greenish grey, yang memiliki tekstur Lempung berdebu, struktur Gumpal bersudut,
konsistensi lembab nya teguh, konsistensi kering nya agak keras, konsistensi basah nya agak
lekat, dengan pori halus dengan jumlah 3-7%, dan perakaran nya lebih dominan halus.
Horizon ketiga yakni horizon B1 dengan kedalaman 21 – 18,3/24 cm dengan warna 5
Y.R 6/6 reddish yellow, yang memiliki tekstur Liat berpasir, struktur Gumpal bersudut,
konsistensi lembab nya sangat teguh, konsistensi kering nya agak keras, konsistensi basah nya
agak lekat, dengan pori sangat halus dengan jumlah 3-5%.
Horizon keempat yakni horizon B2 dengan kedalaman 24 – 50 cm dengan warna 10
Y.R 4/2 Dark grey brown, yang memiliki tekstur Lempung berpasir, struktur Gumpal
bersudut, konsistensi lembab nya sangat teguh, konsistensi kering nya keras, konsistensi
basah nya agak lekat, dengan pori sangat halus dengan jumlah 3-5%.
Dari hasil tabel di atas kami mendapatkan hasil tanah inceptisol. Inceptisols adalah
tanah-tanah yang kecuali dapat memilki epipedon okrik dan horizon albik seperti yang dimilki
tanah Entisols juga mempunyai beberapa sifat penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi
belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Beberapa Inceptisols terdapat dalam
keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah.
Beberapa Inceptisols yang lain telah dapat diduga arah perkembangannya apakah ke ultisols,
Alfisols, atau tanah-tanah yang lain (Hardjowigeno, 2003).

Klasifikasi Tanah

Untuk Titik 1 Dan Titik 2

Ordo : Ultisols
Dikatakan Ordo Ultisol karena mempunyai salah satu berikut:
 Horizon argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan, dan kejenuhan basa (berdasarkan
jumlah kation) sebesar kurang dari 35 persen pada salah satu kedalaman berikut:
o Apabila seluruh epipedon mempunyai kelas tektur pasir kasar, pasir halus, pasir
kasar berlempung, pasir berlempung, pasir halus berlempung pada fraksi tanah halus
dalam seluruh salah satu hal berikut:
 Pada kedalaman 125 cm di bawah batas atas horizon argilik (tetapi tidak lebih dari
200 cm di bawah permukaan tanah mineral), atau 180 cm di bawah permukaan
tanah mineral, mana saja yang lebih dalam; atau
 (2) Pada kontak densik, litik, paralitik, atau petroferik, apabila lebih dangkal; atau
o Yang paling dangkal dari kedalaman berikut:
 Pada 125 cm di bawah batas atas horizon argilik atau kandik; atau
 Pada 180 cm di bawah permukaan tanah mineral; atau
 Pada kontak densik, litik, paralitik, atau petroferik; atau
 Fragipan dan kedua sifat berikut:
o Horizon argilik atau kandik yang berada di atas, di dalam, atau di bawahnya, atau
memiliki lapisan liat tipis setebal 1 mm atau lebih pada satu subhorizonnya atau
lebih; dan
o Kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) sebesar kurang dari 35 persen pada
kedalaman paling dangkal berikut:
 Kedalaman 75 cm di bawah batas atas fragipan; atau
 Kedalaman 200 cm di bawah permukaan tanah mineral; atau
 Pada kontak densik, litik, paralitik, atau petroferik

Untuk Titik 3 dan Titik 4

Ordo : Inceptisol
Dikatakan Ordo Inceptisol karena Tanah ini mempunyai salah satu sifat berikut:

 Satu atau lebih berikut:


o Horizon kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral
dan batas bawahnya pada kedalaman 25 cm atau lebih di bawah permukaan tanah
mineral; atau
o Horizon kalsik, petrokalsik, gipsik, petrogipsik, atau placik, atau duripan, yang batas
atasnya di dalam kedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral; atau
o Fragipan, atau horizon oksik, sombrik, atau spodic, yang batas atasnya di dalam 200
cm dari permukaan tanah mineral; atau
o Horizon sulfurik yang mempunyai batas atas di dalam 150 cm dari permukaan tanah
mineral; atau
o Rejim suhu cryik atau gelik dan horizon kambik; atau
 Tidak terdapat bahan sulfidik di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral; dan kedua
sifat berikut:
o Satu horizon atau lebih di antara kedalaman 20 dan 50 cm di bawah permukaan tanah
mineral, baik memiliki nilai n 0,7 atau kurang, atau kandungan liat dalam fraksi
tanah-halus kurang dari 8 persen; dan
o Satu atau lebih sifat berikut:
 Terdapat epipedon folistik, histik, molik, plagen, atau umbrik; atau
 Horizon salik, atau
 Pada 50 persen atau lebih lapisan-lapisan yang terletak di antara permukaan tanah
mineral dan kedalaman 50 cm, persentase natrium dapat-tukar sebesar 15 persen
atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium 13 atau lebih), yang berkurang seiring
bertambahnya kedalaman di bawah 50 cm, dan juga terdapat air tanah di dalam
100 cm dari permukaan tanah mineral pada sebagian waktu selama setahun ketika
tanah tidak membeku di beberapa bagiannya.

3.4. Satuan Peta Tanah

Kualitas/karakteristik lahan SPT 1 SPT 2 SPT 3


Media perakaran (r)
Drainase tanah Tidak ada baik
buruk
Tekstur tanah Lempung berpasir Lempung berdebu
lempung
Kedalaman efektif
Toksisitas (x)
Salinitas
Kedalaman sulfidik (cm) 50 65 20
Tingkat bahaya erosi (eh)
Lereng 15 3
2
Bahaya erosi E1
Bahaya banjir (b)
Tinggi
Tidak pernah Tidak pernah Tidak pernah
Lama
Kemudahan pengolahan (p)
Tekstur Lempung berpasir Lempung berdebu Lempung
Struktur Gumpal membulat Gumpal bersudut Masif
konsistensi
Agak lekat Agak lekat Agak Lekat

3.5. Kimia Kesuburan Tanah

Biasanya ordo Ultisols memiliki pH dari 4,3 hingga 4,9 dengan kriteria sangat masam
hingga masam. Kemasaman tanah dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain bahan induk
tanah, bahan organik, hidrolisis aluminium, reaksi oksidasi terhadap mineral tertentu dan
pencucian basabasa. Dalam hal ini pencucian basa-basa merupakan penyebab utama
kemasaman tanah pada keenam sub grup Ultisol, yang ditandai dengan rendahnya nilai basa-
basa tukar pada semua sub grup Ultisol. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Damanik
dkk (2011) bahwa meningkatnya kemasaman tanah dapat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya pencucian kation-kation yang digantikan oleh H + dan Al3+ . pH tanah juga
berhubungan dengan kandungan aluminium dapat dipertukarkan dan kejenuhan aluminium,
bahwa semakin meningkat nilai pH tanah maka nilai Al-dd dan kejenuhan aluminium di
dalam tanah akan semakin menurun. Begitu juga sebaliknya dengan menurunnya pH tanah
maka nilai Al-dd di dalam tanah akan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Subandi (2007) bahwa nilai pH tanah yang relatif mudah diukur dapat
digunakan untuk panduan dalam menduga tingkat kejenuhan Al.

Biasanya ordo inceptisols memiliki pH dari 4,6 hingga 5,5 dengan kriteria sangat
masam hingga masam mendekati netral. Kemasaman tanah dapat disebabkan beberapa faktor,
antara lain bahan induk tanah, bahan organik, hidrolisis aluminium, reaksi oksidasi terhadap
mineral tertentu dan pencucian basabasa. Menurut Damanik et al. (2011) reaksi tanah
Inseptisol ada yang masam sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral
(pH 5,6 – 6,8). Dengan pH tanah yang demikian sudah cukup bagi tanaman gambir untuk
dapat tumbuh dan berproduksi. Menurut Sutarman (2014) tanaman gambir dapat tumbuh pada
jenis tanah mulai dari tingkat kesuburan rendah hingga kesuburan tinggi. Di Sumatera
kebanyakan tanaman gambir tumbuh pada jenis tanah Ultisol dengan derajat keasaman tanah
berkisar antara pH 4,5 - 5,5.

Biasanya ordo entisols memiliki pH dari 4,6 hingga 6,5 dengan kriteria masam hingga
mendekat netral. pH (potential of hidrogen) tanah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kelarutan unsur hara dalam tanah. Menurut SOEMARNO (2013), ketersediaan
unsur hara makro dan mikro dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada tanah agak
masam hingga agak alkalis, ketersediaan unsur makro dan Mo meningkat (kecuali P),
sedangkan hara P, Fe, Mn, Zn Cu, and Co menjadi tidak tersedia sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada tanah masam, hara mikro (kecuali Mo and Bo)
mengalami penurunan. SOOMRO et al. (2012) menyebutkan tanah yang memiliki pH tinggi
dapat menimbulkan masalah fiksasi P sehingga mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman.
Kriteria hara P2O5 tersedia di Kabupaten Rembang bervariasi dari sangat rendah, rendah,
sampai sangat tinggi. Hara P tersedia yang tertinggi terdapat pada subgrup Humic Dystrudept
dan terendah terdapat pada jenis tanah Entisol yang termasuk pada subgrup Lithic Udorthents
(Tabel 5). Menurut BOUAJILA dan SANAA (2011), ketersediaan P dalam tanah salah
satunya dipengaruhi oleh pH, dan ketersediaan P paling tinggi pada pH 6,8-7,2, sedangkan
menurut ABU ZAHRA dan TALBOUB (2008) pada pH 5,0-7,2. Ketersediaan P memiliki
kisaran yang rendah pada pH 7,2. Adanya hubungan antara ketersediaan P dengan pH dapat
digunakan sebagai salah satu strategi pengelolaan kesuburan tanah.

3.6. Fisika Tanah


BAB IV Evaluasi Kesesuaian Lahan

4.1. Metode Evaluasi

Metode yang digunakan adalah secara langsung dengan melakukan survei turun langsung ke
lapang dan secara tidak langsung dengan adanya prediksi

4.2. Kesesuaian Lahan untuk berbagai Penggunaan Lahan Utama

Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah

Kualitas/karakteristik Kelas kes. lahan


SPT 1 SPT 2 SPT 3
lahan
Kelas Kelas Kelas
SPT1 SPT2 SPT3
Media perakaran (r)
1.Drainase tanah Tidak ada baik S2
2.Tekstur tanah Lempung Lempung lempung S2 S1 S2
berpasir berdebu
3.Kedalaman efektif
Toksisitas (x)
1.Salinitas - -
2.Kedalaman sulfidik S3 S3 N1
50 65 20
(cm)
Tingkat bahaya erosi
(eh)
1.Lereng 15 3 2 N1 S2 S1
2.Bahaya erosi E1 S3
Bahaya banjir (b)
1.Tinggi Tidak Tidak Tidak S1 S1 S1
2.Lama pernah pernah pernah
Kelas Kesesuaian N1eh S3x2 N1x2
Lahan 1

SPT 1 : Tidak sesuai saat ini dengan faktor penghambat utama lereng

SPT 2 : Sesuai marginal dengan faktor penghambat kedalaman sulfidik

SPT 3 : Tidak Sesuai Saat ini dengan faktor penghambat kedalaman sulfidik
Daftar Pustaka

SOOMRO, A.F., T. SHAMSUDDIN, and C.O. FATEH. 2012. Effect of supplemental


inorganic NPK and residual organic nutrients on sugarcane ratoon crop. International
journal of Scientific & Engineering Research. 3(10).

SOEMARNO. 2013. Bahan Ajar Matakuliah Dasar Ilmu Tanah: Reaksi Tanah (pH).
www.marno. lecture.ub.ac.id. [diunduh Tgl.10 Desember 2013]

Damanik, M.M.B., E.H. Bachtiar., Fauzi., Sarifuddin dan H. Hamidah. 2011. Kesuburan
Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan

Sutarman, A. 2014. Agroklimat dan Budidaya Tanaman Gambir. Pusat Penyuluhan Pertanian
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Jakarta.
http://cybex.deptan.go.id (Diakses 14 Maret 2014).

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika Pressindo.


250 hal.

Foth,HD dan L.N.Turk . 1999. Fundamental of soils science. New York:fifth Ed. John. Waley
& soil.

Notohadiprawiro.2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi


Pemupukan.http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1981/1984%20penge.pdf.Diakses tanggal 16
Juni 2012

Jenny, H. 1941. Factor of Soil Formation, A System of Quantitative Pedology. John and Sons.
New York. 435 pp.

Rayes, ML. 2007. Deskripsi Profil Tanah di Lapangan. Unit Penerbitan Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. 133 p.

Hanafiah, K. A. (2007). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hal.


Peta-Peta

Lampiran

1. Lampiran Pengamatan Bor Tanah


2. Lampiran Pengamatan Profil Atau Minipit Tanah

Anda mungkin juga menyukai