Tugas KMB Welda
Tugas KMB Welda
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
napas, pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat
merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat
terhindar dari masalah yang paling buruk.
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan
persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula
spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek
medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu disertai
hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis /
tulang belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi
sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan
gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi
seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan
pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi.
Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk
mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.
2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?
b. Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis ?
c. Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ?
d. Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Cedera Medula Spinalis ?
e. Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
f. Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula Spinalis?
2
g. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang
dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
h. Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
i. Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis ?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh
manusia yang diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta mengetahui
bagaimana konsep penyakit atau cedera medula spinalis dan bagaimana
Asuhan Keperawatannya..
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.
2) Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis
3) Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula
Spinalis.
4) Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula
Spinalis.
5) Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
6) Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus Cedera
Medula Spinalis..
7) Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.
8) Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis.
3
9) Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.
4. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode
perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan dan pengumpulan data-data
pada buku dan internet yang berkaitan dengan pembahasan pada cedera
medula spinalis. yang dapat ditimbulkan akibat gangguan pada susunan saraf
pusat.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi modula
karena kerusakan diatas segmen serfikal 6 (C6).
c. Inkomplit Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena
kerusakan dibawah segmen serfikan 6 (C6).
d. Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang terjadi
pada serfikal pada bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan
pernapasan.
e. Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi akibat
kerusakan pada segmen parakal 2 (T2) kebawah.
a. Anatomi
Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat
yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen
magnum ke bagian atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat
bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan
6
secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula
spinalis dengan quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-
masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf
spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya
saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara
tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang
saraf skralis, dan 1 pasang saraf koksigeal.
Sumsum tulang belakang berhubungan dengan
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi
melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh,
yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-
masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis)
ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis
ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus
paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
7
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,
berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki
corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya
lebih luas kearah fleksi.
d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung
yang membentuk tulang bayi.
e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.
8
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:
1) Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya.
2) Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak
belakang dalam trungkusnya.
3) Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.
4) Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah bagian
posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot
brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi
kulit bagian posterior lengan atas dan lengan bawah. Merupakan saraf
terbesar dari plexus.
5) Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius,
Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7,
mempersarafi otot serratus anterior.
6) Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan
otot trapezius, otot latissimus dorsi.
7) Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum
humeri.
8) Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6,
mempersarafi otot subclavius..
9) Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi
otot rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,
10) Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot
supraspinatus dan infraspinatus.
11) Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
12) Nervus intercostalis
13) Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
14) Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit sisi
medial lengan atas.
15) Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial
lengan bawah.
9
16) Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah
dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial.
17) Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus
medianus.
18) Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot
coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya
cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas.
19) Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus
C5, mempersarafi otot rhomboideus.
20) Nervus transverses colli
21) Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan
menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina
terminalis,
22) NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya.
23) Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada
medulla spinalis.
24) Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau
kelamin manusia.
25) NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada
medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major
setinggi vertebra lumbalis ¾.
26) Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas,
bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.
27) NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot
paha.
28) NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha,
walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi.
29) Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
30) NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi bagian
(s2 dan s3) pada bagian lengan bawah.
10
31) Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung
spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot
levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak
kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.
Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka
akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan
kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).
11
Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak
sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di
atur oleh otak sedangkan sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol
aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut jantung, sistem
pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lain-lain.
12
Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai berikut.
1) Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron
sensori ditransmisikan dengan bantuan interneuron (impuls
saraf dari dan ke otak).
2) Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum
tulang belakang juga biasa disebut saraf refleks.
3) Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala
13
9) Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis
slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang
menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif
terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi
infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur
kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi,
dan penyakit vascular.
10) Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11) Infeksi
12) Osteoporosis
13) Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau
sepeda motor.
4. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat
menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada
medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi
pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari
tulang belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada
14
tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal;
pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian
berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi,
menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,
hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi.
Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau
menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat
tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah
berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh
darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis
kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan
pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat
mematahkan / menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).
Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena
(segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa). hematomielia
adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat di substansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh
dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar
eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena
dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis
vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra
meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah
yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang
didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista
dan abses didalam kanalis vertebralis
15
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis
dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks
columna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah
nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks
terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan
motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma
sistema anastomosis anterial anterior spinal.
16
fungsi yang sama dengan C5.
1) Fleksi
17
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil
dan dapat terjadi subluksasi
2) Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan
fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi
vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3) Kompresi Vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan
masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah
(pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur
yang terjadi bersifat stabil
4) Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang
pada vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat
mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini
biasanya bersifat stabil.
5) Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen
vertebra, dan sendi faset.
6) Fraktur dislokasi
18
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan
terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis :
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
19
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya
patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan
keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan
vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
20
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan
refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.
9. Komplikasi
a. Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-
perdarahan kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga
menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda. Peningkatan tekanan
menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia
dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul
jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
b. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks
setinggi dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks
disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda
dapat meluas kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian
lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi
mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang
sendiri, tetap hilangnya kontrol sensorik dan motorik akan tetap
permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan
hipoksia yang parah.
c. Syok spinal.
21
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua
segmen diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang
adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan
rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal
terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara
normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk
mempertahankan fungsi refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara
7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat
tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks,
pengosongan kandung kemih dan rektum.
d. Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar
refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia
otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu
rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan
suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis. Dengan
diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-
pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
e. Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat
trauma.
f. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka
atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh
pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
g. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian
22
menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal,
dan organ lain.
23
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan :
a. Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf.
Dokter mungkin merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika
sakit tergolong parah.
b. Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini
dapat membantu mengurangi rasa sakit dan
peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang terkait dengan
kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat mengurangi
peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan
yang disebabkan oleh berbagai penyakit".
c. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
penanganan secara manual maupun dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises
yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang
terkena untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d. Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan
dalam manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS /
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan
untuk merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah
satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan
untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara
kerjanya dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri
berkurang, tanpa efek samping yang berarti.
24
e. Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang
suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan
dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk
menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f. Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan
pada satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik
berlawanan.
25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN TRAUMA MEDULLA SPINALIS
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama , usia , jenis kelamin , pendidikan , alamat , pekerjaan , agama ,
suku bangsa , tanggal dan jam masuk rumah sakit , nomor register, dan diagnosis
medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama trauma medulla spinalis biasanya nyeri,kelemahan dan
kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri
tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada
daerah trauma.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka
tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan
benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan
hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau bila
klien tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang seperti osteoporosis, osteoartritis,
spondilitis, spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya
kelainan pada tulang belakang atau apakah pasien pernah mengalami
26
kecelakaan dan Penyakit lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obatan adiktif
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, DM,
penyakit jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian (Untuk
mengetahui ada penyebab herediter atau tidak)
f. Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota
gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami cedera tulang belakang.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
2. Pola Kebiasaan
a. Aktifitas /Istirahat.
Tanda:Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada
bawah lesi. Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya
kompresi saraf).
b. Sirkulasi.
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.
27
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan
pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
c. Eliminasi.
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena,
emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis, Inkontinensia defekasi
berkemih.
d. Integritas Ego.
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
e. Makanan /cairan.
Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan
omentum., peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
f. Higiene.
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
(bervariasi)
g. Neurosensori.
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat
kembaki normak setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot
/vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis
flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung
pada area spinal yang sakit.
h. Nyeri /kenyamanan.
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah
trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
i. Pernapasan.
28
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi
napas, ronki, pucat, sianosis.
j. Keamanan.
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
k. Seksualitas.
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
4. Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan Umum
Kesadaran umumnya mengalami penurunan kesadaran. Tanda-
tanda vital kadang abnormal dan bervariasi
b. Pemeriksaan ADL (Activity Daily Living)
29
1. Pernapasan.
1) Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi
jika otot-otot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding
dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.
2) Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi
yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga
toraks.
3) Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
4) Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret,
dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien
cedera tulang belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan
kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa
keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-
debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas
dingin atau pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons
terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan
30
dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah
lama mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami
perubahan status mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
1) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
3) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
4) Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
8) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
4. Refleks:
1) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan
refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.
2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan
refleks patologis.
31
3) Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok
spinal
4) Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada
kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-
netap pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan
sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai
lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang
5. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah
urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
6. Pencernaan.
ada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan
adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising
usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan
gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena
adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.
7. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung
pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik
sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena
32
5. Diagnosa Keperawatan
1) Pola Nafas Tidak Efektif b/d Cedera Pada Medula Spinalis
2) Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
3) Defisit nutrisi b/d Faktor Psikologis
4) Gangguan komunikasi verbal b/d Gangguan Neuromuskular
6. Intervensi Keperawatan
33
34
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
NO UJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
( NOC )
( NIC)
1. Pola Nafas Tidak Efektif b/d Setelah dilakukan asuhan NIC : Manajemen jalan nafas
Cedera Pada Medula keperawatan selama…x 24
1. Posisikan pasien untuk 1. Memberikan
Spinalis jam diharapkan pasien
memaksimalkan kenyamanan bagi
mampu menunjukkan
ventilasi pasien agar dapat
masuk dan keluar
dengan baik
NOC : Status pernafasan :
Ventilasi
2. Motivasi pasien untuk
bernafas pelan, dalam, 2. Untuk
berputar dan batuk mengeluarkan
Dipertahankan pada level :
secret pada pasien
35
Ditingkatkan pada level :
36
untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas
37
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
NO UJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
( NOC )
( NIC)
2. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan NIC : Manajemen Nyeri
pencedera fisik keperawatan selama…x 24
1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui nyeri
jam diharapkan pasien
nyeri komprehensif yang dirasakan saat
mampu menunjukkan
yang meliputi lokasi, ini
karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
NOC : Tingkat nyeri
kualitas, intensitas, atau
Dipertahankan pada level : beratna nyeri dan factor
pencetus
38
3. Sedang 1/2/3/4/5 ketidaknyamanan akan menunjukkan
4. Ringan 1/2/3/4/5 terutama pada mereka seberapa parah
5. Tidak ada 1/2/3/4/5 yang tidak dapat nyeri yang
berkomunikasi secara dirasakan pasien
efektif
39
oleh pasien
5. Kendalikan factor
5. Menghindari factor
lingkungan yang dapat
yang akan membuat
mempengaruhi respon
nyeri semakin
pasien terhadap
bertambah
ketidaknyamanan (
misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan,
dan suara bising)
7. Mengetahui
7. Minta pasien untuk
karakteristik nyeri
menilai nyeri atau
ketidaknyamanan pada
40
skala nyeri 0-10
8. agar pasien
8. Berikan informasi mengetahui dan
tentang nyeri memahami
informasi tentang
nyeri
41
3. Defisit nutrisi b/d Faktor Setelah dilakukan asuhan NIC : Manajemen Nutrisi
Psikologis keperawatan selama…x 24
1. Tentukan status gizi 1. Agar kebutuhan
jam diharapkan pasien mampu
pasien dan kemampuan gizi pasien
menunjukkan
pasien untuk memenuhi terpenuhi
kebutuhan gizi
42
adekuat 1/2/3/4/5 dibutuhkan untuk pasien terpenuhi
5. Sepenuhnya adekuat memenuhi persyaratan
1/2/3/4/5 gizi
43
8. Anjurkan pasien untuk 8. Kalori dan intake
memantau kalori dan makanan pada
intake makanan pasien tidak
berlebih dan
berkurang
44
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
NO UJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
( NOC )
( NIC)
45
1/2/3/4/5 dalam kemampuan
2. Banyak terganggu bicara
3. Perawat tau apa
1/2/3/4/5 3. Kenali emosi dan
yang
3. Cukup terganggu perilaku fisik pasien
dikomunikasikan
1/2/3/4/5 sebagai bentuk
pasien
4. Sedikit terganggu komunikasi mereka
1/2/3/4/5
5. Tidak terganggu
4. Monitor pasien terkait 4. Untuk mengetahui
1/2/3/4/5
dengan perasaan hal apa yang
frustasi, kemarahan, menjadi
depresi, atau respon- penghambat pasien
respon lain disebabkan untuk bicara
karena adanya
gangguan kemampuan
bicara
5. Untuk memudahkan
5. Sediakan metode berkomunikasi dengan
alternative untuk pasien
46
berkomunikasi dengan
bicara (misalnya
menulis dimeja,
menggunakan kartu,
kedipan mata, papan
komunikasi dengan
gambar, dan huruf)
6. Modifikasi lingkungan
6. Agar istirahat
untuk bisa
pasien tidak terganggu
meminimalkan
dan menghindari
kebisingan yang
pasien dari distress
berlebihan dan
emosi
menurunkan distress
emosi
47
akurat
48
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &
Suddarth, 2001). Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu:
kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk,
tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan
jika mengenai saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun
otot. Cedera medula spinalis ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula
spinalis stabil dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal,
segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-
serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla
spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia,
hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher
harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti
Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan
didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas
papan pemindahan.
49
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan
pemberian obat kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika
terjadi gangguan maka perlu diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula
spinalis adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera medula
spinalis adalah memperhatikan posisi dalam mobilisasi pasien sehingga
tidak memperparah cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma
medula spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap
penyakit lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan
dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan
kematian
2. Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada
siapa saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang
tinggi dalam melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu
kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar
Trauma medula spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi,
mahasiswa dapat melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam
makalah ini
50
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
volume 2. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3,
Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6,
volume 2. Jakarta : EGC.
Brenda G. Linda Skidmore (1994). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik
Praktik.Jakarta : EGC
Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition, by Sue
Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6 th Indonesian edition, by Gloria
Bulechek, Howard Butcher, Joanne Dochterman and Cheryl Wagner
51