Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) yang diprioritaskan penanganannya harus memuat sekurang-kurangnya:
A. Lokasi
Lokasi yang diprioritaskan penanganannya digambarkan dalam peta. Lokasi tersebut dapat meliputi seluruh RTRW yang ditentukan, atau dapat juga meliputi sebagian
saja. Batas deliniasi lokasi yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan mempertimbangkan:
1) batas fisik, seperti blok;
2) fungsi kawasan, seperti zona dan subzona;
3) wilayah administratif, seperti RT, RW, kelurahan, dan kecamatan;
4) kesatuan karakteristik tematik, seperti kawasan kota lama, lingkungan sentra perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan, kawasan perkampungan tertentu, dan
kawasan permukiman tradisional;
5) jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat, kawasan terbangun yang memerlukan penataan, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan
kawasan
gabungan atau campuran.
B. Tema Penanganan
Tema penanganan adalah program utama untuk setiap lokasi. Tema penanganan RTRW yang diprioritaskan penanganannya terdiri atas:
1) perbaikan prasarana, sarana, dan tata ruang wilayah, contohnya melalui penataan lingkungan permukiman kumuh (perbaikan kampung), dan penataan lingkungan
permukiman nelayan;
2) pengembangan kembali prasarana, sarana, dan tata ruang wilayah, contohnya melalui peremajaan kawasan, pengembangan kawasan terpadu, serta rehabilitasi dan
3) pembangunan baru prasarana, sarana, dan tata ruang wilayah, contohnya melalui pembangunan kawasan permukiman (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap
Bangun-Berdiri Sendiri), pembangunan kawasan terpadu, pembangunan kawasan perbatasan;dan/atau
4) pelestarian/pelindungan , contohnya melalui pelestarian kawasan, konservasi kawasan, dan revitalisasi kawasan.
3. rencana penataan zona ruang terbuka hijau pada kawasan perencanaan, sehingga dapat memberikan kesejukan pada kawasan.
Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Palembang Didalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, dinyatakan bahwa hirarki sistem pusat-pusat
pelayanan terdiri dari
Menurut Peraturan Menteri PU No.17/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota, Pusat Pelayanan Kota (PPK) adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan atau
administrasi yang memberikan pelayanan skala kota dan atau regional. Sebagai Pusat Pelayanan Kota di Kota Palembang adalah:
1) Pusat Pelayanan Kota (PPK) Merdeka melayani kebutuhan masyarakat seluruh di Seberang Ilir Kota Palembang. meliputi 9 kelurahan yaitu kelurahan 13 Ilir, 14 Ilir, 15 Ilir, 16
Ilir, 17 Ilir, 18 Ilir, 19 Ilir, 22 Ilir, dan 23 Ilir Rencana Fungsi utama sebagai:
Perancanaan Tata Ruang Seberang Ulu I Berdasarkan arahan RTRW Kota Palembang, struktur kegiatan yang akan dikembangkan di Seberang Ulu I berupa kegiatan
pemerintahan kecamatan, kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa, sport centre, perkantoran, perdagangan dan jasa skala regional. Perkembangan yang terjadi saat ini di
Seberang Ulu I mempunyai kecenderungan perkembangan linier mengikuti jalur jalan utama dan di tepian sungai Musi dan Sungai Ogan. Oleh karena itu, konsep pengembangan
tata ruang yang disusun akan mengarahkan perkembangan lebih merata dan tidak terpusat di sepanjang jalur jalan dan tepian sungai. Dengan demikian pengembangan kota dapat
menciptakan pelayanan yang efisien baik dalam pemanfaatan ruang maupun jangkauan pelayanan yang disediakan. Maka, wilayah Seberang Ulu I akan dibagi menjadi beberapa
Blok dan sub blok. Pembentukan Blok perencanaan ini didasarkan pada kesatuan wilayah yang memiliki ciri khas dalam dominasi fungsi, guna lahan maupun karakteristik
fisiknya.
Rencana Tata Ruang diatur menurut kelompok kawasan fungsional binaan, meliputi:
Kawasan fungsional perumahan,
Kawasan fungsional Perkantoran Pemerintahan,
Kawasan fungsional perdagangan dan jasa,
Kawasan fungsional pariwisata,
Kawasan fungsional Sport Centre Jakabaring, dan
Kawasan fungsional alami; berupa sempadan sungai, sempadan jalan dan sempadan sutet serta sempadan rawa konservasi.
Seberang Ulu I Tata Ruangnya direncanakan untuk kawasan lindung yang dalam hal ini adalah kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai, rawa konservasi, dan
RTH), serta kawasan budidaya mencakup kawasan perumahan, perdagangan, jasa, sport centre, perkantoran, pemerintahan, fasilitas dan utilitas. Adapun luas lahan yang
diperuntukan untuk kawasan lindung adalah 176,64 ha atau sebesar 10,09% dari luas lahan Seberang Ulu I, sedangkan untuk kawasan budidaya direncanakan sebesar 1573,54 ha
atau sebesar 89,91% dari luas lahan Seberang Ulu I.
Untuk lebih jelasnya rencana peruntukan ruang Seberang Ulu I tahun 2014 – 2034 dapat dilihat pada Tabel .
Beberapa peraturan yang dapat di jadikan bahan pertimbangan dalam menentukan garis sempadan sungai atau saluran yaitu:
a. Kriteria penetapan sempadan sungai berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi:
Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar zona permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan
Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar zona permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
Arahan pengelolaan zona sempadan sungai antara lain:
Pembatasan dan melarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sungai.
Pembatasan dan melarang menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau
pengelolaan sungai.
Melakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan pada zona permukiman.
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/prt/m/2008 Tentang Pedoman penyediaan dan pemanfaatan Ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan garis sempadan sungai
ditentukan sebagai berikut :
o Sungai bertanggul:
1.) Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
2.) Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
3.) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan sungai;
4.) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya harus dibebaskan.
1.) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut: Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 10 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;
2.) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut:
Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 km2 atau lebih, penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya 100 m;
Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai kurang dari 500 km2, penetapan garis sempadannya sekurang- kurangnya 50 m dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.
3.) Garis sempadan diukur ruas per ruas dari tepi sungai dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.
4.) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan harus
menjamin kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai.
5.) Dalam hal ketentuan segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai menjadi tanggungjawab pengelola jalan.
6.) Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, jalur hijau terletak pada garis sempadan yang ditetapkan sekurangkurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai.
d. Bangunan yang mendukung pariwisata dan terletak di atas sungai untuk mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai dapat diijinkan apabila menggunakan
konstruksi yang tidak merubah fungsi sungai dan atau menghambat aliran air.
e. Penataan dan revitalisasi rumah rakit sebagai sebagai aset wisata perlu dilakukan dalam mendukung perwujudan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai. Penataan
bangunan di tepian sungai harus berorientasi pada Waterfront City, sehingga bangunan harus menghadap ea rah sungai.
Rawa Konservasi
Secara umum rawa adalah salah satu tipe dari lahan basah. Menurut PP no 27 tahun 1991 tentang rawa, rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang
terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi dan biologis. Lingkup pengaturan rawa
adalah penyelenggaraan konservasi rawa sebagai ekosistim sumber air.
Sempadan SUTET
Sempadan SUTET merupakan kawasan sepanjang kiri kanan jalur SUTET, yang berfungsi sebagai penyangga bagi kegiatan lain. Sempadan SUTET yang ada di
Seberang Ulu I melintasi Sub BWK A. Adapun luas jalur sempadan SUTET ini adalah 2,231 Ha.
Sedangkan buffer yang terdapat di Seberang Ulu I dapat berfungsi sebagai kawasan terbuka hijau yang mengelilingi Seberang Ulu I. Buffer ini berbentuk
komunitas vegetasi berupa pohon dengan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk). Buffer di
Seberang Ulu I berupa green belt yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan penggunaan lahan atau membatasi aktifitas satu dengan aktifitas
lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan. Greenbelt dapat berbentuk:
RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah.
Hutan kota.
Fungsi lingkungan dari Green belt di Seberang Ulu I tersebut adalah:
Peredam Kebisingan, untuk fungsi ini dipilih penanaman dengan vegetasi berdaun rapat. Pemilihan vegetasi berdaun rapat berukuran relatif besar dan tebal
dapat merendam kebisingan lebih baik.
Ameliorasi iklim mikro, tumbuhan berukuran tinggi dengan luasan area yang cukup dapat mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi
matahari.
Penapis cahaya silau, peletakan tanaman yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi dan menyerap cahaya.Penahan angin, untuk membangun
green belt yang berfungsi sebagai penahan angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang jalur, lebar jalur, ketebalan jalur.
Arahan rencana Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Seberang Ulu I diarahkan sebagai berikut:
Hutan kota, diarahkan di Sub BWK A dengan luas 5,5 Ha.
Taman dengan skala BWP, diarahkan di Sub – BWK A seluas 1,7 Ha dan .
Taman dengan skala lingkungan diarahkan menyebar di setiap sub – BWK.
TPU, dengan sistem rumputisasi mengurangi perkerasan, penanaman pohon peneduh.
Sempadan Hijau/Green Belt diarahkan Sepanjang jaringan jalan:
- Jalur hijau di Jalan Gubernur H. Bastari,
- Jl Ahmad yani,
- Jalan Wahid Hasyim
- Rencana jaringan jalan arteri dan kolektor lainnya.
1. Kegiatan perumahan
2. Kegiatan Perkantoran
Pengaturan pemanfaatan ruang/ lahan untuk kegiatan-kegiatan budidaya tersebut memperhatikan beberapa hal, yaitu:
Perkembangan sosial-kependudukan,
Prospek pertumbuhan ekonomi,
Daya dukung fisik dan lingkungan,
Daya dukung prasarana dan fasilitas perkotaan
Kondisi fisik dasar dan daya dukung lahan,
Penggunaan lahan eksisting dan Kecenderungan perkembangan fisik kota,
Batas kawasan lindung,
Kebijakan pembangunan dan tata ruang yang hendak dituju,
Perkembangan dan kebijakan pembangunan wilayah sekitar
Fungsi utama
Dasar pertimbangan yang digunakan dalam rencana untuk kegiatan perumahan di Seberang Ulu I di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:
Dalam RTRW Kota Palembang ditetapkan bahwa arahan rencana perumahan di Seberang Ulu I adalah untuk klasifikasi perumahan kepadatan rendah dan perumahan
kepadatan tinggi. Diatur klasifikasi tipe rumah yang direncanakan. Adapun tipe rumah yang direncanakan untuk Seberang Ulu I pada masa yang akan datang adalah
sebagai berikut:
4. Rumah susun yaitu peruntukan tanah wisma susun yang bertujuan untuk menyediakan multi hunian dengan kepadatan yang bervariasi
a. Perumahan Berkepadatan Tinggi.Kawasan perumahan berkepadatan tinggi direncanakan untuk menampung penduduk dengan tingkat kepadatan tinggi, yaitu
lebih dari 200 jiwa/Ha (SNI 03-1733-2004).
b. Perumahan Berkepadatan Rendah. Kawasan perumahan berkepadatan rendah direncanakan untuk menampung penduduk dengan tingkat kepadatan rendah
(dibawah 150 jiwa/Ha).
Rencana kegiatan perkantoran di Seberang Ulu I diarahkan untuk perkantoran pemerintahan baik untuk Skala Kota palembang maupun untuk pemerintahan provinsi,
serta perkantoran swasta. Saat ini di Seberang Ulu I khususnya di Kawasan Jakabaring telah berkembangan kawasan perkantoran yaitu Convention Centre (Sriwijaya
Promotion Centre, Dekranasda), kantor pemeritah (DPRD, Poltabes, KPU, Kejaksanaan Negeri, BKN, dan lain-lain. Untuk mendukung terhadap fungsi kawassan Jakabaring
sebagai Pusat pelayanan Kota, maka kawasan perkantoran berdampingan dengan Kawasan sport centre Jakabaring. Sedangkan untuk kawasan perkantoran swasta diarahkan
berlokasi di sepanjang jalan arteri yang bergabung dengan kawasan perdagangan dan jasa.
Kegiatan perdagangan dan jasa di Seberang Ulu I saat ini berkembang di sepanjang jalan Arteri yaitu di Jalan Gubernur Haji Bastari, Jalan Ahmad yani, Jalan Wahid
Hasyim, dan jalan kolektor lainnya sesuai dengan skala pelayanannya.
Beberapa hal yang perlu diterapkan dalam zona perdagangan dan jasa meliputi:
Keberadaan zona perdagangan yang terdapat di pusat pelayanan seharusnya menyediakan kawasan untuk parkir. Hal ini ditujukan untuk memfasilitasi para
pengunjung yang akan melakukan transaksi jual beli. Karena kecenderungan perkembangan kawasan perdagangan ini terdapat di jalur-jalur utama yang banyak
dilalui arus kendaraan. Dengan adanya penyediaan parkir ini maka arus kendaraan dikawasan perdagangan dan jasa akan lancar dan tidak menimbulkan
kesemrawutan.
Di masing-masing kawasan perdagangan seharusnya menyediakan fasilitas untuk bongkar muat sendiri. Dengan demikian pada saat kegiatan bongkar muat
tersebut tidak bercampur dengan arus kendaraan pengunjung. Dengan demikian Kawasan perdagangan akan tampak rapi.
Untuk sarana perdagangan yang terletak di kawasan perumahan skala pelayanannya disesuaikan dengan lingkungannya yaitu cenderung untuk melayani
kebutuhan masyarakat di dalam kawasan perumahan (skala pelayanannya lokal). Dengan demikian kegiatannya tidak akan menganggu aktivitas di kawasan
perumahan tersebut.
Saat ini sport centre Jakabaring sudah berdiri, dan menjadi simbol baru bagi perkembangan Kota Palembang. Kawasan sport centre masih terus berkembang sesuai
dengan masterplan yang sudah disusunnya. Saat ini lokasi sport centre Jakabaring termasuk wilayah administrasi kelurahan Silaberanti. Selain stadion olah raga, juga
dibangun sarana pendukung, yaitu pusat perdagangan, hotel,
perkantoran, dan lain sebagainya.
Kegiatan Zona Pariwisata
Di Seberang Ulu I, terdapat wisata buatan berupa taman rekreasi kolam renang di dalam perumahan OPI ,Kelurahan 15 Ulu. Sedangkan wisata budaya yaitu
Vihara Candra Nadi (Soi Goetkiong) yang berada di Kelurahan 9/10 Ulu. Dan wisata alam lainnya yaitu wisata air yang berada di Sungai Musi .
Fasilitas Sosial
Rencana pengembangan fasilitas sosial di Seberang Ulu I, meliputi fasilitas pendidikan,
kesehatan, peribadatan, rekreasi, dan lapangan olahraga.
a. Pendidikan
Jumlah fasilitas pendidikan menurut jenjangnya serta kebutuhan luas lahannya hingga tahun 2034
adalah sebagai berikut;
1. Sekolah Dasar, dibutuhkan sebanyak 158 unit dengan lahan 56,88 Ha. Saat ini SD yang telah terbangun sebanyak 36 unit, maka dibutuhkan penambahan
hingga
tahun 2034 sebanyak 122 unit.
2. Sekolah Menengah Pertama, dibutuhkan 21 unit dengan lahan seluas 10,19 Ha. Saat ini SMP yang telah terbangun sebanyak 17 unit, maka hingga tahun 2031
diperlukan penambahan sebanyak 4 unit.
3. Sekolah Menengah Atas, dibutuhkan 8 unit sedangkan saat ini sudah terdapat 11 SMA dan 1 unit SMK, maka hingga akhir tahun rencana tidak diperlukan
penambahan unit pendidikan setingkat SMA/sederajat.
b. Kesehatan
Perkiraan kebutuhan jumlah, jenjang dan luas lahan fasilitas kesehatan di Seberang Ulu I dilakukan dengan mengacu pada daya tampung ruang penduduk.
Kebutuhan sarana kesehatan sampai dengan akhir tahun perencanaan yaitu puskesmas dibutuhkan 8 unit dengan kebutuhan ruang seluas 0,80 Ha, yang ada saat
ini berjumlah 5 unit, sehingga dibutuhkan penambahan sebanyak 3 unit, sarana puskesmas pembantu saat ini tersedia 7 unit. Sampai dengan akhir tahun
perencanaandibutuhkan penambahan sarana sebanyak 34 unit.
Fasilitas Ekonomi
Wilayah Seberang Ulu I perlu disediakan beberapa fasilitas sebagai berikut:
13 unit pasar skala lingkungan (sub Blok) pada lahan seluas 13,00 Ha.
Pertokoan skala kecil sebanyak 83 unit pada lahan seluas 24,90 Ha.
Parkir
Pengembangan sistem perparkiran dimaksudkan agar tempat-tempat pemberhentian kendaraan, terutama kendaraan pribadi yang menggunakan badan jalan dapat dikurangi,
sehingga tidak mengurangi kapasitas jalan yang ada. Pada prinsipnya rencana pengembangan sistem perparkiran terbagi atas :
1. Off Street Parking, yaitu pengembangan dengan sistem perparkiran khusus yang tidak menggunakan badan jalan. Pengembangan sistem perparkiran ini terutama akan
dikembangkan di blok perdagangan dan jasa dan blok perkantoran. Prinsip-prinsip parkir meliputi :
Parkir off street dikembangkan pada kegiatan-kegiatan seperti fasilitas pelayanan umum, perdagangan dan jasa. Penyediaan parkir disesuaikan dengan luas lantai
yang akan dikembangkan,
Parkir harus disediakan sesuai dengan pemanfaatan ruang yang diisyaratkan, kecuali rumah tinggal pada peruntukan rumah tinggal, rumah renggang, dan rumah
kopel;
Pada peruntukan tanah ruang terbuka tidak diwajibkan menyediakan parkir,kecuali pada penggunaan rekreasi dan tempat pemakaman umum;
Penyediaan parkir tidak boleh mengurangi ruang-ruang penghijauan, dan harus memperhatikan kelancaran sirkulasi keluar masuk kendaraan dan pejalan kaki,
keamanan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan;
Untuk parkir di bawah tanah (basement) harus sedemikian rupa, sehingga memenuhi batasan KDB dan KDH yang ditetapkan, dan harus menyediakan fasilitas
parkir bawah tanah berupa ruang tunggu, toilet, mushalla, kantin dan fasilitas lain sesuai kebutuhan;
Alokasi parkir off street berupa lahan parkir yang dikembangkan antara sempadan jalan dengan sempadan bangunan. Pada pengembangan skala besar, parkir dapat
dikembangkan di belakang bangunan dengan pertimbangan potensi view yang harus dilindungi maupun pengendalian jalan akses keluar dan masuk ke Jalan.
2. On Street Parking, yaitu pengembangan sistem perparkiran yang menggunakan badan jalan yang ada. Sistem perparkiran jenis ini jumlahnya harus dibatasi dan hanya
diberlakukan di lokasi perumahan atau di jalan lingkungan. Panduan penyediaan ruang parkir pada bangunan perdagangan dan jasa komersial untuk masing-masing
fungsi adalah sebagai berikut; Kegiatan perkantoran harus menyediakan 1 parkir mobil untuk setiap 100 m2 lantai;
Kegiatan perdagangan dan jasa menyediakan 1 parkir mobil untuk setiap 60 m2 lantai;
Hotel kelas 1 dan 2 harus menyediakan 1 parkir mobil setiap 1 unit kamar;
Hotel kelas 3 harus menyediakan 1 parkir mobil untuk setiap 7 - 10 unit kamar;
Restoran harus menyediakan 1 parkir mobil setiap 20 m2 luas lantai bruto;
Pasar lingkungan harus menyediakan 1 parkir mobil setiap 300 m2 luas lantai bruto;
Gedung pertemuan padat menyediakan 1 parkir mobil setiap 10 m2 luas lantai
Bruto
Bangunan olahraga menyediakan 1 parkir mobil untuk setiap 15 kursi penonton;
Bangunan rumah sakit harus menyediakan 1 parkir mobil untuk setiap 10 tempat tidur.
Halte
Penyediaan halte di dalam kawasan perencanaan dilakukan pada jalur jalan yang dilalui oleh angkutan umum. Perletakan bangunan halte tidak menggangggu kelancaran
lalu-lintas dan menghalangi pejalan kaki yang melintasi halte tersebut. Desain bangunan halte memiliki bentuk dan warna yang disesuaikan dengan arsitektur bangunan di
sekitarnya. Untuk itu, perencanaan halte di kawasan perencanaan dilakukan sebagai berikut :
Halte disediakan pada jalur-jalur angkutan umum yang memiliki intensitas pergerakan pejalan kaki cukup tinggi, yaitu jalan yang berada di sekitar Kawasan pusat
perdagangan dan jasa, pemerintahan, kampus/sekolah, mesjid, simpul antar moda transportasi, dan lainnya.
Letak antar halte diatur berdasarkan jarak jangkauan pejalan kaki, yaitu kurang lebih 500 meter.
Halte harus terkait dengan trotoar dan fasilitas penyeberangan. Dalam hal ini,letak halte harus di luar trotoar, sehingga tidak menyita ruang pedestrian dan posisi
bangunannya tidak mengganggu arus pejalan kaki.
Fasilitas minimal yang harus ada pada tiap halte adalah bangku tunggu penumpang, telepon umum, tempat sampah, lampu penerangan, serta papan informasi yang
berisi jadual dan rute angkutan umum.
Penyediakan sebagian dari ruang halte untuk kios rokok/permen/ koran/majalah dengan perletakan yang tidak mengganggu kenyamanan pengguna halte.
Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)
Jalur pejalan kaki akan dikembangkan pada kawasan perumahan dan pada ruang-ruang yang banyak membangkitkan aliran pejalan kaki, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas
perdagangan dan fasilitas pelayanan umum lainnya. Pengembangan sirkulasi pejalan kaki harus menciptakan rasa aman dan nyaman serta mempunyai petunjuk/rambu-rambu
yang jelas, khususnya yang menuju ke lokasi strategis, seperti terminal, pusat kegiatan bisnis, area parkir dan petunjuk menuju kawasan lainnya. Jalur pejalan kaki yang
dikembangkan adalah jalur pejalan kaki terbuka dan jalur pejalan kaki tertutup.
Perumahan membutuhkan pemakaian rata-rata 450 watt, 900 watt, 1.300 watt.
Kegiatan Perdagangan dan Jasa serta fasilitas umum lainnya membutuhkan 30% dari kebutuhan perumahan.
Penerangan Jalan membutuhkan 5 % dari kebutuhan daya listrik domestik.
Sistem jaringan kabel primer dan sekunder saat ini sudah menggunakan kabel bawah tanah. Untuk masa yang akan datang dalam kurun waktu tahun 2009-2029 sistem tersebut
diharapkan dapat ditingkatkan, untuk kawasan baru hendaknya sistem kabel atas dari rumah box telepon pembagi ke rumah-bangunan sudah sistem bawah tanah/sistem instalasi yang
menyatu dengan rencana kawasan tersebut. Begitu pula dengan jaringan kabel atas dari rumah box telepon pembagi ke rumah-rumah dan bangunan-bangunan mengikuti pola jaringan
jalan atau gang/lorong yang ada disisi sebelah kanan. Kabel primer-sekunder bawah tanah tersebut ditempatkan dalam satu box utilitas telepon khusus. disesuaikan dengan kondisi
jalan yang ada dan atau rencana jalan yang ada. Sedangkan untuk rumah box pembagi telepon harus diatur peletakannya agar terciptanya keindahan dan kerapihan kota, diletakan pada
luasan tertentu. Tidak terletak dibahu jalan atau trotoar dan untuk box telepon umum. Jaringan tetap lokal sebagaimana dilayani oleh Stasiun Telepon Otomat (STO) di wilayah
perencanaan terdapat di STO Talang Kelapa, Kel Talang Kelapa, Kec. Alang-Alang Lebar.
o Pengembangan jaringan pipa distribusi dan booster guna memenuhi cakupan layanan 100% secara bertahap.
o Pembangunan pipa distribusi akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan prioritas kebutuhan dan perkembangan wilayah meliputi pipa distribusi pada jalan-jalan yang
belum teraliri air bersih.
o Peningkatan kualitas pelayanan menjadi 24 jam per hari peningkatan kualitas air.
Penyediaan sarana TPS seperti bak sampah sebanyak 23 unit yang melayani setiap blok lingkungan, container sebanyak 64 unit dan penambahan unit pengangkutan ke TPA.
Pengembangan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) untuk Kawasan perencanaan dengan menerapkan sistem 3 R (reduce, reuse, recycle) yakni pengolahan sampah
secara terpadu.
Adapun lokasi tempat pembuangan sampah (TPA) berada di Kelurahan Sukajaya (Kecamatan Sukarami) dengan luas 25 Ha (termasuk IPLT) dengan sistem yang di pakai Sanitary
Land Fill. Guna mengantisipasi pertambahan penduduk telah disiapkan lokasi TPA yang berada di Kelurahan Karya Jaya (Kecamatan Seberang Ulu I) dengan luas 40 Ha dengan
sistem yang dipakai Sanitary Land Fill.
2. Pengembangan sistem drainase sekunder selebar 1,5–2 meter pada setiap sisi jalan yang dialirannya disesuaikan dengan topografinya, sehingga tidak terjadi genangan di
badan jalan pada saat musim hujan, yang selanjutnya dialirkan kesaluran primer atau disalurkan ke pembuangan akhir. saluran ini merupakan saluran lanjuta dari saluran
tertier, yang kuantitasnya merupakan jumlah kuantitas dari saluran-saluran yang kecil, dan
3. Pembuatan sistem saluran drainase tersier selebar 0,5–1 meter yang pengembangan saling terintegrasi dan terpadu dengan sistem jaringan drainase wilayahnya, terutama di
wilayah permukiman yang belum ada jaringan drainasenya dan di wilayah permukiman baru. saluran ini terdapat pada jalan-jalan kecil, yang menyalurkan air hujan menuju
saluran yang lebih besar.
a. KDB untuk perumahan di tepi jalan fungsi Sekunder dan jalan Lingkungan
Petak besar, maksimal 60%
Petak sedang, maksimal 60%
Petak kecil, 60% - 70%
b. KDB pada kawasan perdagangan menengah sampai tinggi, namun tidak lebih dari 60%.
c. KDB untuk kawasan perindustrian dan jasa perkantoran sebesar 40 - 50%.
d. Ketentuan lain penentuan KDB seperti:
Untuk bangunan-bangunan yang sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), maka disesuaikan dengan izin yang telah diterbitkan,
Ketentuan KDB/KLB maupun ketinggian ditetapakan maksimal sepanjang dapat menyediakan fasilitas berupa parkir, RTH dan ketentuan lainya.
Ketentuan GSB
Ketentuan lebar garis sempadan depan bangunan sesuai dengan klasifikasi jalan adalah sebagai berikut :
Pada kawasan-kawasan tertentu apabila lebar jaringan jalan lebih besar dari 8 m, maka GSB depan minimum dapat juga ditetapkan sebesar setengah lebar jalan ditambah satu
meter ( ½ Rumija + 1).
b. Sempadan Samping dan Belakang Bangunan Garis sempadan samping dan belakang bangunan diatur dengan ketentuan;
Pada peruntukan perumahan tunggal diterapkan garis sempadan samping kedua sisi minimal selebar 2 meter dengan pertimbangan akses masuk dan cucuran atap serta
sempadan belakang minimal 2 meter. Pada peruntukan perumahan kopel diterapkan garis sempadan samping salah satu sisi minimal selebar 1,5 meter dengan pertimbangan
akses udara dan penyinaran masuk dan cucuran atap serta sempadan belakang minimal 2 meter.
Pada peruntukan perumahan deret tidak diterapkan garis sempadan samping pada kedua sisi atau GSB 0 meter, sedangkan sempadan belakang minimal 2 meter.
Untuk peruntukan perdagangan non ruko diterapkan ketentuan type A
Untuk peruntukan perdagangan berbentuk ruko tanpa GSB samping, sedangkan GSB Belakang digantikan dengan ketentuan rencana gang kebakaran selebar 3 meter.
Pada peruntukan lain seperti bangunan umum diterapkan garis sempadan samping kedua sisi minimal selebar 2 meter untuk pencahayaan dan udara serta sempadan
belakang minimal 2 meter.
Pada bangunan Industri diterapkan garis sempadan samping kedua sisi minimal selebar 3 meter untuk keamanan bahaya kebakaran serta sempadan belakang minimal 3
meter.
Jenis peruntukan perumahan ditetapkan KLB yang diijinkan adalah KLB maksimal adalah 2 x KDB dengan tinggi bangunan 10 m;
Jenis peruntukan pertokoan/perdagangan, KLB maksimal untuk bangunan tinggal adalah 4 x KDB, dengan tinggi bangunan 16 – 20 m;
Jenis peruntukan bangunan perkantoran baik pemerintahan maupun perorangan diberlakukan KLB maksimal antara 4 x KDB dengan tinggi bangunan 16 - 20 m.
Jenis peruntukan bangunan sarana umum dan sosial, KLB maksimum adalah 2 x KDB dengan tinggi bangunan 10 m.
Jenis peruntukan bangunan industri non pergudangan, KLB yang diberlakukan KLB