Anda di halaman 1dari 26

Imam Muhammad bin Abdul Wahhab: Dakwah dan Biografinya

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam. Selawat, salam dan keberkahan semoga selalu
tercurah kepada hamba-Nya, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya yang terbaik, imam kita, Nabi Muhammad bin
Abdullah, juga kepada keluarga, para sahabat dan orang yang mengikuti petunjuk beliau.

Amma ba`du. Saudara-saudara yang terhormat, anak-anak yang mulia. Ini adalah kuliah singkat yang
saya presentasikan di hadapan Anda semua sebagai penerang pikiran, penjelas yang hak, nasihat karena
ketulusan kepada Allah dan kepada hamba-Nya, dan menunaikan sebagian kewajiban terhadap tema
yang akan saya sampaikan. Judul kuliah ini adalah Syaikh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab: Dakwah
dan Biografinya.

Membicarakan para reformis, para dai dan pembaharu, serta mengisahkan keadaan mereka, akhlak
mereka yang mulia, kerja mereka yang agung, juga menjelaskan riwayat hidup mereka yang menunjukkan
keikhlasan dan kejujuran mereka dalam dakwah dan melakukan perubahan, dan ketika membicarakan
budi pekerti, perbuatan dan riwayat hidup mereka adalah perkara yang dirindukan jiwa dan disukai oleh
hati, serta ingin didengar oleh setiap orang yang peduli dengan agamanya, orang yang ingin melakukan
perbaikan dan berdakwah di jalan kebenaran. Maka pada kesempatan ini saya akan berbicara tentang
seorang tokoh yang agung, reformis besar dan dai yang penuh semangat. Dialah pembaharu Islam
di Jazirah Arab pada abad ke-12 H. Dialah Imam Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali
al-Tamimi al-Hanbali. Umat telah mengenalnya, terlebih para ulama, pemimpin, para pembesar dan para
tokoh di Jazirah Arab dan di luarnya. Orang-orang telah banyak menulis tentang beliau, baik yang singkat
maupun yang panjang.

Banyak orang telah menulis khusus tentang beliau, bahkan para orientalis juga telah banyak membuat
tulisan tentang beliau. Ada sebagian orang yang menulis tentang beliau ketika menulis tentang para
pembaharu dan saat menulis sejarah. Para penulis yang obyektif menyebut beliau sebagai reformis besar,
pembaharu Islam dan beliau berada di atas kebenaran serta mendapatkan cahaya dari Allah. Jika kita
menyebutkan tulisan-tulisan tersebut satu persatu, maka kita akan sangat kelelahan.

Di antara tokoh yang menulis tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah penulis besar Abu
Bakar al-Syaikh Husain bin Ghannam al-Ahsa'i. Tulisannya tentang Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab sangat baik dan bermanfaat. Dia mengupas tentang perjalanan hidupnya dan peperangannya.
Dia memaparkannya dengan panjang lebar serta menukilkan surat-surat dan menentukan hukum yang dia
simpulkan dari Kitab Allah `Azza wa Jalla.

Penulis lain yang menulis tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah Syaikh Utsman bin
Bisyr dalam kitabnya `Unwaan al-Majd. Dia menguraikan tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
dakwahnya, biografinya, sejarah kehidupannya, peperangannya dan jihadnya.

Di antara penulis dari luar jazirah Arab adalah Ahmad Amin dalam kitabnya Zu`amaa' al-Ishlaah, yang
telah menuliskan tentang Syaikh Muhammad dengan objektif.

Di antara penulis lainnya adalah Syaikh Mas`ud al-Nadawi yang menulis tentang Syaikh Muhammad dan
menjulukinya sebagai reformis yang terzalimi. Dia memaparkan biografi Syaikh Muhammad dengan baik.
Banyak lagi yang menulis tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Di antaranya adalah Syaikh Besar al-Amir Muhammad bin Ismail al-Shan'ani yang hidup pada zaman
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan juga mengikuti dakwahnya. Dia sangat bahagia ketika dakwah
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sampai kepadanya dan dia pun mengikutinya serta memuji Allah
karenanya.

Seorang ulama besar lainnya yang menulis tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah
Syaikh Muhammad bin Ali al-Syaukani, penulis kitab Nail al-Authar. Dia menulis puisi kesedihan atas
wafatnya. Masih banyak lagi penulis lain yang menulis tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Meskipun demikian, masih banyak orang yang tidak tahu tentang tokoh penting ini, serta perjalanan hidup
dan dakwahnya, maka saya melihat perlunya ikut serta menjelaskan tentang siapa dia, bagaimana
perjalanan hidupnya yang indah, dakwahnya yang membawa perubahan dan jihadnya yang tulus. Saya
juga akan menerangkan sedikit yang saya ketahui tentang Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, sehingga
menjadi jelas bagi siapapun yang masih memiliki kerancuan tentangnya, atau sedikit keraguan
tentangnya, dakwahnya dan apa yang beliau bawa.

Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dilahirkan pada tahun 1115 H. Inilah tahun kelahirannya --
semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya - yang lebih dikenal. Pendapat lain mengatakan beliau
dilahirkan pada tahun 1111 H. Namun pendapat pertama yang lebih dikenal, yaitu dia dilahirkan pada
tahun 1115 H.

Beliau belajar kepada ayahnya di desa al-`Uyaynah yang merupakan tempat kelahirannya. Desa ini
adalah sebuah desa yang sudah tidak asing lagi dan terletak di Yamamah diNajed, Barat Laut
kota Riyadh. Jarak antara desa ini dengan kota Riyadh adalah tujuh puluh kilo meter. Di sanalah beliau
rahimahullah dilahirkan dan tumbuh dengan baik. Beliau membaca al-Quran sejak kecil, bersungguh-
sungguh dalam belajar serta dididik oleh ayahnya, Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman, seorang ahli
fiqih besar, ulama besar dan seorang hakim di kota al-`Uyaynah. Setelah balig dan dewasa, dia
menunaikan haji menuju Baitullah dan belajar dari beberapa ulama Masjid Haram.

Kemudian beliau menuju Madinah, semoga Allah melimpahkan salawat dan salam kepada penghuninya,
dan di sana beliau bertemu dengan para ulama Madinah. Beliau tinggal di sana beberapa waktu dan
belajar dari dua ulama besar yang terkenal pada Madinah di zamannya, yaitu Syaikh Abdullah bin
Ibrahim bin Saif al-Najdi yang berasal dari al-Majma`ah. Beliau adalah ayah Syaikh Ibrahim bin
Abdillah, penulis kitab Shahib al-`Azb fi `Ilmi al-Faraidh. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga
belajar dari ulama besar Muhammad Hayah al-Sindi di Madinah. Kedua ulama inilah yang dikenal
sebagai guru Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Madinah. Dan bisa jadi beliau juga belajar kepada
selain keduanya yang tidak kami ketahui.

Kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merantau menuntut ilmu ke Irak. Beliau
menuju Basrah dan berjumpa dengan para ulamanya, serta belajar berbagai ilmu kepada mereka. Di sana
beliau juga mendakwahkan tauhid, mengajak orang-orang kepada as-Sunnah, dan menunjukkan kepada
orang-orang bahwa merupakan kewajiban seluruh kaum Muslimin mengambil agama mereka dari al-
Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Beliau pun berdiskusi, berdialog dan
berdebat dengan para ulama di sana tentang masalah ini. Di antara gurunya ada yang terkenal di sana,
yaitu Syaikh Muhammad al-Majmu`i.

Beberapa ulama buruk di Basrah marah kepadanya, dan beliau beserta gurunya tersebut mendapatkan
gangguan sehingga beliau pergi meninggalkan Basrah. Ketika itu beliau berniat untuk pergi
menuju Syam namun beliau tidak mampu melakukannya karena tidak memiliki biaya yang cukup. Lalu
beliau meninggalkan Basrah menuju al-Zubair, dan dari al-Zubair menuju ke al-Ahsa'. Di sana beliau
berkumpul dengan para ulamanya dan berdialog dengan mereka tentang pokok-pokok agama
(Ushuluddin).

Kemudian dia pergi ke kota Huraimala' dan itu pada dekade kelima pada abad dua belas, wallahu a`lam,
karena ayahnya yang berprofesi sebagai seorang hakim di al-`Uyaynah terlibat perselisihan antara dirinya
dan penguasa setempat, maka beliau pindah ke Huraimala' pada tahun 1139 H. Lalu
Syaikh Muhammad mendatangi ayahnya di Huraimala' yang telah pindah ke sana pada tahun 1139 H.
Maka kedatangannya ke Huraimala' adalah pada tahun 1140 H atau setelahnya. Beliau menetap di sana
dan menyibukkan diri dengan belajar, mengajar dan berdakwah di Huraimala' hingga ayahnya meninggal
dunia pada tahun 1153 H. Lalu sebagianpenduduk Huraimala' mengganggunya dan sebagian orang jahat
di sana bahkan berusaha untuk membunuhnya.

Dikisahkan bahwa ada sebagian dari mereka yang berusaha masuk ke dalam rumahnya dengan
memanjat pagar, namun tindakan mereka tersebut diketahui orang-orang sehingga mereka melarikan diri.
Setelah itu Syaikh pergi ke al-`Uyaynah, semoga Allah merahmati Syaikh. Yang menjadi penyebab
kemarahan orang-orang jahat tersebut terhadap Syaikh Muhammad adalah karena beliau menunaikan
amar makruf dan nahi mungkar, serta mendorong para pemimpin untuk menghukum orang-orang jahat
yang menzalimi masyarakat dengan merampok dan merampas harta mereka serta menyakiti mereka.
Mereka adalah orang-orang jahat yang disebut sebagai para budak di sana. Ketika mereka mengetahui
bahwa Syaikh tidak berpihak kepada mereka, tidak suka dengan perbuatan mereka, dan mendorong para
pemimpin untuk menghukum mereka serta menghentikan kejahatan mereka, maka mereka marah dan
berniat untuk membunuhnya, namun Allah menjaga dan melindunginya. Kemudian beliau pindah ke
negeri al-`Uyaynah yang ketika itu dipimpin oleh Utsman bin Nashir bin Mu`ammar. Beliau singgah di
sana dan disambut baik oleh sang gubernur. Sang gubernur berkata kepadanya, "Berdakwahlah kepada
Allah dan kami akan bersamamu serta membelamu." Gubernur menyambutnya dengan kebaikan,
kecintaan dan persetujuan atas apa yang ingin dilakukan Syaikh. Lalu Syaikh Muhammad menyibukkan
diri dengan mengajar, menyampaikan bimbingan agama, berdakwah serta mengarahkan orang-orang
kepada kebaikan dan kecintaan kepada Allah, baik para lelaki maupun para perempuannya. Aktifitas
Syaikh semakin terkenal di al-`Uyaynah dan nama baiknya juga semakin melambung. Orang-orang dari
desa-desa terdekat pun berdatangan kepadanya.

Pada suatu hari Syaikh berkata kepada Gubernur Utsman, "Biarkan kami menghancurkan kubah Zaid bin
al-Khaththab radhiyallahu `anhu, karena ia dibangun bukan berdasarkan kebenaran, dan Allah Jalla wa
`Ala tidak menyukai perbuatan tersebut. Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam telah melarang membuat
bangunan di atas kuburan dan mendirikan masjid di atasnya. Kubah tersebut telah membuat orang-orang
tergoda. Ia mengakibatkan akidah mereka rusak dan terjadi kesyirikan, sehingga wajib dihancurkan." Sang
gubernur berkata, "Silahkan lakukan hal itu." Lalu Syaikh berkata, "Saya khawatir penduduk al-Jubailah
akan marah."

Al-Jubailah adalah sebuah desa yang terletak di dekat kuburan. Kemudian Gubernur Utsman datang
bersama pasukan yang jumlahnya mencapai 600 tentara untuk menghancurkan kubah tersebut dan
Syaikh rahimahullah bersama mereka. Ketika mereka mendekati kubah tersebut, penduduk al-
Jubailah yang mendengar hal itu segera keluar dari rumah mereka untuk membela dan melindunginya.
Ketika mereka melihat Gubernur Utsman dan pasukan yang datang bersamanya, maka mereka menahan
diri dan mengurungkan niat mereka untuk menjaganya. Kemudian Syaikh menghancurkan dan
menghilangkan kubah tersebut, sehingga Allah `Azza wa Jalla menghilangkan kubah tersebut melalui
tangannya rahmatullah `alaihi. Dan akan saya paparkan secara ringkas tentang kondisi Najed sebelum
dakwah Syaikh rahmatullah `alaihi, dan akan saya paparkan tentang sebab-sebab dakwah Syaikh.

Penduduk Najed sebelum dakwah Syaikh dalam kondisi yang tidak diridai seorang Mukmin. Ketika itu
kesyirikan terbesar merebak hingga kubah, pohon dan bebatuan disembah. Orang-orang menyembah
selain Allah. Orang yang mengaku sebagai wali disembah, padahal dia adalah orang yang dungu. Banyak
orang yang mengaku sebagai wali disembah, padahal mereka adalah orang gila yang tidak berakal sama
sekali. Dan di Najed sangat terkenal para tukang sihir dan para dukun. Orang-orang bertanya kepada
mereka dan membenarkan mereka, tanpa ada yang mengingkari sama sekali, kecuali orang yang dikasihi
oleh Allah. Para umumnya orang-orang memburu dunia dan kenikmatannya, hanya sedikit yang
menunaikan hak-hak Allah dan membela agama-Nya. Demikian juga yang terjadi di Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi. Dan di Yaman ketika itu juga merebak kesyirikan, membangun kubah di atas kuburan, dan
berdoa serta meminta bantuan kepada para wali yang telah meninggal dunia. Di Yaman banyak terjadi
kesyirikan semacam ini. Dan di negeri-negeri di Najed juga banyak terjadi hal sama yang jumlahnya tidak
terhitung, seperti kuburan, gua, pohon dan orang gila yang dijadikan tempat untuk berdoa dan meminta
bantuan. Demikian juga yang terjadi di Najed. Sudah menjadi hal yang umum di tengah masyarakat
berdoa dan meminta bantuan kepada jin, serta menyembelih sembelihan untuk mereka, lalu
meletakkannya di pojok-pojok rumah dengan harapan akan mendapat bantuan dari jin dan karena takut
dari kejahatan mereka.

Ketika Syaikh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab menyaksikan kesyirikan tersebut telah menyebar di
tengah masyarakat, tanpa ada yang mengingkarinya dan tidak ada yang berdakwah untuk menghilangkan
kesyirikan tersebut, maka beliau bangkit dengan penuh semangat, bersabar dalam berdakwah, menyadari
bahwa beliau harus berjihad, bersabar dan bertahan menghadapi berbagai tantangan.

Beliau pun bersungguh-sungguh dalam mengajar, menyampaikan pengarahan dan bimbingan agama
di al-`Uyaynah. Beliau juga mengirimkan surat kepada para ulama tentang kondisi tersebut, dan saling
mengingatkan dengan mereka dengan harapan mereka akan bersama-sama dengannya membela agama
Allah, serta bersungguh-sungguh menumpas kesyirikan dan khurafat tersebut. Lalu dakwahnya mendapat
sambutan baik dari banyak ulama Najed, ulama Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, ulama Yaman serta
ulama-ulama kawasan yang lain. Dan mereka juga membalas suratnya dengan penuh persetujuan.
Namun sebagian ulama lainnya menentangnya, mencela apa yang dia serukan, dan tidak suka dengan
ajakannya. Golongan yang terakhir ini terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok adalah orang-orang
bodoh yang tidak memahami agama Allah, tidak memahami tauhid, dan hanya mengetahui kebodohan,
kesesatan, kesyirikan, bid`ah dan khurafat yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Orang-orang
seperti mereka adalah seperti yang difirmankan oleh Allah `Azza wa Jalla, Sesungguhnya kami mendapati
bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.

Kelompok lainnya adalah orang-orang yang dianggap berilmu menolak dakwah Syaikh Muhammad
karena sikap keras kepada beliau dan rasa iri terhadapnya agar orang-orang awam tidak berkata
kepada mereka, "Mengapa dari dahulu kalian tidak pernah mengingkari hal ini dari kami? Mengapa putera
Abdul Wahhab datang dan membawa kebenaran, sedangkan kalian adalah para ulama namun kalian
tidak menolak kebatilan ini?". Mereka pun merasa iri terhadapnya dan malu kepada orang-orang awam,
serta menampakkan sikap penolakan terhadap kebenaran karena mendahulukan dunia daripada akhirat,
dan mengikuti kaum Yahudi karena memilih kepentingan dunia daripada akhirat. Semoga Allah memberi
kita kesehatan dan keselamatan.

Syaikh Muhammad bersabar dan bersungguh-sungguh dalam berdakwah. Banyak ulama dan tokoh yang
mendukungnya, baik di dalam jazirah maupun di luarnya. Beliau pun bertekad untuk terus berdakwah dan
meminta pertolongan kepada Allah `Azza wa Jalla. Sebelum melakukan dakwahnya tersebut, dia mengkaji
al-Quran. Beliau mempunyai keilmuan yang mumpuni dalam menafsirkan al-Quran dan menyimpulkan
hukum darinya. Beliau mendalami sejarah hidup Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam dan sejarah
hidup para sahabat. Beliau bersungguh-sungguh dalam mengkajinya dan memahaminya dengan baik,
hingga beliau dapat menggali darinya hal-hal yang membantunya dan menguatkannya di atas kebenaran.
Maka beliau pun menyingsingkan lengan baju dan bersungguh-sungguh untuk berdakwah dan
menyebarkannya kepada orang-orang, serta mengirimkan surat kepada para pemimpin dan para ulama
tentang dakwahnya tersebut, tanpa peduli dengan apa yang terjadi. Maka Allah merealisasikan harapan-
harapannya yang mulia, menyebarkan dakwah melalui tangannya, menguatkan kebenaran dengannya,
dan menyiapkan para pembela, pembantu dan penolong baginya, hingga agama Allah tegak dan kalimat-
Nya jaya.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terus berdakwah di al-`Uyaynah dengan mengajar dan melakukan
bimbingan agama kepada masyarakat. Kemudian menyingsingkan lengan baju untuk melakukan dakwah
secara praktis dan benar-benar menghilangkan dampak-dampak kesyirikan. Ketika beliau melihat
dakwahnya tidak begitu berpengaruh, maka beliau pun berdakwah secara langsung di lapangan untuk
menghilangkan berbagai bentuk kesyirikan yang beliau mampu lakukan. Syaikh berkata Gubernur Utsman
bin Mu`ammar, "Kubah yang ada di atas kuburan Zaid harus dihancurkan." Zaid bin al-
Khaththab radhiyallahu `anhu adalah saudara Umar Ibnu al-Khaththab Amirul Mukminin radhiyallahu
Ta'ala `an al-Jami`. Beliau adalah salah satu yang mati syahid dalam peperangan melawanMusailamah al-
Kadzdzab pada tahun 12 H dan beliau adalah salah seorang yang terbunuh di sana. Lalu dibangun kubah
di atas kuburannya, sebagaimana dikatakan orang-orang.

Dan kemungkinan kuburan orang lain, akan tetapi orang-orang mengatakan itu adalah kuburan Zaid bin
Khaththab. Keinginan Syaikh Muhammad tersebut disetujui oleh Utsman seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Alhamdulillah, akhirnya kubah itu dihancurkan, sehingga saat ini sisa-sisanya sudah tidak
nampak sama sekali. Segala puji dan anugerah adalah milik Allah. Allah mematikan pengaruh kubah
tersebut ketika ia dihancurkan berdasarkan niat yang benar, tujuan yang baik dan demi membela
kebenaran. Di sana juga terdapat kuburan-kuburan lainnya, di antaranya adalah kuburan yang menurut
orang-orang milik Dhirar bin al-Azwar yang di atasnya juga dibangun kubah. Dan kubah itu pun
dihancurkan juga. Di sana juga terdapat tempat-tempat lain yang dihilangkan oleh `Azza wa Jalla. Di sana
juga terdapat gua-gua dan pepohonan yang disembah orang-orang. Semua itu dihilangkan dan
dihancurkan, dan orang-orang pun diperingatkan agar tidak menyembahnya lagi.
Jadi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah terus berdakwah dengan ucapan dan perbuatan
nyata, seperti yang telah dijelaskan. Syaikh juga pernah didatangi seorang perempuan yang mengaku
telah berzina beberapa kali. Syaikh menanyakan tentang akal perempuan itu dan orang-orang menjawab
bahwa perempuan adalah orang yang waras dan tidak apa-apa. Ketika perempuan itu bersikeras
mengakui perbuatannya dan tidak menarik pengakuannya sama sekali, serta mengakunya bukan karena
dipaksa, tidak ada ketidakjelasan sama sekali bagi perbuatannya tersebut dan telah menikah, maka
Syaikh rahimahullah memerintahkan agar dia dirajam. Perempuan itu pun dirajam atas perintahnya ketika
beliau menjadi seorang hakim di al-`Uyaynah. Setelah itu beliau pun terkenal dengan tindakannya
menghancurkan kubah, merajam seorang perempuan dan dakwah yang agung. Orang-orang pun
berdatangan ke al-`Uyaynah.

Kemudian Gubernur al-Ahsa'dan para pengikutnya yang berada di bawahnya, seperti Bani Khalid
dan Sulaiman bin `Urai`ir al-Khalidi, mendengar informasi tentang Syaikh, dakwahnya kepada Allah, serta
tindakannya menghancurkan kubah-kubah di kuburan dan melaksanakan hukuman hudud. Berita ini
membuat gubernur yang merupakan orang Arab pedalaman ini sangat tidak suka, karena merupakan
kebiasaan orang-orang pedalaman Arab melakukan kezaliman, membunuh, merampas harta orang lain
dan melanggar kehormatan orang-orang. Ia pun takut jika pengaruh Syaikh semakin besar dan dapat
menghancurkan kekuasaannya. Maka dia mengirim surat kepada Utsman untuk mengancamnya dan
memerintahkannya untuk membunuh Syaikh yang ada di daerahnya itu, yaitu di al-`Uyaynah dan berkata,
"Kami mendengar bahwa dai yang ada di tempat kalian melakukan ini dan itu. Bunuh dia, jika tidak maka
kami akan menghentikan pajak yang kami setorkan kepada Anda."

Sebelumnya ia memang selalu memberi bantuan kepada Gubernur Utsman berupa emas. Ancaman
tersebut membuat Utsman merasa gelisah. Dia khawatir jika tidak menuruti keinginannya maka pemberian
tersebut akan dihentikan atau dia akan diperangi. Dia berkata kepada Syaikh, "Gubernur ini menulis surat
kepada kami begini dan begini dan kami tidak mungkin membunuh Anda, namun kami takut terhadap
gubernur ini dan kami tidak mampu melawannya. Jika Anda mau, maka pergilah dari daerah kami." Lantas
Syaikh berkata, "Yang saya dakwahkan adalah agama Allah dan menegakkan kalimat "laa ilaaha illa-
llaah" serta merealisasikan kesaksikan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Barangsiapa berpegang
teguh kepada agama ini dan membelanya, serta bersungguh-sungguh dalam melakukannya, maka Allah
akan menolong dan membelanya, serta dan membuatnya menguasai negeri-negeri para musuhnya. Jika
Anda bersabar dan istiqamah serta menerima kebaikan ini, maka ketahuilah, sesungguhnya Allah akan
menolong Anda dan menjaga Anda dari orang badui tersebut dan orang lain. Dan Allah akan membuat
Anda menguasai negerinya dan para pendukungnya." Gubernur Utsman menjawab, "Syaikh, kami tidak
mampu melawannya dan kami tidak mampu bersabar untuk menentangnya." Sejak itulah Syaikh pergi
meninggalkan al-`Uyaynah dan pindah ke ad-Dir'iyyah. Menurut orang-orang, beliau datang ke ad-
Diri'yyah dengan berjalan kaki, dan sampai di sana di sore hari.

Beliau pergi dari al-`Uyaynah di pagi hari dengan berjalan kaki dan tidak diberi tunggangan
oleh Utsman. Kemudian beliau mendatangi salah satu tokoh saleh yang tinggal di ujung ad-Dir'iyyah yang
bernama Muhammad bin Suwaylim al-`Urayni. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab singgah di sana.
Dan disebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Suwaylim merasa khawatir dengan kedatangan Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab ke rumahnya. Dia merasa sangat tidak nyaman denggan kedatangan
Syaikh karena takut terhadap Gubernur ad-Dir'iyyah, Muhammad bin Saud. Maka Syaikh
menenangkannya dan berkata kepadanya, "Berbahagialah dengan kebaikan yang akan datang
kepadamu. Sesungguhnya yang saya dakwahkan kepada orang-orang adalah agama Allah, dan Allah
akan membuatnya jaya." Kemudian Muhammad bin Saud mendengar berita tentang Syaikh Muhammad.

Disebutkan bahwa yang memberitahunya adalah istrinya. Ia didatangi oleh beberapa orang lelaki saleh
dan berkata kepadanya, "Beritahulah Muhammad bin Saud tentang lelaki itu (Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab). Doronglah dia untuk menerima dakwahnya dan bujuklah dia untuk membela dan
membantunya." Istri Muhammad bin Saud ini adalah wanita yang salehah. KetikaMuhammad bin
Saud, Gubernur ad-Dir'iyyah dan kawasan sekitarnya, mendatangi istrinya, dia berkata kepada suaminya,
"Berbahagialah dengan harta yang besar ini. Harta ini diantarkan oleh Allah kepada Anda, yaitu seorang
dai yang mengajak kepada agama Allah, mengajak kepada Kitab Allah, dan mengajak kepada Sunnah
Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Sungguh ini adalah harta yang sangat besar. Segeralah
menerimanya dan membelanya. Jangan pernah berhenti melakukan itu".
Gubernur Muhammad Saud menerima saran istrinya, namun kemudian dia ragu, apakah menemui Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab, atau mengundangnya untuk datang ke tempatnya. Lalu dia diberi saran,
dan ada yang mengatakan bahwa istrinya tersebut juga yang memberinya saran bersama sejumlah orang
saleh, mereka berkata kepada sang gubernur, "Tidak sepantasnya Anda mengundang dia untuk
mendatangi Anda, namun sebaiknya Anda menemuinya di rumahnya. Anda mendatanginya karena
memuliakan ilmu dan seorang dai yang mengajak kepada kebenaran."

Lalu Muhammad bin Saud rahimahullah menerima saran tersebut karena Allah telah menuliskan
kebahagiaan dan kebaikan untuknya, serta memuliakan tempat kembalinya. Kemudian dia pergi ke rumah
Syaikh Muhammad bin Suwaylim. Dia menemuinya, mengucapkan salam kepadanya dan berbincang-
bincang dengannya. Syaikh Muhammad berkata kepadanya, "Berbahagialah, karena Anda mendapatkan
pembelaan, keamanan dan dukungan." Maka Syaikh membalasnya dengan berkata, "Dan Anda juga,
berbahagialah karena akan mendapatkan pertolongan, kejayaan dan kesudahan yang baik." Ini adalah
agama Allah. Barangsiapa membelanya, maka Allah akan membelanya, dan barangsiapa mendukungnya,
maka Allah akan mendukungnya. Dan Anda akan segera mendapatkan dampak positifnya." Syaikh
Muhammad bin Suwaylim berkata, "Syaikh, saya akan berbaiat kepada Anda untuk membela agama Allah
dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, akan tetapi saya khawatir, jika kami mendukung dan
membela Anda, lalu Allah membuat Anda mengalahkan musuh-musuh Islam, maka Anda akan mencari
tempat lain dan meninggalkan daerah berpindah ke daerah lain." Syaikh berkata, "Tidak. Saya bersumpah
akan hal ini. Saya bersumpah bahwa nyawa akan dibalas dengan nyawa. Dan kehancuran dibalas dengan
kehancuran. Saya tidak akan keluar dari negeri Anda untuk selamanya."

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berbaiat untuk mendukungnya, menetap di daerahnya, dan tetap
membantu gubernur setempat serta berjihad bersamanya di jalan Allah, hingga agama Allah jaya. Maka
baiat dan sumpah pun dilakukan atas hal tersebut. Orang-orang pun berdatangan ke ad-Dir'iyyah dari
semua penjuru. Dari al`Uyaynah, `Irqah,Manfuhah, Riyadh dan negeri-negeri lainnya di sekitar ad-
Dir'iyyah. Dan ad-Dir'iyyah terus menjadi tujuan orang-orang yang berhijrah dari berbagai tempat. Orang-
orang pun mendengar berita tentang Syaikh dan pengajiannya di ad-Dir'iyyah serta dakwah dan
bimbingan agama yang beliau sampaikan. Mereka datang berbondong-bondong, baik dalam rombongan
maupun perorangan.

Syaikh tinggal di al-Dir`iyyah dimuliakan, didukung, dicintai dan dibela. Materi-materi yang beliau
sampaikan diad-Dir'iyyah adalah akidah, al-Quran al-Karim, tafsir, fikih, hadis, musthalah hadis, ilmu-ilmu
bahasa Arab, sejarah dan ilmu-ilmu yang bermanfaat lainnya. Orang-orang berdatangan dari berbagai
tempat. Di ad-Dir'iyyah para pemuda dan yang lainnya belajar kepadanya. Beliau mengadakan banyak
pengajian untuk orang-orang, baik orang-orang khusus maupun orang-orang awam.

Beliau terus menyebarkan ilmu di ad-Dir'iyyah dan terus berdakwah. Kemudian beliau mulai berjihad,
melayangkan surat kepada orang-orang untuk ikut berperan serta dalam gerakannya tersebut, dan
menghapuskan kesyirikan yang menyebar di negeri-negeri mereka. Beliau mulai
dengan penduduk Najed. Beliau mengirimkan surat kepada para pemimpin dan para ulamanya. Beliau
mengirim surat kepada para ulama Riyadh dan gubernurnya yaitu Daham bin Dawas. Dan beliau
mengirimkan surat kepada para ulama al-Kharj dan para gubernurnya. Juga kepada para ulama daerah-
daerah di kawasan selatan, yaitu Qasim, Ha'il, al-Wasym, Sudair dan lainnya.

Beliau terus-menerus mengirimkan surat kepada orang-orang, kepada para ulama dan para pemimpin
mereka. Beliau juga mengirimkan surat kepada para ulama al-Ahsa', juga para ulama Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi.Beliau juga mengirimkan surat kepada para ulama di luar Jazirah Arab,
seperti Mesir, Syam, Irak, India, Yaman dan lainnya. Beliau terus mengirimkan surat kepada mereka dan
menyampaikan argumentasinya. Beliau juga mengingatkan orang-orang tentang berbagai kesyirikan dan
bidah yang banyak terjadi. Ini bukan berarti tidak ada orang-orang yang membela agama Allah.

Ketika itu ada para pembela agama Allah, karena Allah Jalla wa `Ala telah menjamin bahwa pasti akan
ada pembela bagi agama ini dan akan selalu ada segolongan orang dari umat ini yang berada di atas
kebenaran yang Dia bela. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa
Sallam. Terdapat para pembela Allah di banyak kawasan di bumi ini, akan tetapi pembicaraan kali ini
adalah tentang Najed yang pada saat itu di sana tersebar keburukan, kesyirikan dan khurafat yang tidak
dapat dihitung jumlahnya kecuali oleh Allah `Azza wa Jalla. Padahal di sana terdapat sejumlah ulama
yang baik, namun mereka tidak ditakdirkan untuk bangkit berdakwah dengan penuh semangat
sebagaimana mestinya.

Di Yaman dan selain Yaman juga terdapat para dai yang mengajak kepada kebenaran, dan para pembela
agama Allah yang mengetahui kesyirikan dan khurafat tersebut, akan tetapi Allah tidak menakdirkan
dakwah mereka berhasil seperti yang berlaku pada dakwah Syaikh Muhammad karena banyak sebab.

Di antaranya adalah tidak adanya penolong yang mendukungnya. Juga tidak adanya kesabaran dari
kebanyakan para dai, dan tidak kuat untuk bertahan di jalan Allah. Juga minimnya ilmu yang dimiliki dai
yang dapat membantu mereka untuk mengarahkan orang-orang dengan cara yang sesuai, bahasa yang
layak, bijaksana dan nasehat yang baik. Dan masih ada faktor-faktor lain selain yang telah disebutkan ini.
Karena banyaknya surat yang beliau layangkan, banyaknya tulisan yang beliau buat dan jihad yang beliau
lakukan, maka Syaikh menjadi terkenal dan dakwahnya diketahui oleh banyak orang. Tulisan-tulisannya
sampai kepada para ulama di dalam Jazirah Arab dan di luarnya, dan banyak sekali orang yang
terpengaruh oleh dakwahnya.

Di India, Indonesia, Afghanistan, Afrika,Maroko, demikian juga di Mesir, Syam dan Irak. Di sana terdapat
banyak dai yang memiliki pengetahuan tentang kebenaran, dan mereka berdakwah, menyeru umat
manusia kepadanya. Ketika mereka mendengar dakwah Syaikh, maka semangat mereka bangkit dan
kekuatan mereka pun meningkat, sehingga mereka terkenal dengan dakwah mereka.

Dakwah Syaikh terus menyebar di dunia Islam dan negara-negara lain. Kemudian pada abad ini buku-
buku dan tulisan-tulisan Syaikh dicetak, demikian buku anak-anaknya, cucu-cucunya, para pendukungnya,
dan para pembelanya yang terdiri dari pada ulama kaum Muslimin di Jazirah Arab dan di luarnya. Juga
telah dicetak buku-buku yang mengulas tentang dakwahnya, biografinya dan para pendukungnya, hingga
dakwahnya terkenal di berbagai sebagian besar belahan dunia.

Dan bukan hal yang asing lagi bahwa setiap nikmat pasti ada orang yang iri terhadapnya, dan setiap dai
pasti banyak musuhnya. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala, "Dan demikianlah Kami
jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian
mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu
(manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan."

Ketika Syaikh terkenal dengan dakwahnya, tulisan-tulisannya yang banyak dan karangan-karangannya
yang penting yang disebarkan kepada khalayak umum, juga surat-suratnya yang beliau kirimkan kepada
orang-orang, muncul banyak kelompok yang terdiri dari pada pendengki dan penentangnya. Juga muncul
para musuh lainnya. Musuh dan lawannya pun terbagi menjadi dua kelompok; satu kelompok
memusuhinya atas nama ilmu dan agama, dan satu kelompok lagi memusuhinya karena motif politik tapi
menggunakan kedok ilmu dan agama, lalu memanfaatkan para ulama yang memusuhinya dan
mengatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak berada di atas kebenaran, dan hal-hal
lainnya.

Namun Syaikh rahimahullah terus berdakwah dan menepis berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya,
menjelaskan dalil, membimbing orang-orang kepada kebenaran yang sesuai dengan al-Quran dan
Sunnah Rasul-Nya Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Terkadang para musuhnya itu mengatakan bahwa
beliau termasuk golongan Khawarij dan terkadang mereka menuduhnya dengan mengatakan bahwa
beliau telah melanggar ijmak, mengklaim menjadi mujtahid mutlak dan tidak menganggap sama sekali
para ulama dan fukaha terdahulu. Dan masih banyak hal lain yang dituduhkan kepadanya.

Semua itu tidak lain disebabkan sedikitnya ilmu dari orang-orang tersebut. Ada satu kelompok yang
melemparkan tuduhan-tuduhan tersebut karena meniru dan meniru orang lain. Ada juga kelompok yang
melemparkan berbagai tuduhan kepadanya karena takut kehilangan kekuasannya, sehingga
memusuhinya berdasarkan motif politik namun mengatasnamakan kepentingan agama Islam, lalu
menggunakan perkataan para pelaku khurafat dan orang-orang yang menimbulkan kesesatan.

Sumber:
http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?languagename=id&BookID=4&View=Page&PageNo=1&P
ageID=65
Jilid 1, hal. 354-364
Dimuat dalam salah satu terbitan Kantor Ketua Umum Departemen Riset Ilmiah,
Fatwa, Dakwah dan Bimbingan, nomor 50, tahun 1403 H.

Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab (W. 1206) rahimahullah ditanya tentang arti “Laa ilaaha Illallah”. Beliau
menjawab;

‫واإلسالم الكفر بين الفارقة هي الكلمة هذه أنّ هللا رحمك اعلم‬، ‫التقوى كلمة وهي‬، ‫الوثقى العروة وهي‬، ‫باقية كلمة السالم عليه إبراهيم جعلها التي وهي‬
‫يرجعون لعلهم عقبه في‬.

Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, bahwa kalimat ini adalah; pembeda antara kekufuran dan Islam, dia adalah
kalimat takwa dan urwatul wutsqa dan dia adalah kalimat yang dijadikan oleh Ibrahim Alaihissalam tetap tinggal
pada keturunannya agar mereka kembali.

‫بمعناها الجهل مع باللسان قولها المراد وليس‬، ّ‫النار من األسفل الدرك في الكفار تحت وهم يقولونها المنافقين فإن‬، ‫ويتصدقون يُصلون كونهم مع‬،

Dan bukan maksud darinya, mengucapkan dengan lisan disamping kejahilan akan artinya karena orang-orang
munafik mengucapkannya sedangkan mereka lebih rendah dari orang-orang kafir “berada di dasar paling dalam dari
neraka” (Qs. Annisa; 145). Padahal mereka mengerjakan shalat dan bersedekah.

‫ومعاداته خالفها ما وبغض أهلها ومحبة ومحبتها بالقلب معرفتها مع قولها المراد ولكن‬، ‫ّ«ّمن وآله عليه هللا صلى النبي قال كما‬:‫إالّ إله ال قال وسلم‬
‫ّ«ّمخلصا هللا‬، ‫ّ«ّقلبه من روايةّ«ّخالصا وفي‬، ‫ّ«ّمن حديث قلبهّ»ّوفي من روايةّ«ّصادقا وفي‬:‫ّ«ّهللا دون من يُعبد بما وكفر هللا إالّ إله ال قال آخر‬
، ‫الشهادة بهذه الناس أكثر جهالة على الدالة األحاديث من ذلك غير إلى‬،

Tapi yang dimaukan darinya adalah mengucapkan dengan lisan disertai dengan pengenalan artinya dengan hati,
mencintainya dan mencintai sesama pemeluknya, membenci orang-orang yang melanggarnya dan memusuhinya
seperti yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sabdakan; “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha Illallah dengan
ikhlas.” Dan dalam riwayat lainnya, “Ikhlas dari dalam hatinya.” Dan dalam riwayat lainnya, “Jujur dari dalam
hatinya.”

Dan dalam hadits yang lain, “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha Illallah dan dia kufur kepada apa saja yang
diibadahi selain Allah” serta hadits-hadits yang lain yang menunjukkan akan jahilnya kebanyakan orang akan
syahadat ini.

‫المخلوقات من تعالى هللا سوى عما اإللهية نفي وإثبات نفي الكلمة هذه أن فاعلم‬، ‫وسلم وآله عليه هللا صلى محمد حتى‬، ‫من غيرهم عن فضال وجبرائيل‬
‫والصالحين األولياء‬.

Maka ketahuilah bahwa kalimat ini nafi dan itsbat. Yaitu menafikan ilahiyah dari selain Allah Ta’aala dari para rasul
sekalipun Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan para malaikat sekalipun Jibril, apalagi selain keduanya dari
para nabi dan orang-orang shalih, dan menetapkannya (ilahiyah) untuk Allah semata.

‫لنفسه هللا أثبتها التي األلوهية هذه فتأمل ذلك فهمت إذا‬، ‫وغيرهما وجبرائيل محمد عن ونفاها‬، ‫خردل من حبة مثقال لهم يكون أن‬، ‫هذه أنّ فاعلم‬
‫والوالية السر زماننا في العامة تسميها التي هي األلوهية‬، ‫السرّ فيه الذي الولي معناه واإلله‬، ‫والشيخ الفقير يسمونه الذي وهو‬، ‫السيد العامة وتسميه‬
‫هذا وأشباه‬، ‫منزلة الخلق لخواص جعل هللا أنّ يظنون أنهم وذلك‬، ‫وبين بينه واسطة ويجعلهم بهم ويستغيث ويرجوهم إليهم يلتجئ اإلنسان أنّ يرضى‬
‫هللا‬، ‫األولونّ(اآللهة) يسميهم الذين وهم وسائطهم أنهم زماننا في الشرك أهل يزعم فالذي‬، ‫اإلله هو والواسطة‬، ‫هللا إالّ إله ال الرجل فقول‬، ‫إبطال‬
‫الوسائط‬.

Apabila kamu memahami hal ini, perhatikanlah uluhiyah yang Allah tetapkan untuk dirinya dan Dia nafikan/tiadakan
dari Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Jibril dan selainnya untuk memilikinya (ilahiyah/uluhiyah ini) meski
sebesar biji zarah.

Ketahuilah bahwa uluhiyah inilah yang disebut oleh orang awam di masa kita dengan sir & wilayah. Dan ilah artinya
adalah wali yang terdapat padanya sir dan itulah yang mereka namakan al faqir dan asy-syaikh. Dan orang-orang
awam menamakannya dengan; sayyid dan penamaan yang semisal dengannya.
Yang demikian itu karena mereka mengira bahwa Allah telah menjadikan bagi makhluk pilihan-Nya kedudukan
disisi-Nya, yang mana Allah ridha manusia bergantung kepada mereka, berharap kepada mereka, minta keselamatan
dengan mereka, dan menjadikan mereka sebagai perantara antara dirinya dengan Allah.

Maka yang dianggap oleh pelaku kesyirikan di zaman kita bahwa mereka adalah perantara-perantara bagi mereka,
mereka itulah yang dinamakan oleh orang-orang musyirikin pertama dengan sebutan ilah-ilah. Maka perantara itu
adalah ilah. Sehingga ucapan seseorang; Laa ilaaha Illallah membatalkan adanya perantara-perantara.

‫تامة معرفة هذا تعرف أن أردت فإذا‬، ‫بأمرين فذلك‬:

‫ّأن‬:‫وسلم وآله عليه هللا صلى هللا رسول قاتلهم الذين الكفار أنّ تعرف األول‬، ‫أموالهم ونهب وقتلهم‬، ّ‫نساءهم واستحل‬، ‫سبحانه هلل مقرين كانوا‬، ‫بتوحيد‬
‫الربوبية‬، ‫يخلق ال أنه وهو‬، ‫يرزق وال‬، ‫يحيي وال‬، ‫يميت وال‬، ‫وحده هللا إالّ األمور يدبر وال‬، ‫تعالى هللا قال كما‬:ّ) ّ‫اء ِمنَّ يَر ُزقُكُمّ َمنّ قُل‬ ِّ ‫س َم‬
َّ ‫ض ال‬ّ ِ ‫َواألَر‬
ّ‫سم َّع َيم ِلكُّ أ َ َّمن‬ َّ ‫ج َو َمنّ َواألَبص‬
َّ ‫َار ال‬ ُّ ‫َي يُخ ِر‬
َّّ ‫ت ِمنَّ الح‬
ِّ ‫ج ال َم ِي‬ ّ ‫س َيقُولُونَّ األَم َّر يُد َِب ُّر َو َمنّ الح‬
ُّ ‫َي ِ ِمنَّ ال َم ِيتَّ َويُخ ِر‬ َ َ‫ّللاُ ف‬
َّّ )

Dan apabila kamu ingin mengetahui perkara ini dengan pengetahuan yang benar, maka perhatikanlah dua hal berikut;

Pertama: Ketahuilah bahwa orang-orang kafir yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam perangi mereka dan
bunuhi mereka dan halalkan harta mereka dan wanita-wanita mereka dahulu mereka mengakui tauhid rububiyah bagi
Allah. Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa tidak ada yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan dan
mematikan, mengurus urusan selain Allah semata. Sebagaimana firman Allah Ta’aala; “Katakanlah: “Siapakah yang
memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang
hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka menjawab:”Allah”. Maka katakanlah:”Mengapa
kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (Qs. Yunus: 31)

‫مهمة عظيمة مسألة وهذه‬، ‫أموالهم وال دماءهم يحرم ولم اإلسالم في ذلك يدخلهم لم ذلك ومع به ومقرون كله بهذا شاهدون الكفار أنّ تعرف أن وهي‬،
‫وجل عزّ هللا من خوفا المحرمات من أشياء ويتركون ويتعبدون ويعتمرون ويحجون يتصدقون أيضا وكانوا‬، ‫وأحلّ كفرهم الذي هو الثاني األمر ولكن‬
‫وأموالهم دماءهم‬، ‫األلوهية بتوحيد هلل يشهدوا لم أنهم وهو‬، ‫وال لغيره يُذبح وال بغيره يُستغاث وال له شريك ال وحده هللا إالّ يُرجى وال يُدعى ال أنه وهو‬
‫لغيره يُنذر‬، ‫مرسل نبي وال مقرب لملَك ال‬، ‫كفر فقد بغيره استغاث فمن‬، ‫كفر فقد لغيره ذبح ومن‬، ‫ذلك وأشباه كفر فقد لغيره نذر ومن‬.

Ini adalah perkara besar agung dan penting, yaitu kamu mengetahui bahwa orang-orang kafir yang Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam perangi menyaksikan akan hal ini semuanya dan mengakuinya. Tapi kendati begitu
keyakinan mereka ini tidak cukup menjadikan mereka masuk Islam, tidak mengharamkan darah mereka dan harta
mereka. Disamping itu mereka bersedekah, haji, umrah, mengerjakan ibadah dan meninggalkan hal-hal yang haram
karena takut kepada Allah Azza wa Jalla.

Akan tetapi (problemnya ada pada) perkara yang kedua; Inilah perkara yang mengkafirkan mereka dan menjadikan
darah-darah mereka dan harta-harta mereka halal. Yaitu bahwa mereka tidak mempersaksikan untuk Allah dengan
tauhid uluhiyyah, dan tauhid ilahiyyah. Yaitu tidak ada yang diseru (diibadahi), diharapkan, kecuali Allah semata
tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan tidak dimintai keselamatan kecuali Dia, tidak diberikan sembelihan kecuali kepada-
Nya, tidak diserahkan nadzar kecuali untuk-Nya, tidak untuk malaikat yang dekat, atau nabi yang diutus. Dan
barangsiapa minta keselamatan kepada selain Dia maka telah kafir, dan barangsiapa menyembelih untuk selain Dia
maka telah kafir, dan barangsiapa bernadzar untuk selain Dia maka telah kafir, dan seterusnya.

‫هذا وتمام‬، ‫من وغيرهم وعُزير وعيسى المالئكة مثل الصالحين يدعون كانوا وسلم وآله عليه هللا صلى هللا رسول قاتلهم الذين المشركين أنّ تعرف أن‬
‫األولياء‬، ‫المدبر الرازق الخالق هو هللا بأنّ إقرارهم مع بهذا فكفروا‬، ‫هللا إالّ إله ال معنى عرفت هذا عرفت وإذا‬، ‫ندبه أو ملكا أو نبيا نخا من أن وعرفت‬
‫اإلسالم من خرج فقد به استغاث أو‬، ‫وسلم وآله عليه هللا صلى هللا رسول عليه قاتلهم الذي الكفر هو وهذا‬.

Dan lebih jelasnya, bahwa orang-orang musyrik yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam perangi dahulu
mereka menyeru orang-orang shalih seperti malaikat, Isa dan ibunya, dan Uzair serta selainnya dari para wali
sehingga mereka kafir karena hal ini. Dan (hukum atas mereka ini berlaku) disamping pengakuan mereka bahwa
Allah adalah pencipta, pemberi rizki dan pengatur (alam semesta).

Apabila kamu telah mengetahui hal ini, tahulah kamu makna Laa ilaaha Illallah. Dan tahulah kamu bahwa siapa saja
yang menyeru seorang nabi, atau malaikat, atau memanggil-manggilnya, atau minta keselamatan dengannya, dia telah
keluar dari Islam. Inilah kekufuran yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu perangi.
‫المدبر الرازق الخالق هو هللا أنّ نعرف نحن المشركين من قائل قال فإن‬، ‫وندخل لهم وننذر ندعوهم ونحن مقربين يكونوا أن الصالحين هؤالء يمكن‬
‫والشفاعة الوجاهة بذلك ونريد بهم ونستغيث عليهم‬، ّ‫المدبر الخالق هو هللا أنّ نفهم نحن وإال‬.

‫ّكالمك‬:‫ذلك يريدون واألولياء والمالئكة وعزيرا عيسى يدعون فإنهم وأمثاله جهل أبي مذهب هذا فقل‬، ‫ّ{ّوالذين قال كما‬:‫أَو ِليَا َّء دُونِ ِّه ِمنّ اتَّ َخذُوا تعالى‬
‫ّللاِ إِلَى ِليُقَ ِربُونَا إِ َّّال نَعبُ ُدهُمّ َما‬
َّّ ‫ّ{ّزلفَى‬.
ُ

‫ّ{ّويَعبُدُونَّ وقال‬:‫تعالى‬
َ ّ‫ُون ِمن‬ َّّ ‫شفَعَا ُؤ َنا َهؤ َُال ِّء َو َيقُولُونَّ يَنفَعُ ُهمّ َو َّال يَض ُُّرهُمّ َّال َما‬
ِّ ‫ّللاِ د‬ ُ ‫ّ{ّّللاِ ِعن َّد‬.
َّّ

Apabila ada orang musyrik yang berkata; Kami tahu bahwa Allah pencipta, pemberi rezki, dan pengatur (alam
semesta) tapi orang-orang shalih itu adalah orang-orang yang didekatkan (kepada Allah) dan kami menyeru mereka
dan bernadzar untuk mereka dan mendekatkan diri kepada mereka dan minta keselamatan melalui mereka, yang kami
inginkan dengan itu semua adalah kedudukan dan syafaat mereka. Karena kami telah memahami bahwa Allah adalah
pencipta, pemberi rezeki dan pengatur (alam semesta).

Maka jawablah; Ucapanmu ini adalah madzhabnya Abu Jahl dan yang semisal dengan mereka. Kerena dahulu
mereka menyeru Isa dan Uzair dan para malaikat dan wali, yang mereka inginkan dengan itu semua adalah seperti
yang Allah Ta’aala firmankan; “Dan orang-orang yang mengambil selain Dia sebagai penolong-penolong (berkata);
Kami tidak beribadah kepada mereka selain agar mereka mendekatkan diri-diri kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya” (Qs. Az-Zumar; 3). Dan firman Allah; “Dan mereka beribadah kepada selain Allah dari apa-apa yang tidak
mencelakakan mereka dan tidak memberi mereka manfaat. Dan mereka berkata; Mereka adalah para pemberi syafaat
kami disisi Allah” (Qs. Yunus; 18)

‫جيدًا تأمال هذا تأملت فإذا‬، ‫الربوبية بتوحيد هلل يشهدون الكفار أنّ عرفت‬، ‫والتدبير والرزق بالخلق تفرد وهو‬، ‫واألولياء والمالئكة عيسى ينخون وهم‬
‫عنده ويشفعون هللا إلى يقربونهم أنهم يقصدون‬.

‫منهم النصارى خصوصا الكفار من أنّ وعرفت‬، ‫والنهار الليل هللا يعبد من‬، ‫الدنيا في ويزهد‬، ‫منها عليه دخل بما ويتصدق‬، ‫عن صومعة في معتزل‬
‫الناس‬، ‫ّكافر ومع‬:‫ّمخلد عدو هذا‬..‫النار في هلل‬، ‫األولياء من غيره أو عيسى في اعتقاده بسبب‬، ‫له ينذر أو له يذبح أو يدعوه‬، ‫صفة كيف لك تبين‬
‫اإلسالم‬، ‫وسلم وآله عليه هللا صلى نبيك إليه دعا الذي‬، ‫بمعزل عنه الناس من كثيرا أن لك وتبين‬، ‫ّ«ّبدأ وآله عليه هللا صلى قوله معنى لك وتبين‬:‫وسلم‬
‫غريبًا اإلسالم‬، ‫ّ»ّفاهلل كما غريبا وسيعود‬.‫دينكم بأصل تمسكوا إخواني يا هللا بدأ‬، ‫ّشهادة وأسه وآخره وأوله‬:‫ّواعرفوا إالّ إله ال أن ورأسه‬..‫معناها هللا‬،
‫أهلها وأحبوا وأحبوها‬، ‫إخوانكم واجعلوهم‬، ‫بعيدين كانوا ولو‬، ‫وأبغضوهم وعادوهم بالطواغيت واكفروا‬، ‫لم أو عنهم جادل أو أحبهم من وأبغضوا‬
‫بهم هللا كلفني ما قال أو منهم علي ما قال أو يكفرهم‬، ‫وافترى هللا على هذا كذب فقد‬، ‫كانوا ولو منهم والبراءة بهم الكفر عليه وافترض بهم هللا كلفه فقد‬
‫هللا وأوالدهم…ّفاهلل إخوانهم‬، ‫شيئا به تشركون ال ربكم تلقون لعلكم بذلك تمسكوا‬، ‫مسلمين توفنا اللهم‬، ‫بالصالحين وألحقنا‬.

Maka apabila kamu memperhatikan perkara ini dengan baik, kamu pun tahu bahwa orang-orang kafir
mempersaksikan bagi Allah dengan tauhid rububiyah, yaitu hanya Allah semata yang menciptakan, memberi rezeki
dan mengatur. Dan mereka menyeru Isa dan para malaikat dan wali dengan maksud bahwa mereka mendekatkan diri-
diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya, dan memberi mereka syafaat disisi Allah. Dan kamu pun tahu
bahwa diantara orang-orang kafir –terlebih lagi orang Kristen- ada yang beribadah kepada Allah siang dan malam
dan zuhud di dunia, menyedekahkan rezeki yang mereka dapati, menyendiri di tempat ibadah mereka, tapi dia kendati
begitu orang kafir, musuh Allah, kekal di neraka disebabkan keyakinannya tentang Isa, atau selain Isa dari para wali.
Dia menyerunya dan menyembelih untuknya, atau bernadzar untuknya. Sehingga jelaslah bagimu bagaimana sifat
Islam yang diajak oleh Nabimu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan jelaslah bagimu bahwa mayoritas
manusia terpisah dari Islam dan jelaslah olehmu arti ucapan Nabimu Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; “Islam diawali
dengan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya.”

Maka takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah wahai saudaraku. Berpeganglah dengan pokok agamamu, yang
pertama dan akhirnya, pangkal dan pondasinya; syahadat Laa ilaaha Illallah! Kenalilah maknanya dan cintailah dia
dan cintailah sesama pemeluknya. Jadikanlah mereka teman kalian walaupun mereka jauh, dan kufurlah kepada
thaghut-thaghut, musuhi dan bencilah kepada mereka dan bencilah kepada orang-orang yang mencintai mereka atau
membela mereka, atau tidak mau mengkafirkan mereka, atau mengatakan; “Saya tidak ada urusan dengan mereka”
atau mengatakan: “Allah tidak membenani aku tentang urusan mereka”. Sungguh dia telah berdusta atasnama Allah
dan membuat kebohongan. Sungguh Allah tealh membebani dia akan urusan mereka, dan mewajibkan atasnya kufur
kepada mereka dan berlepas diri dari mereka walaupun mereka adalah saudara-saudara mereka sendiri dan anak-anak
mereka sendiri.

Maka saya ingatkan kalian kepada Allah wahai saudaraku, peganglah hal ini semoga kalian berjumpa dengan Rab
kalian dan kalian tidak menyekutukan Dia dengan suatu apa pun. Ya Allah, wafatkanlah kami sebagai muslimin dan
kumpulkanlah kami bersama orang-orang shalih.
‫كتابه في هللا ذكرها بآية الكالم ولنختم‬، ‫كفرا أعظم زماننا أهل من المشركين كفر أن لك تبين‬ ً ‫وسلم وآله عليه هللا صلى هللا رسول قاتلهم الذين من‬، ‫قال‬
‫ّ{ّو ِإذَا هللا‬:‫تعالى‬
َ ّ
‫م‬ ُ
‫ك‬ ‫س‬
َّ
ُ َ ُّ ‫م‬ ّ
‫ُّر‬
‫ض‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ‫ف‬
ِ ّ
‫ر‬ِ ‫ح‬‫ب‬
َ ‫ال‬ ّ
‫ل‬
َّ َ
‫ض‬ ‫ن‬
ّ ‫م‬
َ َّ‫ُون‬
‫ع‬ ‫د‬َ ‫سانُّ َوكَانَّ أَع َرضت ُمّ البَ ِّر ِإلَى نَجَّاكُمّ فَلَ َّما ِإيَّاهُّ ِإ َّّال ت‬
َ ‫اإلن‬ ً ُ‫ّ{ّ َكف‬.
ِ ‫ورا‬

‫به واستغاثوا له شريك ال وحده هلل أخلصوا بل بهم يستغيثوا ولم والمشائخ السادة تركوا الضرّ مسهم إذا أنهم الكفار عن ذكر سبحانه هللا أنّ سمعتم فقد‬
‫وحده‬، ‫أشركوا الرخاء جاء فإن‬، ‫وعبادة واجتهاد زهد وفيه العلم أهل من أنه يدعي بعضهم ولعل زماننا أهل من المشركين ترى وأنت‬، ‫الضرّ مسه إذا‬
‫ الجيالني القادر عبد أو معروف مثل هللا بغير يستغيث قد‬، ّ‫ والزبير الخطاب بن زيد مثل هؤالء من وأجل‬، ‫عليه هللا صلى هللا رسول مثل هؤالء من وأجل‬
‫وسلم وآله‬، ‫ والمردة والكفرة بالطواغيت يستغيثون أنهم وزرا ذلك من المستعان…ّوأعظم وهللا‬، ‫سبحانه وهللا وأمثالهم ويونس وإدريس شمسان مثل‬
‫أعلم‬.

‫آمين أجمعين وآله محمد خلقه خير على هللا وصلى وآخرا أوال هلل الحمد و‬.

Marilah kita tutup pembicaraan ini dengan sebuah ayat yang Allah sebutkan di dalam kitab-Nya, yang menerangkan
kepadamu bahwa kekufuran orang-orang musyrikin di zaman kita lebih besar dari kekufuran orang-orang yang
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu perangi.

Allah Ta’aala berfirman; “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru
kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak
berterima kasih”. (Qs. Al Isra’: 67)

Allah Ta’aala telah menyebutkan tentang orang-orang kafir bahwa apabila mereka ditimpa musibah mereka
meninggalkan wali-wali dan syaikh-syaikh, mereka tidak menyeru seorang pun dari mereka, tidak minta keselamatan
kepada mereka, bahkan mereka mengikhlaskan (ibadah) kepada Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, mereka
minta keselamatan kepada-Nya semata. Dan apabila datang kelapangan mereka (kembali) menyekutukan (Allah).

Dan kalian saksikan orang-orang musyrikin di zaman kita, dan bisa jadi sebagian mereka mengaku sebagai ulama,
ada pada dirinya zuhud dan kesungguhan dan ibadah, apabila dia ditimpa kesulitan dia pun bangkit minta
keselamatan kepada selain Allah seperti Ma’ruf atau Abdul Qadir Jailani, dan yang lebih mulia dari mereka seperti
Zaid bin Al Khattab dan Zubair, dan yang lebih mulia dari mereka seperti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Hanya kepada Allah kita mohon pertolongan.

Dan lebih jelek dari ini semua, mereka minta keselamatan kepada thaghut-thaghut dan orang-orang kafir dan para
pembangkang seperti Syimsan dan Idris, dan yang dipanggil dengan Al Asyqar dan Yusuf dan yang semisal dengan
mereka.

Wallahu A’lam.

Segala puji bagi Allah pertama dan terakhir. Dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad
dan kepada para keluarga dan shahabat beliau semuanya. Amin.

Terjemahan kitab KASYF SYUBUHAT karya Al Imam Al Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullah

Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, bahwa tauhid adalah menunggalkan Allah dalam peribadahan. Dan tauhid
merupakan agama semua rasul yang pernah Allah utus kepada hamba-hamba Nya. Utusan Allah yang pertama adalah
Nuh Alaihis Salam. Allah mengutus dia kepada kaumnya ketika mereka berlebih-lebihan terhadap orang-orang
shalih; Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Dan utusan terakhir adalah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dialah yang menghancurkan patung orang-orang shalih itu.

Allah mengutusnya kepada orang-orang yang (biasa) mengerjakan ibadah, haji, bersedekah dan banyak mengingat
Allah. Tapi mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai perantara-perantara antara mereka dengan Allah Ta’aala.
Mereka beralasan; Kami ingin mendekatkan diri kepada Alah Ta’aala melalui mereka, dan kami menginginkan
syafaat mereka disisi Allah. (Perantara-perantara itu) seperti para malaikat, Isa dan Maryam, serta selain mereka dari
orang-orang shalih. Maka Allah mengutus Muhammad untuk memperbaharui untuk mereka agama bapak moyang
mereka Ibrahim Alaihis Salam, dan mengabarkan kepada mereka bahwa taqarrub (ibadah) dan keyakinan seperti ini
adalah murni hak Allah semata, tidak boleh diberikan sedikit pun kepada selain Allah, seperti malaikat yang dekat
atau nabi yang diutus, apalagi selain keduanya.

Ini mereka lakukan disamping keyakinan mereka bahwa Allah adalah Pencipta satu-satunya tidak ada sekutu bagi-
Nya, dan bahwasanya tidak ada yang memberi rizki selain Dia, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan selain
Dia, dan tidak ada yang mengurus semua urusan selain Dia. Dan bahwa segenap langit serta penghuninya, bumi yang
tujuh lapis dan penghuninya semuanya adalah hamba Allah, berada di bawah kendali dan kekuasaan-Nya.

Apabila kamu ingin bukti bahwa orang-orang musyrikin yang diperangi Rasulullah Shalllahu ‘Alaihi Wasallam
bersaksi akan hal ini, bacalah firman Allah Ta’aala

ّّۚ‫ّو َمنّيُد َِب ُرّاألَم َر‬


َ ِ ‫ّمنَ ّالحَي‬ َ ‫ّمنَ ّال َّم ِيت‬
ِ َ‫ِّويُخ ِرجُّال َم ِيت‬ ِ ‫َي‬
َّ ‫ّو َمنّيُخ ِرجُّالح‬ َ ‫ّواألَبص‬
َ ‫َار‬ َّ ‫ضّأ َ َّمنّيَم ِلكُ ّال‬
َ ‫سم َع‬ ِ ‫ّواألَر‬
َ ‫اء‬ِ ‫س َم‬ ِ ‫قُلّ َمنّيَر ُزقُك‬
َّ ‫ُمّمنَ ّال‬
ُ َ َ َ ُ َ
َّ‫ّّللاُّّۚفقلّأفالّتَتَّقون‬َّ َ‫سيَقُولُون‬َ َ‫ف‬

“Katakanlah:”Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan
yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka
menjawab:”Allah”. Maka katakanlah:”Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (QS. 10:31)

Dan firman-Nya;

ّ‫ّّلِلِّّۚقُلّأَفَ َال‬
َّ ِ َ‫س َيقُولُون‬
َ ّ‫يم‬
ِ ‫بّالعَر ِشّالعَ ِظ‬
ُّ ‫ّو َر‬
َ ‫سب ِع‬َّ ‫اواتِّال‬ َ ‫س َم‬َّ ‫بّال‬ َّ ‫ّ ّقُلّ َم‬. َ‫ّّلِلِّّۚقُلّأَفَ َالّتَذَك َُّرون‬
ُّ ‫نّر‬ َ ّ َ‫ّو َمنّفِيهَاّإِنّكُنت ُمّتَعلَ ُمون‬
َّ ِ َ‫سيَقُولُون‬ َ ‫ض‬ ُ ‫لّل َم ِنّاألَر‬
ِ ُ‫ق‬
َّ‫ّّلِلِّّۚقُلّ َفأَنَّىّّت ُسح َُرون‬
َّ ِ َ‫س َيقُولُون‬َ ّ َ‫علَي ِهّ ِإنّكُنت ُمّتَعلَ ُمون‬ ُ ‫ّو َالّيُج‬
َ ّ‫َار‬ َ ‫ير‬ َ ٍ‫ّقُلّ َمنّ ِب َي ِدهِّ َملَكُوتُ ّك ُِلّشَيء‬. َ‫تَتَّقُون‬
ُ ‫ّوه َُوّيُ ِج‬

Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui” Mereka akan
menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang
Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “kepunyaan Allah”.
Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?” Katakanlah:”Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan
atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu
mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan
manakah kamu ditipu?” (Qs. Al Mu’minun: 84-89) dan ayat-ayat lainnya.

Maka apabila telah jelas bagimu bahwa mereka telah mengakui hal ini, tapi belum memasukkan mereka kepada
tauhid yang diserukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan kamu telah mengetahui bahwa tauhid yang
mereka ingkari adalah tauhid ibadah yang dinamakan orang-orang musyrik di zaman kita dengan sebutan i’tiqad.
Sebagaimana dahulu mereka menyeru Allah siang dan malam, kemudian diantara mereka ada yang menyeru para
malaikat karena keshalihan dan kedekatan mereka kepada Allah Azza wa Jalla, agar malaikat-malaikat itu memberi
syafaat untuk mereka. Atau menyeru orang shalih seperti Latta atau (menyeru) seorang nabi seperti Isa. Dan kamu
tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerangi mereka karena kesyirikan ini, dan beliau mengajak
mereka untuk memberikan ibadah hanya untuk Allah semata, sebagaimana yang terdapat pada firman-Nya;

‫ّّللاِّأ َ َحدًا‬
َّ ‫فَ َالّتَدعُّ َم َع‬

“Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Qs. Jin: 18)
Dan Allah berfirman;

ٍّ‫ّمنّدُو ِن ِه َّالّ َيست َ ِجيبُونَ ّلَ ُهمّ ِبشَيء‬ ُ ‫ّۖوالَّ ِذينَ ّ َيد‬
ِ َ‫عون‬ ِ ‫لَهُّدَع َوةُّالح‬
َ ّ‫َق‬

“Hanya milik Allah-lah ibadah yang murni. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memperkenankan sesuatupun bagi mereka.” (Qs. Ra’d: 14)

Dan telah jelaslah olehmu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerangi mereka agar supaya doa
seluruhnya milik Allah semata, menyembelih seluruhnya milik Allah semata, nazar seluruhnya untuk Allah semata,
dan istighatsah seluruhnya kepada Allah semata. Dan segala macam ibadah semuanya hanya untuk Allah. Dan kamu
telah mengetahui bahwa pengakuan mereka terhadap tauhid rububiyah tidak memasukkan mereka ke dalam Islam.
Dan ketergantungan mereka kepada para malaikat, nabi dan wali dengan tujuan menginginkan syafaat mereka dan
mendekatkan diri kepada Allah melalui mereka, itulah yang menjadikan darah dan harta mereka halal. Kamu pun
tahu sekarang tauhid yang diseru oleh semua rasul dan ditolak oleh orang-orang musyrik.

Tauhid ini itulah makna dari ucapanmu Laa ilaaha Illallah. Karena ilah menurut mereka adalah yang menjadi tujuan
dari perkara ini semua, apakah malaikat, nabi, wali, pohon, kuburan, atau jin. Mereka tidak mengartikan ilah sebagai
pencipta, pemberi rizki dan pengatur. Mereka tahu bahwa itu semua hanya milik Allah semata sebagaimana telah
diterangkan. Melainkan yang mereka maksudkan dengan ilah adalah apa yang yang dipahami oleh musyrikin zaman
kita dengan istilah sayyid. Maka Nabi diutus ke tengah-tengah mereka guna mengajak mereka kepada kalimat tauhid
yaitu Laa ilaha illallah.

Dan yang dimaukan dengan kalimat ini adalah maknanya bukan sekedar mengucapkannya. Orang-orang kafir yang
jahil mengetahui maksud Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan kalimat ini, yaitu menjadikan Allah sebagai
satu-satunya tempat bergantung, dan mengingkari apa-apa yang diibadahi selain Allah, serta berlepas diri darinya.
Karena ketika beliau mengajak kaumnya, “Ucapkanlah Laa ilaaha illallah” mereka menjawab,

ّ‫َاب‬
ٌ ‫عج‬ُ ّ‫احدًاّّۖإِنَّ ّ َهذَاّ َلشَي ٌء‬ َ ‫أ َ َجعَلَّاآل ِلهَةَّإِلَ ًه‬
ِ ‫اّو‬

“Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu Ilah Yang Satu saja sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan. (Qs. Shaad: 5)

Maka apabila kamu telah mengetahui bahwa orang-orang jahil yang kafir saja mengetahui hal ini, maka yang
mengherankan dari orang-orang yang mengaku beragama Islam tapi tidak mengetahui tafsir kalimat ini seperti yang
diketahui oleh orang-orang jahil yang kafir itu. Bahkan mereka menyangka bahwa yang diminta dari kalimat itu
hanya melafalkan huruf-hurufnya saja tanpa diikuti dengan keyakinan hati akan makna yang dikandungnya. Dan
yang pintar dari mereka menyangka bahwa maknanya adalah tidak ada yang menciptakan, tidak ada yang memberi
rizki, dan tidak ada yang mengurus urusan kecuali Allah. Maka tidak ada kebaikan pada diri seseorang dimana orang-
orang jahil yang kafir lebih mengerti daripada dia akan makna Laa ilaaha Illallah.

Apabila kamu telah mengetahui apa yang aku sebutkan dengan hati yang paham, dan kamu mengetahui kesyirikan
kepada Allah yang Dia ceritakan tentangnya;

َ ‫ّّللاَ َّالّ َيغ ِف ُرّأَنّيُش َركَ ّ ِب ِه‬


ّ‫ّو َيغ ِف ُرّ َماّ ُدونَ ّذَ ِلكَ ّ ِل َمنّ َيشَا ُء‬ َّ َّ‫ِإن‬

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. An-Nisaa: 48)

Dan kamu mengetahui agama Allah, yang dengannya Dia mengutus rasul-rasul Nya dari utusan yang pertama sampai
yang terakhir, yaitu agama yang Allah tidak terima dari seorang pun selain agama ini. Dan kamu mengetahui bahwa
mayoritas manusia jahil tentang perkara ini. Semua ini memberikan kepadamu dua pelajaran;

Pertama, berbahagia berkat karunia Allah dan rahmat-Nya sebagaimana yang Allah firmankan;

ِ ‫ّوبِ َرح َمتِ ِهّفَ ِبذَ ِلكَ ّفَل َيف َر ُحواّه َُوّ َخي ٌر‬
َّ‫ّم َّماّيَج َمعُون‬ َّ ‫قُلّبِفَض ِل‬
َ ِ‫ّّللا‬

“Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan
rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Qs. Yunus: 58)

Dan pelajaran lainnya adalah rasa takut yang besar. Karena apabila kamu mengetahui bahwa seseorang menjadi kafir
disebabkan ucapan yang dia lontarkan dengan lisannya, dan mungkin saja dia mengucapkannya karena jahil, maka
seseorang tidak diberi udzur dengan sebab kejahilan. Dan mungkin juga dia mengucapkannya karena menyangka
bahwa ucapannya itu mendekatkan dirinya kepada Allah, sebagaimana dahulu musyrikin menyangka demikian.
Terlebih lagi apabila Allah pahamkan kamu kisah kaum Musa yang taat dan berilmu, bahwa mereka menghampiri
Musa seraya berkata;

‫اجعلّلناّإلهاّكماّلهمّآلهة‬
“Jadikan untuk kami ilah seperti mereka memiliki ilah-ilah.” (Qs. Al A’raf: 137)

Sehingga semakin besarlah rasa takutmu dan kesungguhanmu untuk membersihkan dirimu dari penyakit ini dan yang
semisalnya.

Kemudian ketahuilah bahwa dengan kebijaksanaan-Nya Allah tidak mengutus seorang pun nabi yang membawa
tauhid ini melainkan menjadikan baginya para musuh, sebagaimana yang Allah firmankan;

‫ورا‬ ُّ ّ‫فّالقَوّ ِل‬


ً ‫غ ُر‬ ُ ‫ض‬
َ ‫ّزخ ُر‬ ٍ ‫ض ُهمّ ِإلَىّبَع‬
ُ ‫وحيّبَع‬
ِ ُ‫ّوال ِج ِنّي‬
َ ‫نس‬ ِ َ‫اطين‬
ِ ‫ّاإل‬ ِ َ‫شي‬ َ ٍّ‫َو َكذَ ِلكَ ّ َج َعلنَاّ ِلك ُِلّنَبِي‬
َ ّ‫عد ًُّوا‬

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan
(dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-
indah untuk menipu (manusia).” (Qs. Al An’am: 112)

Dan bisa jadi terdapat pada musuh-musuh tauhid itu ilmu yang banyak, kitab-kitab dan hujjah-hujjah sebagaimana
yang Allah firmankan;

ِ ‫سلُ ُهمّبِالبَيِنَاتِّفَ ِر ُحواّبِ َماّ ِعن َده‬


ّ‫ُمّمنَ ّال ِعل ِم‬ ُ ‫فَلَ َّماّجَا َءت ُهم‬
ُ ‫ّر‬

“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-sasul (yang dulu diutus kepada) mereka dengan membawa
keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan ilmu yang ada pada mereka.” (Qs. Ghafir: 83)

Jika kamu telah mengetahui hal ini kamu pun sadar bahwa pada jalan menuju Allah pasti terdapat musuh-musuh yang
menghalangi, orang-orang yang fasih, berilmu dan memiliki argumen-argumen. Maka yang wajib atasmu adalah
mempelajari dari agama Allah yang menjadi senjata bagimu dalam memerangi setan-setan tersebut, yang pimpinan
dan rajanya pernah berkata kepada Rabmu;

َّ‫ّۖو َالّتَ ِجدُّأَكث َ َرهُمّشَا ِك ِرين‬


َ ّ‫ش َما ِئ ِل ِهم‬ َ ‫ّوعَنّأَي َما ِن ِهم‬
َ ّ‫ّوعَن‬ َ ‫ّو ِمنّ َخل ِف ِهم‬ ِ ‫مّمنّ َبي ِنّأَيد‬
َ ‫ِيهم‬ ِ ‫يّألَقعُدَنَّ ّلَ ُهم‬
ِ ‫ّص َرا َطكَ ّال ُمست َ ِقي َمّث ُ َّم َّآل ِت َي َّن ُه‬ َ ‫قَالَّفَ ِب َماّأَغ َويت َ ِن‬

“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-
halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka
bersyukur (taat).” (Qs. Al A’raf: 16-17)

Tapi jika kamu kembali kepada Allah dan memperhatikan hujjah-hujjah dan keterangan-Nya maka jangan kamu takut
dan bersedih hati “karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah” (Qs. An-Nisa: 76)

Dan seorang ahli tauhid yang awam mampu mengalahkan seribu dari ulama musyrikin, sebagaimana firman-Nya;

‫وإنّجندناّلهمّالغالبون‬

“Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (Qs. Ash-Shaaffaat: 173)

Maka para tentara Allah merekalah yang menang dengan hujjah dan lisan, sebagaimana mereka menang dengan
pedang dan mata panah. Tapi yang dikhawatirkan adalah seorang muwahhid yang menempuh jalan ini tapi tidak
punya senjata.

Dan Allah telah menganugrahkan kepada kita sebuah kitab yang Dia jadikan sebagai “… penjelas segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri. (Qs. An-Nahl: 89) Maka tidak ada seorang
pengekor kebatilan pun yang membawa argumen kecuali di dalam Al Qur’an ada yang membantahnya dan
menerangkan kebatilannya, sebagaimana firman-Nya;

َ ‫ّوأَح‬
ً ‫سنَ ّتَفس‬
‫ِيرا‬ َ ‫َق‬ ِ ‫َو َالّيَأت ُونَكَ ّ ِب َمث َ ٍلّإِ َّال‬
ِ ‫ّجئنَاكَ ّ ِبالح‬

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu perumpamaan, melainkan Kami
datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (Qs. Al Furqan: 33)
Sebagian ahli tafsir berkata, ayat ini umum menyanggah setiap hujjah yang dibawa para pengekor kebatilan sampai
hari kiamat.

Dan saya akan sebutkan kepadamu beberapa yang telah Allah sebutkan di dalam kitab-Nya sebagai jawaban atas
argumen orang-orang musyrikin di zaman ini dalam membantah kita.

Maka kami katakan; Sanggahan terhadap para pengekor kebatilan dari dua jalan; global dan terperinci. Adapun
sanggahan yang global merupakan perkara yang besar dan faidah yang agung bagi siapa saja yang memahaminya,
yaitu firman Allah Ta’aala;

ّ‫ّواب ِتغَا َء‬


َ ‫ّمنهُّاب ِتغَا َءّال ِفتنَ ِة‬ َ ‫ّوأ ُ َخ ُرّ ُمتَشَا ِبهَاتٌ ّّۖ َفأ َ َّماّالَّ ِذينَ ّ ِفيّقُلُو ِب ِهم‬
ِ َ‫ّزي ٌغّفَ َيت َّ ِبعُونَ ّ َماّتَشَا َبه‬ َ ‫ب‬ِ ‫ّمنهُّآ َياتٌ ّ ُّمح َك َماتٌ ّهُنَّ ّأ ُ ُّمّال ِكتَا‬ َ َ‫علَيكَ ّال ِكت‬
ِ ‫اب‬ َ َّ‫نزل‬ َ َ ‫ه َُوّالَّذِيّأ‬
َّّ ‫ّۗو َماّيَعلَ ُمّتَأ ِويلَهُّإِ َّال‬
ُ‫ّّللا‬ َ ّ‫تَأ ِوي ِل ِه‬

“Dia-lah yang menurunkan Alkitab (Alquran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat
itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan
Allah”. (Qs. Ali Imran: 7)

Dan telah benar riwayatnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda;

‫إذاّرأيتمّالذينّيتبعونّماّتشابهّمنهّفأولئكّالذينّسمىّهللاّفاحذروهم‬

“Apabila kamu dapati orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih maka merekalah yang Allah sebut maka
berhati-hatilah dari mereka.”

Contohnya, apabila ada sebagian musyrikin berkata kepadamu;

َ ‫علَي ِهم‬
َّ‫ّو َالّهُمّيَح َزنُون‬ َّ ‫أ َ َالّإِنَّ ّأَو ِليَا َء‬
ٌ ‫ّّللاِ َّالّ َخو‬
َ ّ‫ف‬

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati”. (Qs. Yunus: 62) dan bahwasanya syafaat itu benar, dan para nabi memiliki kedudukan disisi Allah.
Atau dia menyebutkan ucapan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai dalil yang mendukung kesesatannya.
Namun kamu tidak memahami maksud dari ucapan yang dia sebutkan.

Maka jawablah dengan mengatakan; Sesungguhnya Allah telah menyebutkan di dalam kitab-Nya bahwa orang-orang
yang di dalam hatinya terdapat kecenderungan kepada kesesatan meninggalkan yang muhkam dan mengikuti yang
mutasyabih. Apa yang telah saya sebutkan kepadamu bahwa Allah Ta’aala menceritakan tentang orang-orang
musyrikin dulu yang mengakui rububiyah dan bahwa kekufuran mereka adalah disebabkan ketergantungan mereka
kepada para malaikat, nabi-nabi dan wali-wali, disamping ucapan mereka; “Mereka adalah para pemberi syafaat
kami disisi Allah” (Qs. Yunus; 18) ini merupakan perkara yang muhkam dan terang yang tidak seorang pun mampu
merubah maknanya.

Dan apa yang kamu sebutkan kepadaku wahai musyrik dari Al Quran atau ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, aku tidak memahaminya. Tapi aku bisa memastikan bahwa ucapan Allah tidak saling bertabrakan dan
bahwa ucapan Nabi tidak bersebrangan dengan Kalamullah.

Ini adalah jawaban yang benar tapi tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang diberikan Allah
pemahaman maka jangan kamu meremehkannya. Karena hal ini sebagaimana yang Allah firmankan;

ٍ ‫واّو َماّيُلَقَّا َهاّإِ َّالّذُوّح ٍَظّع َِظ‬


ّ‫يم‬ َ ّ َ‫َو َماّيُلَ َّقا َهاّإِ َّالّالَّ ِذين‬
َ ‫صبَ ُر‬

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Qs. Fushshilat: 35)

Adapun jawaban terperinci, sesungguhnya para musuh-musuh Allah memiliki sanggahan-sanggahan yang banyak
dalam menentang agama para rasul. Dengannya mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Diantaranya
adalah; Ucapan mereka bahwa kami tidak menyekutukan Allah. Dan kami bersaksi bahwa tidak ada yang
menciptakan, memberi rizki, memberi manfaat dan memudharatkan kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dan bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak memiliki untuk dirinya sendiri kemanfaatan dan
kemudharatan apalagi Abdul Qadir atau selainnya. Tapi aku orang yang banyak berdosa, sedangkan orang-orang
shalih itu memiliki kedudukan di sisi Allah, maka aku minta kepada Allah melalui mereka.

Maka jawablah dengan apa yang telah berlalu penjelasannya, yaitu bahwa orang-orang yang diperangi Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengakui apa yang kamu sebutkan. Mereka mengakui bahwa berhala-berhala mereka
tidak punya kendali terhadap segala sesuatu. Tapi yang mereka cari adalah kedudukan dan syafaat (mereka). Dan
bacakan kepadanya apa yang telah Allah sebutkan dan terangkan di dalam kitab-Nya.

Apabila mereka mengatakan, “Ayat tersebut turun untuk orang-orang yang beribadah kepada berhala. Bagaimana
kamu jadikan orang-orang shalih seperti berhala? Atau bagaimana kamu jadikan para nabi sebagai berhala?” Maka
jawablah dengan apa yang telah berlalu (penjelasannya). Karena apabila dia telah mengakui bahwa orang-orang kafir
bersaksi bahwa rububiyah seluruhnya milik Allah, dan mereka tidak menuntut dari orang-orang yang mereka tuju itu
selain syafaat, tapi disini dia ingin membedakan antara perbuatan yang musyrikin dahulu lakukan dengan yang dia
perbuat dengan ucapannya. Maka sebutkan kepadanya bahwa orang-orang kafir dahulu diantara mereka ada yang
menyeru berhala, dan ada yang menyeru para wali seperti yang telah Allah ceritakan tentangnya;

ُ ‫سيلَةَّأَيُّ ُهمّأَق َر‬


ّ‫ب‬ ُ ‫أُولَئِكَ ّالَّ ِذينَ ّ َيد‬
َ ‫عونَ ّيَبتَغُونَ ّإِلَى‬
ِ ‫ّر ِب ِه ُمّال َو‬

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka
yang lebih dekat (kepada Allah)…” (Qs. Al Israa’: 57) dan menyeru Isa putra Maryam dan ibunya padahal Allah
telah berfirman;

ّ‫ظرّأَنَّىّيُؤفَكُونَ ّقُل‬
ُ ‫فّنُبَيِنُ ّلَ ُه ُمّاآليَّاتِّث ُ َّمّان‬ ُ ‫ّصدِيقَةٌّّۖكَانَاّ َيأك َُال ِنّال َّطعَا َمّّۗان‬
َ ‫ظرّكَي‬ ِ ُ‫ُّوأ ُ ُّمه‬
َ ‫سل‬ ُّ ‫ّمنّقَب ِل ِه‬
ُ ‫ّالر‬ ِ ‫سولٌّ ّقَدّ َخلَت‬ ُ ‫ّر‬َ ‫َّماّال َمسِيحُّابنُ ّ َمريَ َمّإِ َّال‬
‫س ِمي ُعّال َع ِلي ُّم‬ ‫ّال‬ ‫ُو‬ ‫ه‬
َّ َ ُ َّ َ ً ّ ‫ّللا‬‫ّۚو‬ ّ ‫ا‬‫ع‬ ‫ف‬َ ‫ن‬ّ َ
‫ال‬ ‫اّو‬
َ ًّ‫َر‬
‫ض‬ ّ ‫ُم‬
‫ك‬ َ
‫ل‬ ّ ُ‫ك‬‫ل‬ِ ‫م‬ ‫ي‬
َ ّ َ ‫ّّللاِّ َم‬
‫اّال‬ َّ ‫ُون‬
ِ ‫ّمنّد‬ ِ َ‫أَتَعبُ ُدون‬

“Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa
rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana
Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah
bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). Katakanlah:”Mengapa kamu menyembah
selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi
manfa’at”. Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Maidah: 75-76)

Dan sebutkan kepadanya firman Allah Ta’aala;

َّ‫اّمنّدُو ِن ِهمّّۖ َبلّكَانُواّ َيع ُب ُدونَ ّال ِجنَّ ّّۖأَكثَ ُرهُمّ ِب ِهمّ ُّمؤ ِّمنُون‬ َ َ‫سبحَانَكَ ّأَنت‬
ِ َ‫ّو ِل ُّين‬ ُ ّ‫َو َيو َمّ َيحش ُُرهُمّج َِمي ًعاّث ُ َّمّ َيقُولُّ ِلل َم َال ِئ َك ِةّأ َ َهؤ َُال ِءّ ِإ َّياكُمّكَانُواّ َيعبُ ُدونَ ّقَالُوا‬

“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman
kepada malaikat:”Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab:”Maha Suci
Engkau.Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka
beriman kepada jin itu” (Qs. Saba’: 41) dan firmannya;

ُّ‫َقّّۚإِنّكُنتُ ّقُلتُه‬ َ ‫سبحَانَكَ ّ َماّيَّكُونُ ّ ِليّأَنّأَقُولَّ َماّلَي‬


ٍ ‫سّ ِليّ ِبح‬ ُ َّ‫ّّللاِّّۖ َقال‬
َّ ‫ُون‬
ِ ‫ّمنّد‬ِ ‫يّوأ ُ ِم َيّإِلَهَي ِن‬
َ ِ‫اسّاتَّ ِخذُون‬ ِ َّ‫سىّابنَ ّ َمريَ َمّأَأَنتَ ّقُلتَ ّ ِللن‬ َّ ‫َوإِذّقَال‬
َ ‫َّّللاُّ َياّ ِعي‬
ِّ ‫سكَ ّّۚإِنَّكَ ّأَنتَ ّع ََّال ُمّالغُيُو‬
‫ب‬ ِ ‫ِيّو َالّأَعلَ ُمّ َّماّفِيّنَف‬
َ ‫ع ِلمتَهُّّۚتَعلَ ُمّ َماّفِيّنَفس‬ َ ّ‫فَقَد‬

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada
manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah”. ‘Isa menjawab:”Maha Suci Engkau, tidaklah
patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka
tentulah Engaku telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri
Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”. (Qs. Al Maidah: 116)

Katakan juga kepadanya, tidak tahukah kamu bahwa Allah mengkafirkan orang-orang yang beribadah kepada
berhala, dan mengkafirkan juga orang-orang yang beribadah kepada orang-orang shalih, dan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam memerangi mereka?!

Apabila dia mengatakan, “Orang-orang kafir itu berharap kepada mereka, sedangkan saya bersaksi bahwa Allah satu-
satunya pemberi manfaat dan satu-satunya yang memudharatkan dan mengatur segala urusan. Saya tidak berharap
kecuali dari Allah. Orang-orang shalih itu tidak memiliki sedikit pun kendali. Tapi saya menghadap mereka karena
mengharap dari Allah syafaat mereka.”

Maka jawabannya; Sesungguhnya (alasan) ini persis seperti ucapan orang-orang kafir tidak berbeda sedikit pun.
Bacakan kepadanya firman Allah Ta’aala;

ّ‫ّزل َفى‬ َّ َ‫واّمنّدُونِ ِهّأَو ِل َيا َءّ َماّنَعبُ ُدهُمّإِ َّالّ ِليُ َق ِربُونَاّ ِإل‬
ُ ِ‫ىّّللا‬ ِ ُ‫َوالَّ ِذينَ ّاتَّ َخذ‬

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):”Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” (Qs. Az-Zumar: 3) dan firmannya;

َّ ‫شفَ َعا ُؤنَاّ ِعند‬


ِّ‫َّّللا‬ ُ ّ‫َويَقُولُونَ ّ َهؤ َُال ِء‬

“…dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. (Qs.Yunus: 18)

Ketahuilah bahwa tiga syubhat ini merupakan yang terbesar yang ada pada mereka. Maka apabila kamu telah
mengetahui bahwa Allah telah menerangkannya kepada kita di dalam kitab-Nya dan kamu memahaminya dengan
baik, maka syubhat lainnya lebih mudah lagi.

Apabila dia berkata, “Saya tidak beribadah kecuali kepada Allah. Dan bersandar kepada orang-orang shalih seperti ini
serta menyeru mereka bukan termasuk ibadah.”

Maka bilang kepadanya; Kamu mengakui bahwa Allah mewajibkan atasmu mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Dan
ibadah itu merupakan hak Allah atas dirimu? Apabila dia menjawab; “Iya!”, katakan kepadanya; “Jelaskan kepadaku
yang telah Allah wajibkan atasmu ini yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata, dan itu merupakan hak Allah
atasmu!”

Apabila dia tidak mengetahui apa itu ibadah dan macam-macamnya, jelaskan kepadanya ibadah itu dengan
perkataanmu; “Allah berfirman;

ُّ ‫ًاّو ُخفيَةًّّۚإِنَّهُ َّالّيُ ِح‬


َّ‫بّال ُمعتَدِين‬ َ ‫ُواّربَّكُمّتَض َُّرع‬
َ ‫ادع‬

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al A’raf; 55)

Maka apabila kamu sudah beritahu dia akan hal ini, katakan kepadanya; “Tahukah kamu bahwa ini adalah ibadah
kepada Allah? Pasti dia akan menjawab; “Iya”. Dan doa adalah intinya ibadah. Katakan kepada dia; “Apabila kamu
telah mengakui bahwa doa adalah ibadah, kemudian kamu berdoa kepada Allah siang dan malam dengan harap dan
cemas, kemudian pada satu kebutuhanmu kamu berdoa kepada Nabi atau selainnya, bukankah kamu telah
menyekutukan Allah dalam ibadah ini dengan selainnya?! Maka pasti dia akan menjawab; “Iya”.

Maka katakan kepadanya; Apabila kamu mengetahui firman Allah Ta’aala;

‫فصلّلربكّوانحر‬

“Maka shalatlah kamu untuk Rabmu dan menyembelihlah hanya untuk-Nya” (Qs. Al Kautsar; 2) kemudian kamu
mentaati Allah dan menyembelih untuknya, bukankah ini ibadah?! Maka dia pasti akan menjawab; “Iya”. Maka
katakan kepadanya; “Apabila kamu menyembelih untuk makhluk nabi atau jin atau selainnya bukankah kamu telah
menyekutukan Allah pada ibadah ini dengan selain-Nya?! Maka dia pasti akan menjawab; “Iya”.

Bilang juga kepadanya; “Orang-orang musyrikin yang Al Qur’an berbicara tentang mereka, bukankah dahulu mereka
beribadah kepada malaikat, orang-orang shalih, Latta, dan selainnya?! Maka dia pasti akan menjawab; “Iya”. Maka
katakan kepadanya; “Bukankah ibadah mereka kepada sesembahan-sesembahan itu hanya dalam hal berdoa,
menyembelih, menjadikan mereka sebagai tempat bersandar dan semisalnya?! Padahal (disamping itu) mereka sudah
mengakui bahwa sesembahan tersebut adalah hamba Allah dan berada dibawah kendali-Nya, dan bahwa hanya Allah
yang mengatur semua urusan. Tapi mereka (tetap) menyeru sesembahan-sesembahan tersebut dan bersandar
kepadanya karena kedudukan dan mengharapkan syafaat (mereka). Ini sangat jelas sekali.
Apabila dia bilang; “Apakah kamu mengingkari syafaat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berlepasdiri
darinya?”

Jawablah; “Aku tidak mengingkarinya dan tidak berlepasdiri darinya. Bahkan beliau adalah Asy-Syafi’ Al Musyaffa’,
dan aku mengharapkan syafaatnya. Tapi syafaat seluruhnya milik Allah sebagaimana firmannya;

ِ ‫ِّواألَر‬
َّ‫ضّّۖث ُ َّمّإِلَي ِهّت ُر َجعُون‬ َ ‫اوات‬ َّ ‫ش َفاعَةُّج َِميعًاّّۖلَهُّ ُملكُ ّال‬
َ ‫س َم‬ َّ ِ ‫قُل‬
َّ ‫ّّلِلِّال‬

“Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuannya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan
bumi.Kemudiaan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.(Qs. Az-Zumar; 44) dan tidak berlaku kecuali setelah izin
dari Allah, sebagaimana firmannya;

ّ‫َمنّذَاّالَّذِيّ َيشفَ ُعّ ِعن َد ُهّ ِإ َّالّ ِب ِإذ ِن ِه‬

“Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (Qs. Al Baqarah; 255) dan seseorang tidak
bisa memberi syafaat kepada siapa pun kecuali setelah ada izin dari Allah untuk diberikan kepadanya, seperti yang
Allah firmankan;

ّ‫َو َالّيَشفَعُونَ ّ ِإ َّالّ ِل َم ِنّارّتَضَى‬

“…dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah.” (Qs. Al Anbiya; 28)
dan Dia tidak meridhai kecuali tauhid, sebagaimana firmannya;

ِ ‫ّاإلس َال ِمّدِينًاّ َفلَنّيُقبَل‬


ُ‫َّمن ّه‬ َ ّ‫ّو َمنّيَبت َ ِغ‬
ِ ‫غي َر‬ َ

“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya…” (Qs. Ali Imran; 85)

Maka apabila syafaat seluruhnya milik Allah dan tidak berlaku kecuali dengan izinnya, dan Nabi serta selainnya tidak
memberi syafaat kepada seorang pun sampai Allah izinkan untuk diberikan kepadanya, dan Allah tidak memberi izin
syafaat itu diberikan kecuali kepada ahli tauhid, jelaslah olehmu bahwa syafaat seluruhnya milik Allah, maka aku
memintanya dari Allah Ta’aala.

Maka aku katakan; “Ya Allah, jangan Engkau haramkan aku dari syafaat Nabi-Mu, ya Allah, jadikanlah Nabi-Mu
memberikan syafaatnya kepadaku. Dan ucapan lainnya yang semisal.

Apabila dia berkata; “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diberikan kepadanya syafaat dan saya minta syafaat dari
pihak yang telah Allah berikan kepadanya.”

Jawabannya; “Allah memberinya syafaat dan melarangmu dari hal ini.” Allah berfirman;

‫فالّتدعّمعّهللاّأحدا‬

“Maka jangan kamu beribadah kepada seorang pun disamping (ibadahmu kepada) Allah.” (Qs. Jin: 18)

Maka apabila kamu minta kepada Allah agar Nabi-Nya memberikan syafaatnya kepadamu, maka taatilah ucapan
Allah, “jangan kamu beribadah kepada seorang pun disamping (ibadahmu kepada) Allah.”

Kemudian ditambah lagi Allah juga berikan syafaat ini kepada selain Nabi. Telah benar riwayatnya bahwa para
malaikat memberi syafaat, pada nabi memberi syafaat, dan afrath memberi syafaat. Apa kamu juga mau katakan,
sesungguhnya Allah telah berikan kepada mereka syafaat dan saya minta dari mereka?!

Apabila kamu ucapkan ini, kamu mundur kembali kepada peribadahan orang-orang shalih yang telah Allah sebutkan
di dalam kitab-Nya. Tapi apabila kamu katakan “Tidak!” Maka batallah ucapanmu; Allah telah memberi Nabi-Nya
syafaat dan saya minta syafaat dari pihak yang telah Allah berikan kepadanya.”

Apabila dia berkata; “Saya tidak menyekutukan Allah sedikit pun. Tidak sama sekali. Tapi bersandar kepada orang-
orang shalih bukan kesyirikan.
Maka katakan kepadanya; Apabila kamu mengakui bahwa Allah telah mengharamkan syirik melebihi daripada
haramnya zina, dan mengakui bahwa Allah tidak mengampuninya. Maka apa perkara yang telah Allah haramkan ini
dan dia sebut bahwa Dia tidak mengampuninya? Sesungguhnya dia tidak mengetahuinya.

Maka terangkanlah; Bagaimana kamu berlepasdiri dari kesyirikan sedangkan kamu tidak mengetahuinya? Atau
bagaimana mungkin Allah mengharamkan atas dirimu hal ini dan menyebutkan bahwa Dia tidak mengampuninya,
sedangkan kamu tidak bertanya tentangnya dan tidak mengetahuinya? Apa menurutmu Allah mengharamkannya
tanpa menjelaskannya kepada kita?

Apabila dia mengatakan; Kesyirikan adalah peribadahan kepada berhala. Dan kami tidak beribadah kepada berhala.
Maka katakan kepadanya; Apa arti beribadah kepada berhala? Apa kamu sangka mereka meyakini bahwa kayu-kayu
dan batu-batu itu menciptakan dan memberi rizki serta mengendalikan urusan orang yang berdoa kepadanya? Yang
seperti ini didustakan oleh Al Qur’an.

Apabila dia berkata; beribadah kepada berhala adalah menjadikan kayu-kayu, batu-batu atau bangunan yang berada
diatas kuburan atau selainnya sebagai tujuan, mereka menyerunya dan menyembelih untuknya dan mengatakan
bahwa mereka mendekatkan diri-diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya, dan Allah menolong kita dengan
sebab keberkahan mereka, atau Allah memenuhi permintaan kita dengan sebab keberkahan mereka.

Maka bilang kepadanya; Benar! Dan ini (juga) yang kalian lakukan disisi batu-batu dan bangunan-bangunan yang
berada diatas kuburan-kuburan dan selainnya! Berarti disini dia telah mengakui bahwa perbuatan mereka merupakan
peribadahan kepada berhala-berhala, dan ini yang diharapkan.

Dan dikatakan juga kepadanya; Ucapanmu kesyirikan adalah peribadahan kepada berhala. Apakah maksudmu bahwa
kesyirikan hanya ini saja? Sedangkan bersandar kepada orang-orang shalih, menyeru mereka tidak termasuk ke
dalamnya? Hal ini bertentangan dengan apa yang Allah sebutkan di dalam kitab-Nya tentang kafirnya orang yang
bergantung kepada para malaikat atau Isa atau orang-orang shalih.

Maka mau tidak mau dia akan mengakui bahwa orang yang menyekutukan Allah dengan beribadah kepada sesuatu
(selain Allah) seperti (beribadah kepada) orang-orang shalih adalah kesyirikan yang disebutkan di dalam Al Qur’an.
Dan ini yang diharapkan.

Kunci persoalannya adalah; Apabila dia berkata saya tidak menyekutukan Allah! Bilang kepadanya; Apa arti
menyekutukan Allah? Jelaskan padaku!

Apabila dia berkata; (Menyeutukan Allah) yaitu beribadah kepada berhala. Katakan; Apa arti beribadah kepada
berhala? Jelaskan!

Apabila dia berkata; Saya tidak beribadah kecuali kepada Allah! Bilang kepadanya; Apa arti beribadah kepada Allah?
Jelaskan padaku!

Apabila dia menjelaskan sesuai dengan keterangan Al Qur’an, ini yang diharapkan. Tapi apabila dia tidak
mengetahuinya, bagaimana dia mengklaim sesuatu sedangkan dia tidak mengetahuinya?! Tapi apabila dia
menjelaskan dengan selain makna yang benar, kamu jelaskan kepadanya ayat-ayat yang terang tentang makna
kesyirikan kepada Allah dan peribadahan kepada berhala. Dan (jelaskan) bahwa itulah perbuatan yang mereka
lakukan di zaman ini. Dan bahwa peribadahan kepada Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya inilah yang mereka
ingkari dari kita, dan mereka teriaki (kita) sebagaimana teriakan saudara-saudara mereka yang berkata;

ّ‫َاب‬
ٌ ‫عج‬ُ ّ‫احدًاّّۖإِنَّ ّ َهذَاَّّلشَي ٌء‬ َ ‫أَ َجعَلَّاآل ِلهَةَّإِلَ ًه‬
ِ ‫اّو‬

“Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu Ilah Yang Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan. (Qs. Shaad: 5)

Apabila kamu telah mengetahui bahwa inilah perkara yang dinamakan oleh musyrikin zaman kita dengan Kabiirul
I’tiqad (keyakinan yang agung), itu juga kesyirikan yang Al Qur’an terangkan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam memerangi manusia karenanya. Ketahuilah bahwa kesyirikan musyrikin dahulu lebih ringan daripada
kesyirikan musyirikin zaman kita dari dua sisi;
Pertama; bahwa orang-orang musyrikin dahulu tidak menyekutukan Allah dan tidak menyeru para malaikat dan
wali-wali serta menyeru berhala-berhala disamping Allah kecuali disaat lapang saja. Adapun disaat terjepit mereka
mengikhlaskan permintaan hanya kepada Allah Ta’aala sebagaimana terdapat pada firman-Nya;

ً ُ‫سانُ ّ َكف‬
‫ورا‬ َ ّّ‫عونَ ّإِ َّالّإِيَّاهُّّۖفَلَ َّماّ َنجَّاكُمّإِ َلىّالبَ ِرّأَع َرضت ُم‬
ِ َ‫ّۚوكَان‬
َ ‫ّاإلن‬ ُ ‫ضلَّّ َمنّتَد‬ َّ ‫َوإِذَاّ َم‬
َ ّ‫س ُك ُمّالض ُُّّرّفِيّالبَح ِر‬

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala
Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (Qs.
Al Isra’: 67) dan pada firman-Nya;

َ ‫عونَ ّ ِإلَي ِهّ ِإنّشَا َء‬


َ ‫ّوتَن‬
َّ‫سونَ ّ َماّت ُش ِركُون‬ ُّ ‫عونَ ّفَ َيكش‬
ُ ‫ِفّ َماّتَد‬ ُ ‫عونَ ّ ِإنّكُنت ُمّصَا ِد ِقينَ ّ َبلّ ِإ َّيا ُهّتَد‬
ُ ‫ّّللاِّتَد‬ َ َ ‫ساعَةُّأ‬
َّ ‫غي َر‬ َّ ‫ّّللاِّأَوّأَتَت ُك ُمّال‬
َّ ‫اب‬ َّ ّ‫قُلّأ َ َرأَيتَكُمّ ِإنّأَتَاكُم‬
ُ َ ‫عذ‬

“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat,
apakah kamu menyeru (ilah) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar! (Tidak), tetapi hanya Dialah yang
kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki,
dan kamu meninggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah). (Qs. Al An’am: 40-41) dan
firman-Nya;

ّ‫َاّربَّهُّ ُمنِيبًاّ ِإلَي ِه‬


َ ‫سانَ ّض ٌُّرّ َدع‬
َ ‫ّاإلن‬
ِ ‫س‬ َّ ‫َو ِإذَاّ َم‬

“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Rabbnya dengan kembali
kepada-Nya…” sampai kepada firman-Nya;

ِ ‫ّمنّأَصحَا‬
ّ‫بّالنَّ ِار‬ ً ‫قُلّتَ َمتَّعّبِكُف ِركَ ّقَ ِل‬
ِ َ‫يالّّۖإِنَّك‬

“Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk
penghuni neraka.” (Qs. Az-Zumar; 8) dan juga firman-Nya;

َّ ‫شيَ ُهمّ َّموجٌّكَال ُّظلَ ِلّ َدع َُو‬


َّ‫اّّللاَّ ُمخ ِل ِصينَ ّلَهُّالدِين‬ َ ّ‫َوإِذَا‬
ِ ‫غ‬

“Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya.” (Qs. Luqman; 32)

Barangsiapa memahami perkara yang telah Allah terangkan di dalam kitab-Nya ini, yaitu bahwa musyrikin yang dulu
diperangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyeru Allah dan meyeru selain Allah disaat lapang, adapun
disaat terjepit dan sempit mereka tidak menyeru kecuali kepada Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mereka
melupakan para wali dan orang-orang shalih, sesembahan-sesembahan mereka (selain Allah), jelaslah baginya
perbedaan antara kesyirikan musyrikin di zaman kita dengan musyrikin dahulu. Tapi dimanakah orang yang hatinya
memahami perkara ini dengan pemahaman yang dalam?! Hanya Allah tempat memohon pertolongan.

Perkara kedua; Bahwa orang-orang musyrikin dahulu disamping menyeru Allah mereka juga menyeru orang-orang
yang dekat kedudukannya disisi Allah seperti para nabi, wali-wali, dan malaikat-malaikat. Atau menyeru pohon-
pohon, batu-batu yang mentaati Allah dan tidak bermaksiat. Sedangkan musyrikin zaman kita disamping menyeru
Allah mereka malah menyeru orang-orang yang paling fasik dan orang-orang yang dikisahkan melakukan perbuatan-
perbuatan keji seperti zina, mencuri, meninggalkan shalat dan lain sebagainya.

Maka tentu orang yang memiliki keyakinan terhadap orang-orang shalih atau yang tidak bermaksiat (sama sekali)
seperti kayu dan batu lebih ringan (kesyirikannya) daripada orang-orang yang memiliki keyakinan terhadap pihak-
pihak yang disaksikan kefasikan dan kerusakannya dan mereka sendiri mengakuinya.

Apabila telah jelas olehmu bahwa orang-orang yang dahulu diperangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lebih
lurus akalnya dan lebih ringan kesyirikannya daripada mereka, maka ketahuilah bahwa mereka memiliki syubhat-
syubhat dalam menyanggah apa yang telah kami sebutkan. Dan syubhat-syubhat ini termasuk syubhat mereka yang
paling besar. Maka pasanglah telingamu terhadap jawabannya. Syubhat itu adalah;

Bahwa mereka berkata; Orang-orang yang dibincangkan oleh Al Qur’an tidak bersaksi dengan Laa ilaaha Illallah,
mereka mendustakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mengingkari hari kebangkitan dan mendustakan Al
Qur’an, dan menganggapnya sebagai sihir. Sedangkan kami bersaksi dengan Laa ilaaha Illallah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah. Kami membenarkan Al Qur’an, beriman dengan hari kebangkitan, kami shalat dan
puasa. Maka bagaimana kalian jadikan kami seperti mereka?

Jawabannya adalah; Tidak ada perselisihan dikalangan ulama seluruhnya bahwa seseorang apabila membenarkan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada satu urusan dan mendustakan beliau pada urusan lainnya bahwa dia
kafir dan belum masuk ke dalam Islam. Begitu pula apabila dia beriman dengan sebagian Al Qur’an dan
mendustakan sebagian lainnya, seperti orang yang mengakui tauhid tapi mengingkari kewajiban shalat, atau orang
yang mengakui tauhid dan shalat tapi mengingkari kewajiban zakat, atau mengakui ini semua tapi mengingkari puasa,
atau mengakui ini semua tapi mengingkari haji. Dan ketika orang-orang tidak mau tunduk di zaman Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam kepada ibadah haji Allah menurunkan firman-Nya tentang mereka;

َّ َّ‫ّۚو َمنّ َكفَ َرّفَ ِإن‬


َ َّ‫ّّللا‬
َّ‫غنِ ٌّيّع َِنّالعَالَ ِمين‬ َ ّ‫ّحجُّّالبَيتِّ َم ِنّاست َ َطاعَّإِلَي ِه‬
ً ِ‫سب‬
َ ّ‫يال‬ ِ َّ‫علَىّالن‬
ِ ‫اس‬ َ ِّ‫َو ِ َّّلِل‬

“…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Qs. Ali Imran: 97)

Dan barangsiapa mengakui ini semua tapi mengingkari hari kebangkitan dia kafir berdasarkan ijma, darah dan
hartanya menjadi halal sebagaimana firman-Nya;

ّ َ‫يالّأُولَئِك‬ َ ّ َ‫ّويُ ِري ُدونَ ّأَنّ َيت َّ ِخذُواّبَينَ ّ ّذَ ِلك‬


ً ‫س ِب‬ َ ‫ض‬ٍ ‫ّونَكفُ ُرّ ِب َبع‬
َ ‫ض‬ٍ ‫ّويَقُولُونَ ّنُؤ ِمنُّّ ِببَع‬
َ ‫س ِل ِه‬
ُ ‫ّو ُر‬ َّ َ‫ّويُ ِري ُدونَ ّأَنّيُ َف ِرقُواّبَين‬
َ ِ‫ّّللا‬ َ ‫س ِل ِه‬
ُ ‫ّو ُر‬ َّ ‫إِنَّ ّالَّ ِذينَ ّيَكفُ ُرونَ ّ ِب‬
َ ِ‫اّلِل‬
َ ّ ‫ّۚوأَعتدناّ ِللكَا ِف ِر‬
ً‫عذَابًاّ ُّم ِهينا‬ َ‫ين‬ َ َ َ ّ‫ُه ُمّالكَافِ ُرونَ ّ َح ًّقا‬

“Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara
(keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan:”Kami beriman kepada yang sebahagian dan
kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di
antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (Qs. An-Nisaa’: 150-151)

Maka apabila Allah telah menerangkan di dalam kitab-Nya bahwa barangsiapa beriman kepada sebagian dan kufur
dengan sebagian lainnya maka dia orang kafir yang sesungguhnya hilanglah syubhat ini. Inilah syubhat yang
disebutkan oleh sebagian penduduk Al Ahsa’ pada kitabnya yang dia kirim kepada kami.

Dan dikatakan juga, apabila kamu mengakui bahwa orang yang membenarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam pada semua urusan tapi mengingkari kewajiban shalat bahwa dia kafir halal darah dan hartanya
berdasarkan ijma, begitu pula apabila dia mengakui ini semua kecuali hari kebangkitan, atau mengingkari kewajiban
puasa Ramadhan dan membenarkan itu semua, mazhab-mazhab yang ada tidak berselisih pendapat tentang orang ini,
dan Al Qur’an telah menjelaskan sebagaimana sudah kami sebutkan keterangannya.

Dan diketahui bahwa tauhid adalah kewajiban yang paling besar yang dibawa oleh Nabi Shallalahu ‘Alaihi
Wasallam. Dia lebih agung daripada shalat, zakat, puasa, dan haji. Maka bagaimana bisa apabila seseorang
mengingkari salah satu dari perkara ini dia kafir walaupun disamping itu dia mengamalkan semua yang dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tapi apabila yang diingkari adalah tauhid yang merupakan agama para rasul
seluruhnya dia tidak menjadi kafir?! Subhanallah, alangkah ajaibnya kejahilan ini!

Dikatakan juga; Mereka pada shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memerangi Bani Hanifah
padahal mereka telah masuk Islam dihadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bersaksi dengan Laa ilaaha Illallah
dan Muhammad utusan Allah, menegakkan azan dan mengerjakan shalat.

Apabila dia menyanggah, “Bani Hanifah menganggap bahwa Musailamah seorang nabi.” Katakanlah; Ini yang kita
cari! Apabila mengangkat seseorang kepada derajat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam maka dia kafir halal harta dan
darahnya, dua kalimat syahadat dan shalatnya tidak berguna. Maka bagaimana dengan orang yang mengangkat
Syimsan atau Yusuf atau seorang shahabat atau nabi ke derajat penguasa tujuh lapis langit dan bumi? Subhanallah,
alangkah dahsyat perkara ini! “Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.”
(Qs. Rum; 59)

Dan dikatakan juga; Orang-orang yang dibakar oleh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu dengan api, semua
mereka mengaku muslim dan mereka termasuk para pengikut Ali Radhiyallahu ‘Anhu dan belajar ilmu dari para
shahabat. Tapi mereka memiliki keyakinan terhadap Ali seperti keyakinan terhadap Yusuf, Syimsan dan yang semisal
dengan mereka. Lihatlah bagaimana para shahabat sepakat membunuh mereka dan mengkafirkan mereka. Apa kalian
sangka para shahabat mengkafirkan muslimin?! Atau kalian sangka bahwa keyakinan terhadap Taj dan yang
semisalnya tidak mencederai (keimanan) sedangkan keyakinan terhadap Ali Radhiyallahu ‘Anhu pelakunya
dikafirkan?!

Dan dikatakan juga; Bani Ubaid Al Qaddah yang menjadi penguasa Magrib dan Mesir di zaman Bani Abbas semua
mereka bersaksi dengan Laa ilaaha Illallah dan bahwa Muhammad utusan Allah. Mereka mengaku muslim, shalat
jumat dan menegakkan shalat berjamaah. Ketika mereka menampakkan pertentangan terhadap syariat pada urusan
yang lebih ringan dari pembicaraan kita, ulama sepakat akan kekafiran mereka dan memerangi mereka dan mencap
bahwa negeri mereka ada negeri perang dan muslimin memerangi mereka sampai akhirnya berhasil menyelamatkan
negeri-negeri muslimin yang berada di bawah kekuasaan mereka.

Dikatakan juga; Apabila musyrikin dahulu tidak menjadi kafir kecuali disebabkan mereka menggabungkan antara
kesyirikan dan pendustaan kepada rasul dan Al Qur’an dan mengingkari kebangkitan dan perkara lainnya, lalu apa
maksud dari bab yang disusun para ulama pada semua mazhab “bab hukum orang yang murtad” yaitu seorang
muslim yang menjadi kafir setelah keislamannya. Kemudian mereka menyebutkan berbagai macam (kekufuran) yang
banyak, masing-masing darinya seseorang dikafirkan dan dihalalkan darah dan hartanya. Sampai-sampai mereka
menyebutkan perkara-perkara yang ringan di sisi orang yang mengerjakannya seperti melontarkan kata-kata dengan
lisannya tanpa keyakinan hati atau perkataan yang dia ucapkan bercanda dan main-main saja.

Dikatakan juga; Orang-orang yang Allah sebutkan tentang mereka;

َ ‫واّو َلقَدّ َقالُواّ َك ِل َمةَّالكُف ِر‬


ّ‫ّو َكفَ ُرواّ َبعدَّ ِإس َال ِم ِهم‬ َ ُ‫اّلِلّ َماّقَال‬
ِ َّ ‫َيح ِلفُونَ ّ ِب‬

“Mereka bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu).
Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah keislaman
mereka…” (Qs. At-Taubah; 73) tidakkah kamu dengar Allah mengkafirkan mereka disebabkan sebuah ucapan
padahal mereka berada di zaman Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berjihad bersamanya, mengerjakan shalat,
zakat, haji dan mentauhidkan-Nya?!

Begitu pula orang-orang yang Allah ceritakan tentang mereka pada firman-Nya;

ّ‫سو ِل ِهّكُنت ُمّتَستَه ِزئ ُونَ َّالّتَعتَذ ُِرواّقَدّ َك َفرت ُمّبَعدَّإِي َمانِكُم‬
ُ ‫ّو َر‬
َ ‫ّوآ َّياتِ ِه‬ َّ ‫ّۚقُلّأ َ ِب‬
َ ِ‫اّلِل‬

“Katakanlah:”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (Qs. At-Taubah; 96)

Mereka adalah orang-orang yang terang-terangan Allah katakan telah kafir setelah keimanan mereka. Padahal mereka
bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di perang Tabuk. Mereka mengucapkan sebuah ucapan yang
mereka katakan bahwa mereka mengucapkannya bercanda. Maka perhatikanlah syubhat ini yaitu ucapan mereka;
“Kalian mengkafirkan muslimin, orang-orang yang bersyahadat dengan Laa ilaaha Illallah, shalat dan puasa!”
Kemudian perhatikan pula jawabannya, karena ini diantara yang paling berharga yang terdapat pada lembaran-
lembaran ini.

Diantara dalil akan hal ini juga adalah apa yang telah Allah kisahkan tentang Bani Israil disamping keislaman,
keilmuan dan keshalihan mereka, mereka berkata kepada Musa Alaihis Salam;

‫إجعلّلناّإلهاّكماّلهمّآلهة‬

“Buatkanlah untuk kami ilah seperti mereka memiliki ilah-ilah.” (Qs. Al A’raf; 137) dan ucapan sebagian shahabat
(yang mengatakan);

‫…ّاجعلّلناّذاتّأنواط‬

“Buatkan untuk kami Dzatu Anwath...” lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersumpah bahwa ucapan ini persis
dengan yang pernah diucapkan oleh Bani Israil; “Buatkanlah untuk kami ilah…”
Tapi orang-orang musyrikin itu memiliki syubhat seputar kisah ini yaitu mereka mengatakan; “Sesungguhnya Bani
Israil tidak menjadi kafir dengan sebab ucapannya itu, begitu pula orang-orang yang berkata kepada Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, “Buatkan untuk kami Dzatu Anwath…” mereka tidak kafir.”

Maka sanggahannya adalah kita katakan bahwa Bani Israil tidak sampai melakukan itu begitu pula orang-orang yang
minta kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak sampai melakukannya. Dan tidak ada perselisihan apabila
Bani Israil sampai melakukannya mereka menjadi kafir. Begitu pula tidak ada perselisihan bahwa orang-orang yang
dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apabila mereka tidak mentaatinya dan tetap membuat Dzatu Anwath
setelah adanya larangan mereka kafir. Dan ini yang dimaukan.

Namun kisah ini mengajarkan bahwa seorang muslim bahkan orang yang berilmu terkadang jatuh kepada jenis-jenis
kesyirikan yang dia tidak ketahui. Dan mengajarkan perlunya belajar dan berhati-hati. Dan bahwasanya ucapan
seorang yang jahil bahwa perkara tauhid kami sudah paham, adalah kejahilan yang paling besar dan tipu daya
syaithan.

Dan ia juga mengajarkan bahwa seorang muslim yang berijtihad apabila dia mengucapkan ucapan kekufuran
sedangkan dia tidak mengetahui lantas diingatkan dan bertaubat saat itu juga dia tidak kafir seperti yang dilakukan
oleh bani Israil dan orang-orang yang minta kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dan mengajarkan juga bahwa meskipun dia tidak kafir dia tetap ditegur dengan sangat keras sekali seperti yang
dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Kemudian orang-orang musyrik itu (masih) memiliki syubhat yang lain. Mereka mengatakan bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam mengingkari perbuatan Usamah yang membunuh orang yang telah mengucapkan Laa ilaaha
Illallah. Begitu pula ucapan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia
sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha Illallah..”, dan hadits-hadits lainnya tentang perintah menahan diri dari
orang yang telah mengucapkannya (syahadat). Yang dimaukan oleh orang-orang jahil ini adalah bahwa orang yang
sudah mengucapkannya (syahadat) tidak menjadi kafir, tidak dibunuh walaupun mereka melakukan apa yang mereka
lakukan.

Maka dikatakan kepada mereka orang-orang musyrik yang jahil ini; Dimaklumi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam memerangi Yahudi dan menawan mereka sedangkan orang-orang Yahudi sudah mengucapkan Laa ilaaha
Illallah. Dan para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerangi Bani Hanifah dan mereka bersaksi
dengan Laa ilaaha Illallah dan Muhammad utusan Allah, mereka shalat dan mengaku muslim. Begitu pula orang-
orang yang dibakar dengan api oleh Ali bin Abi Thalib.

Mereka orang-orang jahil itu mengakui bahwa siapa saja mengingkari kebangkitan dia kafir dan dibunuh walaupun
mengucapkan Laa ilaaha Illallah. Dan barangsiapa mengingikari satu dari rukun-rukun Islam kafir dan dibunuh
walaupun dia mengucapkan syahadat. Maka bagaimana bisa kalimat ini tidak berguna baginya apabila dia
mengingkari salah satu cabang persoalan (di dalam Islam), tapi kalimat ini tetap berguna apabila dia mengingkari
tauhid yang merupakan pokok ajaran para nabi dan pangkalnya?! Akan tetapi musuh-musuh Allah itu tidak
memahami makna dari hadits-hadits.

Adapun hadits Usamah sesungguhnya dia telah membunuh seseorang yang mengaku muslim disebabkan dia
menyangka orang ini tidak mengaku muslim kecuali karena takut terhadap darah dan hartanya. Dan seseorang kapan
dia menampakkan Islam wajib menahan diri darinya sampai jelas dari dia hal-hal yang melanggarnya. Kemudian
Allah turunkan berkenaan dengan peristiwa ini firman-Nya;

‫ّّللاِّفَتَبَ َّينُوا‬ َ ّ‫يَاّأَيُّهَاّالَّ ِذينَ ّآ َمنُواّإِذَاّض ََربت ُمّفِي‬


َّ ‫سبِي ِل‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah…”(Qs. An-Nisaa;
94) maksudnya cek dan ricek lagi.

Ayat ini menunjukkan kewajiban menahan diri dan cek ricek dulu. Apabila jelas setelah itu bahwa orang ini
menyelisihi Islam maka dia dibunuh berdasarkan firman Allah Ta’aala; “Maka telitilah!” Karena apabila tidak
dibunuh maka cek ricek disini tidak ada gunanya.
Dan begitu pula hadits lain yang semisal dengannya artinya adalah seperti yang telah kami ketengahkan bahwa
barangsiapa menampakkan tauhid dan Islam, seseorang wajib menahan diri darinya sampai jelas darinya hal-hal yang
membatalkannya. Dalil akan hal ini bahwa Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata;

‫أقتلتهّبعدّماّقالّالّإلهّإالّهللا‬

“Apakah kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan Laa ilaaha Illallah.”

Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;

‫أمرتّأنّأقاتلّالناسّحتىّيقولواّالّإلهّإالّهللا‬

“Saya diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi dengan Laa ilaaha Illallah.” Beliau yang
mengatakan ini dan beliau pula yang berkata tentang Khawarij,

‫أينماّلقيتموهمّفاقتلوهمّلئنّأدركتهمّألقتلنهمّقتلّعاد‬

“Dimana pun kalian dapati mereka perangilah mereka. Karena jika aku menemui mereka akan aku bunuh
mereka seperti tidak tersisa seorang pun dari mereka.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ucapkan ini dalam
kondisi orang-orang Khawarij itu adalah orang-orang yang paling banyak ibadahnya, paling banyak tahlil dan
tasbihnya. Sampai-sampai para shahabat merasa kecil disisi mereka. Mereka belajar ilmu dari para shahabat, tapi
tidak berguna bagi mereka ucapan Laa ilaaha Illallah, tidak pula banyaknya ibadah mereka dan klaim mereka
sebagai muslim ketika tampak dari mereka bahwa mereka melanggar syariat.

Begitu pula yang telah kami sebutkan tentang memerangi orang-orang Yahudi, dan juga para shahabat yang
memerangi Bani Hanifah. Begitu pula Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ingin memerangi Bani Musthaliq
ketika seorang laki-laki mengabarkan bahwa mereka menolak membayar zakat, hingga Allah turunkan firman-Nya;

ِ ‫يَاّأَيُّهَاّالَّ ِذينَ ّآ َمنُواّإِنّجَا َءكُمّفَا‬


‫سقٌّبِنَبَ ٍإّفَتَبَيَّنُوا‬

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti…” (Qs. Al Hujurat; 6) dan ternyata orang tersebut berbohong tentang mereka. Seluruhnya ini
menunjukkan bahwa maksud Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hadits-hadits yang mereka jadikan alasan
adalah seperti yang telah kami sebutkan.

Dan mereka memiliki syubhat yang lain. Yaitu hadits yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa
manusia di hari kiamat beristighatsah kepada Adam, kemudian kepada Nuh, kemudian kepada Ibrahim, kemudian
kepada Musa, dan kemudian kepada Isa. Mereka semua menolak hingga akhirnya orang-orang itu sampai kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka mengatakan; Hadits ini dalil bahwa istighatsah kepada selain Allah
bukan kesyirikan!

Jawabannya adalah kita katakan; Maha suci Allah yang telah menutup hati musuh-musuh-Nya. Karena sesungguhnya
istighatsah kepada makhluk pada urusan yang disanggupi, tidak kita ingkari. Seperti yang terdapat pada kisah Musa;

ّ‫عد ُِو ِه‬ ِ ‫علَىّا َّلذ‬


َ ّ‫ِيّمن‬ َ ّ‫شيعَتِ ِه‬ ِ ‫فَاستَغَاثَهُّالَّذ‬
ِ ّ‫ِيّمن‬

“Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari
musuhnya (Qs. Al Qashash; 15).

Dan seperti seseorang yang beristighatsah kepada teman-temannya dalam peperangan atau selainnya dalam urusan
yang disanggupi makhluk. Tapi yang kami ingkari adalah istighatsah ibadah yang mereka lakukan di kuburan-
kuburan wali, atau pada situasi ketidakhadiran orang yang dimintai pertolongan dalam urusan yang tidak disanggupi
kecuali oleh Allah.

Apabila telah jelas hal ini maka istighatsah mereka dengan para nabi di hari kiamat dimana mereka ingin agar para
nabi tersebut berdoa kepada Allah agar manusia dihisab hingga ahli surga terbebas dari kengerian padang Mahsyar,
perbuatan seperti ini boleh hukumnya di dunia dan di akhirat. Yaitu seperti kamu datang kepada orang shalih yang
masih hidup dia duduk denganmu dan mendengar ucapanmu, kamu bilang kepadanya; “Tolong doakan saya.” Begitu
pula seperti dahulu para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam minta doa kepada beliau disaat hidupnya.
Adapun setelah wafat sama sekali mereka tidak minta hal itu disisi kuburannya. Bahkan salaf mengingkari orang-
orang yang berdoa kepada Allah disisi kuburannya, apalagi sampai minta kepadanya?!

Dan mereka memiliki syubhat yang lain, yaitu kisah Ibrahim Alaihissalam saat dilempar ke dalam api. Datang
kepadanya malaikat Jibril di langit seraya berkata; “Apa yang bisa saya bantu?” Ibrahim berkata; “Adapun kepadamu
aku tidak perlu.” Mereka berkata, kalau istighatsah kepada Jibril syirik tentu dia tidak menawarkan bantuan kepada
Ibrahim.

Sanggahannya adalah, bahwa ini termasuk ke dalam syubhat yang pertama. Karena disini Jibril menawarkan
kepadanya untuk membantunya dalam perkara yang dia sanggupi. Karena dia seperti yang Allah terangkan;
“…sangat kuat.” (Qs. An-Najm; 5). Apabila Allah izinkan kepadanya untuk mengambil api yang membakar
Ibrahim dan apa-apa yang ada disekitarnya dari bumi, gunung dan melemparkannya ke timur atau barat maka dia
sanggup melakukannya. Dan kalau Allah perintahkan kepadanya untuk meletakkan Ibrahim di satu tempat yang jauh
dari kaumnya dia sanggup melakukannya. Dan kalau Allah perintahkan dia untuk mengangkat Ibrahim ke langit dia
juga sanggup melakukannya. Analoginya seperti seorang kaya dan hartawan yang melihat orang membutuhkan
kemudian dia menawarkan kepadanya pinjaman atau pemberian yang dengannya orang itu bisa mencukupi
kebutuhannya, kemudian si miskin ini menolak menerima tawaran tadi dan memilih untuk sabar sampai Allah
datangkan rizki tanpa harus punya hutang jasa kepada siapa pun. Jelas berbeda antara kasus ini dengan istighatsah
ibadah dan syirik kalau mereka bisa memahami.

Mari kita tutup pembicaraan ini insyaallah dengan sebuah persoalan besar dan penting sekali dan sudah diisyaratkan
sebelumnya, tapi sengaja dikhususkan disini mengingat besarnya perkara ini dan banyaknya orang yang keliru disini.

Kami katakan; Tidak ada silang pendapat bahwa tauhid harus dengan hati, lisan dan perbuatan. Apabila tidak
terpenuhi salah satunya seseorang belum berislam. Apabila dia mengenal tauhid tapi tidak mengamalkannya maka dia
kafir, membangkang seperti Fir’aun dan Iblis dan yang serupa dengan mereka. Banyak sekali orang keliru dalam hal
ini. Mereka berkata; Ini benar dan kami paham, kami bersaksi bahwa ini kebenaran. Tapi kami tidak sanggup
mengikutinya, tidak boleh di negeri kami kecuali sejalan dengan mereka, dan yang lain sebagainya dari alasan-alasan
yang mereka kemukakan. Orang ini tidak tahu bahwa kebanyakan pimpinan kekufuran mengetahui kebenaran dan
mereka tidak meninggalkan kebenaran itu kecuali karena salah satu dari alasan-alasan tadi, sebagaimana yang Allah
Ta’aala ceritakan;

ً ‫ِّّللاِّث َ َمنًاّقَ ِل‬


ّ‫يال‬ َّ ‫اشت َ َرواّبِآيَات‬

“Mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit…” (Qs. At-Taubah; 9) dan juga ayat-ayat lainnya
seperti;

ّ‫يَع ِرفُونَهُّ َك َماّيَع ِرفُونَ ّأَبنَا َءهُم‬

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Alkitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri…” (Qs. Al Baqarah; 146)

Dan apabila dia mengamalkan tauhid secara lahir sedangkan dia tidak memahaminya atau tidak meyakininya dengan
hatinya maka dia munafik, dia lebih jelek daripada orang kafir asli sebagaimana firman-Nya;

ِ ‫إِنَّ ّال ُمنَافِ ِقينَ ّفِيّالدَّر ِكّاألَسفَ ِل‬


ّ‫ّمنَ ّال َّن ِار‬

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka…” (Qs.
An-Nisaa’; 145)

Ini merupakan perkara yang besar dan panjang (pembahasannya), akan jelas bagimu jika kamu perhatikan ucapan
manusia, kamu dapati orang-orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mau mengamalkannya karena khawatir
dunianya berkurang, atau kedudukannya atau berbasa-basi dengan orang lain. Dan kamu dapati orang yang
mengamalkannya secara lahir, bukan batin apabila kamu tanya kepadanya akan apa yang dia yakini dengan hatinya
ternyata dia tidak tahu apa-apa. Maka wajib atasmu memahami dua ayat dari Kitabullah berikut ini;

Yang pertama firman Allah Ta’aala;


ّ‫َّۚالّتَعتَذ ُِرواّقَدّ َكفَرت ُمّبَعدَّإِي َمانِكُم‬

“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…” (Qs. At-Taubah; 96)

Karena apabila telah jelas bagimu bahwa sebagian shahabat yang memerangi Romawi bersama Rasulullah Shaallahu
‘Alaihi Wasallam menjadi kafir disebabkan satu kata yang mereka ucapkan karena bercanda dan senda gurau saja
jelaslah olehmu bahwa orang yang mengucapkan kekufuran atau mengerjakannya karena takut dunianya berkurang
atau khawatir akan kedudukannya, atau karena berbasa-basi dengan seseorang, dia lebih jelek daripada orang yang
mengeluarkan kata-kata kufur dengan main-main.

Ayat kedua adalah firman-Nya;

ّ‫ابّع َِظي ٌّم ّذَ ِلكَ ّ ِبأَنَّ ُه ُم‬


ٌ َ‫عذ‬
َ ّ‫ّولَ ُهم‬ َّ َ‫ّمن‬
َ ِ‫ّّللا‬ ِ ‫َب‬ َ ّ‫ّو َل ِكنّ َّمنّش ََرحَّ ِبالكُف ِرّصَد ًراّفَ َعلَي ِهم‬
ٌ ‫غض‬ َ ‫ان‬
ِ ‫اإلي َم‬ َ ‫ّمنّ َبعدِّ ِإي َما ِن ِهّ ِإ َّالّ َمنّأُك ِر َه‬
ِ ‫ّوقَلبُهُّ ُمط َم ِئنٌّ ّ ِب‬ َّ ‫َمنّ َكفَ َرّ ِب‬
ِ ِ‫اّلِل‬
‫علىّاآل ِخ َر ِّة‬ َ َ
َ ّ‫است َ َحبُّواّال َحيَاةّال ُّّدنيَا‬

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orangyang
dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang
melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang
demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat…” (Qs. An-
Nahl; 106)

Disini Allah tidak mengudzur mereka kecuali orang yang dipaksa dan hatinya menetapi keimanan. Adapun selain itu
maka dia telah kafir setelah keimanannya, apakah dia mengerjakannya karena takut, atau berbasa-basi, atau karena
kecintaannya kepada negerinya atau kepada keluarganya, handai taulannya atau kepada hartanya, atau dia
mengerjakannya bercanda atau tujuan lainnya, kecuali orang yang dipaksa.

Ayat diatas merupakan dalil akan hal ini dari dua sisi;

Pertama, firman-Nya “Kecuali orang yang dipaksa” Allah tidak mengecualikan selain orang yang dipaksa. Dan
diketahui bahwa seseorang tidak dipaksa kecuali pada ucapan atau perbuatan. Adapun akidah hati tidak seorang pun
bisa memaksanya.

Kedua, firman-Nya “yang demikian itu karena mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat” terang-
terangan dikatakan bahwa kekufuran dan adzab ini tidak terjadi dikarenakan keyakinan atau kejahilan atau benci
kepada agama atau kecintaan kepada kekufuran tapi disebabkan bahwa dia punya tujuan dari tujuan-tujuan duniawi
sehingga dia mendahulukannya dari agama. Dan hanya Allah Ta’aala yang Maha Mengetahui. Semoga shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, dan kepada para pengikutnya dan shahabatnya sekalian.

Anda mungkin juga menyukai