Anda di halaman 1dari 69

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Artritis Reumatoid

1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit sistem musculoscletal adalah usia,

karena ada beberapa penyakit musculoscletal banyak terjadi pada klien diatas usia

60 tahun.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit musculoscletal

seperti reumatoid arthritis, gout, osteoarthritis, dan osteoporosis adalah klien

mengeluh nyeri pada persendian yang terkena, adanya keterbatasan gerak yang

menyebabkan keterbatasan mobilitas

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh

klien dari mulainya timbulnya keluhan yang dirasakan, dan apakah pernah dibawa

ke rumah sakit serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan dan bagaimana

perubahannya dan data apa yang didapatkan saat pengkajian

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu seperti riwayat penyakit musculuscletal sebelumnya,

riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan riwayat penyakit musculuscletal,

penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok

e. Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji apakah didalam keluarga ada yang menderta penyakit yang

sama karena faktor genetic


f. Pola fungsi kesehatan

Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan

dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan mobilisasi

g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan

1. Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu makan,

pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan.

2. Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya

masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter

3. Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap energi, jumlah jam

tidur pada siang dan malam, masalah tidur dan insomnia.

4. Pola aktivitas dan istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi,

riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan ke dalaman pernafasan.

5. Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota

dan masyarakat, tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah dan masalah

keuangan.

6. Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan pola sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi

pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan dan pembau.


7. Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri dan persepsi terhadap kemampuan konsep

diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri. Harga diri, peran, identitas

diri, manusia sebagai sistem terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-

spiritual, kecemasan, ketakutan dan dampat terhadap sakit.

8. Pola seksual dan reproduksi

Menggambarkan masalah atau kepuasan terhadap seksualitas

9. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan menangani stress

10. Pola nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual.

h. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang menderita penyakit musculoscletal biasanya

lemah

2. Kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmetis atau apatis

3. Tanda-tanda vital

a. Suhu meningkat

b. Nadi meningkat (70-82x permenit)

c. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal

d. Pemeriksaan review of system (ROS)

1) Sistem pernafasan (B1: Breathing)

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas

normal
a) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)

b) Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal, sirkulasi

perifer, warna, dan kehangatana

2) Sisrtem persyarafan (B3: Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi fungsi. Pergerakan

mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi ( mungkin berhubungan

dengan nyeri/ansietas)

3) Sistem perkemihan (B4:Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, disuria, distensi

kandung kemih, warna dan bau urin, dan kebersihannya

4) Sistem pencernaan (B5:Bowel)

Konstipasi, konsistensi feses, freuensi eliminasi, auskultasi bising usus,

anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.

5) Sistem musculoscletal (B6: Bone)

Kajia adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area

jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur,

atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna.

4. Pengkajian nyeri

Pengkajian keperawatan tentang nyeri menurut Smeltzer dan Bare, 2002 :

a. Deskripsi Verbal tentang Nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan

karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat

tingkatannya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri

individual dalam beberapa cara :

1) Intensitas Nyeri
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala

verbal (misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, hebat atau sangat hebat,

dengan skala perbandingan 0 -10, dimana 0 = tidak nyeri, 10 = nyeri

sangat hebat).

2) Karakteristik Nyeri

Termasuk letak , durasi (menit, jam, hari, bulan, tahun), irama (terus-

menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya

intensitas atau keberadaan nyeri), dan kualitas (misalnya : nyeri seperti

ditusuk, seperti terbakar).

3) Faktor-Faktor yang Meredakan Nyeri (Memperingan)

Misalnya dengan gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga,

istirahat, obat-obatan bebas) dan apa yang dipercaya oleh pasien dan

keluarga dapat mengatasi nyerinya.

4) Efek Nyeri Terhadap Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

Misalnya apakah sudah mengganggu istirahat tidur, nafsu makan,

konsentasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja,

aktivitas-aktivitas santai. Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas

dan nyeri kronis dengan depresi.

5) Kekhawatiran Individu Terhadap Nyeri

Dapat meliputi bebagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi,

prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

6) Visual analogue scale (VAS)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur rasa nyeri secara subyektif

adalah visual analogue scale (VAS), yaitu dengan bertanya kepada

pasien mengenai derajat nyeri yang diwakili dengan angka 0 (tidak ada
nyeri) sampai 10 (nyeri sangat hebat). Derajat rasa nyeri berdasarkan

skala VAS dibagi dalam beberapa kategori yaitu 0,5 – 1,9 derajat

sangat ringan; 2,0 – 2,9 ringan; 3,0 – 4,9 sedang; 5,0 – 6,9 kuat; 7,9 –

9,9 sangat kuat dan 10 sangat kuat sekali. (Smeltzer dan Bare, 2002)

7) Assesment nyeri menurut (Yudiyanta, Khoirunnisa,Novitasari: 2015)

P: Paliatif atau penyebab nyeri

Q: Quality/kualitas nyeri

R: Regio (daerah) lokasi atau pen yebaran nyeri

S: Subjektif deskripsi oleh pasien mengenai tingkat nyerinya

T: Temporal atau periode/waktu yang berkaitan dengan nyeri

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (niologi, kimia, fisik,

psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada persendian,

ekspresi wajah meringis

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan,

kerusakan neuromusculer, kehilangan integritas struktur tulang , kekakuan sendi

atau kontraktur

c. Resiko jatuh berhubungan dengan adanya peradangan pada persendian, penurunan

kekuatan ekstremitas bawah, kerusakan mobilitas fisik.


3. Rencana tindakan keperawatan

a) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,

psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada persendian,

ekspresi wajah meringis. Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan klien dapat mengontrol nyeri (pain control), dengan

kriteria:

1) Klien dapat mengetahui penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non

farmakologi untuk mengurangi nyeri.

2) Klien mampu mengenal tanda-tanda pencetus nyeri

3) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

Manajemen nyeri

1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor-faktor presipitasi

2) Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (misalnya: relaksasi)

3) Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat

4) Hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri (misal: rasa

takut, kelelahan dan kurangnya pengetahuan)

5) Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien.

b) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan,

kerusakan neuromusculer, kehilangan integritas struktur tulang , kekakuan sendi

atau kontraktur. Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan klien dapat menunjukkan tingkat mobilitas dengan kriteria hasil:

1) Klien menunjukkan penampilan yang seimbang

2) Klien menunjukkan pergerakan sendi

3) Klien dapat beraktivitas sehari-hari secara mandiri Intervensi:


4) Pantau penggunaan alat bantu

5) Tentukan keterbatasan gerak sendi, efek, dan fugsinya

6) Bantu klien untuk mengatur posisi optimal dalam ROM aktif/pasif

7) Bantu klien untuk mengembangkan jadwal latihan ROM aktif/pasif

8) Motivasi klien untuk membayangkan gerakan tubuhnya sebelum memulai

pergerakan.

c) Resiko jatuh berhubungan dengan adanya peradangan pada persendian, penurunan

kekuatan ekstremitas bawah, kerusakan mobilitas fisik. Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat melakukan

tindakan pengamanan: pencegahan jatuh dengan kriteria hasil:

1) Klien dapat menggunakan alat bantu dengan benar

2) Klien dapat menempatkan penopang untuk mencegah jatuh

3) Klien dapat menempatkan susunan pegangan sesuai kebutuhan

Intervensi:

1) Identifikasi kebutuhan keamanan klien berdasarkan tingkat fungsi fisik,

kognitif dan riwayat perilaku sebelumnya

2) Identifikasi perilaku dan faktor yang berpengaruh terhadap resiko jatuh

3) Identifikasi karakteristik lingkungan yang mungkin meningkatkan

potensial untuk jatuh

4) Pantau gaya berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan selama

ambulasi

5) Ajarkan pada klien tentang bagaimana cara meminimalkan cedera


B. Konsep Lansia

a. Pengertian Lanjut Usia

Lansia adalah seseorang yang mengalami tahap akhir dalam perkembangan kehidupan

manusia. UU No. 13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa

lansia adalah seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Proses menua

adalah proses alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari awal seseorang hidup, dan

memiliki beberapa fase yaitu anak, dewasa, dan tua (Kholifah, 2016).

Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi banyak penurunan dan

perubahan fisik, psikologi, sosial yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga

berpotensi menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun jiwa pada lansia (Cabrera,

2015). Lansia mengalami penurunan biologis secara keseluruhan, dari penurunan

tulang, massa otot yang menyebabkan lansia mengalami penurunan keseimbangan

yang berisiko untuk terjadinya jatuh pada lansia (Susilo, 2017)

b. Batasan Usia lansia

Batasan usia pada lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Berikut

pendapat para ahli dalam Nugroho (2008) mengenai batasan usia. Menurut organisasi

kesehatan WHO ada empat tahap yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age) : 45-49 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

d. Usia Sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

c. Perubahan- Perubahan yang terjadi pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia (Potter & Perry, 2009).

1) Sistem Integumen
Pada lansia sudah mengalami perubahan yang terjadi hilangnya elastisitas kulit,

perubahan pigmentasi, atrofi kelenjar, penipisan rambut dan pertumbuhan kuku

yang lambat.

2) Sistem Pendengaran

Terjadinya presbicusis atau hilangnya kemampuan pendengaran sekitar 50%

terjadi pada usia diatas 65 tahun.

3) Sistem Penglihatan

Terjadinya penurunan daya akomodasi mata (presbyopia), hilangnya respon

terhadap sinar, penurunan adaptasi terang gelap dan lensa mata sudah mulai

menguning.

4) Sistem Respirasi

Penurunan reflex batuk, pengeluaran lendir, debu, iritan saluran napas berkurang

dan terjadi peningkatan infeksi saluran nafas.

5) Muskuloskeletal

Terjadinya penurunan massa otot dan kekuatan otot, kekakuan pada sendi serta

terjadi penurunan produksi cairan sinovial. Otot pada lansia mengalami

pengecilan akibat kurangnya aktivitas, proses pembentukan tulang mengalami

perlambatan. Tulang menjadi berongga yang disebabkan penyerapan kalsium oleh

vitamin D mengalami penurunan akibatnya rawan untuk terjadi patang tulang

pada lansia. Penurunan fungsi sistem muskuloskeletal pada lansia dapat

menyebabkan beberapa perubahan seperti osteoarthritis, osteoporosis yang dapat

memunculkan keluhan nyeri, kekauan pada sendi, hilangnya pergerakan, dan

muncul tanda-tanda inflamasi, pembengkakan serta mengakibatkan gangguan

mobilitas (Sevilla, 2013)


d. Pengertian Jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

faktor fisik, biologis, dan lingkungan (Sabatini). Kusuma& Tambunan, 2015). Jatuh

adalah penurunan keseimbangan pada seseorang akibat dari kelemahan kerja otot dan

terganggunya sistem keseimbangan seperti mata, dan telinga tengah yang

menyebabkan seseorang jatuh secara tiba-tiba yang tidak disengaja, lansia yang sering

mengalami jatuh akan mengakibatkan penurunan kepercayaan diri untuk beraktivitas

(Wilson, 2017). Jatuh adalah penyebab utama cedera yang dapat meningkatkan risiko

kematian pada lansia (Young, 2016).

e. Faktor Risiko Jatuh

Ada empat faktor yang menyebabkan lansia jatuh yaitu kondisi patologis dan

penurunan fungsional, efek obat, dan faktor lingkungan (Miller, 2012):

a. Usia

Bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko jatuh, karena dengan bertambahnya

usia akan mengalami penurunan massa dan kekuatan tulang yang menimbudlkan

kerapuhan pada tulang , lansia yang memiliki usia lebih dari 75 tahun lebih sering

mengalami jatuh.

1) Kondisi Patologis dan Penurunan Fungsional

2) Lansia mengalami masalah patologis dan penurunan fungsional seperti

osteoporosis, osteoarthritis, perubahan gaya berjalan, hipotesis postural akibat

dari penurunan pada sistem muskuloskeletal. Lansia juga mengalami

demensia, kebingungan, depresi, dan kecemasan akibat dari perubahan

psikologi dan penurunan kognitifnya. Demensia pada lansia diasosiasikan

dengan meningkatnya risiko jatuh.

3) Efek Obat
Lansia mengalami beberapa perubahan dan memiliki beberapa penyakit salah

satunya adalah depresi, akibatnya lansia akan banyak mengkonsumsi obat-

obatan seperti obat antidepresan, diuretik, antikolinergik, antiaritmia yang

menimbulkan beberapa efek samping.

4) Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar lansia dan

mempengaruhi perkembangan hidup lansia. Faktor lingkungan yang

menyebabkan lansia jatuh seperti pencahayaan yang kurang, kurangnya

pegangan tangan di tangga, lantai licin, tempat tidur yang tinggi, dan

lingkungan yang tidak umum pada lansia. Faktor faktor penyebab jatuh pada

lansia menjadi dua kategori yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik Ashar (2016)

yaitu:

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik yaitu faktor yang didapat dari dalam tubuh lansia antara

lain :

1) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama bertahun- tahun

seperti penyakit dizziness, hilangnya fungsi penglihatan, penyakit

stroke, hipertensi dan sinkope yang menyebabkan lansia jatuh

(Darmojo, 2009 dalam Ashar, 2016).

2) Perubahan Fungsi Kognitif

Perubahan psikososial berhubungan dengan perubahan kognitif dan

efektif. Kemampuan konitif pada lansia dipengaruhi oleh lingkungan

seperti tingkat pendidikan, faktor personal, status kesehatan seperti

depresi (Mauk, 2010)


3) Gangguan gerak

Gangguan gerak atau gangguan extrapiramidal yaitu kelainan regulasi

terhadap gerakan volunter. Gerakan yang berlebihan atau gerakan yang

berkurang merupakan sindrom neurologis yang terjadi seiring dengan

bertambahnya usia (Miller 2005 dalam Ashar, 2016).

4) Gangguan neurologis

Gangguan neurologis yang terjadi pada lansia salah satunya adalah

perubahan sistem saraf pusat yang dapat mempengaruhi sistem organ

lainnya. Stroke dan Trancient Iskemia Attack (TIA) merupakan

perubahan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan hemiparese

yang sering menyebabkan jatuh pada lansia (Mustakim, 2015).

5) Gangguan pengelihatan

Gangguan pengelihatan akibat dari ukuran pupil yang menurun dan

reaksi terhadap cahaya berkurang (Mustakim, 2015). Pada lansia

mengalami gangguan penglihatan akibat ukuran pupil yang menurun

dan lensa menguning yang menyebabkan katarak pada lansia, sehingga

kemampuan lansia untuk melihat berkurang. Akibat gangguan

penglihatan lansia mengalami kesulitan berjalan yang menyebabkan

risiko jatuh pada lansia (Cieayundacitra, 2010 dalam Ashar, 2016).

6) Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran diakibatkan terjadinya perubahan telinga

bagian dalam pada lansia. Telingan bagian dalam terdiri dari kokhlea

dan organ-organ keseimbangan. Sistem vestibular, mata dan

propioseptor membantu dalam mempertahankan keseimbangan tubuh.

Gangguan pada sistem vestibular dapat menyebabkan pusing dan


vertigo yang dapat mengganggu keseimbangan tubuh pada lansia

(Ashar, 2016).

b. Faktor Ekstrinsik

Faktor yang didapat dari luar tubuh atau dari lingkungan sekitar lansia,

antara lain:

1. Alat Bantu Jalan

Penggunaan alat bantu berjalan seperti walker, togkat, kursi roda, kruk

dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan jatuh karena

mempengaruhi fungsi keseimbangan tubuh (Centers For Disaster

Control and Prevention, CDC 2014 dalam Ashar 2016).

2. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor ekstrinsik dalam risiko jatuh atau

keadaan yang dapat mendukung dan membahayakan kehidupan lansia.

Lingkungan yang sering membahayakan adalah lingkungan yang dapat

meningkatkan risiko jatuh pada lansia seperti, tempat tidur yang tinggi,

alat rumah tangga yang berserakan, penerangan yang tidak baik, lantai

yang licin (Suryani, 2018).

3. Aktifitas

Aktivitas dapat dilakukan lansia sehari-hari, kemampuan beraktivitas

pada lansia sangat penting dilakukan untuk melihat kemandirian lansia,

seperti olahraga, melakukan hobi, naik turun tangga, berjalan, dan lain-

lain. Lansia sering mengalami jatuh sebagian besar disebabkan karena

memiliki aktivitas sehari hari dengan rentang tingkat ketergantungan

atau lansia yang kurang aktivitas (Suryani, 2018).


f. Pencegahan Jatuh

Jatuh merupakan suatu masalah dikarenakan banyak penyebab dan faktor risiko

sehingga menimbulkan suatu komplikasi yang tidak diinginkan, maka dibutuhkan

suatu pencegahan yang dilakukan dengan cara sebagai berikut (Miller, 2012).

a. Mengindentifikasi orang-orang yang risiko jatuh

b. Melakukan tindakan pencegahan yang konsisten

c. Memberikan pendidikan ke semua staf profesional dan nonprofessional yang

sering bertemu dengan lansia yang risiko jatuh

d. Memberikan pendidikan ke semua staf professional dan nonprofessional untuk

meningkatkan kesadaran lansia untuk mencegah risiko jatuh

Cara untuk mencegah risiko jatuh menurut Dewi (2014) yaitu:

a. Program latihan

Beberapa penelitian menyebutkan latihan dapat menurunkan risiko jatuh. Latihan

dapat membantu memperbaiki keseimbangan tubuh, kelemahan otot, gaya

berjalan, yang dilakukan 2-3 kali dalam satu minggu dan selama latihan dilakukan

1 jam.

b. Modifikasi lingkungan

Modifikasi lingkungan adalah salah satu cara untuk mencegah lansia jatuh. Tujuan

modifikasi agar lansia tidak terganggu dalam mobilitasnya, selain itu kognitif

yang baik pada lansia dapat membantu lansia untuk menentukan lingkungan yang

baik untuk diri sendiri. Terganggunya kognitif pada lansia memerlukan bantuan

dalam melakukan modifikasi lingkungan seperti pencahayaan yang adekuat, lantai

tidak licin.
g. Morse Fall Scale (MFS)

Morse fall scale (MFS) adalah skala untuk mengindentifikasi pasien yang berisiko

jatuh. Dengan menghitung skor MFS pada pasien dapat ditentukan risiko jatuh dari

pasien tersebut, sehingga dapat ditentukan upaya pencegahan yang dilakukan. Skala

ini termasuk mudah dan cepat digunakan sehingga sekitar 82,9% perawat

menggunakannya untuk menilai risiko jatuh pada pasien lansia yang melakukan rawat

inap maupun rawat jalan. MFS memiliki 6 point pertanyaan yang meliputi riwayat

jatuh 3 bulan terakhir, diagnosa skunder, alat bantu jalan, terapi intravena, gaya

berjalan atau cara berpindah, dan status mental, dimana setiap point memiliki skor

yang berbeda-beda dengan jumlah skor 135. penghitungan skala MFS membutuhkan

waktu sekitar 3 menit dengan enam pertanyaan dan sudah teruji tingkat validitasnya

(Morse, 2014). Dengan interpretasi:

1. 0-24 : tidak berisiko jatuh

2. 25-50 : risiko rendah

3. ≥ 51 : risiko tinggi untuk jatuh

C. Konsep arthritis Reumatoid

1. Pengertian Artritis Reumatoid

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.

Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.

Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian

(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi

pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam

sendi (Gordon, 2002).

Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan kemerahan

pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).


2. Klasifikasi Artritis Reumatoid

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

a. Reumatoid arthritis klasik

pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

b. Reumatoid arthritis defisit

pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

c. Probable Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

d. Possible Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan. Jika ditinjau dari

stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

1. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai

hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,

bengkak dan kekakuan.

2. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga

pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

3. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,

deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.


3. Etiologi Artritis Reumatoid

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa

hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :

a. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor

Reumatoid

b. Gangguan Metabolisme

c. Genetik

d. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)

Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor

predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan

infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008). Adapun Faktor risiko

yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah;

a. Jenis Kelamin.

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya

adalah 2-3:1.

b. Umur

Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun

penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis

reumatoid juvenil)

c. Riwayat Keluarga

Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis

Reumatoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.

d. Merokok

Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.


4. Patofisiologi Artritis Reumatoid

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama

terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam

sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,

proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan

menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah

menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan

turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan

menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti

vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan,

sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada

persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.

Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang

menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila

kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi,

karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan

tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan

subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa

menyebkan osteoporosis setempat. Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap

orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara

ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.

Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan

kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
5. Pathway Artritis Reumatoid

Reaksi factor R Kekakuan sendi Hambatan mobilitas fisik


dengan antibody,
factor metabolic,
iinfeksi dengan
kecenderungan virus
Reaki peradangan Nyeri

pannus

Synovial menebal Kurangnya


informasi tentang
proses penyakit

nodul Infiltrasi dalam os.


Subcondria
Defisiensi
pengetahuan
ansietas
Deformitas sendi Hambatan nutrisi
pada kartilago
artikularis

Kartilago nekrosis
Gangguan body
image
Kerusakan
kartilago dan Erosi kartilago
tulang
Mudah luksasi dan
subluksasi
Adhesi pada
Tendon dalam permukaaan sendi
ligament melemah

Resiko cidera
Hilangnya Akilosis fibrosa
kekuatan otot
Keterbatasan
gerakan sendi
Kekuatan sendi Akilosis kurang

Hambatan
Deficit perawatan
mobilitas fisik
diri

6. Tanda dan Gejala Artritis Reumatoid

Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :

a. Nyeri persendian

b. Bengkak (Reumatoid nodule)

c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari

d. Terbatasnya pergerakan

e. Sendi-sendi terasa panas

f. Demam (pireksia)

g. Anemia

h. Berat badan menurun

i. Kekuatan berkurang

j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi

k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal

l. Pasien tampak anemik

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :

a. Gerakan menjadi terbatas

b. Adanya nyeri tekan

c. Deformitas bertambah pembengkakan

d. Kelemahan

e. Depresi
Gejala Extraartikular :

a. Pada jantung : Reumatoid heard diseasure, Valvula lesion (gangguan katub),

Pericarditis, Myocarditis

b. Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis

c. Pada lympa : Lhymphadenopathy

d. Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis

e. Pada otot : Mycsitis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis

reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang

bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan

demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,

namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua

sendi diartrodial dapat terserang.

c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi

terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi

pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan

selalu kurang dari 1 jam.

d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.

Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat

dilihat pada radiogram.

e. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan

penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,

deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput

metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar

juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama

dalam melakukan gerak ekstensi.

f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar

sepertiga orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi yang paling sering

dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang

permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat

juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya

merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ

lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan

pembuluh darah dapat rusak.

Gejala umum Reumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat

peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika

jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara

spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau

tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa

sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux

& Lockhart, 2001). Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan,

kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi

dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping

itu juga manifestasi klinis Reumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya

mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas,

eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk
Reumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari Reumatoid

arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia.

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil

di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu,

pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.

Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat,

bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas

tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat

tiga stadium yaitu :

a. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai

hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,

bengkak dan kekakuan.

b. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada

jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

c. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas

dan gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini

sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada

sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah

digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan

imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur

sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh


ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya

dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun tanda dan gejala

yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer

(2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada

daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai

terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi

kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan

demam, dapat terjadi berulang

7. Komplikasi Artritis Reumatoid

a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi

di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.

b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.

c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.

d. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan

oleh adanya darah yang membeku.

e. Terjadi splenomegali.

f. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya

untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam

sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik

yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid

(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid

drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama

pada arthritis reumatoid. Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas ,

sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati

iskemik akibat vaskulitis.

8. Kriteria Diagnostik Artritis Reumatoid

Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.

No Kriteria Definisi

1 Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan

disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum

perbaikan maksimal

2 Artritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian

atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada

sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan

yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam

kriteria ini terdapat 14 persendian yang

memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan

tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan

kanan.

3 Artritis pada Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu

persendian tangan persendian tangan seperti yang tertera diatas.

4 Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang

tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi,

keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat

diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.

5 Nodul Reumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau

permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular

yang diobservasi oleh seorang dokter.


6 Faktor Reumatoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid

serum yang diperiksa dengan cara yang

memberikan hasil positif kurang dari 5%

kelompok kontrol yang diperiksa.

7 Perubahan gambaran Perubahan gambaran radiologis yang radiologis

khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar

X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan

yang harus menunjukkan adanya erosi atau

dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi

atau daerah yang berdekatan dengan sendi

(perubahan akibat osteoartritis saja tidak

memenuhi persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia

sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus

terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan.

Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible

tidak perlu dibuat.

9. Pemeriksaan Penunjang Artritis Reumatoid

a. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan

leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita

b. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak,

erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal )

berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan

subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

c. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium


d. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/

degenerasi tulang pada sendi

e. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari

normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-

produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas

dan komplemen ( C3 dan C4 ).

f. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan

panas.

g. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau

atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan

kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris

yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-

kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi

peri-artikuler pada foto rontgen. Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan

kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid,

inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah

dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif.

Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein

(CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif.

Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu

atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan

komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk

membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen


akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang

terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

10. Penatalaksanaan Artritis Reumatoid

Tujuan utama terapi adalah:

a. Meringankan rasa nyeri dan peradangan

b. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.

c. Mencegah atau memperbaiki deformitas

Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan sarana

pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:

a. Istirahat

b. Latihan fisik

c. Panas

d. Pengobatan

1. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum

yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml

2. Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi saluran cerna

terhadap terapi obat

3. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari 

mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan

kebutuhan steroid yang diperlukan

4. Garam emas

5. Kortikosteroid

6. Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih


Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan

dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan

indikasinya sebagai berikut:

1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk

mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali

inflamasi.

2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.

3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.

4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada

persendian.

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan

penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara

pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.

Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien

untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).

Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau

diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek

anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk

menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam

darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat

mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis menuju

pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.

Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit

terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare,
2002). Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,

sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat

pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa

mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara

berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu

seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.

Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung

Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara

persendian agar tetap lentur.

D. Konsep Nyeri

1. Pengertian

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat

individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental,

sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang

individu (Potter, P. 2005).

Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan pembengkakan

sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak. Pada keadaan

ini lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu sendi yang terserang (Handono,

2013).

Nyeri musculoskeletal yaitu nyeri yang berasal dari sistem musculoskeletal, yang

terdiri dari tulang, sendi dan jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen, tendo dan

bursa. Sejumlah penelitian menunjukkan penyebab nyeri yang sering terjadi pada

lansia, mulai dari yang paling sering terjadi, yaitu fibromyalgia, gout, neuropati
(diabetik, postherpetik), osteoartritis, osteoporosis dan fraktur, serta polimialgia

rematik (Rachmawati, 2006).

2. Etiologi

Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti. Biasanya

merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem

reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,

mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab

nyeri sendi yaitu:

a. Mekanisme imunitas.

Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di kenal

sebagai faktor rematoid anti bodynya adalah suatu faktor antigama globulin (IgM)

yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di

kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk.

b. Faktor metabolik.

Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses autoimun.

1) Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan. Penyakit nyeri sendi terdapat

kaitannya dengan pertanda genetik. Juga dengan masalah lingkungan,

Persoalan perumahan dan penataan yang buruk dan lembab juga memicu

penyebab nyeri sendi.

c. Faktor usia. Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap

penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik. (Smeltzer, 2002)

3. Jenis-jenis Nyeri Sendi

Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan dalam dua

kelompok besar yaitu rematik artikular dan rematik Non artikular. Rematik artikular

atau arthritis (radang sendi) merupakan gangguan rematik yang berlokasi pada
persendian diantarannya meliputi arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan gout arthritis.

Rematik non artikular atau ekstra artikular yaitu gangguan rematik yang disebabkan

oleh proses diluar persendian diantaranya bursitis, fibrositis dan sciatica. Rematik

dapat dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu :

a. Osteoartritis.

Osteoartritis adalah gangguan yang berkembang secara lamabat, tidak simetris dan

noninflamasi yang terjadi pada sendi yang dapat digerakkan khususnya pada sendi

yang menahan berat tubuh. Osteoartritis ditandai oleh degenerasi kartilago sendi

dan oleh pembentukan pembentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi.

(Stockslager, 2007)

b. Artritis rematoid.

Arthritis reumatoid adalah kumpulan gejala (syndrom) yang berjalan secara

kronik dengan ciri: radang non spesifik sendi perifer. Penyebab dari Reumatik

hingga saat ini masih belum terungkap. (Yuli,R. 2014)

1) Olimialgia Reumatik.

Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan

kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan

panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50

tahun ke atas

2) Artritis Gout (Pirai).

Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus,

yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada

wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita

biasanya mendekati masa menopause.


4. Pathofisiologi

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang paling baik

untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga

komponen fisiologi berikut: a. Resepsi. Semua kerusakan selular, yang disebabkan

oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan

substansi yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin tekanan

friksi dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin,

bradikinin dan kalium yang brgabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls

saraf yang dihasilkan stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer

aferen. Dua tipe saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri.

a. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri

ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus,

serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak., termasuk korteks

sensori dan korteks asosiasi. Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka

akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif

berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.

b. Reaksi

c. Respon fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus

sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Neri

dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan

reaksi “flight atau fight) yang merupakan sindrom adaptasi umum.


d. Respon perilaku

Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila

tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat

mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Antisipasi terhadap nyeri

memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk

menghilangkannya. Dengan intruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar

untuk memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi. Perawat

berperan penting dalam membantu klien selama fase antisipatori. Penjelasan yang

benar membantu klien memahami dan mengontrol ansietas yang mereka alami.

Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan fisiologis. Klien mungkin memilih

untuk tidak mengekspresika nyeri apabila mereka yakin bahwa ekspresi tersebut

akan membuat orang lain merasa tidak nyaman atau hal itu akan merupakan tanda

bahwa mereka kehilangan kontrol diri. Klien yang memiliki toleransi tinggi

terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan. Pada sendi sinovial yang

normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan

menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial

melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan kedalam ruang

antara-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock

absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas

dalam arah yang tepat.

Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi yang

terlihat pada penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai

dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang

sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam

derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada
persendian yang mengalami pembengkakan. Pada penyakit reumatik inflamatori,

inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang merupakan proses

sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial).

Inflamasi merupakan akibat dari respon imun. Sebaliknya pada penyakit nyeri

sendi degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder, pembengkakan ini

biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar

kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat

berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari

karilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi

dapat pula terlibat. Nyeri yang dirasakan bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang

hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan keluhan mudah lelah karena

memerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra untuk mengatasi nyeri

tersebut. (Smeltzer, 2002).

5. Manifestasi klinis

Rasa nyeri merupakan gejala penyakit reumatik yang paling sering menyebabkan

seseorang mencari pertolongan medis. Gejala yang sering lainnya mencakup

pembengkakan sendi, gerakan yang terbatas, kekakuan, kelemahan dan perasaan

mudah lelah. Ketebatasan fungsi sendi dapat terjadi, sekalipun dalam stadium

penyakit yang dinisebelum terjadi perubahan tulang dan dan ketika terdapat reaksi

inflamasiyang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas,

membengkak serta nyeri tidak mudah digerakkan, dan pasien cenderung menjaga atau

melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi yang lama dapat

menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat

disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi yang terjadi akibat pembengkakan, destruksi


sendi yang progresif atau subluksasio yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser

terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi. (Smeltzer, 2002)

6. Penatalaksanaan

Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit saat diagnosis dibuat dan

termasuk kedalam kelompok yang mana sesuai dengan kondisi tersebut.

a. Pendidikan pada pasien mengenal penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan

dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk

tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.

b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikn sejak dini untuk mengatasi

nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.

c. DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk

melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat athritis reumatoid.

Keputusan penggunaannya tergantung pertimbangan risiko manfaat oleh dokter.

d. Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas harapan hidup pasien.

Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan,

pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada

sendi berkurang atau minimal.

e. Pembedahan

Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat

alasan yang cukup kuat. Dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis

pengobatan ini pada pasien arthritis reumatoid umumnya bersifat orthopedic,

misalnya sinovectomi, artrodesis, memperbaiki deviasi ulnar. Untuk menilai

kemajuan pengobata dipakai parameter:

1) Lamanya morning stiffness

2) Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan atau berjalan


3) Kekuatan menggenggam

4) Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter

5) Peningkatan LED

6) Jumlah obat-obatan yang digunakan (Yuli, R. 2014)

a. Non-Farmakologis

1. Bimbingan antisipasi

Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri,

menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk

menghilangkan nyeri yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat

jika klien mengantisipasi pengalaman nyeri.

2. Distraksi

Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang menyakitkan jika

seseorang menerima masukan sensori yang menyenangkan

menyebabkan pelepasan endorfin. Individu yang merasa bosan atau

diisolasi hanya memikirkan nyeri yang dirasakan sehingga ia

mempersepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut. Distraksi

mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan degan demikian

menurunkan kewaspadaan trerhadap nyeri bahkan meningkatkan

toleransi terhadap nyeri.

3. Hipnosis diri

Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri melalui

pengaruh sugesti positif untuk pendekatan kesehatan holistik, hipnosis

diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang

nyaman dan damai.


4. Relakasasi dan teknik imajinasi

Klien dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi-afektif. Latihan

relaksasi progresif meliputi latihan kombinasi pernapasan yang

terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien

mulai latihan berbafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma,

sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada

mengembang penuh. Saat klien melakukan pola pernapasan yang

teratur, perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah

yang mengalami ketegangan otot, berpikir bagaimana rasanya,

menenangkan otot sepenuhnya dan kemudian merelaksasikan otot-otot

tersebut.
Pengkajian (Doenges 2012 )

1. AKTIVITAS/ISTRAHAT

Gejala : nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, meburuk dengan setres

pada sendi ; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan

simetris.

Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,

pekerjaan.

Keletihan

Tanda: Malaise

Keterbatasan rentang gerak : atrofi otot, kulit; kontraktur/kelainan pada

sendi dan otot

2. KARDIOVASKULER

Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki (misal, pucat intermiten,

sianosis, kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal )

3. INTEGRITAS EGO

Gejala : Faktor – faktor stress akut/kronis; misal, financial, pekerjaan,

ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan

Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan )

Ancaman pada konsep diri,citra tubuh,identitas pribadi ( misal,

ketergantungan pada orang lain )

4. MAKANAN/CAIRAN

Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makanan/

cairan adekuat; mual.


Anoreksia

Kesulitan untuk mengunyah (keterlibatan TMJ )

Tanda: penurunan berat badan

Kekeringan pada membran mukosa

5. HIGIENE

Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan

pribadi. Ketergantungan pada orang lain

6. NEUROSENSORI

Gejala: Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada

jari tangan.

Gejala : pembengkakan sendi simetris.

7. NYERI/KENYAMANAN

Gejala : fase akut dari nyeri ( mungkin/mungkin tidak disertai oleh

pembekakanjaringan lunak pada sendi).

Rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).

8. KEAMANAN

Gejala : Kulit mengkilat, tegang; nodul subkutaneus

Lesi kulit, ulkus kaki

Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga

Demam ringan menetap

Kekeringan pada mata dan membran mukosa


9. INTERAKSI SOSIAL

Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain; perubahan peran;

isolasi.

10. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Gejala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ).

Penggunanaan makanan kesehatan, vitamin, ‘’ penyembuhan ‘’ atritis

tanpa pengujian

Riwayat perikarditis,lesi katup; fibrosis pulmonal, pleuritis.

A. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Nanda, 2015 ) masalah yang lazim muncul pada pasien Atritis

rheumatoid adalah :

1) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi,

bengkok,deformitas

2) Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh atritis rheumatoid

3) Resiko cidera b.d hilangnya kekutan otot,rasa nyeri

4) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas structural tulang,

kekakuan sendi

5) Defisit perawatan diri b.d gangguan muskulusskletal ( penurunan

kekuatan sendi

6) Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi

7) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan

prodiktifitas ( status kesehatan dan fungsi peran ).


B. Perencanaan Keperawatan

No Diagnose keperawatan NOC NIC

Gangguan citra tubuh 1. Body image Body image enhacement


1
Definisi : konfusi dalam 2. Self esteem  Kaji secara verbal dan

gambaran mental tentang kriteria hasil: non verbal respon klien

diri – fisik individu 1. Body image positif terhadap tubuhnya

Batasan karakteristik: 2. Mampu  Monitor frekuensi

 Prilaku mengenali tubuh mengidentifikasi mengkritik dirinya

individu kekuatan personal  Jelaskan tentang

 Prilaku menghindari 3. Mendeskripsikan pengobatan , perawatan,

tubuh individu secara factual kemajuan dan prognosis

 Prilaku memantau tubuh perubhana fungsi penyakit

individu tubuh  Dorong klien

 Respon non verbal 4. Mempertahankan mengungkapkan

terhadap perubahan interaksi sosial perasaannya

actual pada tubuh ( mis.,  Identifikasi arti

penampilan, struktur, pengurangan melalui

fungsi) pemakaian alat bantu

 Respin nonverbal  Fasilitas kontak dengan

terhadap persepsi individu lain dalam

perubahan pada tubuh kelompok kecil.

(mis,. Penampilan,

struktur, fungsi)

 Mengungkapkan
persepsi yang

mencermikan perubahan

individu dalam

penampilan)

Objektif

 Perubahan actual pada

fungsi

 Perubahan actual pada

struktur

 Prilaku mengenali tubuh

individu

 Prilaku memantau tubuh

individu

 Perubahan dalam

kemampuan

memperkirakan

hubungan spesial tubuh

terhadap lingkungan

 Perubahan dalam

keterlitan sosial

 Perluasan batsan tubuh

untuk mengabugkan

objek lingkungan

 Secara sengaja

menimbulkan bagian

tubuh
 Kehilangan bagian

tubuh

 Tidak melihat bagian

tubuh

 Tidak menyentuh

bagian tubuh

 Trauma pada bagian

yang tidak berfungsi

 Secara tidak sengaja

menonjolkan bagian

tubuh

Subjektif

 Depersonialisasi

kehilangan melalui kata

ganti yang netral

 Penekanan pada

kekauatan yang tersisia

 Ketakutan terhadap

reaksi orang lain

 Fokus pada penampilan

masa lalu

 Perasaan negative

terhadap masa lalu

 Perasaan negatife

tentang sesuatu

 Personalisasi kehilangan
denganmenyebutkanya

 Fokus pada perubahan

 Fokus pada kehilangan

 Menolak mempervikasi

perubahan actual

 Mengungkapkan

perubahan

Gaya hidup

Faktor yang berhubungan:

 Biofisik, kognitif

 Budaya, tahap

perkembangan

 Penyakit, cidera

 Perceptual, psikososial,

spiritual

 Pembedahan, trauma

 Terapi penyakit

Nyeri akut 1. Pain level, Pain management


2
Define : pengalaman sensori 2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri

dan emosional yang tidak 3. Comfort level secara komprehensif

menyenangkan yanag kriteria hasil : Termasuk

muncul akibat kerusakan 1. Mampu mengontrol lokasi,karakteristik,

jaringan yang actual dan nyeri ( tahu penyebab durasi, frekuensi, kulitas

potensial atau digambarkan nyeri, mampu dan faktor presipitasi

dalam hal kerusakan menggunakan teknik 2. Observasi reaksi non

sedemikian rupa farmakologi untuk verbal dari


Batasan karakteristik : mengurangi nyeri, ketidaknyamanan

 Perubahan selera makan mencari bantuan ) 3. Gunakan teknik

 Perubahan tekanan 2. Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik

darah nyeri berkurang untuk mengetahui

 Perubahan frekuensi dengan menggunakan pengalaman nyeri pasien

jantung menejemen nyeri 4. Kaji kultur yang

 Perubahan frekuensi 3. Mampu mengenali mempengaruhi respon

pernapasan nyeri ( skala, nyeri

 Laporan isarat intensitas, frekuensi 5. Evaluasi pengalaman

 Diaphoresis dan tanda nyeri ) nyeri masa lampau

4. Menyatakan rasa 6. Evaluasi bersama pasien


 Prilaku distraksi ( misal,
nyaman setelah nyeri dan tim kesehatan lain
berjalan mondar mandir
berkurang tentang ketidakefektifan
mencari orang lain atau
kontrol nyeri masa
aktivitas lain, aktivitas
lampau
yang berualang )
7. Bantu pasien dan keluarga
 Mengesfresikan prilaku
untuk mencari dan
( misal, gelisah,
menemukan dukungan
merengek, menangis )
8. Control lingkungan yang
 Masker wajah ( misal,
dapat mempengaruhi
mata kurang bercahaya,
nyeri seperti suhu
tampak kacau, gerakan
ruangan, pencahayaan dan
mata berpencar atau
kebisingan
tetap pada satu fokus
9. Kurangi faktor presipitasi
meringis )
nyeri
 Sikap melindungi area
10. Pilih dan lakukan
nyeri fokus menyempit (
misal, gangguan penanganan nyeri

persepsi nyeri, (farmakologi, non

hambatan proses farmakologi inter

berfikir, penurunan personal )

interaksi dengan orang 11. Kaji tipe dan sumber

lain dan lingkungan ) nyeri untuk menentukan

 Indikasi nyeri yang intervensi

dapat di amati 12. Ajarkan teknik non

 Perubahan posisi untuk farmakologi

menghindari nyeri 13. Berikan analgetik untuk

 Sikap tubuh melindungi mengurangi nyeri

 Dilatasi pupil 14. Evaluasi keefektifan

 Melaporkan nyeri kontrol nyeri

secara verbal 15. Tingkatkan istrahat

 Gangguan tidur 16. Kolaborasikan dengan

Faktor yang dokter jika ada keluhan

berhubungan : dan tindakan nyeri tidak

berhasil
 Agen cidera ( misal,

biologis, zat 17. Monitor penerimaan

pasien tentang
kimia,fisik,psikologis
manajemen nyeri

Analgesic administration

18. Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas dan

derajat nyeri sebelum

pemberian obat
19. Cek instruksi dokter

tentang jenis obat, dosis,

dan frekuensi

( Warm Water Zak) Cek

riwayat alergi

20. Pilih analgesik yang di

perlukan atau kombinasi

dari analgesik ketika

pemberian lebih dari Satu

21. Tentukan pilihan

analgesic tergantung tipe

dan beratnya nyeri

22. Tentukan analgesic

pilihan, rute pemberian,

dan dosi optimal,

23. Pilih rute pemberian

secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri secara

teratur

24. Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian analgesic

pertama kali

( Warm Water Zak)

Berikan analgesik tepat

waktu terutama saat nyeri


hebat

25. Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan

gejala

Resiko cidera 1. Risk kontrol Environment managemet


3
Definisi : beresiko kriteria hasil : (manajemen lingkungan )

mengalami cedera sebagai 2. Klien terbebas dari 1. Sediakan lingkungan

akibat kondisi lingkungan cedera yang aman untuk pasien

yang berintraksi dengan 3. Klien mampu 2. Identifikasi kebutuhan

sumber adaptif dan sumber menjelaskan keamanan pasien, sesuai

defensive individu cara/metode untuk dengan kondisi fisik dan

Faktor resiko : mencegah fungsi kognitif pasien dan

-Eskternal injury/cedera riwayat terdahulu pasien

 Biologis (misal, tingkat 4. Klien mampu 3. Menghindari lingkungan

imunisasi komunitas, menjelaskan faktor yang berbahaya (misalnya

mikroorganisme ) resiko dari memindahkan perabotan )

 Zat kimia (misal, racun, lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail

polutan, obat, agenens personal tempat tidur

farmasi, alcohol, 5. Mampu memodifikasi 5. Menyediakan tempat tidur

nikotin, pengawet, gaya hidup untuk yang nyaman dan bersih

kosmetik, bangunan, mncegah injury 6. Menempatkan saklar

dan/atau peralatan ) 6. Menggunakan fasilitas lampu ditempat yang

 Manusai ( misal, agens kesehatan yang ada mudah di jangkau pasien.

nosokomial, pola 7. Mampu mengenali 7. Membatasi pengunjung

ketegangan, atau faktor perubahan status 8. Menganjurkan keluarga

koknitif, afektif, dan kesehatan untuk menemani pasien.


psikomotor ) 9. Mengontrol lingkungan

 Cara dari kebsingan

pemindahan/transport 10. Memindahkan barang-

 Nutrisi ( misal, desain, barang yang dapat

struktur, dan pengaturan membahayakan

komunitas, bangunan, 11. Berikan penjelasan pada

dan /atau peralatan ) pasien dan keluarga atau

-Internal pengunjung adanya

 Profil darah yang perubahan status

abnormal (misal, kesehatan dan penyebab

leukositosis / lukopenia, penyakit.

gangguan faktor

koagulasi,

trombitopenia, sel sabit,

talasemia, penurunan

hemoglobin )

 Disfungsi biokimia

 Usia perkembagan (

fisiologis, psikososial )

 Disfungsi efektor

 Disfungsi imun-autimun

 Malnutrisi

 Fisik ( misal, integritas

kulit tidak utuh,

gangguan mobilitas )

 Psikologis ( orientasi
afektif )

 Disfungsi sensorik

 Hipoksia jaringan

Hambatan mobilitas fisik 1. Joint movement : Exercise therapy :


4
Definisi : keterbatasan pada active ambulation

pergerakan fisik tubuh atau 2. Mobility level 1. Monitoring vital sign

satu atau lebih ekstremitas 3. Self care : ADLs sebelum/sesudah latihan

secara mandiri dan terarah. 4. Transfer performance dan lihat respon pasien

Batasan karakteristik : Kriteria hasil : saat latihan

 Penurunan waktu reaksi 2. Konsultasikan dengan

 Kesulitan membolak  Klien meningkat terapi fisik tentang

balik posisi dalam aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai

 Melakukan aktivitas  Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan

lain sebagai pengganti peningkatan mobilitas 3. Bantu klien untuk

pergerakan ( misal,  Memverbalisasikan menggunakan tongkat

meningkatkan perhatian perasaan dalam saat berjalan dan cegah

pada aktivitas orang meningkatkan terhadap cidera

lain, mengendalikan kekuatan dan 4. Ajarkan pasien atau

perilaku,fokus pada kemampuan berpindah tenaga kesehatan lain

ketunadayaan/aktivitas  Memperagakan tentang teknik ambulasi

sebelum sakit ) penggunaan alat 5. Kaji kemampuan pasien

 Dispnea setelah  Bantu untuk dalam mobilisasi

beraktivitas mobilisasi (walker ) 6. Latih dalam pemenuhan

 Perubahan cara berjalan ADLs secara mandiri

 Gerakan bergetar sesuai kemampuan

7. Damping dan bantu


 Keterbatasan
kemampuan melakukan pasien saat mobilisasi dan

keterampilan motorik bantu penuhi kebutuhan

halus ADLs pn.

 Keterbatasan 8. Berikan alat bantu jika

kemampuan melakukan klien memerlukan

keterampilan motorik 9. Ajarkan pasien

kasar bagaimana merubah

 Keterbatasan rentang posisi dan berikan

pergerakan sendi bantuan jika diperlukan

 Tremor akibat

pergerakan

 Ketidakstabilan postur

 Pergerakan lambat

 Pergerakan tidak

terkoordinasi

Faktor yang

berhubungan :

 Intoleransi aktivitas

 Perubahan metabolism

seluler

 Ansietas

 Indeks masa tubuh di

atas perentil ke-75

sesuai usia

 Gangguan koknitif

konstraktur
 Kepercayaan budaya

tentang aktivitas sesuai

usia

 Fisik tidak bugar

 Penurunan ketahanan

tubuh

 Penurunan kendali otot

 Penurunan massa otot

 Malnutrisi

 Gangguan

muskuloskletal

 Gangguan

neuromskular, nyeri

 Agens obat

 Penurunan kekuatan

otot

 Kurang pengetahuan

tentang aktivitas fisik

 Keadaan mood depresif

 Keterlambatan

perkembangan

 Ketidaknyamanan

 Disuse, kaku sendi

 Kurang dukungan

lingkungan (misal, fisik

atau sosial )
 Keterbatasan ketahanan

kardiovaskuler

 Kerusakan integiritas

Sturktur tulang

 Program pembatasan

gerak

 Keengganan memulai

pergerakan

 Gaya hidup monoton

 Gangguan sensori

perceptual

Defisit perawatan diri 1. Self care status Self care assistance : dressing
5
berpakaian 2. Self care : dressing / grooming

Definisi : Hambatan 3. Acivity tolerance 1. Pantau tingkat kekutan

kemampuan untuk 4. Fatigue level dan toleransi aktivitas

melakukan atau Kriteria hasil : 2. Pantau peningkatan dan

menyelesaikan aktivitas 1. Mampu melakukan penurunan kemampuan

berpakaian dan berias untuk tugas fisik yang untuk berpakaian dan

diri sendiri palimg mendasar dan melakukan perawatan

Batasan karakteristik : aktivitas perawatan rambut

 Ketidakmampuan pribadi secara mandiri 3. Pertimbakangkan budaya

mengancingkn pakaian dengan atau tanpa alat pasien ketika

 Ketidakmampuan bantu mempromosikan aktivitas

mendapatkan pakaian 2. Mampu untuk perawatan diri

 Ketidakmampuan mengenakan pakain 4. Pertimbangkan usia

mendapatkan atribut dan berhias sendiri pasien ketika


pakain secara mandiri atau mempromosikan aktivitas

 Ketidakmampuan tanpa alat bantu perawatan diri

mengenakan sepatu 3. Mampu 5. Bantu pasien memlih

 Ketidakmampuan memepertahankan pakain yang mudah di

mengenakan kaus kaki kebersihan pribadi dan pakai dan di lepas

 Ketidakmampuan penampilan yang rapi 6. Sediakan pakaian untuk

melepas atribut pakain secara mandiri dengan menyisir rambut, bila

 Ketidakmampuan atau tanpa alat bantu memungkinkan

melepas sepatu 4. Mengungkapkan 7. Dukung kemandirian

 Hambatan memilih kepuasan dalam dalam berpakain, berhias,

pakaian berpakaian dan bantu pasien jika di

 Hamabatan menata rambut perlukan

mempertahankan 5. Menggunakan alat 8. Pertahankan privasi saat

penampilan yang bantu untuk saat berpakaian

memuaskan memudahkan dalam 9. Bantu pasien untuk

berpakain menaikkan,
 Hambatan mengambil
6. Dapat memilih pakain mengancingkan, dan
pakain
dan mengambilnya merisleting pakain jika di
 Hambatan mengenakan
dari lemari atau laci perlukan
pakain pada bagian
baju 10. Gunakan alat bantu
tubuh atas
7. Mampu merisliting tambahan ( misal sendok,
 Hambatan mengenakan
dan mengancing pengait kancing dan
pakain pada bagian
pakain penarik resleting )untuk
tubuh bawah
8. Mampu melepas menarik pakaian jika di
 Hambatan meamsang
pakain, kaos kaki, dan perlukan
sepatu
sepatu 11. Beri pujian atas usaha
 Hambatan memasang
kaus kaki 9. Menunjukan rambut untuk berpakaian sendiri

 Hambatan memasang yang rapid an bersih 12. Gunakan terapi fisik dan

kaus kaki 10. Menggunakan tata rias okupasi sebagai sumber

 Hambatan melepas dalam perencanaan

pakaian tindakan pasien dalam

 Hambatan melepas perawatan pasien dengan

sepatu alat bantu

 Hambatan melepas kaus

kaki

 Hambatan

menggunakan alat bantu

 Hambatan

menggunakan resleting

Faktor yang

berhubungan

 Gangguan kognitif

 Penurunan motivasi

 Ketidaknyamanan

 Kendala lingkungan

 Keletihan dan

kelemahan

 Gangguan

muskuluskeletal

 Gangguan

neuromoskular

 Nyeri
 Gangguan persepsi

 Ansietas berat

Defisiensi pengetahaun 1. Knowled : disease Teaching : disease process


6
Definisi : Ketiadaan atau process 1. Berikan penilain tentang

defisiensi informasi kognitif 2. Knowled : healty tingkat pengetahuan

yang berkaitan dengan topic behavior pasien tentang proses

tertentu Kriteria hasil : penyakit yang spesifik

Batasan karakteristik : 1. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan fatofisiologi dari

 Perilaku hiperbola menyatakan penyakit dan bagaimana

 Ketidakakuratan pemahaman tentang hal ini berhubungan

mengikuti perintah penyakit, kondisi, dengan anatomi dan

 Ketidakakuratan prognosis dan fisiologi, dengan cara

melakukan tes program pengobatan yang tepat

 Perilaku tidak tepat 2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan

(misal, hysteria, mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul

bermusuhan, agitasi, prosedur yang di pada penyakit , dengan

apatis ) jelaskan secara benar cara yang tepat

Faktor yang 3. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses

berhubungan : mampu menjelaskan penyakit, dengan cara

 Keterbatasan kognitif kembali apa yang di yang tepat

 Salah intepretasi jelaskan perawat/tim 5. Identifikasi kemungkinan

informasi kesehatan lainnya penyebab, dengan cara

yang tepat
 Kurang pajanan
6. Sediakan informasi pada
 Kurang minat dalam
pasien tentang kondisi,
belajar
dengan cara yang tepat
 Kurang dapat
mengingat 7. Hindari jaminan yang

 Tidak familier dengan kosong

sumber informasi 8. Sediakan bagi keluarga

atau SO informasi tentang

kemajuan pasian dengan

cara yang tepat

9. Diskusikan perubahan

gaya hidup yang tepat

10. Diskusikan pilihan terapi

atau penanganan

11. Dukung pasien untuk

mengekplorasi atau

mendapatkan second

opinion dengan cara yang

tepat atau di indikasikan

12. Rujuk pasien pada group

atau agensidi komunitas

local, dengan cara yang

tepat

13. Instruksikan pasien

mengenal tanda dan

gejala untuk melaporkan

pada pemberi perawatan

kesehatan, dengan cara

yang tepat.

Ansietas 1. Anxiety self-control Anxiety reduction ( penurunan


7
 Definisi : perasaan tidak 2. Anxiety level kecemasan )

nyaman atau 3. Coping 1. Gunakan pendekatan

kekhawairan yang Kriteria hasil : yang menenangkan

samar di sertai respon 1. Klien mampu 2. Nyatakan dengann jelas

autonom (sumber sering mengidentifikasi dan harapanterhada pelaku

kali tidak spesifik atau mengungkapkan pasien

tidak diketahui oleh gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur

individu); perasaan 2. Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan

takut yang di sebabkan mengungkapkan dan selama prosedur

oleh antisipasi terhadap menunjukkan tehknik 4. Pahami persepektif pasien

bahaya. Hal ini untuk mengontrol terhadap situasi setres

merupakan isyarat cemas 5. Temani pasien untuk

kewaspadaan yang 3. Vital sign dalam batas memberikan keamanan

memperingatkan normal dan mengurangi takut

individu akan adanya 4. Postur tubuh, ekspresi 6. Dorong keluarga untuk

bahaya dan wajah, bahasa tbuh menemani anak

memampukan individu dan tingkat aktivitas 7. Lakukan back/neck rub

untuk bertindak menunjukkan 8. Dengarkan dengan penuh

menghadapi ancaman berkurangnya perhatian

Batasan karakteristik kecemasan 9. Identifikasi tingkat

 Perilaku : kecemasan

- penurunan produktivitas 10. Bantu pasien mengenal

- gerakan yang irelevan situasi yang menimbulka

- gelisah kecemasan

- melihat sepintas 11. Dorong pasien untuk

- insomnia mengungkapkan
- kontak mata yang buruk perasaan, ketakutan,

- agitasi persepsi

- mengintai 12. Instruksikan pasien

- tampak waspada menggunakan teknik

 Affektif relaksasi

- Gelisah, distress 13. Berikan obat untuk

- Kesedihan yang mengurangi kecemasan

mendalam

- Ketakutan

- Perasaan tidak adekuat

- Berfokus pada diri

sendiri

- Peningkatan

kewaspadan

- Iritabilitas

- Gugup senang

berlebihan

- Rasa nyeri yang

meningkatkan ketidak

berdayaan

- Bingung,menyesal

- Ragu/tidak percaya diri

- Khawatir

 Fisiologis

- Wajah tegang,

tremor tangan
- Peningkatan

keringat

- Peningkatan

ktegangan

- Gemetar,tremor

- Suara bergetar

 Simpatik

- Anoreksia

- Eksitasi kardoivaskular

- Diare, mulut kering

- Wajah merah

- Jantung berdebar –

debar

- Peningkatan tekanan

darah

- Peningkatan denyut

nadi

- Peningkatan reflex

- Peningkatan frekwensi

pernapasan, pupil

melebar

- Kesulitan bernafas

- Vasokontraksi

superficial

- Lemah, kedutan pada

otot
 Parasimpatik

- Nyeri abdomen

- Penurunan tekanan

darah

- Penurunan denyut nadi

- Diare, mual, vertigo

- Letih, gangguan tidur

- Kesemutan pada

ekstremitas

- Sering berkemih

- Anyang-anyangan

- Dorongan segera

berkemih

 Kognitif

- Menyadari gejala

fisiologis

- Bloking fikiran, konfusi

- Penurunan lapang

persepsi kesulitan

berkonsentrasi

- Penurunan kemampuan

untuk belajar

- Penurunan kemampuan

untuk memecahkan

masalah

- Ketakutan terhadap
koswensi yang tidak

spesifik

- Lupa, gangguan

perhatian

- Khawatir, melamun

- Cenderung

menyalahkan orang

Faktor yang berhubungan :

 Perubahan dalam (

status ekonomi )

 Lingkungan, ststus

kesehatan, pola

interaksi, fungsi peran,

status peran

 Pemajanan toksin

 Terkait keluarga

 Herediter

 Infeksi/kontaminan

interpersonal

 Penularan penyakit

interpersonal

 Krisis maturisasi, krisis

stuasional

 Stress ancaman

kematian

 Penyalahgunaan zat
 Anacaman pada ( status

ekonomi,

 Lingkungan, status

kesehatan, pola

interaksi, fungsinperan,

status peran, konsep

diri)

 Konflik tidak disadari

mengenai tujuan

penting hidup

 Konflik tidak di sadari

mengenai nilai yang

esensial/penting

 Kebutuhan yang tidak

dipenuhi
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN

KOMPRES HANGAT

Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2

Definisi :

Memberikan rasa hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa

nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi

atau mencegah spasme otot atau memberikan rasa hangat

pada bagian tertentu. ( Uliyah & hidayat, 2006)

Tujuan :

1. Memperlancar sirkulasi darah

2. Menurunkan suhu tubuh

3. Mengurangi rasa sakit

4. Memberikan rasa hangat, nyaman dan tenang pada

klien

5. Memperlancar pengeluaran eksudat

6. Merangsang peristaltic usus

Alat dan bahan :

1. Warm water zak

2. Air hangat
3. Thermometer

4. Pasang Handscoon (Jika perlu)

Tahap Pra-Interaksi :

1. Validasi pasien

2. Cuci Tangan

3. Pasang Handscoon (Jika perlu)

Tahap orientasi :

1. Memberi salam, panggil klien dengan panggilan yang

disenangi

2. Memperkenalkan nama perawat

3. Menjelaskan tentang kerahasiaan

4. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau

keluarga

Tahap kerja :

Menurut sriyanti ( 2016), langkah – langkah pemberian

terapi kompres hangat sebagai berikut:

a. Cuci tangan

b. Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan

c. Ukur suhu air dengan thermometer

d. Isi botol dengan air hangat, kemudian dikeringkan dan

dibungkus/ lapisi botol dengan kain atau menggunakan


WWZ ( Warm Water Zak)

e. Bila menggunakan WWZ ( Warm Water Zak) isi WWZ

dengan air hangat kemudian tempelkan dengan pada area

yang nyeri

f. Angkat WWZ ( Warm Water Zak) setelah 15 – 20 menit

dan lakukan kompres ulang jika nyeri belum teratasi

g. Kaji pubahan yang terjadi selama kompres dilakukan

Tahap Terminasi

1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah

melakukan kegiatan.

2. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan

3. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya

4. berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien

Tahap Dokumentasi

Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan

Ket :

0 : Tidak dikerjakan

1 : Dikerjakan tapi tidak sempurna

2 : Dikerjakan dengan sempurna

Penguji
(……………………………………………………….)

Anda mungkin juga menyukai