Anda di halaman 1dari 2

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Rante (2013), tanaman kedelai (Glicine max) yang berasal dari Cina dan
kemudian dikembangkan ke berbagai negara, adalah tanaman semusim yang termasuk family
Leguminosae.. Kandungan gizi kedelai cukup tinggi, terutama proteinnya mencapai 34%,
sehingga sangat diminati sebagai sumber protein nabati yang relatif murah dibandingkan dengan
protein hewani. Selanjutnya Winardi (2014) menambhakan bahwa untuk dapat berproduksi
optimal, tanaman kedelai memerlukan tanah dengan tekstur berlempung atau berliat, solum
sedang hingga dalam, drainase sedang sampai dengan baik, unsur hara serta unsur mikro
sedang sampai tinggi, pH tanah 5,6-6,9.
Ohorella (2011) berpendapat untuk meningkatkan produksi dan produktifitas kedelai perlu
upaya salah satunya pertanian intensif. Pertanian intensif akan berhasil dilakukan perbaikan cara
bercocok tanam yaitu pengolahan tanah yang baik, penggunaan varietas unggul, pengendalian
gulma, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit. Rifai, dkk (2014) bersependapat
bahwa penggunaan varietas unggu harus diperhatika. Pemilihan varietas kedelai yang tepat
kondisi lahan yang akan digunakan sangat menentukan besarnya produktivitas tanaman. Selain
itu, ketersediaan sumber air, terutama pada awal pertumbuhan, sangat menentukan
perkembangan tanaman selanjutnya. Fase pertumbuhan generatif (pengisian polong) pada kedelai
merupakan fase yang sangat kritis dalam menentukan produksi.
Unsur hara merupakan faktor pembatas utama dalam sifat kimia tanah. Ghani, et al (2012)
berpendapat tercukupinya kebutuhan akan unsur-unsur hara yang essensial pada masa awal
pertumbuhan tanaman menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan selanjutnya sehingga
diperlukan pengaturan pemupukan.. Shen, et al 2012 juga mngkonfirmasi bahwa pada pertanian
intensif harus mengoptimalkan pemupukan untuk mencapai produktivitas yang tinggu dan
penggunaan unsur hara secara effesien dengan memaksimalkan efektifitas daerah rizhosfer, seperti
mengoptimalkan pergerakan dan daya absobsi akar.
Penggunaan pupuk diperlukan dalam upaya peningkatkan produktivitas kedelai, khususnya
meningkatkan ketersediaan hara N, P, K dalam tanah sehingga dapat meningkatkan hasil panen.
Akan tetapi, penggunaan input pupuk budidaya tanaman kedelai lebih efisien. Hal ini dikarenakan
kedelai merupakan tanaman legum yang dapat memfiksasi N sendiri sehingga kebutuhan pupuk N
dapat berkurang (Njeru, et al, 2013).
Selanjutnya pengendalian gulma juga harus diperhatikan dalam pertanian intensif. Menurut
Prasetyo, dkk (2014), rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain adalah cara becocok tanam ialah pemeliharaan kurang intensif dan adanya
persaingan terhadap gulma, bila pemeliharaannya kurang intensif maka tanaman kedelai akan
bersaing dengan gulma, akibatnya hasil panen dapat menurun. Penurunan hasil panen yang
disebabkan oleh adanya persaingan terhadap gulma mencapai 60%.
Selain gulma, Katasapoetra (1993) menambahkan cara yang digunakan petani
untukmemperkecil daya perkembangan dan serangan OPT, antara lain : 1) melakukan
sistembudidaya yang baik; 2) menghijaukan kembali tanah yang kosong; 3) menghindari
pengundulan hutan; 4) menjaga kelaestarian tanah dan air; 5) mencegah kegiatan yang mengancam
matinya predator (penggunaan pestisida); dan 6) pemberdayaan sistem pola tanam (tumpang sari,
agroforestri,dan sebagainya).
Akan tetapi, menurut Holanda (2011), kehilangan tingkat bahan organik didalam tanah
dikarenakan sistem olah tanah, khususnya sistem olah tanah intensif. Pengolahan tanah yang
berlebihan dapat mendegradasi bahan organik didalam tanah. Akan tetapi, kelebihan dari sistem
ini adalah efisiensi penggunaan residu tanaman dalam bentuk rotasi tanaman. Berg (2008) juga
sependapat bahwa pada abad ke-20, praktik pertanian intensif telah secara luas di terapkan oleh
petani dengan melakukan pembukaan alahan secara besar (deforestation) sehingga hal ini
mengakibatkan degradasi kesuburan tanah.

Anda mungkin juga menyukai