Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis


yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara,
dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian
ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera.
Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu
banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan luka tembak.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis
pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama.
Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih
besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur banyak
terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan
kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak
dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan
perubahan hormonal (menopause). Klien yang mengalami trauma medulla
spinalis khususnya bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih
diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami
komplikasi trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal

1
napas, pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat
merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat
terhindar dari masalah yang paling buruk.
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan
persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula
spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek
medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu disertai
hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis /
tulang belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi
sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan
gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi
seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan
pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi.
Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk
mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.

2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?
b. Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis ?
c. Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ?
d. Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Cedera Medula Spinalis ?
e. Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
f. Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula Spinalis?

2
g. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang
dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
h. Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
i. Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis ?

3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh
manusia yang diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta mengetahui
bagaimana konsep penyakit atau cedera medula spinalis dan bagaimana
Asuhan Keperawatannya..
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.
2) Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis
3) Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula
Spinalis.
4) Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula
Spinalis.
5) Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
6) Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus Cedera
Medula Spinalis..
7) Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.
8) Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis.

3
9) Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.

4. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode
perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan dan pengumpulan data-data
pada buku dan internet yang berkaitan dengan pembahasan pada cedera
medula spinalis. yang dapat ditimbulkan akibat gangguan pada susunan saraf
pusat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing


memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
foramen inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5
pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001). Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :
a. Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada ekstermitas dan
terjadi akibat trauma pada segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada
level akan merusak sistem syaraf otonom khsusnya syaraf simpatis
misalnya adanya gangguan pernapasan.

5
b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi modula
karena kerusakan diatas segmen serfikal 6 (C6).
c. Inkomplit Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena
kerusakan dibawah segmen serfikan 6 (C6).
d. Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang terjadi
pada serfikal pada bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan
pernapasan.
e. Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi akibat
kerusakan pada segmen parakal 2 (T2) kebawah.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis)

a. Anatomi
Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat
yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen
magnum ke bagian atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat
bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan

6
secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula
spinalis dengan quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-
masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf
spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya
saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara
tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang
saraf skralis, dan 1 pasang saraf koksigeal.
Sumsum tulang belakang berhubungan dengan
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi
melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh,
yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-
masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis)
ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis
ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus
paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.

7
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,
berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki
corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya
lebih luas kearah fleksi.
d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung
yang membentuk tulang bayi.
e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.

b. Fisiologi medulla spinalis :


1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju
sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju
substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang
menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag
motorik.
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh
impuls saraf motorik.
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus
pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal)
paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan
otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada
uretra dan rektum.

8
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:
1) Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya.
2) Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak
belakang dalam trungkusnya.
3) Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.
4) Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah bagian
posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot
brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi
kulit bagian posterior lengan atas dan lengan bawah. Merupakan saraf
terbesar dari plexus.
5) Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius,
Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7,
mempersarafi otot serratus anterior.
6) Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan
otot trapezius, otot latissimus dorsi.
7) Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum
humeri.
8) Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6,
mempersarafi otot subclavius..
9) Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi
otot rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,
10) Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot
supraspinatus dan infraspinatus.
11) Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
12) Nervus intercostalis
13) Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
14) Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit sisi
medial lengan atas.
15) Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial
lengan bawah.

9
16) Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah
dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial.
17) Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus
medianus.
18) Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot
coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya
cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas.
19) Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus
C5, mempersarafi otot rhomboideus.
20) Nervus transverses colli
21) Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan
menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina
terminalis,
22) NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya.
23) Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada
medulla spinalis.
24) Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau
kelamin manusia.
25) NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada
medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major
setinggi vertebra lumbalis ¾.
26) Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas,
bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.
27) NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot
paha.
28) NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha,
walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi.
29) Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
30) NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi bagian
(s2 dan s3) pada bagian lengan bawah.

10
31) Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung
spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot
levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak
kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.

Tabel Sistem saraf medulla spinalis


Jumlah Medula spinalis Menuju
daerah

7 pasang Servix Kulit kepala, leher dan otot


tangan, membentuk daerah
tengkuk.

12 pasang Punggung/toraks Organ-organ dalam,


membentuk bagian belakang
torax atau dada.

5 pasang Lumbal/pinggang Paha, membentuk daerah


lumbal atau pinggang.

5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan jari


kaki, membentuk os sakrum
(tulang kelangkang).

1 pasang Koksigeal Sekitar tulang ekor,


membentuk tulang
koksigeus (tulang tungging)

Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka
akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan
kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).

11
Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak
sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di
atur oleh otak sedangkan sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol
aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut jantung, sistem
pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lain-lain.

12
Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai berikut.
1) Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron
sensori ditransmisikan dengan bantuan interneuron (impuls
saraf dari dan ke otak).
2) Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum
tulang belakang juga biasa disebut saraf refleks.
3) Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

3. Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis

a) Penyebab dari cedera medula spinalis adalah


1) Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2) Olahraga
3) Menyelan pada air yang dangkal
4) Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5) Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6) Kejatuhan benda keras
7) Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis
yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono,
2000).
8) Luka tembak atau luka tikam

13
9) Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis
slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang
menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif
terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi
infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur
kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi,
dan penyakit vascular.
10) Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11) Infeksi
12) Osteoporosis
13) Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau
sepeda motor.

b) Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis


1) Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
2) Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
3) Status Nutrisi

4. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat
menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada
medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi
pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari
tulang belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada

14
tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal;
pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian
berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi,
menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,
hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi.
Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau
menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat
tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah
berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh
darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis
kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan
pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat
mematahkan / menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).
Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena
(segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa). hematomielia
adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat di substansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh
dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar
eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena
dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis
vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra
meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah
yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang
didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista
dan abses didalam kanalis vertebralis

15
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis
dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks
columna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah
nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks
terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan
motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma
sistema anastomosis anterial anterior spinal.

Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera


Batas Cedera Fungsi yang Hilang

C1 –C 4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke


bawah. Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya
bowel dan blader.

C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke


bawah. Hilangnya sensasi di bawah klavikula.
Tidak terkontrolnya bowel dan blader.

C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu


dan lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan
dan jempol.

C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna pada


bahu, siku, pergelangan dan bagian dari lengan.
Sensasi lebih banyak pada lengan dan tangan
dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami

16
fungsi yang sama dengan C5.

C8 Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari


lengan mengalami kelemahan. Hilangnya sensai
di bawah dada.

T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di


bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot
interkosta mengalami kerusakan. Hilangnya
kontrol bowel dan blader.

T6 – T12 Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di


bawah pinggang. Fungsi pernafasan sempurna
tetapi hilangnya fngsi bowel dan blader.

L1 – L3 Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai.


Hilangnya sensasi dari abdomen bagian bawah
dan tungkai. Tidak terkontrolnya bowel dan
blader.

L4 – S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal


paha, lutut dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel
dan blader.

S2 – S4 Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.


Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum.
Pada keadaan awal terjadi gangguan bowel dan
blader.

5. Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis

1) Fleksi

17
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil
dan dapat terjadi subluksasi
2) Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan
fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi
vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3) Kompresi Vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan
masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah
(pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur
yang terjadi bersifat stabil
4) Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang
pada vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat
mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini
biasanya bersifat stabil.

5) Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen
vertebra, dan sendi faset.
6) Fraktur dislokasi

18
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan
terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang

6. Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :


a. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula
spinalis hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara
sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema,
perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh
darah.
b. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat
dari tekanan pada edula spinalis.
c. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata,
ligament dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan
reaksi peradangan.
d. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi
kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka
tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis :
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto

19
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya
patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan
keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan
vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

8. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis
a. Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis
sehingga stimulus refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader,
refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.
b. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal,
dimana pasien trejadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
c. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks – refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan
darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan inkontinensia
urine dan retensi feses.
d. Autonomik dysrefleksia

20
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan
refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.

e. Gangguan fungsi seksual.


Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya impotensi,
menurunnya sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi
tidak dapat ejakulasi

9. Komplikasi
a. Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-
perdarahan kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga
menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda. Peningkatan tekanan
menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia
dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul
jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
b. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks
setinggi dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks
disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda
dapat meluas kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian
lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi
mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang
sendiri, tetap hilangnya kontrol sensorik dan motorik akan tetap
permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan
hipoksia yang parah.
c. Syok spinal.

21
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua
segmen diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang
adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan
rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal
terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara
normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk
mempertahankan fungsi refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara
7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat
tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks,
pengosongan kandung kemih dan rektum.
d. Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar
refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia
otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu
rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan
suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis. Dengan
diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-
pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
e. Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat
trauma.
f. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka
atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh
pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
g. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian

22
menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal,
dan organ lain.

10. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksan diagnostik dengan cara :
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan
pada diafragma, atelektasis)
Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur
volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma
servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada
saraf frenikus /otot interkostal).
f. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
g. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
h. Urodinamik, proses pengosongan bladder.

23
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan :
a. Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf.
Dokter mungkin merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika
sakit tergolong parah.
b. Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini
dapat membantu mengurangi rasa sakit dan
peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang terkait dengan
kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat mengurangi
peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan
yang disebabkan oleh berbagai penyakit".
c. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
penanganan secara manual maupun dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises
yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang
terkena untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d. Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan
dalam manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS /
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan
untuk merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah
satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan
untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara
kerjanya dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri
berkurang, tanpa efek samping yang berarti.

24
e. Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang
suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan
dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk
menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f. Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan
pada satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik
berlawanan.

25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN TRAUMA MEDULLA SPINALIS
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama , usia , jenis kelamin , pendidikan , alamat , pekerjaan , agama ,
suku bangsa , tanggal dan jam masuk rumah sakit , nomor register, dan diagnosis
medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama trauma medulla spinalis biasanya nyeri,kelemahan dan
kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri
tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada
daerah trauma.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka
tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan
benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan
hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau bila
klien tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang seperti osteoporosis, osteoartritis,
spondilitis, spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya
kelainan pada tulang belakang atau apakah pasien pernah mengalami

26
kecelakaan dan Penyakit lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obatan adiktif
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, DM,
penyakit jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian (Untuk
mengetahui ada penyebab herediter atau tidak)
f. Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota
gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami cedera tulang belakang.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.

2. Pola Kebiasaan
a. Aktifitas /Istirahat.
Tanda:Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada
bawah lesi. Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya
kompresi saraf).
b. Sirkulasi.
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.

27
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan
pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
c. Eliminasi.
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena,
emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis, Inkontinensia defekasi
berkemih.
d. Integritas Ego.
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
e. Makanan /cairan.
Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan
omentum., peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
f. Higiene.
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
(bervariasi)
g. Neurosensori.
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat
kembaki normak setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot
/vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis
flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung
pada area spinal yang sakit.
h. Nyeri /kenyamanan.
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah
trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
i. Pernapasan.

28
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi
napas, ronki, pucat, sianosis.
j. Keamanan.
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
k. Seksualitas.
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

3. Pengkajian Secara Umum Meliputi:


a. Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah medis yang lain
(misalnya, kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus), merokok dan
penggunaan alcohol.
b. Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan, kekuatan, tonus), fungsi
sensorik, reflex, status pernapasan, gejala gejala spinal syok, tidak adanya
keringat di batas luka, fungsi bowel dan bldder, gejala autonomic
dysreflexia.
c. Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup, pekerjaan, peran dan
tanggung jawab, sistim dukungan, strategi koping, reaksi emosi terhadap
cidera.
d. Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis:
pengobatan, progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,
kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuan membaca dan
kesiapan belajar.

4. Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan Umum
Kesadaran umumnya mengalami penurunan kesadaran. Tanda-
tanda vital kadang abnormal dan bervariasi
b. Pemeriksaan ADL (Activity Daily Living)

29
1. Pernapasan.
1) Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi
jika otot-otot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding
dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.
2) Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi
yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga
toraks.
3) Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
4) Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret,
dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien
cedera tulang belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan
kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa
keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-
debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas
dingin atau pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons
terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan

30
dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah
lama mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami
perubahan status mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
1) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
3) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
4) Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
8) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
4. Refleks:
1) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan
refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.
2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan
refleks patologis.

31
3) Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok
spinal
4) Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada
kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-
netap pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan
sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai
lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang
5. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah
urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
6. Pencernaan.
ada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan
adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising
usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan
gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena
adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.
7. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung
pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik
sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena

32
5. Diagnosa Keperawatan
1) Pola Nafas Tidak Efektif b/d Cedera Pada Medula Spinalis
2) Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
3) Defisit nutrisi b/d Faktor Psikologis
4) Gangguan komunikasi verbal b/d Gangguan Neuromuskular
6. Intervensi Keperawatan

33
34
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
NO UJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
( NOC )
( NIC)

1. Pola Nafas Tidak Efektif b/d Setelah dilakukan asuhan NIC : Manajemen jalan nafas
Cedera Pada Medula keperawatan selama…x 24
1. Posisikan pasien untuk 1. Memberikan
Spinalis jam diharapkan pasien
memaksimalkan kenyamanan bagi
mampu menunjukkan
ventilasi pasien agar dapat
masuk dan keluar
dengan baik
NOC : Status pernafasan :
Ventilasi
2. Motivasi pasien untuk
bernafas pelan, dalam, 2. Untuk
berputar dan batuk mengeluarkan
Dipertahankan pada level :
secret pada pasien

35
Ditingkatkan pada level :

1. Deviasi berat dari 3. Instruksikan bagaimana 3. Agar sputum dapat


kisaran normal agar bisa melakukan keluar dan tidak
1/2/3/4/5 batuk efektif menghambat jalan
2. Deviasi yang cukup nafas
berat dari kisaran
4. Mengatur posisi
normal 1/2/3/4/5 4. Posisikan untuk
pasien senyaman
3. Deviasi sedang dari meringankan sesak
mungkin
kisaran normal nafas
1/2/3/4/5
4. Deviasi ringan dari
kisaran normal
5. Monitor status
1/2/3/4/5 5. Untuk mengetahui
pernafasan dan
5. Tidak ada deviasi dari perkembangan
oksigenisasi
kisaran normal keadaan pasien
sebagaimana mestinya
1/2/3/4/5

6. Identifikasi kebutuhan 6. Agar kebutuhan


actual/potensial pasien pasien terpenuhi

36
untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas

7. Buang secret dengan


7. Untuk membantu
memotivasi pasien
membersihkan
untuk melakukan batuk
jalan nafas pada
atau menyedot lender
pasien

8. Kelola udara atau 8. Agar pasien


oksigen yang mendapatkan udara
dilembabkan, yang sehat
sebagaimana mestinya

37
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
NO UJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
( NOC )
( NIC)

2. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan NIC : Manajemen Nyeri
pencedera fisik keperawatan selama…x 24
1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui nyeri
jam diharapkan pasien
nyeri komprehensif yang dirasakan saat
mampu menunjukkan
yang meliputi lokasi, ini
karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
NOC : Tingkat nyeri
kualitas, intensitas, atau
Dipertahankan pada level : beratna nyeri dan factor
pencetus

Ditingkatkan pada level : 2. Observasi adanya


2. Reaksi non verbal
petunjuk nonverbal
1. Berat 1/2/3/4/5 dan
mengenai
2. Cukup berat 1/2/3/4/5 ketidaknyamanan

38
3. Sedang 1/2/3/4/5 ketidaknyamanan akan menunjukkan
4. Ringan 1/2/3/4/5 terutama pada mereka seberapa parah
5. Tidak ada 1/2/3/4/5 yang tidak dapat nyeri yang
berkomunikasi secara dirasakan pasien
efektif

3. Gunakan strategi 3. Komunikasi yang


terapeutik tepat dapat
membuat pasien
percaya dan
membuat pasien
merasa lebih
nyaman dalam
menceritakan
sakitnya

4. Evaluasi pengalaman 4. Mengetahui nyeri


nyeri di masa lampau yang pernah dialami

39
oleh pasien
5. Kendalikan factor
5. Menghindari factor
lingkungan yang dapat
yang akan membuat
mempengaruhi respon
nyeri semakin
pasien terhadap
bertambah
ketidaknyamanan (
misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan,
dan suara bising)

6. Pilih dan lakukan


6. Membantu pasien
penanganan nyeri
mengurangi nyeri
seperti teknik relaksasi
dengan cara
dan teknik napas dalam
farmakologi dan
non farmakologi

7. Mengetahui
7. Minta pasien untuk
karakteristik nyeri
menilai nyeri atau
ketidaknyamanan pada

40
skala nyeri 0-10

8. agar pasien
8. Berikan informasi mengetahui dan
tentang nyeri memahami
informasi tentang
nyeri

DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL


KEPERAWATAN
NO UJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
( NOC )
( NIC)

41
3. Defisit nutrisi b/d Faktor Setelah dilakukan asuhan NIC : Manajemen Nutrisi
Psikologis keperawatan selama…x 24
1. Tentukan status gizi 1. Agar kebutuhan
jam diharapkan pasien mampu
pasien dan kemampuan gizi pasien
menunjukkan
pasien untuk memenuhi terpenuhi
kebutuhan gizi

NOC : Status Nutrisi : Asupan


2. Mengetahui apakah
Nutrisi 2. Identifikasi adanya
pasien ada alergi
alergi atau intoleransi
Dipertahankan pada level : pada makanan/tidak
makanan yang dimiliki
pasien

Ditingkatkan pada level :


3. Instruksikan pasien
1. Tidak adekuat 3. Agar semua
mengenai kebutuhan
1/2/3/4/5 kebutuhan nutrisi
nutrisi
2. Sedikit adekuat pasien terpenuhi
1/2/3/4/5
3. Cukup adekuat 4. Tentukan jumlah kalori
1/2/3/4/5 dan jenis nutrisi yang 4. Agar kalori pada
4. Sebagian besar

42
adekuat 1/2/3/4/5 dibutuhkan untuk pasien terpenuhi
5. Sepenuhnya adekuat memenuhi persyaratan
1/2/3/4/5 gizi

5. Beri obat-obatan 5. Beri obat-obatan


sebelum makan jika diperlukan,
(misalnya, penghilang untuk mencegah
rasa sakit,antiematik) terjadi komplikasi
jika diperlukan

6. Pastikan makanan 6. Menarik minat


disajikan dengan cara pasien untuk
yang menarik dan pada mengkonsumsi
suhu yang paling cocok makanan
untuk konsumsi secara
optimal
7. Monitor kalori dan 7. Asupan kalori dan
asupan makanan makanan pasien
terpenuhi

43
8. Anjurkan pasien untuk 8. Kalori dan intake
memantau kalori dan makanan pada
intake makanan pasien tidak
berlebih dan
berkurang

44
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
NO UJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
( NOC )
( NIC)

4. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan asuhan NIC : Peningkatan komunikasi


verbal b/d Gangguan keperawatan selama…x 24 : Kurang bicara
Neuromuskular jam diharapkan pasien
mampu menunjukkan 1. Kemampuan bicara
1. Monitor kecepatan pasien mulai membaik
bicara, tekanan,
NOC : Komunikasi : kecepatan, kuantitas,
Mengekspresikan volume dan diksi

Dipertahankan pada level : 2. Agar mempercepat


2. Instruksikan pasien atau
proses kemampuan
keluarga untuk
komunikasi pasien
menggunakan proses
Ditingkatkan pada level :
kognitif, anatomis dan
1. Sangat terganggu fisiolohgi yang terlibat

45
1/2/3/4/5 dalam kemampuan
2. Banyak terganggu bicara
3. Perawat tau apa
1/2/3/4/5 3. Kenali emosi dan
yang
3. Cukup terganggu perilaku fisik pasien
dikomunikasikan
1/2/3/4/5 sebagai bentuk
pasien
4. Sedikit terganggu komunikasi mereka
1/2/3/4/5
5. Tidak terganggu
4. Monitor pasien terkait 4. Untuk mengetahui
1/2/3/4/5
dengan perasaan hal apa yang
frustasi, kemarahan, menjadi
depresi, atau respon- penghambat pasien
respon lain disebabkan untuk bicara
karena adanya
gangguan kemampuan
bicara

5. Untuk memudahkan
5. Sediakan metode berkomunikasi dengan
alternative untuk pasien

46
berkomunikasi dengan
bicara (misalnya
menulis dimeja,
menggunakan kartu,
kedipan mata, papan
komunikasi dengan
gambar, dan huruf)
6. Modifikasi lingkungan
6. Agar istirahat
untuk bisa
pasien tidak terganggu
meminimalkan
dan menghindari
kebisingan yang
pasien dari distress
berlebihan dan
emosi
menurunkan distress
emosi

7. Ulangi apa yang 7. Supaya informasi


disampaikan pasien yang disampaikan
untuk menjamin akurasi oleh pasien lebih

47
akurat

8. Instruksikan pasien 8. Agar apa yang


untuk bicara pelan dikatakan pasien
lebih jelas

48
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &
Suddarth, 2001). Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu:
kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk,
tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan
jika mengenai saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun
otot. Cedera medula spinalis ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula
spinalis stabil dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal,
segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-
serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla
spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia,
hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher
harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti
Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan
didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas
papan pemindahan.

49
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan
pemberian obat kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika
terjadi gangguan maka perlu diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula
spinalis adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera medula
spinalis adalah memperhatikan posisi dalam mobilisasi pasien sehingga
tidak memperparah cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma
medula spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap
penyakit lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan
dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan
kematian

2. Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada
siapa saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang
tinggi dalam melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu
kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar
Trauma medula spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi,
mahasiswa dapat melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam
makalah ini

50
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
volume 2. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3,
Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6,
volume 2. Jakarta : EGC.
Brenda G. Linda Skidmore (1994). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik
Praktik.Jakarta : EGC
Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition, by Sue
Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6 th Indonesian edition, by Gloria
Bulechek, Howard Butcher, Joanne Dochterman and Cheryl Wagner

51

Anda mungkin juga menyukai