Catatan:
• Kehamilan
2. (WHO) hampir semua OAT bisa digunakan kecuali S karena bersifat permanent ototoxic dan
menembus barrier placenta à gangguan pendengaran dan keseimbangan permanen pada bayi
3. Perlu keberhasilan pengobatan sehingga proses kelahiran berjalan lancar dan bayi terhindar TB
3. Ibu dan bayi tidak perlu dipisah dan bisa disusui langsung
4. Ibu harus mendapat OAT secara adekuat sehingga bayi tidak tertular
1. R berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB) à menurunkan efekvitas
kontrasepsi
1. Tata laksana pasien TB-HIV/AIDS sama seperti pasien TB lain dan efek OAT tetap sama pada pasien
TB-HIV/AIDS
2. Prinsip pengobatan dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV (Anti Retro Viral)
4. Pasien TB yang beresiko tinggi terhadap HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (voluntary Councelling
and Testing)
1. Pemberian OAT ditunda sampai Hepatitis akut dan/atau klinis ikterik sembuh
2. Keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan, dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan
1. Bila curiga ada kerusakan faal hepar, dianjurkan pemeriksaan faal hepar sebelum pengobatan TB
2. Bila SGOT/SGPT meningkat >3x normal, OAT tidak boleh diberikan dan bila telah dalam
3. Kalau peningkatannya <3x normal, pengobatan dapat diteruskan dan dalam pengawasan ketat
4. P tidak boleh dipakai bila terdapat kelainan hati
5. Paduan OAT: 2HRES/6HR atau 2HES/10HE
1. H,R,Z dapat dipakai dalam dosis standar pada pasien gangguan ginjal karena diekskresi melalui
2. S dan E diekskresi melalui ginjal, sehingga harus dihindari apabila ada kelainan ginjal. Bila ada
fasilitas pemantauan faal ginjal, S dan E dapat diberikan dengan dosis sesuai faal ginjal.
• Pasien TB dengan DM
1. Penggunaan R mengurangi efektivitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga perlu
2. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
1. Kortikosteroid hanya diberikan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa, seperti meningitis
Konstriktiva
2. Selama fase akut, Prednison diberi dengan dosis 30-40 mg/hari, kemudian diturunkan secara
1. Untuk TB Paru: (1) pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif; (2)
pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif
2. Untuk TB Ekstra Paru: pasien TB Ekstra Paru dengan komplikasi (misal TB tulang dengan kelainan
neurologik)
Dikutip dari
Konsultan Pulmonologi, Divisi Pulmonologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi,
Semarang