Anda di halaman 1dari 46

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dapat dikatakan sebagai praktik kesehatan tertua di dunia, sama tuanya

dengan umat manusia. Pada mulanya semua persalinan ditolong oleh dukun atau mereka

yang mengkhususkan diri dalam pertolongan persalinan, tanpa membolehkan tenaga medis

lainnya untuk ikut membantu melakukan hal tersebut.

Dengan pengetahuan yang serba terbatas serta jumlah tenaga ahli di Indonesia yang

masih sangat kurang yaitu pada tahun 1995 terdapat 700 orang tenaga berbanding dengan 197

juta penduduk (Manuaba, 1999) bila dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara lain,

contoh di Filipina terdapat 2.000 orang tenaga ahli kebidanan dalam jumlah penduduk 40 juta

jiwa. Maka sudah dapat dibayangkan bahwa jumlah kematian ibu dan bayi di Indonesia

menjadi paling tinggi di Asia Tenggara.

Sebagai ukuran kemampuan pelayanan kesehatan satu negara ditetapkan berdasarkan

angka kematian ibu dan angka kematian karena melahirkan. Sementara persalinan di

Indonesia sebagian besar yaitu sekitar 70 – 80 % masih ditolong oleh dukun terutama di

pedesaan dengan kemampuan dan peralatan yang serba terbatas. Penyebab kematian terjadi

terutama karena perdarahan, infeksi, dan keracunan hamil serta terlambatnya sistem rujukan

(Manuaba, 1999).

Pemerintah sendiri telah mengupayakan berbagai cara untuk mengendalikan angka

kematian ibu dan bayi yang sangat tinggi tersebut guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu pada khususnya. Dengan berkembangnya

pengetahuan dan teknologi dewasa ini, membuat model pengawasan terhadap masa

kehamilan seperti yang dikembangkan di Paris pada tahun 1901 dengan nama plea of
1
promaternity hospital yang bertujuan memberikan pelayanan kepada ibu selama masa

kehamilan sehingga ibu dapat menyelesaikan masa kehamilannya dengan baik dan bayi dapat

dilahirkan dengan sehat dan selamat. Di Indonesia sendiri model pengawasan tersebut

semakin membuka pandangan masyarakat bahwa pengawasan yang ketat pada masa

kehamilan menjadi hal yang sangat penting guna mengantarkan ibu dan bayi kepada keadaan

yang sehat dan sejahtera. Oleh karenanya di Indonesia dikembangkan model pengawasan

yang sama dengan nama BKIA yaitu Balai Kesehatan Ibu dan Anak. Dimana BKIA menjadi

bagian terpenting dari program Puskesmas dan telah tersebar diseluruh Indonesia yang

dipimpin oleh Tenaga kesehatan sehingga kemampuan pelayanannya dapat lebih

ditingkatkan.

Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada ibu hamil adalah keguguran atau

abortus. Mengingat semkain berkembnagnya pendidikan dan pengethauan masyarakat

khususnya wanita dengan emansipasinya dalam turut serta menghidupi ekonomi keluarga,

membuat kejadian abortus menjadi cukup tinggi dalam dekade terakhir. Didukung pula oleh

pengaruh budaya barat dengan pergaulan bebasnya menjadinya banyak kejadian kehamilan

tidak diinginkan menjadi meningkat sehingga kecenderungan kejadian abortus provocatus

juga meningkat. Bahkan semakin merebaknya klinik – klinik aborsi di tanah air, semakin

membuka peluang wanita untuk melakukan aborsi tanpa memikirkan akibatnya.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka kami mengangkat permasalahan abortus

sebagai makalah, mengingat permasalahan abortus sendiri merupakan suatu permasalahan

yang kompleks bagi ibu, suami atau pasangan maupun keluarga.

Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu. Komplikasi
masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan. Masa nifas merupakan masa
2
yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50%
dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya
disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Salah satu infeksi pada masa nifas yaitu
endometritis.

Endometritis merupakan suatu peradangan pada endometrium yang disebabkan oleh


infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis adalah infeksi pada endometrium yang terjadi
sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing
dalam rahim.

Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya perempuan itu sendiri tentang


pentingnya menjaga kebersihan diri terutama pada bagian genital setelah melahirkan, dan
mengetahui dampak jangka pendek dan jangka panjang dari infeksi endometritis adalah salah
satu alasan penulis untuk membahas materi ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan abortus?

2. Apa saja klasifikasi dari abortus?

3. Apa penyebab abortus?

4. Apa tanda dan gejala dari abortus?

5. Bagaimana pemeriksaan fisik pada pasien abortus?

6. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada abortus?

7. Apa pengertian Endometritis ?


8. Bagaimana klasifikasi Endometritis?
9. Apa tipe Endometritis ?
10. Apa Etiologi Endometritis?
11. Bagaimana tanda dan gejala Endometritis ?
12. Apa factor resiko Endometritis?
13. Bagaimana penatalaksanaan Endometritis ?

3
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menerapkan asuhan keperawatan pada ibu dengan kejadian abortus sesuai dengan

konsep teori asuhan keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Definisi Abortus


b. Untuk mengetahui Klasifikasi Abortus
c. Untuk mengetahui Pathogenesis Abortus
d. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Abortus
e. Untuk mengetahui Pemeriksaan Fisik Abortus
f. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Abortus
g. Untuk mengetahui Penyulir Abortus
h. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Abortus
i. Untuk mengetahui pengertian Endometritis
j. Untuk mengetahui klasifikasi Endometritis
k. Untuk mengetahui tipe Endometritis
l. Untuk mengetahui Etiologi Endometritis
m. Untuk mengetahui tanda dan gejala Endometritis
n. Untuk mengetahui factor resiko Endometritis
o. Untuk mengetahui penatalaksanaan Endometritis

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Abortus

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup didunia luar,

tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat

badannya telah mencapai >500 gr atau umur kehamilan >20 minggu.

B. Klasifikasi Abortus

1. Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari semua

abortus.

Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya :

a. Abortus imminens (keguguran mengancam) adalah Abortus ini baru mengancam dan

ada harapan untuk mempertahankan.

Tanda dan Gejala

1) Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20.

2) Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai perdarahan.

3) Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.

4) Tidak ditemukan kelainan pada serviks.

5) Serviks tertutup.

b. Abortus incipiens (keguguran berlangsung) adalah Abortus sudah berlangsung dan tidak

dapat dicegah lagi.

Tanda dan Gejala

1) Perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar gumpalan darah.

2) Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat.

3) Serviks sering melebar sebagian akibat kontraksi.


5
c. Abortus incomplete (keguguran tidak lengkap) adalah Sebagian dari buah kehamilan

telah dilahirkan tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di rahim.

Tanda dan Gejala

1) Perdarahan per vaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah keluar.

2) Nyeri perut bawah mirip kejang.

3) Dilatasi serviks akibat masih adanya hasil konsepsi di dalam uterus yang dianggap

sebagai corpus allienum.

4) Keluarnya hasil konsepsi (seperti potongan kulit dan hati).

d. Abortus completus (keguguran lengkap) adalah Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan

lengkap. Kontraksi rahim dan perdarahan mereda setelah hasil konsepsi keluar.

Tanda dan Gejala

1) Serviks menutup.

2) Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.

3) Gejala kehamilan tidak ada.

4) Uji kehamilan negatif.

e. Missed abortion (keguguran tertunda) adalah Missed abortion ialah keadaan dimana

janin telah mati sebelum minggu ke 22 tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau

lebih setelah janin mati.

Tanda dan Gejala

1) Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air ketuban dan macerasi

janin.

2) Buah dada mengecil kembali.

3) Gejala kehamilan tidak ada, hanya amenorea terus berlangsung.

f. Abortus habitualis (keguguran berulang – ulang) adalah abortus yang telah berulang

dan berturut – turut terjadi sekurang – kurangnya 3 kali berturut – turut.


6
g. Abortus febrilis adalah Abortus incompletus atau abortus incipiens yang disertai infeksi.

Tanda dan Gejala

a. Demam kadang – kadang menggigil.

b. Lochea berbau busuk.

2. Abortus provocatus (disengaja, digugurkan) merupakan 80% dari semua abortus.

Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :

a. Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics adalah Pengguguran kehamilan

dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu,

misal ibu berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi

essensialis, carcinoma cerviks.

b. Abortus provocatus criminalis Adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang

syah dan dilarang oleh hukum.

c. Etiologi Abortus

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor umumnya abortus didahului

oleh kematian janin. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, yaitu :

1. Faktor Janin

Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan

zigot,embrio,janin,plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester

1, yakni :

a) Kelainan Telur, telur kosong (blighted ovum),kerusakan embrio, atau kelainan

kromosom (monosomi,trisomi,atau poliploidi)

b) Embrio dengan kelainan lokal

c) Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas)

1. Faktor Maternal
7
a. Infeksi

Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang berkembang,

terutama pada akhir trimester 1 atau awal trimester 2. Tidak diketahui penyebab

kematian janin secara pasti, apakah janin yang menjadi terinfeksi ataukah toksin

yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya.

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus

a) Virus

Misalnya Rubella, sitomegalo virus , virus herpes simpleks, varisella

zoster, campak, hepatitis, polio.

b) Bakteri

Misalnya salmonella typhi

c) Parasit

Misalnya toxoplasma gondhii, plasmodium

b. Penyakit Vaskuler, misalnya hipertensi vaskuler.

c. Kelainan endokrin

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau

pada penyakit disfungsi tiroid, defisiensi insulin.

d. Faktor Imunologis, ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human

Leukocyte Antigen)

e. Trauma

Kasus nya jarang terjadi, umumnya abortus tejadi segera setelah trauma tersebut,

misalnya trauma akibat pembedahan :

1. Pengangkatan Ovarium yang mengandung korpus Luteum

garafiditatum sebelum minggu ke 8.

2. Pembedahan intra abdominal dan operasi pada uterus pada saat hamil.
8
f. Kelainan uterus

Hipoplasia uterus, neoma (terutama mioma submukosa), serviks inkompeten.

g. Faktor Psikosomatik, pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan.

3. Faktor Eksternal

a. Radiasi

Dosis 1 – 10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat

merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.

b. Obat-obatan

Antagonis asam folat , antikoagulan , dan lain lain. Sebaiknya tidak

menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu , kecuali telah

dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan janin , atau untuk

pengobatan penyakit ibu yang parah.

c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan

benzen.

C. Patogenesis Abortus

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti

dengan perdarahan kedalam desidua bassalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada

daerah implantasi , infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam.

Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing

dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai , dan segera setelah itu

terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa

pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum

perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan

jika telah tejadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihinadri.
9
Sebelum minggu ke 10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini

disebabkan sebelum minggu ke 10 vilikorialis belum menanamkan diri dengan erat kedalam

desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10 sampai minggu ke

12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vilikorialis dengan desidua makin erat hingga

mulai saat tersebut sering sisa-sia korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus.

Pengeluaran Hasil Konsepsi didasarkan 4 cara :

1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa

desidua.

2. Kantong amnion dan isinya (petus) didorong keluar, meninggalkan korion dan

desidua

3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar,

tetapi mepertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).

4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Sebagian besar

abortus termasuk dalam 3 tipe pertama, karena itu kuretasi diperlukan untuk

membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

Abortus bentuk yang istimewa, seperti :

a. Telur kosong (blighted ovum) yang terbentuk hanya kantong amnion berisi air

ketuban tanpa janin.

b. Mola kruenta

Adalah telur yang dibungkus oleh darah kental. Mola kruenta terbentuk kalau

abortus terjadi dengan lambat laun hingga darah sempat membeku antara desidua

dan korior. Kalau darah beku ini sudah seperti daging, disebut juga mola karnosa.

c. Mola tuberosa

Ialah telur yang memperlihatkan benjolan-benjolan, disebabkan oleh hematom-

hematom antara amnion dan korion.


10
d. Nasib janin yang mati bermacam-macam, kalau masih sangat kecil dapat

diapsorbsi dan hilang. Kalau janin sudah agak besar, cairan amnion diabsrobsi

hingga janin tertekan (foetus compressus)

D. Tanda Dan Gejala Abortus

Secara umum tanda dan gejala abortus sebagai berikut :

a) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu

b) Keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau

menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat

c) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi

d) Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat

kontraksi uterus.

E. Pemeriksaan Fisik Abortus

a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,

tercium bau busuk dari vulva

b. b.Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup,

ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau

busuk dari ostium.

c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan

dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak

nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak

menonjol dan tidak nyeri

11
F. Pemeriksaan Penunjang Abortus

1. Tes Kehamilan

2. Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus

3. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

4. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion Diagnosa Banding

5. Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan kelainan

serviks. Abortion imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang

biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak disertai rasa mulas.

6. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.

7. Pemeriksaan kadar HCG dalam urine untuk memastikan kehamilan masih

berlangsung.

8. Pemeriksaan auskultasi dengan funduskop dan doppler untuk memastikan kondisi

janin

G. Penyulit Abortus

1. Perdarahan hebat.

2. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan

kemandulan.

3. Renal failure disebabkan karena infeksi dan shock.

4. Shock bakteri karen atoxin.

5. Perforasi saat curetage

H. Penatalaksanaan Medis

1. Abortus imminens

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka pasien:

a. Istirahat rebah (tidak usah melebihi 48 jam).


12
b. Diberi sedativa misal luminal, codein, morphin.

c. Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan mengurangi kerentanan otot-otot

rahim (misal gestanon).

d. Dilarang coitus sampai 2 minggu.

2. Abortus incipiens

Kemungkinan terjadi abortus sangat besar sehingga pasien:

a. Mempercepat pengosongan rahim dengan oxytocin 2 ½ satuan tiap ½ jam sebnayak 6

kali.

b. Mengurangi nyeri dengan sedativa.

c. Jika ptocin tidak berhasil dilakukan curetage asal pembukaan cukup besar.

3. Abortus incompletus

Harus segera curetage atau secara digital untuk mengehentikan perdarahan.

4. Abortus febrilis

a. Pelaksanaan curetage ditunda untuk mencegah sepsis, kecuali perdarahan banyak

sekali.

b. Diberi antibiotika.

c. Curetage dilakukan setelah suhu tubuh turun selama 3 hari.

5. Missed abortion

a. Diutamakan penyelesaian missed abortion secara lebih aktif untuk mencegah

perdarahan dan sepsis dengan oxytocin dan antibiotika. Segera setelah kematian janin

dipastikan, segera beri pitocin 10 satuan dalam 500 cc glucose.

b. Untuk merangsang dilatasis erviks diberi laminaria stift.

13
I. Definisi Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri pada jaringan (Ben-zion Tuber, 1994). Endometritis adalah infeksi pada
endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari rahim. ( Prof.dr.Ida Bagus).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.B.
G., 1998). Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.
Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium dan
jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric endometritis.
Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric pendahulunya dalam
populasi. Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak
normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar,
keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan
untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.

Endometritis merupakan suatu peradangan pada endometrium yang disebabkan oleh


infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis adalah infeksi pada endometrium yang terjadi
sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing
dalam rahim. Endometritis adalah peradangan lapisan endometrium rahim. Selain
endometrium, peradangan mungkin melibatkan myometrium (miometritis) dan, kadang-
kadang parametrium (parametritis).

J. Klasifikasi Endometritis

1. Endometritis Akut

Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada endometritis postpartum


regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis postpartum pada
umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis postabortum terutama terjadi pada abortus
provocatus. Endometritis juga dapat terjadi pada masa senil. Pada endometritis akut,
endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat
hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-
perdarahan interstisial. Sebab yang tersering ialah infeksi pada abortus dan partus, serta

14
infeksi gonoroe. Infeksi gonoroe dimulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas
dan menyebabkan endometritis akut.

Penyebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar
partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD
(intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman
yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada endometrium,
atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.

Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada
umumnya dapat diatasi oleh kekuatan jaringan sendiri, dibantu pula pada saat pelepasan
lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akut
yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.

Gejala-gejala :

a. Demam
b. Lochia berbau : pada endometritis postabortum kadang-kadang keluar flour yang purulent
c. Lochia lama berdarah sampai terjadi metrorrhagi
d. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak ada nyeri

Terapi :

a. Uterotonika
b. Istirahat, posisi fowler
c. Antibiotika
d. Endometritis senilis perlu di kuret untuk menyampingkan corpus carcinoma, dapat diberi
oestrogen.

2. Endometritis Kronika

Radang ini jarang dijumpai, namun biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi.
Endometritis juga dapat terjadi sesudah menopause, yaitu dimana radang tetap tinggal dan
meluas sampai ke bagian endometrium lain. Radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang

15
tidak terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel
plasma pada stroma. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya telah memiliki
riwayat kanker leher rahim atau kanker endrometrium.

Endometritis kronis ditemukan:

a. Pada Penyakit Radang Panggul ( PID )


b. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam
uterus, terdapat peradangan dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, yang
dinamakan polip plasenta.
c. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d. Pada polip uterus dengan infeksi.
e. Pada tumor ganas uterus.
f. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
g. Pada Penderita tuberkulosis ( TB genital ). Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang menahun.
h. Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi terus-menerus akibat adanya
benda asing, polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.

Gejala :

a. Flour albus yang keluar dari ostium


b. Kelainan haid seperti metrorraghi dan menorraghi
c. Noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah

Terapi :

Perlu dilakukan kuretase untuk DD dengan karsinoma korpus uteri, polip atau mioma
submukosa. Kadang-kadang dengan kuret ditemukan endometritis tuberkulosa. Kuretase
juga bersifat terapeutis.

K. Tipe Endometritis
1. Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan)
2. Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel
sintitial dan trofoblas yang banyak)
16
3. Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba
fallopi, biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.)

L. Etiologi Endometritis

Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila
sebelumnya ada riwayat korioamnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama,
Endometritis juga biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan
jalan kelahiran sesudah melahirkan.

Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan
setelah abortus dan melahirkan. (Taber, B. 1994).

Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:

1. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.


2. Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3. Seringnya dilakukan pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya
ketuban.
4. Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.
8. Kelahiran secara bedah

Masuknya kuman ke dalam alat kandungan dapat terjadi melalui eksogen (kuman
datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari
jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman
yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :

a. Staphylococcus aureus

Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab


infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman
17
ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi
umum Streptococcus haemoliticus anaerobic. Masuknya secara eksogen dan menyebabkan
infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak
steril, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).

b. Escherichia Coli

Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada
perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus
urinarius.

c. Clostridium Welchii

Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi
ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar
rumah sakit.

Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya ialah trikomoniasis foetus,


Campylobacter foetus, Brucella sp., dan Vibrio sp.,. Endometritis juga dapat disebabkan
oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli, dan
Fusobacterium necrophorum .

M. Tanda dan Gejala Endometritis

Tanda dan gejala endometritis antara lain :

1. Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada


keparahan infeksi.
2. Takikardia
3. Menggigil dengan infeksi berat
4. Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
6. Abdomen distensi atau pembengkakan.
7. Subinvolusi
18
8. Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
9. Perdarahan pervaginam
10. Shock sepsis maupun hemoragik
11. Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
12. Terjadi ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise) hitung sel darah
putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis

N. Faktor Resiko Endometritis

Wanita sangat rentan terhadap endometritis setelah kelahiran atau aborsi. Risiko
meningkat karena mulut serviks terbuka, kehadiran jumlah besar darah dan alat-alat partus.

Faktor-faktor risiko utama untuk endometritis meliputi:

1. Persalinan Cesar (terutama jika sebelum 28 minggu kehamilan)


2. Prolonged rupture of membranes
3. Persalinanyang yang lama dengan beberapa pemeriksaan vagina
4. Severely meconium-stained amniotic fluid
5. Pelepasan plasenta manual
6. Pasien usia
7. Status sosial ekonomi rendah

Faktor-faktor risiko kecil meliputi:

1. Tidak adanya cervical mucus plug normal


2. Pemberian beberapa kortikosteron untuk pencegahan persalinan prematur
3. Pemantaunan Janin Intauterin Yang Terlalu Lama
4. Operasi yang berkepanjangan
5. Anestesi umum
6. Anemia postpartum

Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko endometritis secara umum:

1. Keberadaan perangkat intrauterine: perangkat partus bisa berfungsi sebagai jalur bagi
organisme untuk masuk ke dalam rahim
19
2. Adanya cairan menstruasi dalam rahim
3. Terkait cervicitis sekunder untuk gonore atau infeksi Chlamydia
4. Terkait bakterial vaginosis
5. Sering douching
6. Aktivitas seksual yang tidak dilindungi
7. Seks bebas
8. Ektopi serviks

Faktor Predisposisi
1. Aborsi
2. Kelahiran kembar
3. Kerusakan jalan lahir
4. Kelanjutan retensio plasenta yang mengakibatkan involusi pasca persalinan
menjadi menurun
5. Adanya korpus luteun persisten.
6. Persalinan Pervaginam
7. Jika dibandingkan dengan persalinan perabdominan/sc, maka timbulnya
endometritis pada tersalinan pervaginam relatif jarang.Bila persalinan pervaginam
disertai penyulit yaitu pada ketuban pecah prematur yang lama, partus yang lama
dan pemeriksaan dalam berulang, maka kejadian endometritis akan meningkat
sampai mendekati 6%. Bila terjadi korioamniotis intrapartum, maka kejadian
endometritis akan lebih tinggi yaitu mencapai 13%.
8. Persalinan SC
9. SC merupakan faktor predisposisi utama timbulnya endometritis dan erat
kaitannya dengan status sosial ekonomi penderita. Faktor resiko penting untuk
timbulnya infeksi adalah lamanya proses persalinan dan ketuban pecah,
pemeriksaan dalam berulang dan pemakaian alat monitoring janin internal. Karena
adanya faktor resiko tersebut america college of obsetricians
andgynekologists menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis pada tindakan
secsio caesarea.

20
O. Komplikasi Endometritis
Komplikasi yang potensial dari endometritis adalah sebagai berikut:
1. Luka infeksi
Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam
menetap meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya
dijumpai eritema, indurasi, dan drainase insisi.

2. Karena peritonitis
Peritonitis pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas
abdomen biasanya tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang
berkaitan dengan kehamilan. Nyeri mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan
meluas hanya ke peritonium di dekatnya (peritonitis panggul),terapi biasanya medis.
Sebaliknya peritonitis abdomen generalisata akibat cedera usus atau nekrosis insisi
uterus, sebaiknya diterapi secara bedah .
3. Parametrial phlegmon
Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis
parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi yang
disebut flegmon, di dalam lembar-lembar ligamentum latum (parametria)atau
dibawah lipatan kandung kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini
umumnya unilateral dan dapat meluas ke lateral ke dinding samping panggul. Infeksi
ini harus dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72 jam meskipun pasien
sudah mendapat terapi untuk endomiometritis pasca sesar.
4. Panggul abses
Flegmon parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses
ligamentum latum yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang
mengancam nyawa. Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan tuntunan
computed tomography, kolpotami, atau melalui abdomen, bergantung pada lokasi
abses.
Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus
Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan sesar adalah
terbukanya insisi akibat infeksi nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang subfasia di
sekitar dan akhirnya pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase

21
subfasia pada wanita dengan demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan
pengangkatan uterus yang terinfeksi.
5. Septik panggul thrombophlebitis
Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi
uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai vena-
vena di ovarium.

P. Penatalaksanaan Endometritis
1. Antibiotik
Kombinasi Klindamisin dan gentamicin secara intravena setiap 8 jam telah dianggap
sebagai kriteria standar perawatan. Beberapa studi telah menunjukkan keberhasilan yang
memadai. Kombinasi dari generasi kedua atau ketiga cephalosporin dengan
metronidazole adalah pilihan populer yang lain.
Pada remaja, endometritis postabortion mungkin disebabkan oleh organisme yang
menyebabkan penyakit inflammatory panggul (PID). Rejimen pengobatan awal pada
pasien tersebut biasanya termasuk intravena cefoxitin dan doxycycline, dalam dosis sama
seperti PID.
Kecenderungan ke arah penggunaan pengobatan tunggal dengan antibiotaik spektrum
yang luas telah muncul; umumnya efektif dalam 80-90% dari pasien. Cephalosporins,
penicillins spektrum luas, dan fluoroquinolones digunakan sebagai monoterapi.
Perbaikan dicatat dalam 48-72 jam di hampir 90% dari perempuan. Terapi Parenteral
dilanjutkan sampai demam pasien reda selama lebih dari 24 jam. Jika pemeriksaan fisik
temuan jinak, pasien mungkin habis pada waktu itu. Terapi antibiotik rawat jalan lebih
lanjut telah terbukti tidak perlu diberikan. Jika pasien tidak membaik dalam periode 48-
72 jam, evaluasi kembali komplikasi seperti abses.
2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah
terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat
mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang
memadai.
3. Donor darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post
partum.
4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.

22
5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang
tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan
plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati.
Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia
telah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik
klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ABORTUS

1. Pengkajian

Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami keluhan sebagai berikut:

a) Tidak enak badan.

b) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu

meningkat.

c) Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.

d) Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-flek darah atau

perdarahan terus-menerus.

Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi :

a. Lama kehamilan

b. Kapan terjadinya perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang

mempengaruhi

c. Karakterstik darah; merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah, dan lendir

d. Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam, mulas serta

pusing

e. Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop

f. Perasaan takut dan khawatir terhadap kondisi kehamilan.

g. Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu

meningkat.

24
2. Diagnosa

Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut;

a. Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi uterus

b. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam jumlah

berlebih

c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia

d. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin

e. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konseps

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Nyeri Setelah diberikan 1. Tentukan sifat, 1. Membantu dalam

berhubungan asuhan keperawatan lokasi, dan durasi mendiagnosis dan

dengan dilatasi diharapkan pasien nyeri. Kaji menentukan tindakan

servik, trauma dapat bertoleransi kontraksi uterus yang akan dilakukan.

jaringan dan terhadap nyeri yang hemoragi atau ketidaknyamanan

kontraksi uterus dialami dengan criteria nyeri tekan dihubungkan dengan

hasil; abdomen aborsi spontan dan

· Ibu dapat 2. Kaji stress molahidatidosa

mendemonstrasikan psikologis ibu karena kontraksi

teknik relaksasi /pasangan dan uterus yang mungkin

respon emosiol diperberat oleh infus


· Tanda-tanda vital dalam
terhadap kejadian oksitosin.
batas normal
3. Berikan 2. Ansietas sebagai
· Ibu tidak meringis

25
lingkungan yang respon terhadap

tenang dan situasi darurat dapat

aktivitas untuk memperberat

menurunkan rasa ketidaknyamanan

nyeri. karena sindrom

Instruksikan ketegangan,

untuk ketakutan, dan nyeri

menggunakan 3. Dapat membantu

metode relaksasi, dalam menurunkan

misalnya; nafas tingkat ansietas dan

dalam, visualisasi karenanya mereduksi

distraksi, dan ketidaknyamanan

jelaskan 4. Meningkatkan

prosedur. kenyamanan,

Kolaborasi menurunkan resiko

4. Berikan komplikasi

narkotik atau pembedahan

sedatif berikut 5. Tindakan terhadap

obat-obat penyimpangan dasar

praoperatif bila akan menghilangkan

prosedur nyeri.

pembedahan

diindikasikan

5. Siapkan untuk

26
prosedur bedah

bila terdapat

indikasi

2 Kurang volume Setelah diberikan 1. Evaluasi, 1. Perkiraan

cairan asuhan keperwawatan laporkan,serta kehilangan darah

berhubungan diharapkan pasien catat jumlah dan membantu

dengan dapat sifat kehilangan membedakan

kehilangan mendemonstrasikan darah, lakukan diagnosis. Setiap

vascular dalam kestabilan/ perbaikan perhitungan gram peningkatan

jumlah berlebih keseimbangan cairan pembalut, berat pembalut sama

dengan criteria hasil: kemudian dengan kehilangan

· Tanda-tanda vital stabil timbang pembalut kira-kira 1 ml darah

· pengisian kafilari refil 2. Lakukan tirah 2. perdarahan dapat

<2> baring, berhenti dengan

· pengeluaran dan berat instruksikan reduksi aktivitas.

jenis urine adekuat untuk Peningkatan tekanan

secara individual menghindari abdomen atau

valsava manuver orgasme dapat

dan koitus merangsang

3. Posisikan perdarahan

dengan tepat, 3. Menjamin

terlentang dengan keadekuatan darah

panggul yang tersedia untuk

ditinggikanatau otak, peninggian

27
posisi semi panggul menghindari

fowler kompresi vena kaya.

4. Catat tanda- Posisi semifowler

tanda vital, memungkinkan janin

pengisian kapiler bertindak sebagai

pada dasar kuku, tampon

warna membran 4. Membantu

mukosa atau kulit menentukan beratnya

dan suhu. Ukur kehilangan darah

tekanan vena meskipun sianosis

sentral bila ada dan perubahan pada

5. Pantau tekanan darah dan

aktivitas uterus, nadi adalah tanda-

status janin dan tanda lanjut dari

adanya nyeri kehilangan volume

tekan pada sirkulasi

abdomen 5. Membantu

6. Pantau menentukan sifat

masukan/keluaran hemoragi dan

cairan. Dapatkan kemungkinan akibat

sample urine dari peristiwa

setiap jam, ukur hemoragi

berat jenis 6.Menentukan

7. Simpan luasnya kehilangan

28
jaringan atau cairan dan

hasil konsepsi menunjukkan perfusi

yang keluar ginjal

Kolaborasi: 7. Dokter perlu

8. Dapatkan mengevaluasi

pemeriksaan kemungkinan retensi

darah cepat; HDL jaringan, pemeriksaan

jenis dan hstologi mungkin

pencorakan diperlukan.

silang, titer Rh, 8. Menentukan

Kadar fibrinogen, jumlah darah yang

hitung trombosit, hilang dan dapat

APTT dan kadar memberikan

LCC informasi mengenai

9. Pasang Kateter penyebab harus

10. Berikan dipertahankan di atas

larutan intravena, 30% untuk

ekspander mendukung transpor

plasma, darah oksigen dan nutrien

lengkap atau sel- 9. Haluaran kuarang

sel kemasan dari 30ml/jam

sesuai indikasi menandakan

penurunan perfusi

ginjal dan

29
kemungkinan

terjadinya nekrosis

tubuler. Keluaran

yang tepat ditentukan

oleh derajat defisit

individual dan

kecepatan

penggantian

10. meningkatkan

volume darah

sirkulasi dan

mengatasi gejala

syok.

3 Perubahan Setelah diberikan 1. Perhatikan 1. Kejadian

perfusi jaringan asuhan keperawatan status fisiologi perdarahan berisiko

berhubungan pasien dapat ibu, staus merusak hasil

dengan menunjukkan sirkulasi dan kehamilan.

hipovolemia perubahan perfusi volume darah Kemungkinan

jaringan kembali 2. Auskultasi dan menyebabkan

normal dengan criteria laporkan DJJ. hipovolemia atau

hasil: Catat bradikardi hipoksia

· Tanda vital dalam batas atau takikardi. uteroplasenta

normal Catat perubahan 2. Mengkaji

pada aktivitas berlanjutnya hioksia


· Hb dalam batas normal

30
janin janin, pada awalnya

3. Catat janin berespon pada

kehilangan darah penurunan kadar

ibu karena adanya oksigen dengan

kontraksi uteus takikardi dan

4. Anjurkan tirah peningkatan gerakan.

baring pada Bila tetap defisit,

posisi miring bradikardi dan

Kolaborasi; penurunan aktivitas

5.Berikan terjadi

suplemen oksigen 3. Bila kontraksi

pada ibu. uterus disertai dilatasi

Lakukan sesuai serviks, tirah baring

indikasi dan medikasi

6. Ganti mungkin tidak efektif

kejilangan darah dalam

ibu mempertahankan

7. Siapkan ibu kehamilan.

untuk intervensi Kehilangan darah ibu

bedah dengan secara berlebihan

tepat menurunkan perfusi

plasenta

4. meningkatkan

ketersediaan oksigen

31
untuk janin. Janin

mempunyai beberapa

kepastian

perlengkapan untuk

mengatasi hipoksia,

dimana disosiasi Hb

janin lebih cepat

daripada Hb dewasa

dan jumlah eritrosit

janin lebih besar dari

dewasa, sehingga

kapasitas oksigen

yang dibawa janin

meningkat.

5. Mengevaluasi

dengan menggunakan

Doppler respon DJJ

terhadap gerakan

janin, bermanfaat

dalam menentukan

janin apakah janin

dalam keadaan

asfiksia

6. Mempertahankan

32
volume sirkulasi yang

adekuat untuk

transpor oksigen.

Hemoragi maternal

memengaruhi tranpor

oksigen uteroplasenta

secara negatif,

menimbulkan

kemungkinan

kehilangan kehamilan

atau memburuknya

status janin. Bila

penyimpanan oksigen

menetap, janin akan

kehilangan tenaga

untuk melakukan

melanisme koping

dan kemungkinan

susunan saraf pusat

rusak/janin, sehingga

janin dapat

meninggal.

7. pembedahan perlu

dilakukan bila terjadi

33
pelepasan plasenta

yang berat atau bila

perdarahan

berlebihan, terjadi

penyimpanan oksigen

janin dan kelahiran

melalui vagia tidak

mungkin seperti pada

kasus plasenta previa

tota dimana

pembedahan mungkin

perlu diindikasikan

untuk menyelamatkan

hidup janin.

4 Ketakutan Setelah diberikan 1. Diskusikan 1. Memberi informasi

berhubungan asuhan keperawatan tentang situasi tentang reaksi

dengan ancaman diharapkan cemas dan pemahaman individu terhadap apa

kematian pada teratasi dengan criteria tentang situasi yang terjadi

diri sendiri dan hasil: dengan ibu dan 2. Menandai tingkat

janin · Ibu mendiskusikan pasangan rasa takut yang

takut mengenai diri 2. Pantau respon sedang dialami ibu

janin dan masa depan verbal dan atau pasangan

kehamilan, juga nonverbal ibu dan 3. meningkatkan rasa

mengenai ketakutan pasangan kontrol terhadap

34
yang sehat dan tidak 3. Dengarkan situasi dan

sehat masalah ibu memberikan

dengan seksama kesempatan pada ibu

4. Berikan untuk

informasi dalam mengembangkan

bentuk verbal dan solusi sendiri

tertulis serta beri 4. Pengetahuan akan

kesempatan klien membantu ibu untuk

untuk mengatasi apa yang

mengajukan sedang terjadi dengan

pertanyaan lebih efektif.

5. Libatkan ibu Informasi sebaiknya

dalam tertulis agar nantinya

perencanaan dan memungkinkan ibu

berpartisipasi untuk mengulang

dalam perawatan informasi akibat

sebanyak tingkat stress, ibu

mungkin mungkin tidak dapat

6. Jelaskan mengasimilasi

prosedur dan arti informasi. Jawaban

gejala yang jujur dapat

meningkatkan

pemahaman dengan

lebih baik serta

35
menurunkan rasa

takut.

5. menjadi mampu

melakukan sesuatu

untuk membantu

mengontrol situasi

sehingga dapat

menurunkan rasa

takut.

6. Pengetahuan dapat

membantu

menurunkan rasa

takut dan

meningkatkan rasa

kontrol terhadap

situasi.

5 Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. kondisi dasar ibu;

terjadi infeksi asuhan keperawatan kondisi faktor seperti DM dan

berhubungan diharapkan pasien tidak resiko yang ada hemoragi

dengan menunjukkan tidak sebelumnya menimbulkan

penahanan hasil tejadi infeksi dengan 2. Kaji terhadap potensial resiko

konsepsi, criteria hasil: tanda dan gejala infeksi atau

tindakan invasif · Tidak terdapat tanda- infeksi penyembuhan luka

tanda infeksi ( misalnya yang buruk. Adanya

36
· Tanda vital dalam batas peningkatan proses infeksi dapat

normal suhu, nadi, meningkatkan resiko

jumlah sel darah kontaminasi janin

putih, atau bau/ 2. Pecah ketuban

warna secret terjadi 24 jam

vagina sebelum pembedahan

Kolaborasi dapat mengakibatkan

3. Lakukan korioamnionitis

persiapan kulit sebelum intervensi

praoperatif, scrub bedah dan dapat

sesuai protocol mengubah

4. Dapatkan penyembuhan luka

kultur darah 3. Menurunkan resiko

vagina dan kontaminan kulit

plasenta sesuai memasuki insisi,

indikasi menurunkan resiko

5. Catat Hb dan infeksi pasca operasi

Ht catat perkiraan 4.Mengidentifikasi

kehilangan darah organisme yang

selama prosedur menginfeksi dan

pembedahan tingkat keterlibatan.

6. Berikan 5. Resiko infeksi

antibiotik pasca perdarahan

spectrum luas serta penyembuhan

37
parenteral pada lebih lama bila kadar

praoperasi. Hb rendah dan

kehilangan darah

berlebihan.

6. Antibiotik

profilaktik dapat

dipesankan untuk

mencegah terjadinya

proses infeksi sebagai

pengobatan pada

infeksi yang

teridentifikasi

38
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ENDOMETRITIS

A. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Keluhan utama yang dirasakan klien

Biasanya Ibu mengeluh sakit perutnya saat ditekan, lokia yang berbau, demam

3. Riwayat kesehatan dahulu


Adakah penyakit-penyakit terdahulu yang dapat memperberat penyakitnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat menstruasi
Siklus: Metrorargia (pada endrometritis akuta) dan Menorargia/ metrorargia (pada
endrometritis kronika)
Flour albus : (positif), banyak, berbau
6. Riwayat pernikahan
7. Riwayat obstetri
a. Untuk riwayat kehamilan ditanyakan hamil dan pernikahan yang ke berapa,
berapa umur kehamilanya, pernah keguguran atau tidak, apabila pernah keguguran
dilakukan kuret atau tidak, dan ada atau tidak penyakit yang menyertai kehamilan
b. Untuk riwayat persalinan, ditanyakan jenis persalinannya, bagaimana
persalinannya, normal atau operasi atau dengan alat, siapa yang menolong
persalinannya, dimana dan apakah ada penyulit persalinan atau tidak, juga
ditanyakan berapa berat lahir bayi, jenis kelaminnya, panjang badan dan apabila
anak hidup berapa usianya Semarang, dan bila mati apa penyebabnya.
c. Untuk riwayat nifas, apakah nifasnya berjalan normal ataukah ada kelainan,
penyulit atau tidak, menyusui atau tidak.
8. Riwayat KB
Jenis kontrasepsi yang digunakan
9. Pola kehidupan sehari-hari
a. Nafsu makan ibu menurun
b. Terjadi ganguan istirahat karena ada rasa nyeri pada daerah abdomen pada bagian
bawah jika ketekan.
c. Sering ganti celana dalam karena darahnya semakin banyak dan bau
39
10. Riwayat psikososial
Biasanya ibu akan merasa cemas
B. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum, TTV
C. Pemeriksaan Fisik
1. Abdomen:
a. inspeksi: perut membuncit, TFU (masih tinggi, normalnya pertengahan symphisis
pusat)
b. Palpasi: nyeri tekan pada abdomen bagian bawah, kontraksi uterus lemah
2. Genitalia: lokhea berbau busuk, normalnya lokhea sanguinolenta, pecah ketuban
dini/lama, persalinan lama, hemorargi pascapartum,
Tepi insisi: kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.
D. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi. (agen cidera biologi
dan fisik)
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive,
ketidakadekuatan imunitas
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi
E. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
.
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Intervensi yang dapat direncanakan
berhubungan tindakan selama 1x24 jam adalah manajemen nyeri dengan
dengan diharapkan tingkat nyeri tindakan:
respon tubuh menurun dengan kriteria a. Observasi
dan sifat hasil: o Identifikasi lokasi,
infeksi a. Keluhan nyeri menurun karakteeristik,durasi, frekuensi,
b. Menringis menurun kualitas dan intensitas dan skala
c. Sikap protektif nyeri
menurun o Identifikasi respon nyeri secara
d. Kesulitan tidur verbal
menurun o Identifikasi faktor yang

40
e. Perineum terasa memperberat dan memperingan
tertekan menurunn nyeri
f. Uterus teraba membulat b. Terapeutik
menurun o Berikan teknik non-
g. Ketegangan otot farmakologis untuk mengurangi
menurun rasa nyeri (mis. relaksasi,
h. Frekuensi nadi hipnosis)
membaik o Kontrol ruangan yang
i. Pola napas membaik memperberat rasa nyeri (mis.
j. Fokus membaik suhu ruangan, kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
o Jelaskan strategi merdakan
nyeri
o Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
o Anjurkan teknik non-
farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
d. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Resiko tinggi Setelah dilakukan Intervensi yang dapat direncanakan
terhadap tindakan selama 3x24 jam adalah pencegahan infeksi dengan
infeksi diharapkan tingkat infeksi tindakan:
berhubungan menurun dengan kriteria a. Observasi
dengan hasil: o Monitor tanda dan gejala
prosedur a. Demam menurun infeksi lokal dan sistemik
invasive, b. Kemerahan menurun b. Terapeutik
ketidak- c. Bengkak menurun o Batasi jumlah pengunjung

41
adekuatan d. Nyeri menurun o Berikan perawatan kulit pada
imunitas e. Kadar sel darah putih area edema
(leukosit) membaik o Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
o Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
c. Edukasi
o Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
o Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
o Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
o Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan\
d. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
3. Ansietas Setelah dilakukan Intervensi yang dapat direncanakan
berhubungan tindakan selama 3x24 jam adalah reduksi ansietas dengan
dengan diharapkan tingkat tindakan:
kurang ansietas menurun dengan a. Observasi
pengetahuan kriteria hasil: o Identifikasi saat tingkat ansietas
dan a. Verbalisasi berubah (mis. kondisi, waktu,
hospitalisasi kebingungan menurun stressor)
b. Verbalisasi khawatir o Monitor tanda-tanda ansietas
akibat kondisi yang b. Terapeutik
dihadapi menurun o Ciptakan suasana terapeutik
c. Perilaku tegang dan untuk menumbuhkan
gelisah menurun kepercayaan
d. Frekuensi napas dan o Temani pasien untuk

42
nadi menurun mengurangi kecemasan, jika
e. Tekanan darah memungkinkan
menurun o Pahami situasi yang membuat
f. Konsentrasi membaik ansietas
g. Pola tidur membaik o Dengarkan dengan penuh
perhatian
o Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
o Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang
c. Edukasi
o Jelaskan prosedur termasuk
sensasi yang mungkin dialami
o Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
o Anjurkan keluarga untuk tetep
bersama pasien, jika perlu
o Anjurkan mengungkapakan
perasaan dan presepsi
o Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
o Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu

43
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup didunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya
telah mencapai >500 gr atau umur kehamilan >20 minggu.

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian
diikuti dengan perdarahan kedalam desidua bassalis, lalu terjadi perubahan-perubahan
nekrotik pada daerah implantasi , infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan
per vaginam.

Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda

asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai , dan segera setelah

itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi).

Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami keluhan sebagai berikut:

a) Tidak enak badan.

b) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu

meningkat.

c) Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.

d) Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-flek darah atau

perdarahan terus-menerus.

Endometritis merupakan suatu peradangan pada endometrium yang disebabkan oleh


infeksi bakteri pada jaringan yang sering terjadi pada ibu postpartum atau postabortus ( masa
nifas ). Endometritis disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam endometrium. Masuknya
kuman ke dalam alat kandungan dapat terjadi melalui eksogen, autogen, dan endogen.

44
Penyebab yang terbanyak adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen
sebagai penghuni normal jalan lahir.

Oleh sebab itu, penting ditekankan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi tentang personal hygiene pada ibu postpartus atau
postabortus sebagai usaha dini untuk mencegah terjadinya endometritis atau penyakit infeksi
lainnya di daerah alat reproduksi.

B. Saran

Diharapkan setelah kita mempelajari tentang abortus dan endometritis dan asuhan

keperawatannya kita dapat memahami serta mengaplikasikan asuhan keperawatannya dengan

benar.

45
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obsteri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Ginekologi


edisi 1981. Elstar offset:Bandung

E-Book. TABER,Ben-Zion. 1994. Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Manuaba. 1998. Ilmu kebidanan Penyakit kandungan dan keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Wikjosastro. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

E-Book. Farrer,Helen.1999. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta

E-Book. Martaadisoebrata,Firman F. Wirakusumah. 2004. Obstetri patologi. Edisi 2.


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

E-Book. Achadiat,Chrisdono M. 2004. Obstetri & ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta

Saifuddin, A. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Harjo

Tim pokja SDKI PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI

Tim pokja SLKI PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Tim pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

46

Anda mungkin juga menyukai