Anda di halaman 1dari 44

DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................
PENDAHULUAN...........................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................
1.2 Tujuan.....................................................................................................................................
1.3 Manfaat...............................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................
2.1

Metode Penentuan Titik Pengamatan................................................................................

2.2

A........................................................................................................................................

2.3

A........................................................................................................................................

2.4

A........................................................................................................................................

2.5

A........................................................................................................................................

2.6

Evaluasi Lahan..................................................................................................................

2.6.1

Metode Analisis Kemampuan Lahan.........................................................................

2.6.2

Metode Analisis Kesesuaian Lahan...........................................................................

BAB III..........................................................................................................................................
KONDISI WILAYAH....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Survei tanah merupakan serangkaian kegiatan pengumpulan data tanah baik
data morfologi maupun fisiografi untuk digunakan sebagai dasar penentuan
klasifikasi tanah dan karakteristik suatu lahan. Pelaksanaan survei tanah memerlukan
persiapan yang matang dan dukungan data yang mendukung upaya survei tersebut.
Dasar utama melakukan klasifikasi dan memahami tanah adalah dengan deskripsi
profil tanah yang dilakukan di lapang. Pengamatan di lapang pada dasarnya di
bedakan menjadi tiga macam, yaitu; 1) Pengamatan identifikasi (pemboran), 2)
Pengamatan detail (minipit dan pemboran), 3) Deskripsi profil tanah (Rayes, M.L.
2006). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk bermacammacamalternatif penggunaan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat fleksibel, tergantung
kebutuhan kondisi wilayah yang hendak di evaluasi. Adapun berbagai cara dalam
proses perbaikan yang dilakukan terhadap lahan akan memberikan gambaran tentang
bagaimana penggunaan lahan secara optimal, baik dan benarguna menigkatkan
produktivitas lahan khususnya evaluasi lahan terhadap pembudidayaan tanaman
pertanian(Abdullah, 1993).
Pada tanggal 29 April 2016 dilakukan survei tanah di kaki gunung Arjuno
bagian selatan oleh tim survei dari mahasiswa Agroekteknologi FP UB angkatan
2014. Survei tanah yang dilakukan di lereng gunung Arjuno, tepatnya berada di desa
Tawang Argo, Kecamatan Karang Ploso, Malang. Pada fieldwork kali ini bertujuan
untuk mengetahui klasifikasi tanah yang ada sehingga dapat dilakukan pembuatan
satuan peta tanah (SPT). Lokasi survei berada tepat di bagian kaki gunung Arjuno,
gunung Arjuno yang telah mengalami letusan lava dan telah menyisakan beberapa
material. Pada umumnya bahan induk tanah berasal dari material letusan dari gunung
Arjuno yang terus mengalami perkembangan hingga menjadi tanah dewasa. Melalui
deskripsi dari profil tanah yang dilakukan, terdapat temuan dimana lapisan tanah
bagian bawah lebih berkembang dari bagian atasnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
lahan yang terdapat di daerah tersebut berasal dari tanah yang terbentuk lewat
material letusan gunung sebagai bahan induknya. Lapisan tanah yang masih
mengalami perkembangan seringkali tertimbun bahan induk tanah baru dari material
letusan gunung, sehingga terapat banyak lapisan yang perkembangan tanahnya
berbeda. Penggunaan lahan dilokasi survei di dominasi oleh tanaman pinus, kopi, dan
berbagai macam sayuran seperti; cabai, tomat, sawi, wortel, kubis dll.

Melalui pelaksanaan survei tanah yang telah dilakukan, diharapkan keluaran


data kemampuan lahan untuk selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam melakukan
budidaya tanaman pertanian berdasarkan kesesuaian lahan yang ada.
1.2 Tujuan
Tujuan dari Survei Tanah dan Evaluasi Lahan adalah untuk membuat
informasi spesifik yang penting tentang setiap macam-macam tanah terhadap
penggunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga dapat ditentukan cara
pengelolaannya, serta menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat
di interpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan data mendasar tentang tanah.
Sedangakan secara khusus tujuan evaluasi lahan yang utama adalah menetapkan
tingkat kesesuaian untuk macam penggunaan lahan tertentu di suatu wilayah.
1.3 Manfaat
1. Mampu menentukan kesesuaian lahan dengan kriteria yang ada untuk
tanaman pangan
2. Mampu mem-ploting hasil pengamatan lapang ke peta dasar
3. Mampu membuat peta tanah dan peta kesesuaian lahan dengan data yang
telah diperoleh
4. Mampu menyajikan hasil intrepretasi data dan menyusun perencanaan tata
guna lahan

BAB II
METODOLOGI
2.1 Lokasi Observasi dan Waktu
Pelaksanaan fieldtrip Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilaksanakan pada
tanggal 29 April 2016 di Desa Tawangargo Kec. Karangploso ,Kabupaten
Malang ,Propinsi Jawa Timur. Pelaksanaan survey dilakukan pada pagi hari .
Kami berangkat pada pukul 19.00 WIB dari Fakultas Pertanian UB menuju
Desa Tawangargo menggunakan truk TNI. Terdapat 5 titik lokasi
pengamatan,titik yang kami amati berada pada lereng bawah gunung Arjuno.
Di mana setiap titik terdapat pada keadaan lahan yang berbeda,pada titik 1
berada pada lahan persawahan begitu juga titik 2 dan 4, pada titik 3 berada
pada lahan perkebunan kopi, sedangkan titik 5 pada daerah yang belum ada
pengolahan manusia.
2.2 Peralatan dan Bahan Survei serta Fungsi
1 Peralatan
a Alat Penggali
Cangkul
Digunakan untuk mencangkul (menggali) tanah untuk membuat
profil tanah.
Sekop
Mempermudah
dalam
mencangkul
dan megambil
tanah
untuk membuat minipit.
b Deskripsi Tanah
Pisau tanah
Digunakan untuk membuat batas horison tanah dan konsistensi
tanah.
Buku Munsell Colour Chart
Digunakan untuk mmenentukan warna tanah.
Botol air
Sebagai tempat air yang digunakan untuk membasahi tanah
dalammenetukan tekstur, struktur dan konsistensi tanah.

Meteran

Digunakan
untuk
mengukur
kedalaman
profil
tanah
dan ketebalanhorison yang telah digali.
Sabuk profil
Digunakan untuk menentukan batas ketebalan horison.
Meja dada
Digunakan sebagai tempat (alas) untuk mencatat data survei.
Alat tulis (bolpoin, kertas, pensil, penghapus, stipo, penggaris)
Digunakan untuk mencatat dan membuat laporan hasil survei.
Kamera
Digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan survei.
Kantong plastik
Digunakan sebagai tempat sampel tanah yang diambil.
c Deskripsi Lokasi
Kompas
Digunakan untuk menetukan arah dalam mencari titik pengamatan.
Klinometer
Digunakan untuk menentukan besar kelerengan suatu tempat survey
d Referensi Lapangan
Buku Panduan Deskripsi Lapang
Digunakan sebagai panduan untuk mengumpulkan data hasil survey
Buku Keys to Soil Taxonomy
Untuk menentukan jenis tanah, epipedon, dan endopedon yang
berada di daerah survei.
2

Bahan
Air
Untuk menentukan tekstur, struktur, dan konsistensi tanah
Tanah
Sebagai objek yang diamati

2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan


Untuk penentuan titik pengamatan pada lahan yang kami amati metode
yang digunakan adalah dengan menggunakan metode grid bebas pada 5 titik
pengamatan.
Metode Grid Bebas Merupakan metode gabungan antara grid kaku dan
metode IFU/fisiografi. Metode ini diterapkan pada survey detail hingga semi
detail metode ini dipilih dikarenakan survey peta menggunakan skala besar yakni
1:50.000. Pelaksanaan survey ini diawali dengan analisis fisiografi melalui
interpretasi foto udara (IFU) secara detail. Dalam metode survey bebas, pemeta
bebas lokasi/ titik pengamatan dipilih secaara bebas.

Pada metode ini pengamatan lapangan dilakukan seperti pada metode grid
kaku,tetapi jarak jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah,metode grid
bebas di terapkan pada surve detail hingga semi-detail,foto udara berkemampuan
terbatas dan di tempat tempat yang berorientasi di lapangan cukup sulit di
lakukan. (Rayes,2007).
2.4 Metode Pengamatan Tanah
Untuk penentuan titik pengamatan pada lahan yang kami amati metode yang
digunakan adalah dengan menggunakan metode grid bebas pada 5 titik pengamatan.
Metode Grid Bebas Merupakan metode gabungan antara grid kaku dan metode
IFU/fisiografi. Metode ini diterapkan pada survey detail hingga semi detail metode
ini dipilih dikarenakan survey peta menggunakan skala besar yakni 1:50.000.
Pelaksanaan survey ini diawali dengan analisis fisiografi melalui interpretasi foto
udara (IFU) secara detail. Dalam metode survey bebas, pemeta bebas lokasi/ titik
pengamatan dipilih secaara bebas. Pada metode ini pengamatan lapangan dilakukan
seperti pada metode grid kaku,tetapi jarak jarak pengamatan tidak perlu sama dalam
dua arah, metode grid bebas di terapkan pada surve detail hingga semi-detail,foto
udara berkemampuan terbatas dan di tempat tempat yang berorientasi di lapangan
cukup sulit di lakukan. (Rayes,2007)
2.5 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi
tanah
merupakan
kegiatan
membeda-bedakan
atau
mengelompokkan tanah berdasarkan sifat-sifatnya yang bertujuan untuk mengetahui
sifat dan ciri tanah pada masing-masing kelompok tanah sehingga memudahkan
pengguna tanah untuk mengelola tanah tersebut agar dapat berproduksi secara
maksimal. Tanah merupakan tubuh alam tiga dimensi yang merupakan tempat
aktivitas semua mahluk hidup termasuk tempat tumbuhnya tanaman. Menurut
Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007; Soltani, 2013 tanah mempunyai karakteristik
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akan diusahakan. Klasifikasi tanah
dan evaluasi lahan merupakan salah satu cara untuk mengetahui kecocokan suatu
lahan untuk mengembangkan tanaman pertanian.
Klasifikasi tanah dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
a) Gleisol.

Jenis tanah Gleisol merupakan jenis tanah yang terbentuk di daerah


cekungan yang dipengaruhi oleh air yang berlebihan. Secara
genesis merupakan tanah yang belum berkembang, tanahnya
selalu jenuh air karena berdrainase buruk sehingga berwarna
kelabu atau menunjukkan sifat-sifat hidromorfik, sehingga terjadi
gleisasi. Tanah Gleisol selalu terbentuk pada drainase yang selalu
tergenang. Jenis tanah ini dengan kondisi tergenang mempunyai
potensi yang tinggi untuk pengembangan tanaman pertanian
terutama tanaman padi sawah jika didukung dengan fasilitas irigasi
dan drainase yang baik (Harjowigeno, 2003).

b) Aluvial.
Tanah Aluvial pada proses pembentukannya sangat tergantung
dari faktor bahan induk asal tanah dan factor topografi. Tanah
Aluvial mempunyai tingkat kesuburan yang dapat seragam (Alam et
al., 1993) atau bervariasi dari rendah sampai tinggi, tekstur dari
sedang hingga kasar, serta kandungan bahan organik dari rendah
sampai tinggi dan pH tanah berkisar masam, netral, sampai alkalin,
kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation juga bervariasi karena
tergantung dari bahan induk (Hardjowigeno, 2003). Tanah Aluvial
yang disawahkan akan berbeda sifat morfologinya dengan tanah
yang tidak disawahkan. Perbedaan yang sangat nyata dapat
dijumpai pada epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak
pernah disawahkan berstruktur granular dan warna coklat tua (10
YR 4/3). Sedangkan epipedon tanah Aluvial yang disawahkan tidak
berstruktur dan warna berubah menjadi kelabu (10 YR5/1) (Munir,
1996).
c) Gambut.

Tanah Gambut terbentuk dari timbunan bahan organik, sehingga


kandungan karbon pada tanah Gambut sangat besar. Fraksi organik
tanah Gambut di Indonesia lebih dari 95%, kurang dari 5% sisanya
adalah fraksi anorganik. Fraksi organik terdiri atas senyawasenyawa humat sekitar 10 hingga 20%, sebagian besar terdiri atas
senyawa-senyawa

non-humat

yang

meliputi

senyawa

lignin,

selulosa, hemi selulosa, lilin, tannin, resin, suberin, dan sejumlah


kecil protein. Sedangkan senyawa-senyawa humat terdiri atas asam
humat, himatomelanat dan humin (Tan, 1993).
d) Kambisol.
Jenis tanah Kambisol tergolong tanah baru berkembang yang
mempunyai

potensi

untuk

pengembangantanaman

pertanian

karena termasuk tanah yang subur. Kambisol biasanya mempunyai


tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini dapat
tergantung pada tingkat pelapukan bahan induknya. Kesuburan
tanahnya tinggi, kedalaman efektifnya beragam dari dangkal
hingga dalam, di dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan
pada daerahdaerah lereng curam solumnya tipis (Darmawijaya,
1997).
e) Podsolik.
Jenis tanah Podsolik merupakan jenis tanah yang tergolong miskin
unsur hara dan bereaksi masam. Kesuburan alami tanah ini hanya
tergantung pada lapisan atas bahan organik yang tidak mantap
sehingga tanah ini bermasalah, namun penampang tanahnya masih
cukup dalam dan kadar liatnya tinggi, sehingga cocok untuk
pengembangan lahan sawah yang membutuhkan lapisan bawah
yang padat (Munir, 1996).
Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial
Klasifikasi kesesuaian lahan actual adalah

sistem

kesesuaian

didasarkan

karakteristik

lahan

yang

lahan

pengelompokannya

yang

ada

pada

saat

klasifikasi

itu,

pada
tanpa

mempertimbangkan input yang dibutuhkan. Kesesuaian lahan


potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai untuk tipe
penggunaan lahan tertentu setelah mempertimbangkan masukan
(input) yang dibutuhkan (Ritung et al., 2007).
2.6 Evaluasi Lahan
Dalam suatu proses kegiatan prencanaan penggunaan lahan (land use
planning) evaluasi lahan menjadi salah satu komponen yang penting. Menurut
Arsyad (2006) evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaman
lahan jika diperlukan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan
interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek
lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan
berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan. Berdasarkan tujuan evaluasi,
klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi
kesesuaian lahan. Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya
lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara
yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi atau
arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Menurut FAO (1985)
prosedur evaluasi lahan terutama didasari oleh adanya kenyataan bahwa
penggunaan lahan yang berbeda memerlukan persyaratan yang tidak sama,
informasi yang yang diperlukan dalam evaluasi lahan menyangkut tiga aspek
utama, yaitu : lahan, penggunaan lahan dan aspek ekonomis.
Menurut FAO (1976) bahwa dalam evaluasi lahan sifat-sifat
lingkungan fisik dan kimia suatu wilayah dirincikan dalam kualitas lahan dan
tiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu karakteristik lahan yg umum
memiliki hubungan satu sama lainnya. Karakteristik lahan adalah sifat-sifat
tanah yg dapat diukur atau diduga. Kualitas lahan adalah sifat tanah yang
kompleks dan berperan pada penggunaan lahan yang spesifik.
Menurut FAO (1976) dalam Djaenuddin, dkk, 2000.kegiatan utama dari
evaluasi lahan adalah sebagai berikut:
a) Konsultasi pendahuluan : meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan
antara lain penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang akan
digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, daerah penelitian
serta identitas dan skala survei.
b) Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang
dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

10

c) Deskripsi satuan peta lahan (Land Mapping Unit) dan kemudian


kualitas lahan (Land Qualities) berdasarkan pengetahuan tentang
persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu
dan pembatas-pembatasnya.
d) Membandingkan jenis pengguanaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang
ada. Ini merupakan proses penting dalam evalusai lahan, dimana data
lahan, penggunaan lahan dan informasi-informasi ekonomi dan sosial
digabungkan dan dianalisis secara bersama-sama.
e) Hasil dari butir ke-4 adalah hasil klasifikasi kesesuaian lahan.
f) Penyajian dari hasil-hasil evaluasi.
2.6.1 Metode Analisis Kemampuan Lahan
Kemampuan Lahan adalah suatu sistem klasifikasi lahan yang dikembangkan
terutama untuk tujuan konservasi tanah. Sistem tersebut mempertimbangkan
kelestarian lahan dalam menopang penggunaannya untuk pertanian secara luas,
seperti untuk budidaya tanaman pertanian umum, padang rumput, dan agroforestry
(Fletcher and Gibb, 1990).
Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pola penggunaan lahan.
Berdasarkan kelas kemampuannya, lahan dikelompokkan dalam delapan kelas. Lahan
kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan
lahan kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian.
Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahannya lebih tinggi dibandingkan
hasil yang bisa dicapai (Arsyad, 2006).
Secara lebih terperinci, kelas kelas kemampuan lahan dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
a

Kelas I, Merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus,
mudah diolah, sangat responsif terhadap pemupukan, dan memiliki sistem
pengairan air yang baik. Tanah kelas I sesuai untuk semua jenis penggunaan
pertanian tanpa memerlukan usaha pengawetan tanah. Untuk meningkatkan
kesuburannya dapat dilakukan pemupukan.
Kelas II, Merupakan lahan dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus
sampai agak kasar. Tanah kelas II agak peka terhadap erosi. Tanah ini sesuai
untuk usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang ringan, seperti
pengolahan tanah berdasarkan garis ketinggian dan penggunaan pupuk hijau.
Kelas III, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak di daerah yang agak
miring dengan sistem pengairan air yang kurang baik. Tanah kelas III sesuai
untuk segala jenis usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang
khusus seperti pembuatan terasering, pergiliran tanaman, dan sistem penanaman
berjalur. Untuk mempertahankan kesuburan tanah perlu pemupukan.

11

Kelas IV, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring
sekitar 12-30% dengan sistem pengairan yang buruk. Tanah kelas IV ini masih
dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih
khusus dan lebih berat.
Kelas V, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang datar atau agak
cekung, namun permukaannya banyak mengandung batu dan tanah liat. Karena
terdapat di daerah yang cekung tanah ini seringkali tergenang air sehingga
tingkat keasaman tanahnya tinggi. Tanah ini tidak cocok untuk dijadikan lahan
pertanian, tetapi inipun lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau
dihutankan.
Kelas VI, Merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di
daerah yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45 %. Lahan kelas
VI ini mudah sekali tererosi, sehingga lahan inipun lebih sesuai untuk dijadikan
padang rumput atau dihutankan.
Kelas VII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam
dengan kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat.
Tanah ini sama sekali tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, namun lebih
sesuai ditanami tanaman tahunan (tanaman keras).
Kelas VIII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan
di atas 65 %, butiran tanah kasar, dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini
sangat rawan terhadap kerusakan, karena itu lahan kelas VIII harus dibiarkan
secara alamiah tanpa campur tangan manusia atau dibuat cagar alam
(Rayes,2006).

2.6.2 Metode Analisis Kesesuaian Lahan


Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk kegunaan
tertentu. Misalnya untuk pertanian tanaman tahunan atau semusim. Kesesuaian lahan
tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Lebih
spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya
yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan drainase sesuai untuk usaha
tani atau komoditas tanaman yang produktif (Rayes, 2006).
Salah satu konsep yang diperhatikan dalam identifikasi kesesuaian lahan yaitu
kesesuaian lahan aktual (saat ini) dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan
aktual didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu pada saat ini,
sedangkan kelas kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan untuk
penggunaan tertentu setelah dilkukan perbaikan lahan terpenuhi (Djikerman dan
Dianingsih, 1985).
Penilaian kesesuian lahan didasarkan atas data dan informasi yang diperoleh
langsung di lapangan, ditambah dengan data hasil analisis dilaboratorium. Metode

12

yang digunakan adalah kerangka penilaian lahan CSR/FAO Staff (1983) dalam
Arsyad 2006. Dalam kerangka penilaian lahan ini dikenal kelas kelas kesesuaian
lahan sebagai berikut :
a S1 = Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengolahan yang
diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti yang tidak secara nyata
berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan melebihi yang
biasa.
b S2 = Cukup Sesuai
Lahan mempunyai pembatas pembatas yang cukup serius untuk mempertahankan
tingkat pengolahan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau
kelentingan atau meningkatkan masukan yang diperlukan.
c S3 = Batas Ambang Sesuai
Lahan mempunyai pembatas pembatas yang cukup serius untuk mempertahankan
tingkat pengolahan yang harus diterapkan, dengan demikian akan mengurangi
produksi dan keuntungan atau penambah masukan yang diperlukan.
d N = Tidak Sesuai
Lahan mempunyai pembatas sangat serius, tetapi masih mungkin diatasi dengan
tingkat pengelolaan yang membutuhkan modal sangat besar; atau lahan yang
mempunyai pembatas permanen yang menutup segala kemungkinan penggunaan
yang berkelangsungan.
Kelas kelas kesesuaian lahan di atas dibagi kedalam sub-kelas. Pada tingkat
ini terlihat dari jenis dari pembatas yang terdapat pada suatu satuan peta. Faktor
pembatas yang digunakan dalam metode penilaian kesesuaian lahan ini adalah :
a tc : Suhu (0C), yaitu rerata suhu tahunan.
b wa : Ketersediaan air, meliputi curah hujan (mm) dan lama masa kering
(bulan/tahun).
c oa : Ketersediaan oksigen, yaitu drainase.
d rc : Media perakaran, meliputi tekstur, bahan kasar (%), dan kedalaman tanah
(cm).
e nr : Retensi hara, meliputi KTK liat (C mol), kejenuhan basa (%), pH H2O, dan
C-organik.
f eh : Bahaya erosi, meliputi lereng (%) dan bahaya erosi.
g fh : Bahaya banjir, yaitu genangan.
h lp : Penyiapan lahan, meliputi batuan di permukaan (%) dan singkapan batuan
(%).

13

BAB III
KONDISI WILAYAH
3.1 Lokasi, Administrasi Wilayah
Lokasi survey dilaksanakan di desa Tawangargo Kecamatan Karangploso
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Secara administratif, Desa Tawangargo terletak di
wilayah Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang dengan posisi dibatasi oleh
wilayah desa dan Hutan. Di sebelah Utara berbatasan dengan Perhutani Di sebelah
Barat berbatasan dengan Desa Giripurno kecamatan Bumiaji Kota Batu. Dengan kata
lain, desa Tawangargo merupakan salah satu Desa Perbatasan yang terdapat pada
wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu. Di sisi Selatan berbatasan dengan Desa
Pendem Kecamatan Junrejo kota Batu , sedangkan di sisi timur berbatasan dengan
Desa Donowarih Kecamatan Karangploso Kabupaten malang. Pada daerah tersebut
memiliki suhu yang dapat dikatakan cukup rendah atau dapat dikatakan suhu
tergolong dingin.
Berdasarkan hasil survei yang telah di lakukan penentuan titik koordinat pada
titik pengamatan menggunakan GPS didapatkan data sebagai berikut:
1. Titik 1
Latitude
Longitude
2. Titik 2
Latitude
Longitude
3. Titik 3
Latitude
Longitude
4. Titik 4
Latitude
Longitude
5. Titik 5
Latitude
Longitude

: 0673022
: 9134244
: 0673105
: 9134225
: 0673161
: 9134185
: 0673232
: 9134223
: 0673297
: 9194206

14

Secara geografis dan geologis Desa Tawangargo terletak pada posisi 7 53' 35'
Lintang Selatan dan 112 53' 41' Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah
berupa daratan tinggi yaitu sekitar 700 m 1000 m di atas permukaan air laut.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Malang tahun 2010, selama tahun 2011 curah hujan
di Desa Tawangargo rata-rata mencapai 1500-2.000 mm. Curah hujan terbanyak
terjadi pada bulan Desember hingga mencapai 405,04 mm yang merupakan curah
hujan tertinggi selama kurun waktu 2000-2011. Luas Wilayah Desa Tawangargo
adalah 654 632 Ha. Luas lahan yang ada terbagi ke dalam beberapa peruntukan, yang
dapat dikelompokkan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian,
perkebunan, kegiatan ekonomi dan lain-lain. Wilayah Desa Tawangargo secara umum
mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan
pertanian dan perkebunan. Secara prosentase kesuburan tanah Desa Tawangargo
terpetakan sebagai berikut: sangat subur 105 Ha, subur 95,7 Ha, sedang 3.3 Ha, hal
ini memungkinkan tanaman Hortikultura terutama sayur mayur dan padi sangat cocok
ditanam di sini.
3.2 Fisiografi Lahan (uraian tentang bentuk lahan/fisiografinya)
Dari hasil pengamatan fisiografis pada saat survey didesa Tawangargo
Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang termasuk dataran tinggi. Pada titik 1
pengamatan dengan latitude 0673022 LS/LU, longitude 9134244 BT, kondisi lereng
22%, bahaya erosi percik dengan kelas erosi ringan, relief makro datar, relief mikro
teras, aliran permukaan lambat, drainase alami lambat, permebealitas agak cepat,
tanpa adanya genangan atau banjir, untuk penggunaan lahan pada titik ini yaitu semak
dengan vegetasi alami yang dominan yaitu tumbuhan liar dan vegetasi spesifik adalah
semak belukar, tomat, dan cabai dengan rezim lengas tanah udik dan rezim suhu
tanah kohiptermik.
Pada titik 2 pengamatan pengamatan dengan latitude 0673105 LS/LU,
longitude 9134225 BT, kondisi lereng 21 %, bahaya erosi percik dengan kelas erosi
ringan, relief makro berombak, relief mikro teras, aliran permukaan sedang, drainase
alamis sedang, permebealitas cepat dan sangat jarang adanya genangan atau banjir,

15

untuk penggunaan lahan pada titik ini yaitu tegalan dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu talas dan vegetasi spesifik adalah pisang, kopi, nangka, singkong dan
pinus dengan sistem penanaman monokultur, system irigasi yang digunakan adalah
secara manual dengan sumber air berasal dari sumur/kran air, rezim lengas tanah udik
dan rezim suhu tanah adalah isohipotermik.
Pada titik 3 pengamatan pengamatan dengan latitude 0673161 LS/LU,
longitude 9134285 BT, kondisi lereng 14 %, bahaya erosi percik dengan kelas erosi
ringan, relief makro berombak, relief mikro gilgai, aliran permukaan sedang, drainase
alamis lambat, permebealitas agak cepat dan sangat jarang adanya genangan atau
banjir, untuk penggunaan lahan pada titik ini yaitu kebun dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu kopi dan pinus serta vegetasi spesifik adalah pisang, sawi dan cabai
dengan sistem penanaman tumpangsari dan sistem irigasi tadah hujan, rezim lengas
tanah udik dan rezim suhu tanah isohipotermik.
Pada titik 4 pengamatan pengamatan dengan latitude 0673232 LS/LU,
longitude 9134224 BT, kondisi lereng 17 %, bahaya erosi alur dengan kelas erosi
sedang, relief makro berombak, relief mikro gilgai, aliran permukaan cepat, drainase
alami lambat, permebealitas cepat dengan tanpa adanya genangan atau banjir, untuk
penggunaan lahan pada titik ini yaitu perkebunan dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu pinus, timun, bawang merah, tomat dan vegetasi spesifik adalah pinus,
dengan rezim lengas tanah udik dan rezim suhu tanah isohipotermik.
Pada titik 5 pengamatan pengamatan dengan latitude 0673297 LS/LU,
longitude 9134206 BT, kondisi lereng 21 %, bahaya erosi percik dengan kelas erosi
ringan, relief makro berombak, relief mikro teras, aliran permukaan cepat, drainase
alamis sangat lambat, permebealitas cepat dan sangat jarang adanya genangan atau
banjir, untuk penggunaan lahan pada titik ini yaitu hutan dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu jambu, pinus dan vegetasi spesifik adalah jambu, kopi, lamtoro dengan
system irigasi tadah hujan, rezim lengas tanah udik dan rezim suhu tanah adalah
isohipotermik.
3.3 Karakteristik Tanah

16

Praktikum dilakukan di 5 titik yang berbeda dengan rata-rata jumlah horizon 23 horizon pertitik. Kedalaman horizon tiap titik pun berbeda-beda, horizon dengan
kedalaman tertinggi terdapat pada titik pertama horizon kedua yaitu sedalam 34 cm
sedangkan horizon dengan kedalaman terendah ada pada titik kedua horizon kedua
dengan kedalaman 12 cm. Jumlah dan kedalaman horizon ini juga menunjukkan
perkembangan tanah yang terjadi di lahan pengamatan.
Tekstur yang diambil dari setiap horizon pada titik pengamatan menunjukkan
rata-rata yang hampir seragam. Lempung berdebu merupakan tekstur yang hampir
terdapat di seluruh horizon yang teramati. Hal ini didapat setelah melakukan
pengulangan pengujian tekstur yang pada awalnya diduga pasir namun pada faktanya
berupa pasir semu.
Data yang seragam juga ditemukan pada pori tanah. Pada pengamatan lapang
ditemukan hampir di seluruh horizon di tiap titik banyak pori mikro yang ditandai
dengan adanya perakaran halus yang berjumlah sedikit. Sedikitnya jumlah perakaran
yang ditemukan salah satunya disebabkan oleh tempat pengamatan yang jauh dari
pohon dengan perakaran dalam, namun hanya dikelilingi tanaman semak yang
memiliki perakaran pendek.
Keseragaman ditemukan pada pengamatan konsistensi dari setiap horizon tanah
yang didominasi dengan tanah yang gembur dengan kelekatan yang agak lekat dan
plastisitas yang agak plastis. Hal yang sama juga terjadi pada pengamatan pH di
setiap horizon yang berkisar 6-7.
3.4 Penggunaan Lahan
Berdasarkan hasil pengamatan, di kaki Gunung Arjuna, Desa Tawang Argo,
Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten malang terdapat berbagai macam penggunaan
lahan di setiap titik titik yang kami amati diantaranya adalah:

17

Titik
1
2
3
4
5

Jenis Penggunaan Lahan


Agroforestry
Tegalan
Agroforestry
Agroforestry
Agroforesty

Pada saat fieldwork kondisi lahan yang kami amati di 5 titik memiliki beberapa
penggunaan lahan Pada titik pertama, lahan yang kami amati didominasi oleh semak
belukar yang berada di pinggir lereng, lahan ini termasuk dalam lahan semak. Pada
titik pertama tanaman yang ada di titik tersebut adalah semak belukar dengan rincian
tanaman semak belukar dan talas. Pada titik kedua merupakan lahan tegalan yang
didominasi oleh tanaman talas semntara itu untuk rinciannya yaitu terdapat tanaman
pisang, kopi, singkong dan pakcoi. Pada titik ketiga termasuk lahan agroforestry yang
didominasi oleh pinus dan kopi untuk spesifiknya terdapat tanaman kopi, pinus ,
pisang dan cabai. Pada titik keempat termasuk ke dalam lahan agroforestry yang
didominasi oleh tanaman tomat dan pinus untuk spesifiknya terdapat tanaman tomat,
pinus dan bawang merah. Pada titik kelima termasuk kedalam lahan agroforestry
yang didominasi oleh tanaman jambu dan pinus untuk spesifiknya terdapat tanaman
jambu, pinus, kopi dan lamtoro.
3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survey
Pada umumnya pada daerah survey kami yang menggunakan metode grid
bebas ini 85% lebih titik survey diklasifikasikan kedalam Humic Dystrudepts. Dan
selebihnya

masuk

kedalam

Typic

Dystrudepts, Andic

Dystrudepts,

Typic

Hapludands,Typic Hapludalfs dan typic Melanudands. Sebaran SPT untuk daerah


Utara didominasi oleh Typic Dystrudepts dan Humic Dystrudepts. Kemudian untuk
daerah sebaran Utara didapati persebaran klasifikasi SPT yang lebih beragam, namun
masih didominasi oleh Humic Dystrudepts. Untuk bagian Timur dan Barat juga
didominasi oleh Humic Dystrudepts serta Typic Dystrudepts. Sehingga dapat

18

disimpulkan bahwa pada daerah survey kami didominasi oleh Konsosiasi Humic
Dystrudepts dan Asosiasi Humic Dystrudepts dan Typic Dystrudept.

19

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Morfologi Tanah

Titi
k

Nama
Horiso
n
Geneti
k

Kedalama
n (cm)

Warn
a

Kelas
Tekstur

Struktur Konsistensi

0 -13/ 16 10YR
cm
3/2

Lempung
berdebu

Granular

Bw

16 - 50 10YR
cm
3/4

Lempung
berdebu

Gumpal
bersudut

Ap

0-16/21cm

10YR
2/1

Lempung
berdebu

Granular

Bw1

2133/35cm

10YR
2/2

Lempung
berdebu

Gumpal
membula
t

Pori

Pori
Mikro,
gembur;
Perakaran
agak plastis;
halus,
agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
gembur;
Perakaran
agak plastis;
halus,
agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
gembur;aga
Perakaran
k
plastis;
halus,
agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
gembur;aga Mikro,
k
Perakaran
plastis;agak halus,
lekat
Jumlah
Sedikit

pH

20

Bw2

Ap

AB

Ap

Bw

35-50cm

10YR
3/3

Lempung
liat
berdebu

Gumpal
bersudut

agak
teguh;plasti
s;lekat

0-25cm

10YR
2/1

Lempung
berdebu

Gumpal
membula
t

gembur;
agak plastis;
agak lekat

25-50cm

10YR
2/2

Lempung
berdebu

Gumpal
bersudut

gembur;aga
k
plastis;
agak lekat

Lempung
berdebu

Granular

gembur;
agak
plastis;agak
lekat

Lempung
berdebu

Gumpal
membula
t

gembur
;agak
plastis;agak
lekat

Grumpal
membula
t

gembur;aga
k
plastis;agak
lekat

Gumpal
membula
t

gembur;aga
k lekat;agak
plastis

0 - 27cm

27-50cm

10YR
2/1

10YR
3/6

0
- 10YR
16/18cm
2/1

Lempung
berdebu

Bw1

18-35cm

Lempung
berdebu

10YR
3/2

Pori
Mikro,
Perakaran
halus,
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
Perakaran
halus,
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
Perakaran
halus,
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
Perakaran
halus,
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
Perakaran
halus,
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
Perakaran
Halus,
Jumlah
Sedang
Pori
Mikro,
Perakaran

21

halus,
Jumlah
Sedikit

Bw2

34-50cm

10YR
3/4

Lempung
berdebu

Gumpal
bersudut

Pori
Mikro,
gembur;aga
Perakaran
k lekat;agak
halus,
plastis
Jumlah
Sedikit

Morfologi Titik 1
Pada Minipit 1 di temukan 2 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya 0 -13/ 16 cm, memiliki warna tanah
10YR 3/2, bertekstur lempung berdebu, dan strukturnya granular. Konsistensi
yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam keadaan basah
agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori mikro dengan
perakaran halus, jumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di golongkan kedalam
horizon genetik A.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 16 - 50 cm, memiliki warna
10YR 3/4, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw. Titik 1
ini ber pH 6.

Morfologi Titik 2
Pada Minipit 2 di temukan 3 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya 0-16/21cm, memiliki warna tanah
10YR 2/1, bertekstur lempung berdebu, dan strukturnya granular. Konsistensi
yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam keadaan basah
agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori mikro dengan
perakaran halus, jumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di golongkan kedalam
horizon genetik Ap.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 21-33/35cm, memiliki warna
10YR 2/2, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal membulat,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw 1.

22

Pada horizon tiga memiliki kedalaman 35-50cm, memiliki warna


10YR 3/3, teksturnya lempung liat berdebu dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya agak teguh dan konsistensi basah plastis serta lekat.
Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw 2. Titik
2 ini ber pH 6.

Morfologi Titik 3
Pada Minipit 3 di temukan 2 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya 0-25cm, memiliki warna tanah 10YR
2/1, bertekstur lempung berdebu, dan strukturnya gumpal membulat.
Konsistensi yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam
keadaan basah agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori
mikro dengan perakaran halus, jumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di
golongkan kedalam horizon genetik Ap.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 25-50cm, memiliki warna
10YR 2/2, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Ab 2. Titik
2 ini ber pH 6.

Morfologi Titik 4
Pada minipit 4 di temukan 2 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya cm 0 - 27cm, memiliki warna tanah
10YR 2/1, bertekstur Lempung berdebu, dan strukturnya granular.
Konsistensi yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam
keadaan basah agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori
mikro dengan perakaran halus, sumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di
golongkan kedalam horizon genetik Ap.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 27-50 cm, memiliki warna
10YR 3/6, teksturnya Lempung berdebu dan struktunya gumpal membulat,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw. Titik 4
memiliki pH 6.

Morfologi Titik 5

23

Pada Minipit 5 di temukan 3 horizon dengan masing-masing


morfologi, horizon satu kedalamannya 0-16/18cm, memiliki warna tanah
10YR 2/1, bertekstur lempung berdebu, dan strukturnya gumpal membulat.
Konsistensi lembanya adalah gembur , konsistensi basah agak plastis dan
agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori mikro dengan perakaran halus,
jumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik A.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 18-35 cm, memiliki warna
10YR 3/2, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal membulat,
konsistensi lembabnya adalah gembur dan konsistensi basah agak lekat serta
agak plastis. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus,
jumlah sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw
1.
Pada horizon tiga memiliki kedalaman 34-50 cm, memiliki warna
10YR 3/4, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah lekat serta agak plastis.
Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan Perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 3 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw 2. Titik
2 memiliki pH 6.

4.2 Klasifikasi tanah


4.2.1 Epipedon dan Endopedon
Titik 1.1
Epipedon

Endopedon

Titik 1.2
Epipedon

Okrik
Karena epipedon tersebut tidak memenuhi definisi salah satu
dari tujuh epipedon yang lain, Epipedon tersebut mencakup
satu horizon A atau AP yang memiliki value warna dan kroma
rendah
Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara
lain penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah

Umbrik

24

Endopedon

Karena epipedon umbrik mempunyai value warna 3 atau


kurang jika lembab,dan 5 atau kurang jika kering.kedalaman
epipedon umbrik setebal 18 cm.
Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara
lain penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah

Titik 1.3
Epipedon

Umbrik

Endopedon

Karena epipedon umbrik mempunyai value warna 3 atau kurang


jika lembab,dan 5 atau kurang jika kering.kedalaman epipedon
umbrik setebal 18 cm.
Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara lain
penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah

Titik 1.4
Epipedon

Umbrik
Karena epipedon umbrik mempunyai value warna 3 atau kurang
jika lembab,dan 5 atau kurang jika kering.kedalaman epipedon

25

umbrik setebal 18 cm.


Molik
Endopedon

Titik 1.4

Epipedon

Umbrik

Endopedon

Karena epipedon umbrik mempunyai value warna 3 atau kurang


jika lembab,dan 5 atau kurang jika kering.kedalaman epipedon
umbrik setebal 18 cm.
Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara lain
penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah

26

Epipedon
Endopedon

Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara lain
penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah

4.2.2 Ordo-Sub Grup


Titik 1.1
Ordo

Sub-Ordo
Grup
Sub-Grup
Rezim
Lengas

Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Dystrudepts
Udepts yang lain
Typic Dystrudepts
Dystrudepts yang lain
Udic
Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.

27

Titik 1.2
Ordo

Sub-Ordo
Grup
Sub-Grup

Rezim
Lengas

Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Dystrudepts
Udepts yang lain
Humic Distrudepts
Dystrudepts yang mempunyai epipedon umbrik dan
molik
Udic
Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.

28

Ordo

Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.

Sub-Ordo

Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Dystrudepts
Udepts yang lain
Humic Distrudepts
Dystrudepts yang mempunyai epipedon umbrik dan
molik
Udic
Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.

Grup
Sub-Grup

Rezim
Lengas

29

30

Titik 1.4
Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.

Ordo
Sub-Ordo
Grup
Sub-Grup

Rezim
Lengas

Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Dystrudepts
Udepts yang lain
Humic Distrudepts
Dystrudepts yang mempunyai epipedon umbrik
dan molik
Udic
Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.

31

Titik 1.5
Ordo

Sub-Ordo
Grup
Sub-Grup
Rezim
Lengas

Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Dystrudepts
Udepts yang lain
Typic Distrudepts
Dystrudepts yang lain
Udic
Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.

32

4.4. Kesesuaian Lahan


4.4.1 Kesesuaian Lahan Aktual
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data
sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan
masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik
tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan aktual atau
kesesuaian lahan pada saat ini (current suitability) atau kelas kesesuaian lahan
dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat
pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor
pembatas yang ada di setiap satuan peta. Untuk menentukan kelas kesesuaian
lahan aktual, mula-mula dilakukan penilaian terhadap masing-masing kualitas
lahan berdasar atas karekteristik lahan terjelek,selanjutnya kelas kesesuaian
lahan ditentukan berdasar atas kualitas lahan terjelek. Berikut dibawah ini
adalah tabel kesesuaian lahan pada titik yang kami amati.

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 1.1


PersyaratanPenggunaan

Titik 1.1
Aktual
Kopi
Pinus

Potensial
Kopi
Pinus

33

Suhu/ Temperature (Tc)


Rata-rata tahunan
Ketersediaan Air (w)
Bulan Kering (<75)
Curah Hujan (mm/th)
LGP (hari)
Media Perakaran
Drainase tanah
Tekstur
Kedalaman Efektif (cm)
Gambut
kematangan
Ketebalan (cm)
Retensi Hara
KTK tanah
PH tanah
C-Organik (%)
Kegaraman (c)
Salinitas (mmhos/cm)
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%)
Kedalamansulfidi (cm)
Hara tersedia (n)
Total N
P2O5
K2O
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi
Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%)
Batuan permukaan (%)
Singkapanbatuan (%)
Tingkat Bahaya Erosi (e)
Bahaya banjir (h)

S1

S2

S1

S2

S1
S2
S1
S1
S1

S1
S2
S2
S1
S1

S1
S2
S1
S1
S1

S1
S2
S2
S1
S1

S1
-

S1
-

S1
-

S1
-

S3
S1

Ordo
Kelas

S3
S1
S1
S1
S
S2

S2
S1
S1
S1
S
S2

Sub Kelas

S3 eh

S3 eh

S2
S1
S1
S1
S
S3
S3eh,
wa

S2
S1
S
S3

S2 eh

34

Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.1 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi yaitu termasuk dalam
kelas S3 dengan faktor pembatas adalah erosi lereng, sedangkan pada tanaman pinus
kondisi aktualnya termasuk dalam kelas S3 dengan faktor pembatas erosi lereng dan
ketersediaan air.

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 1.2


PersyaratanPenggunaan

Suhu/ Temperature (Tc)


Rata-rata tahunan
Ketersediaan Air (w)
Bulan Kering (<75)
Curah Hujan (mm/th)
LGP (hari)
Media Perakaran
Drainase tanah
Tekstur
Kedalaman Efektif (cm)
Gambut

Titik 1.2
Aktual
Kopi
Pinus

Potensial
Kopi
Pinus

S1

S2

S1

S2

S1
S2
S2
S1
S1

S1
S2
S2
S1
S1

S1
S2
S2
S1
S1

S1
S2
S2
S1
S1

35

Kematangan
Ketebalan (cm)
Retensi Hara
KTK tanah
PH tanah
C-Organik (%)
Kegaraman (c)
Salinitas (mmhos/cm)
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%)
Kedalamansulfidi (cm)
Hara tersedia (n)
Total N
P2O5
K2O
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi
Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%)
Batuan permukaan (%)
Singkapanbatuan (%)
Tingkat Bahaya Erosi (e)
Bahaya banjir (h)

S1
-

S1
-

S1
-

S1
-

S3
S1
S2
S1

S3
S1
S1
S1

S2
S1
S1
S1

S2
S1
S1
S1

Ordo
Kelas

S
S3

S
S3

S
S2

Sub Kelas

S3

S3eh

S2

S
S2
S2eh,tc,wa,o
a

Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.2 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi termasuk dalam kelas
S3 dengan faktor pembatas adalah lereng, sedangkan pada tanaman pinus pada
kondisi aktualnya termasuk dalam kelas S3 dengan faktor pembatas erosi lereng.

36

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 1.3


Persyaratan Penggunaan
Suhu/ Temperature (Tc)
Rata-rata tahunan
Ketersediaan Air (w)
Bulan Kering (<75)
Curah Hujan (mm/th)
LGP (hari)
Media Perakaran
Drainase tanah
Tekstur
Kedalaman Efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Ketebalan (cm)
Retensi Hara
KTK tanah

Titik 1.3
Aktual
Kopi

Pinus

Potensial
Kopi
Pinus

S1

S2

S1

S2

S1
S2
-

S1
S2
-

S1
S2
-

S1
S2
-

S1
S1
S1

S1
S1
S1

S1
S1
S1

S1
S1
S1

37

PH tanah
C-Organik (%)
Kegaraman (c)
Salinitas (mmhos/cm)
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%)
Kedalamansulfidi (cm)
Hara tersedia (n)
Total N
P2O5
K2O
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi
Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%)
Batuan permukaan (%)
Singkapanbatuan (%)
Tingkat Bahaya Erosi (e)
Bahaya banjir (h)

S1
-

S1
-

S1
-

S1
-

S2
S1
S1
S1

S2
S1
S1
S1

S1
S1
S1
S1

S1
S1
S1
S1

Ordo
Kelas
Sub-Kelas

S
S2
S2eh,wa

S
S2
S2eh,tc,wa

S
S2
S2wa

S
S2
S2tc,wa

Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.3 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi termasuk dalam kelas
S2 dengan faktor pembatas adalah lereng dan ketersediaan air, sedangkan pada
tanaman pinus pada kondisi aktual termasuk dalam kelas S2 dengan faktor pembatas
erosi lereng, suhu dan ketersediaan air.

38

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 1.4


Persyaratan Penggunaan
Suhu/ Temperature (Tc)
Rata-rata tahunan
Ketersediaan Air (w)
Bulan Kering (<75)
Curah Hujan (mm/th)
LGP (hari)
Media Perakaran
Drainase tanah
Tekstur
Kedalaman Efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Ketebalan (cm)
Retensi Hara
KTK tanah
PH tanah
C-Organik (%)
Kegaraman (c)

Titik 1.4
Aktual
Kopi

Pinus

Potensial
Kopi

Pinus

S1

S2

S1

S2

S1
S2
-

S1
S2
-

S1
S2
-

S1
S2
-

S2
S1
S1

S2
S1
S1

S2
S1
S1

S2
S1
S1

S1
-

S1
-

S1
-

S1
-

39

Salinitas (mmhos/cm)
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%)
Kedalamansulfidi (cm)
Hara tersedia (n)
Total N
P2O5
K2O
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi
Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%)
Batuan permukaan (%)
Singkapanbatuan (%)
Tingkat Bahaya Erosi (e)
Bahaya banjir (h)

S3
S1
S2
S1

S3
S1
S2
S1

S2
S1
S1
S1

S2
S1
S1
S1

Ordo
S
S
S
S
Kelas
S3
S3
S2
S2
Sub-Kelas
S3eh
S3eh
S2eh,wa,oa
S2eh,tc,wa
Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.4 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi termasuk dalam kelas
S3 dengan faktor pembatas adalah lereng, sedangkan pada tanaman pinus pada
kondisi aktual termasuk dalam kelas S3 dengan faktor pembatas erosi lereng.

40

PersyaratanPenggunaan

Suhu/ Temperature (Tc)


Rata-rata tahunan
Ketersediaan Air (w)
Bulan Kering (<75)
Curah Hujan (mm/th)
LGP (hari)
Media Perakaran
Drainase tanah
Tekstur
Kedalaman Efektif (cm)
Gambut
Kematangan
Ketebalan (cm)
Retensi Hara
KTK tanah
PH tanah
C-Organik (%)
Kegaraman (c)
Salinitas (mmhos/cm)
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%)
Kedalamansulfidi (cm)

Titik 1.5
Aktual
Kopi
Pinus

Potensial
Kopi
Pinus

S2

S1

S2

S1

S1
S2
S1
S1
S1

S1
S2
S1
S1
S1

S1
S2
S1
S1
S1

S1
S2
S1
S1
S1

S1
-

S1
-

S1
-

S1
-

41

Hara tersedia (n)


Total N
P2O5
K2O
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi
Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%)
Batuan permukaan (%)
Singkapanbatuan (%)
Tingkat Bahaya Erosi (e)
Bahaya banjir (h)

N
S3
n
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
Ordo
n
S
n
S
Kelas
n
S3
n
S2
Sub Kelas
eh
S3eh
eh
S2eh,wa
Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.5 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi termasuk dalam erosi
lereng, sedangkan pada tanaman pinus pada kondisi aktual termasuk dalam erosi
lereng.
4.4.2 Kesesuaian Lahan Potensial
Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah
dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan
kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat
pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari
suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya. Kesesuaian lahan potensial
menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha
perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau
tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi
masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan
tanaman yang lebih sesuai (Ritungdkk., 2007).
Sedangkan menurut (Rayes,2007) kesesuaian lahan potensial menunjukkan
kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam
keadaan yang dicapai, setelah diadakan usaha-usaha perbaikan tertentu yang
diperlukan, terhadap faktor-faktor yang diperlukan, terhadap faktor-faktor
pembatasnya. Dalam hal ini hendaklah diperinci faktor-faktor ekonomis yang
disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan
tersebut. Jenis usaha perbaikan karakteristik kualitas lahan yang akan dilakukan

42

disesuaikan dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan. Untuk menentukan


jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, maka harus diperhatikan karakteristik
lahan yang tergabung dalam masing masing kualitas lahan.
Pada data hasil kondisi potensial dapat dilihat bahwa pada titik 1.1 pada
tanaman kopi kondisi potensialnya yaitu masuk kedalam kelas S3 dengan faktor
pembatasnya yaitu erosi lereng dan ketersediaan air, sedangkan pada tanaman pinus
kondisi potensialnya yaitu masuk kedalam kelas S2 dengan faktor pembatas erosi
lereng. Pada titik 1.2 dapat dilihat bahwa tanaman kopi pada kondisi potensial faktor
pembatasnya yaitu pada kelas S2 dengan faktor pembatas adalah erosi lereng. Dan
pada tanaman pinus pada kondisi potensial faktor pembatasnya yaitu pada kelas S2
dengan faktor pembatas erosi lereng, suhu, ketersediaan air dan ketersediaan oksigen.
Untuk titik 1.3 data hasil potensial dapat dilihat bahwa pada tanaman kopi kondisi
potensial berada di kelas S2 dengan faktor pembatas adalah ketersediaan air.
Sedangkan tanaman pinus kondisi potensial yaitu pada kelas S2 dengan faktor
pembatas suhu dan ketersediaan air. Kemudian pada titik 1.4 dapat dilihat pada
tanaman kopi kondisi potensial yaitu pada kelas S2 dengan faktor pembatas adalah
erosi lereng, suhu dan ketersediaan air. Untuk tanaman pinus kondisi potensial yaitu
pada kelas S2 dengan faktor pembatas erosi lereng, suhu dan ketersediaan air. Pada
titik 1.5 dapat dilihat bahwa kondisi potensial dengan faktor pembatasnya erosi
lereng. Sedangkan pada tanaman pinus pembatasnya juga erosi lereng.
4.4.3 Rekomendasi (perbaikan lahan)
Berdasarkan data dari kelas kesesuaian lahan actual, dari massing masing titik
memiliki factor lereng sebagai factor penghambat yang dominan pada setiap kelas
kesesuaian lahan. Rekomendassi perbaikan dapat dilakukan pada faktor kelerengan
dengan memberikan pengolahan lahan berupa pembuatan terasering. Hal ini
dikarenakan titik pengamatan kami cukup landai (berkisar 14-22%) sehingga
memungkinkan dilakukannya pengunaan terasering. Teras berfungsi mengurangi
panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran
permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian erosi
berkurang. (Arsyad, 1989).
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lamor Ramananda dkk
(2014), dimana Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian lahan untuk
tanaman kopi Robusta pada kemiringan 13% kesesuaian lahan aktual termasuk kelas
cukup sesuai dengan faktor pembatas kemiringan lereng (S2s). Pada kemiringan 25%
dan kemiringan 35% termasuk kelas yaitu sesuai marginal dengan faktor pembatas
kemiringan lereng (S3s). Kualitas buah kopi lebih tinggi pada kemiringan 35% dan

43

25% dengan kesesuaian S3 dibandingkan pada kemiringan 13% dengan kesesuaian


S2.

44

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. S., 1993. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya,
Jakarta. 273 Hal
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB-Press. Bogor.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB
Djaenuddin, D, Dkk, (1994). Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan
Kehutanan (Land Suitability for Agriculture and Silvicultural Plants).
Second Land Resource Evaluation and Planning Project, ADB Loan
1099, INO, Laporan Teknis No 7 Versi 1.0. 51 pp
Djikerman. J.C dan D.W. Dianingsih. 1985. Evaluasi Lahan. Unibraw
Press.Malang.
Fletcher, J.R. and Gibb, R.G. 1990. Land Resource Survey Handbook for Soil
Conservation Planning in Indonesia. DSIR Land Resources
Scientific Report 11-128 pgs. (Published Jointly by DSIR Land
Resources, New Zealand, Department of Scientific and Industrial
Research, and by DSIR Land Resources, New Zealand, Department
of Scientific and Industrial Research, and the Directorate-General,
Reforestation and Land Rehabilitation, Ministry of Forestry,
Indonesia).
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Soil
Resources Management and Conservation Service Land and Water
Development Divition. Rome, Italy: FAO
FAO. 1985. Guidelines: Lines Evaluation for Irrigated Agriculture. Soil
Bulletin 55, Rome, Italy: FAO. 231 pp.
Lamor
Ramananda,
Belly and Bandi
,
Hermawan and Alnopri,
Alnopri (2014) ANALISIS
KESESUAIAN
LAHAN
UNTUK
TANAMAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) PADA
KEMIRINGAN
DAN
POSISI
LERENG
YANG
BERBEDA. Undergraduated thesis, Fakultas Pertanian, UNIB.
Rayes, M. Luthfi.
ANDI.Yogyakarta

2006.

Metode

Inventarisasi

Sumber

Daya

Lahan.

Anda mungkin juga menyukai