Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan Kadar Abu sampel setelah gung mas

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan
pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat
dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar
abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik
sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api,
sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat
di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari
suatu sampel .(Andarwulan, 2011).
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada penggilingan
gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit dan
lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm maka
tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi.
2. Untuk mengertahu jenis bahan yang digunakan. Misalnya penentuan kadar abu dapat
digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau
marmalade.
3. Penentuan abu total sangat beguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir
atau kotoran yang lain.
Secara umum pengabuan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara kering dan cara basah.
Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah adalah :
a. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan makanan dan
hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace elements.
b. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak
larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama,sedangkan cara basah memerlukan
waktu yang cepat.
c. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara basah suhu relatif rendah.
d. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah sebaiknya
sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang kadang kala agak berbahaya.
(Sudarmadji,2010)

Perbandingan kadar teoritis standar suatu bahan dengan hasil praktikum berdasarkan kadar abu
diperoleh yaitu sebagai berikut :
1. Ikan Asin

ikan asin merupakan kombinasi penambahan garam dan pengeringan. Dalam jumlah
yang cukup, garam dapat mencegah terjadinya autolisis, yaitu kerusakan ikan disebabkan oleh
enzim-enzim yang terdapat pada ikan, dan mencegah terjadinya pembusukkan oleh jasad renik.
Selain karena garam, ikan asin menjadi awet karena perlakuan pengeringan. Pengeringan
dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara
menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Tujuan dari pengeringan adalah
mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan akan terhenti, dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lama. Disamping itu juga pengolahan dapat digunakan untuk
meningkatkan nilai tambah (added value) suatu produk. Penelitian mengenai ikan asin lele ini
diharapkan dapat memenuhi standar SNI ikan asin kering.(Yuarni, Kadirman, & Jamaluddin P,
2018)
Hasil kadar abu ikan asin yang didapatkan saat praktikum adalah sebesar 28,71 % hasil
tersebut tidak memenuhi standar,Jauh lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh SNI,
dimana kadar abu untuk ikan asin sesuai standar SNI 2326 : 2010 adalah sebesar 0,3%.
Tingginya kadar abu pada ikan asin dapat disebabkan karena adanya kontaminan atau
pengotor pada makanan tersebut ( Astuti , 2012)

2. Roti

Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya
melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven.
Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti memiliki tekstur yang khas. Dilihat dari
cara pengolahan akhirnya, roti dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang
dikukus, dipanggang, dan yang digoreng. Bakpao dan mantao adalah contoh roti yang
dikukus. Donat dan panada merupakan roti yang digoreng. Sedangkan aneka roti tawar,
roti manis, pita bread, dan baquette adalah roti yang dipanggang (Sufi, 1999).

Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau
bahan pengembang lain, kemudian dipanggang. Roti beranekaragam jenisnya. Adapun
penggolongannya berdasarkan rasa, warna, nama daerah atau negara asal, nama bahan
penyusun, dan cara pengembangan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Hasil kadar abu roti yang didapatkan saat praktikum adalah sebesar 25,55 % hasil
tersebut tidak memenuhi standar,Jauh lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh SNI,
dimana kadar abu untuk roti sesuai standar SNI ( 1995) adalah sebesar 1 %. Tingginya
kadar abu pada roti dapat disebabkan karena adanya kontaminan atau pengotor pada
makanan tersebut

3. Krupuk ikan

Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan
perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-
tipis, dikeringkan dibawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Tepung
yang digunakan harus sesuai SNI 3729 Dalam penggunaannya, bahan tambahan makanan
ditanganidan disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari kontaminas (Anjani , 2008)

Hasil kadar abu krupuk ikan yang didapatkan saat praktikum adalah sebesar 22,55 %
hasil tersebut tidak memenuhi standar,Jauh lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh
SNI, dimana kadar abu untuk ikan asin sesuai standar SNI 01-2713-199 adalah sebesar 1%.
Tingginya kadar abu pada krupuk ikan dapat disebabkan karena adanya kontaminan atau
pengotor pada makanan tersebut.

4. Ikan sarden

Ikan dalam kemasan kaleng adalah produk yang terdiri dari daging yang diolah dari jenis
tuna (Thunnus Spp) yang dikemas dalam kaleng secara hermetis serta telah melalui
perlakuan proses yang cukup untuk menjamin sterilisasi komersial.

Hasil kadar abu ikan sarden yang didapatkan saat praktikum adalah sebesar 28,93 %
hasil tersebut tidak memenuhi standar,Jauh lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh
SNI, dimana kadar abu untuk ikan asin sesuai standar SNI 01-2921-2009 adalah sebesar
1,5%. Tingginya kadar abu pada ikan sarden dapat disebabkan karena adanya kontaminan
atau pengotor pada makanan tersebut (Anjani, 2008)
Yuarni, D., Kadirman, K., & Jamaluddin P, J. P. (2018). Laju Perubahan Kadar Air, Kadar

Protein Dan Uji Organoleptik Ikan Lele Asin Menggunakan Alat Pengering Kabinet

(Cabinet Dryer) Dengan Suhu Terkontrol. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 1(1), 12.

https://doi.org/10.26858/jptp.v1i1.5139

Astuti. 2012.Kadar Abu. Pengawetan dan Pengolahan ikan. Kanisius : yogyakarta

Afifah , DN dan Anjani, G. 2008. Sistem produksi Dan Pengawasan Mutu Krupuk Ikan

Berkualitas Eksport. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro

Semarang. Semarang

Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti, Penebar Swadaya. Jakarta.

Andarwulan, N, Kusnandar, F, Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

Sudarmadji, Slamet. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty

Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai