LAKSANSIA
Disusun oleh :
Nama : Hilmi Rahmayani
NIM : 0432950718067
II. PENDAHULUAN
Makanan yang masuk kedalam tubuh akan dimetabolisme menjadi
energy. Sisa makanan yang tidak diserap akan diekskresikan dalam bentuk
feses , ekskresi ini sering mengalami gangguan berupa kesulitan dalam
defekasi yang dikenal dengan konstipasi. Gangguan defekasi terjadi
karena keadaan fisiologis maupun patologis.
Obat yang digunakan untuk mengantisipaso konstipasi adalah obat
pencahar atau laksansia atau purgative. Laksansia hanya digunakan untuk
mengobati konstipasi fungsional dan tidak dapat mengobati konstipasi
yang disebabkan oleh patologis.
Laksansia/pencahar dapat digolongkan sebagai pencahar pembentuk
massa, pencahar hiperosmotik , pencahar pelumas , pencahar perangsang ,
pencahar emolien dan zat penurun tegangan permukaan.
Laksansia atau obat pencahar adalah zat-zat yang mempengaruhi atau
merangsang susunan syaraf otonom parasimpatis untuk menstimulasi
gerakan peristaltik usus sebagai refleks dari rangsangan langsung terhadap
dinding sehingga menyebabkan defekasi dan mengatasi konstipasi.
Laksansia merupakan obat yang digunakan untuk membantu keluarnya
feses dalam keadaan fisiologis, tidak dalam kondisi konstipasi patologis.
Makanan masuk ke dalam tubuh akan diserap oleh usus dan
dimetabolisme menjadi energi. Sisa makanan yang tidak terserap akan
diekskresikan dalam bentuk feses. Konstipasi disebabkan oleh lambatnya
makanan melewati usus karena kurangnya makanan berserat, perubahan
dinding usus (tumor), gangguan endokrin, dan gangguan organik, serta
fungsional sistem saraf (stres).
Laksansia lebih banyak bekerja dengan membentuk masa, retensi air
secara osmotik, menghambat absorbsi natrium, dan juga absorbsi air dari
lumen usus serta meningkatkan sekresi air ke lumen usus. Disamping itu,
obat laksansia juga ada yang bekerja menigkatkan kemampuan ekskresi
feses yang ada di dalam usus (pelicin), dan laksansia yang menaikkan
peristaltik dengan menurunkan pH dalam kolon (laktulosa), laksansia
garam, laksansia osmotik, dan laksansia yang bekerja anti reabsorbtif .
Laksansia juga diberikan pada kasus defekasi yang disertai nyeri.
Penggunaan obat pencahar yang terlalu sering dapat Absorpsi zat pada
usus dapat terganggu, sintesa vitamin dalam usus terganggu, garam-garam
natrium dan kalium tidak diserap dalam usus sehingga dapat
menyebabkan kelemahan otot.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Paraset bedah minor
Papan bedah
Spuit
3.2 Bahan
Tikus
Benang
Kapas
Obat anasthesi per inhalasi
Aquadest
NaCl fisiologis 0,9%
NaCl fisiologis 3%
MgSO4 4,7%
MgSO4 27%
IV. PROSEDUR KERJA
1. Timbang berat badan tikus.
2. Lakukan anasthesi perinhalasi pada tikus tersebut.
3. Setelah teranastesi, letakkan tikus pada papan bedah, posisi
ventrodorsal dan kaki kakinya diikat pada sisi – sisi papan.
4. Dengan paraset bedah minor, lakukan pembedahan pada bagian
abdomen, kemudian usus dipreparir ,sepanjang 2,5cm dari daerah
pylorus diikat dengan benang.
5. Bagian usus halus dibagi menjadi 5 segmen dengan cara mengikat
usus dengan benang dan interval panjang 5 cm dan jarak 1/2 cm antar
ikatan.
6. Dengan menggunakan syringe, segmen pertama diinjeksi dengan
aquadest, segmen kedua dengan NaCl 0,9% , segmen ketiga dengan
NaCl 3% , segmen keempat dengan MgSO4 4,7% dan segmen terakhir
dengan MgSO4 27%. Masing-masing sebanyak 0,25ml.
7. Setelah semua bagian segmen terinjeksi maka ruang abdomen yang
terbuka tersebut ditutup dengan kapas yang dibasahi dengan NaCl
0.9%.
8. Setelah 45 menit dari penyuntikkan larutan tersebut, dilakukan aspirasi
cairan dari tiap segmen menggunakan syringe. Volume cairan yang
diaspirasi dari tiap tiap segmen dihitung. Cara lain yang bias dilakukan
untuk mengoleksi sampel adalah dengan cara memotong usus dekat
ikatannya dan volume cairan yang tersisa ditampung pada gelas ukur
kemudian dicatat hasilya.
V. HASIL PENGAMATAN
VOLUME AWAL VOLUME AKHIR
LARUTAN (ML) (ML)
Aquadest 0,25 0,05
NaCl 0,9% 0,25 0,04
NaCl 3% 0,25 0,04
MgSO4 4,7% 0,25 0,05
MgSO4 27% 0,25 0,06